Anda di halaman 1dari 30

PRESBIKUSIS

Yeni Widayanti
(Soetirto, 2007)
(Soetirto, 2007)
DEFINISI
 = Age-Related Hearing Loss (ARHL)
 Gangguan pendengaran yang berhubungan dengan
penambahan usia
(Kim, 2000; Pata, 2004)
 Disebabkan oleh atrofi sel rambut di organ Corti, degenerasi
serabut saraf di ganglion dan nukleus koklearis, lemahnya suplai
darah ligamentum spiral dan stria vaskularis, atrofi ligamentum
spiral dan duktus koklearis yang ruptur
(Zagolski, 2006)
 Terutama disebabkan karena degenerasi telinga bagian dalam
dan nervus koklearis yang menyebabkan tuli sensorineural
(Pata, 2004; Sousa, 2009)
 Karakteristik gangguan ini yaitu progresif lambat dan simetris
bilateral
(Pata, 2004; Muyassaroh, 2012)
EPIDEMIOLOGI
 Prevalensi presbikusis bervariasi, biasanya terjadi pada usia 60
tahun atau lebih
(Sousa, 2009; Soesilorini, 2012, Kraus, 2013)
 Terbanyak pada usia 70-80 tahun. Sekitar 30-35 % pada populasi
dengan usia 65-75 tahun dan 40-50 % pada usia lebih dari 75 tahun
 Prevalensi pada laki-laki sedikit lebih tinggi daripada perempuan
 National Institute on Aging memberikan informasi bahwa sepertiga
penduduk Amerika usia 65-74 tahun dan separuh penduduk berusia
85 tahun ke atas menderita presbikusis. Prevalensi tersebut
meningkat pada tahun 2030 menjadi 70 juta orang
 Di Indonesia jumlah penduduk usia lebih dari 60 tahun pada tahun
2005 diperkirakan mencapai 19,9 juta atau 8,48 % dan tahun 2025
diperkirakan penderita presbikusis akan meningkat menjadi 4 kali
lipat dan dapat merupakan jumlah tertinggi di dunia
(Soesilorini, 2012)
ETIOLOGI
 Etiologi presbikusis belum diketahui secara pasti,
meskipun diduga banyak faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya presbikusis (usia, jenis kelamin, genetik,
hipertensi, diabetes mellitus, hiperkolesterol, paparan
bising, dan merokok)
(Muyassaroh, 2012; Soesilorini, 2012)
 Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat
dari proses degenerasi. Diduga kejadian presbikusis
mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter, pola
makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising,
gaya hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi
pendengaran secara berangsur merupakan efek kumulatif
dari pengaruh faktor-faktor tersebut di atas
(Suwento, 2007)
PATOGENESIS
 Presbikusis dapat dijelaskan dari beberapa
kemungkinan patogenesis, yaitu degenerasi koklea,
degenerasi sentral, dan beberapa mekanisme
molekuler

