Anda di halaman 1dari 22

PENDANGKALAN ALUR PELABUHAN

Anggota :
5130811061 AHMADI CANDRA GUNAWAN
5140811007 GLANDIS OKSTAURATNA SOFIANI
5140811018 GUMILANG YUNIAR SHIDIQ
5140811023 RIZA RIZKIA
Pendangkalan alur pelyaran merupakan salah
satu persoalan utama yang dihadapi
beberapa pelabuhan di Indonesia. Terlebih
pada pelabuhan yang dibangun menjorok ke
area surf zone atau daerah antara gelombang
pecah hingga garis pantai. Umumnya,
pendangkalan di kawasan tersebut terjadi
akibat adanya angkutan sedimen sejajar
pantai (longshore ttansport). Longshore
transport adalah angkutan sedimen yang
disebabkan oleh longshore current.
CARA MENGATASI ALUR
PENDANGKALAN

a. Pengerukan,
b. Breakwater,
c. Jetty,
d. Groin,
e. Bangunan bawah air (underwater sill)dan,
f. Metode Fluidisasi.
1. PENGERUKAN
 Pengerukan (dredging ) dapat
didefinisikan sebagai pengangkatan
material dari dasar daerah perairan ke
permukaan dan membawanya ke jarak
tertentu.
 Kegiatan ini cukup luas cakupannya, dari
pengerukan di saluran drainasi hingga
pengerukan mineral di lepas pantai
dengan teknik yang sangat kompleks.
2. BREAKWATER
 Apabila kapal-kapal yang akan berlabuh di
pelabuhan berukuran besar maka alur yang
diperlukan biasanya juga besar (panjang,
lebar dan dalam). Hal ini dapat menambah
masalah yang berhubungan dengan
pengerukan. Seringkali operasi pengerukan
harus dilakukan di perairan yang terbuka.
Ketika pengaruh gelombang mempersulit
pengerukan, sering akan lebih ekonomis
apabila alur pelayaran dilindungi dengan
breakwater. Perlindungan dapat mengurangi
jumlah kebutuhan pengerukan atau
membuat operasi pengerukan lebih efisien.
3. Jetty
 Jetty
adalah bangunan tegak lurus
pantai yang diletakkan pada kedua sisi
muara sungai yang berfungsi untuk
mengurangi pendangkalan alur oleh
sedimen pantai.
4. GROIN
 Groin adalah bangunan pelindung
pantai yang biasanya dibuat tegak lurus
garis pantai dan berfungsi untuk
menahan transpor sedimen sepanjang
pantai sehingga bisa mengurangi/
menghentikan erosi yang terjadi.
Bangunan ini juga bisa digunakan untk
menahan masuknya transport sedimen
sepanjang pantai ke pelabuhan atau
muara sungai
Groin (groyne)
Groin
5. Ambang Bawah Air (Underwater
Sill) atau Submerged Dike (SD)
 Ambang bawah air (underwater sill- UWS) adalah
struktur yang dibangun di dasar laut dan elevasi
puncaknya masih di bawah muka air. Struktur ini dapat
diletakkan di sekeliling kolam labuh, kolam putar atau
alur pelayaran, dimaksudkan untuk mengurangi proses
sedimentasi yang terjadi di suatu pelabuhan. Konsep
pengendalian sedimen dengan bangunan UWS
dengan melindungi kolam kolam labuh dengan
bangunan UWS sehingga sebagian arus yang
membawa sedimen setinggi UWS akan terdefleksi
sehingga tidak masuk ke area kolam labuh. Bangunan
UWS telah diterapkan di pelabuhan Kumamoto,
Jepang, dan pelabuhan PT. Semen Gresik, Tuban.
 Pembangunan UWS telah dikerjakan di Pelabuhan
Kumamoto Jepang. Diperkirakan endapan yang
terjadi di alur maupun kolam labuh bisa berkurang.
Tingkat pengendapan yang terjadi turun 30 %
sampai 50% untuk tinggi ambang 1,0 – 1,5 m
(Semen Gresik, 1999). Di Indonesia, UWS selesai
dibangun pada tahun 2000 di Pelabuhan P.T.
Semen Gresik (Persero) Tbk, Tuban. UWS tersebut
dirancang dengan bahan beton pracetak,
berbentuk T terbalik, dengan tinggi 2 m, panjang 6
m dan lebar dasar 6 m, sedangkan tebal dinding 20
s.d. 30 cm. Hubungan antar dinding dilakukan
dengan lembaran karet berkualitas tinggi (rubber
sheet). Bangunan UWS ditempatkan di dasar laut
dan didukung dengan tiang pancang bambu.
 Struktur yang memiliki kesamaan fungsi dengan
UWS adalah silt screen. Perbedaannya terletak
pada bahan yang digunakan, dimana pada silt
screen tidak dipakai beton tetapi hanya suatu tabir
tipis dengan pemberat di bawahnya dan
pelampung di bagian atas. Yuwono (2001)
mengusulkan dipertimbangkannya pemasangan
silt screen sebagai kelanjutan dari UWS yang telah
dibangun di sekitar kolam labuh dan kolam putar.
Silt screen diusulkan untuk dibangun di kirikanan
alur, terutama alur yang masih dekat dengan
littoral zone. Bilamana silt screen dibangun, lokasi di
sekitarnya harus dilengkapi dengan rambu-rambu
navigasi yang baik agar tidak saling mengganggu
dengan nelayan yang menebar jaring (mencari
ikan).
6. Metode Fluidisasi
 Metode pengerukan relatif mahal, terutama jika volume
yang dikeruk tidak terlalu besar. Hal ini karena biaya
mobilisasi alat dan biaya dasar lainnya akan mendominasi
biaya operasional yang sesungguhnya (Triatmadja, 2001).
Metode fluidisasi diharapkan untuk bisa mengatasi
permasalahan ini. Metode fluidisasi masih relatif baru di
bidang rekayasa pantai. Namun sesungguhnya metode ini
telah sangat dikenal di bidang teknik kimia (reaktorreaktor
banyak yang menggunakan prinsip fluidized bed ).
Sedangkan di bidang teknik penyehatan, metode ini
dipakai untuk pembilasan media filter pada sistem pasir
cepat. Di kedua bidang teknik tersebut umumnya yang
digunakan adalah fluidisasi satu dimensi. Untuk
penanggulangan sedimentasi di pantai, metode fluidisasi
dikembangkan untuk mengusik sedimen hingga terfluidisasi
yang akhirnya dapat mengalir secara gravitasi ke area lain
yang lebih rendah.
 Pada metode fluidisasi diperlukan satu atau
beberapa pipa dengan diameter relatif
besar yang ditanam di dasar saluran
(muara) atau di dalam lidah pasir yang
akan dipotong. Pipa tersebut dipasang
memanjang sepanjang saluran. Diameter
pipa dibuat sedemikian rupa sehingga
kecepatan aliran kecil dan kehilangan
tinggi tenaga akibat gesekan dengan pipa
relatif kecil pula. Pipa tersebut diberi lubang
di sebelah kanan dan kirinya, dan jarak
antar lubang yang berdekatan. Pada ujung
hulu, pipa dihubungkan dengan pompa,
yang memompa air ke dalam pipa
 fluidizer.Tekanan yang cukup tinggi dari
air di dalam pipa akan memancar
melalui lubang fluidisasi dan mengusik
pasir yang menutupnya hingga
terfluidisasi menjadi slurry. Slurry tersebut
diharapkan dapat mengalir ke arah hilir
akibat arus eksternal, arus yang
ditimbulkan oleh semprotan, atau dapat
dengan mudah dipompa ke luar.
Dengan demikian yang tersisa tinggal
lubang panjang sepanjang pipa fluidisasi.

Anda mungkin juga menyukai