 Degenerasi koklea
 Presbikusis tersering terjadi karena degenerasi pada
stria vaskularis yang berefek pada nilai potensial
endolimfa yang menurun menjadi 20 mV atau lebih.
Pada presbikusis terlihat gambaran khas degenerasi
stria yang mengalami penuaan, terdapat penurunan
pendengaran sebesar 40-50 dB dan potensial endolimfa
20 mV (normal = - 90 mV)
(Muyassaroh,
2012)
 Degenerasi sentral
Perubahan yang terjadi akibat hilangnya fungsi
nervus auditorius meningkatkan nilai ambang
dengar atau compound action potensial (CAP).
Fungsi input-output dari CAP terefleksi juga pada
fungsi input-output pada potensial saraf pusat,
memungkinkan terjadinya asinkronisasi aktivitas
nervus auditorius dan penderita mengalami kurang
pendengaran dengan pemahaman bicara buruk
(Muyassaroh, 2012)
 Mekanisme molekuler
Faktor genetik
 Strain yang berperan terhadap presbikusis adalah C57BL/6J yang
merupakan protein pembawa mutasi dalam gen cadherin 23
(Cdh23), yang mengkode komponen ujung sel rambut koklea. Pada
jalur intrinsik sel mitokondria mengalami apoptosis pada strain
C57BL/6J yang dapat mengakibatkan penurunan pendengaran
(Someya, 2009; Muyassaroh, 2012)
 Stres oksidatif
 Seiring dengan pertambahan usia kerusakan sel akibat stress
oksidatif bertambah dan menumpuk selama bertahun-tahun yang
akhirnya menyebabkan proses penuaan. Reactive oxygen species
(ROS) menimbulkan kerusakan mitokondria mtDNA dan
kompleks protein jaringan koklea sehingga terjadi disfungsi
pendengaran
(Muyassaroh, 2012)
Gangguan transduksi sinyal
Ujung sel rambut organ Corti berperan terhadap transduksi
mekanik, yaitu merubah stimulus mekanik menjadi sinyal
elektrokimia. Dua kelompok famili cadherin 23 (CDH23) dan
protocadherin 15 (PCDH15) telah diidentifikasi sebagai
penyusun ujung sel rambut koklea. CDH23 dan PCDH15
saling berinteraksi untuk trasnduksi mekanoelektrikal dengan
baik. Terjadinya mutasi akibat penuaan akan menimbulkan
defek dalam interaksi 2 molekul ini yang akan menyebabkan
gangguan pendengaran
(Sakaguchi, 2009, Muyassaroh, 2012)
GEJALA KLINIK
 Keluhan utama: berkurangnya pendengaran secara
perlahan-lahan dan progresif, simetris pada kedua
telinga
 Telinga berdenging (tinitus nada tinggi)
 Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi
sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan
dengan cepat di tempat dengan latar belakang yang
bising (cocktail party deafness)
 Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa
nyeri di telinga, hal ini disebabkan oleh faktor
kelelahan saraf (recruitment)
(Suwento, 2007)
KLASIFIKASI
 Berdasarkan perubahan patologik yang terjadi,
Gacek dan Schuknecht menggolongkan
presbikusis menjadi 4 jenis, yaitu:
1. Sensorik (outer hair-cell)
2. Neural (ganglion-cell)
3. Metabolik (strial atrophy)
4. Mekanik/koklea konduktif (stiffness of the basilar
membrane)
 Prevalensi terbanyak: metabolik (34,6%). Neural
30,7%, mekanik 22,8%, dan sensorik 11,9%
(Suwento, 2007)
1. Sensory presbycusis
 Menunjukkan atrofi epitel disertai hilangnya
sel-sel rambut dan sel penyokong organ
Corti. Proses berasal dari bagian basal
koklea dan perlahan-lahan menjalar ke
daerah apeks. Perubahan ini berhubungan
dengan penurunan ambang frekuensi tinggi,
yang dimulai setelah usia pertengahan
 Ciri khas: terjadi penurunan pendengaran
secara tiba-tiba pada frekuensi tinggi
(slooping). Sensory presbycusis is typically seen as a
 Gambaran konfigurasi menurut Schuknecht, bilateral precipitous high frequency
sensorineural hearing loss with good to
jenis sensori yaitu tipe noise-induced hearing excellent speech discrimination ability
loss (NIHL)
 Banyak terdapat pada laki-laki dengan
riwayat bising
2. Neural presbycusis
 Memperlihatkan atrofi sel-sel saraf di koklea dan jalur
saraf pusat
 Atrofi terjadi mulai dari koklea, dengan bagian basilarnya
sedikit lebih banyak terkena dibanding sisa dari bagian
koklea lainnya
 Tidak didapati adanya penurunan ambang terhadap
frekuensi tinggi bunyi
 Keparahan tipe ini menyebabkan penurunan ambang
terhadap diskriminasi kata-kata yang secara klinik
berhubungan dengan presbikusis neural dan dapat
dijumpai sebelum terjadinya gangguan pendengaran
 Pengurangan jumlah sel-sel neuron ini sesuai dengan
normal speech discrimination. Bila jumlah neuron ini
berkurang di bawah yang dibutuhkan untuk transmisi
getaran, terjadilah neural presbycusis
Neural presbycusis is characterized as a
 Gambaran klasik: speech discrimination sangat berkurang degeneration of neurons and results in
dan atrofi yang luas pada ganglion spiralis (cookie-bite)
hearing loss similar to sensory presbycusis.
However, speech understanding is far worse
than would be anticipated from the
audiogram, in this example, perhaps only
40% to 60% in each ear
3. Metabolic/Strial presbycusis
 Diakibatkan atrofi stria vaskularis
 Histologi: atrofi pada stria vaskularis,
lebih parah pada separuh dari apeks
koklea. Stria vaskularis normalnya
berfungsi menjaga keseimbangan
bioelektrik, kimiawi, dan metabolik
koklea
 Gambaran audiogramnya rata, dapat mulai
frekuensi rendah, speech discrimination
bagus sampai batas minimum
pendengarannta 50 dB (flat)
 Penderita dengan kasus kardiovaskular Metabolic or strial presbycusis is
dapat mengalami presbikusis tipe ini serta seen as a flat sensorineural
hearing loss with good
menyerang pada semua jenis kelamin preservation of speech
namun lebih nyata pada perempuan understanding
4. Cochlear/Mechaanic presbycusis
 Disebabkan gangguan gerakan mekanis di
membran basalis
 Gambaran khas audiogram yang menurun
dan simetris
 Histologi: tidak ada perubahan morfologi
pada struktur koklea
 Perubahan atas respon fisik khusus dari
membran basalis lebih besar dan lebih
tipis. Kondisi ini disebabkan oleh
penebalan dan kekakuan sekunder
membran basilaris koklea
Mechanical or cochlear conductive
 Terjadi perubahan gerakan mekanik dari presbycusis shows the typical
duktus koklearis dan atrofi dari bilateral sloping high frequency
ligamentum spiralis sensorineural pattern of hearing
loss, but with good preservation of
cochlear elements (sensory and
neural cells) speech understanding
is generally good
 Menurut sesuai dengan perubahan histologi dan situs
degenerasi di koklea, presbikusis dibagi menjadi 5 tipe, yaitu:
1. Sensory presbycusis, dimana perubahan mendadak dalam
pola audiometri disebabkan oleh degenerasi sel-sel rambut
2. Neural presbycusis, dimana ada pola miring ke bawah
(sloping) pada audiogram dan hilangnya sel saraf koklea dan
jalur saraf pusat
3. Metabolic presbycusis, dimana ada atrofi stria vaskularis dan
kurva pendengaran datar (flat) pada audiogram
4. Cochlear presbycusis, dimana ada pola miring bertahap pada
audiogram dan tidak ada perubahan histologi pada organ Corti
dan struktur saraf
5. Mixed presbycusis, dimana ada kombinasi dari gejala
presbikusis jenis lain
(Kim, 2013)
(Danner, 2003)
KARAKTERISTIK PENURUNAN
PENDENGARAN PADA PRESBIKUSIS

(Lalwani, 2008)
DIAGNOSIS
 Anamnesis
 Gejala yang timbul adalah penurunan pendengaran pada usia lanjut,
bersifat sensorineural, simetris bilateral dan progresif lambat.
Umumnya terutama terhadap suara atau nada yang tinggi dan
kadang-kadang disertai tinitus (Muyassaroh, 2012)
 Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
 Pemeriksaan fisik telinga biasanya normal
 Pemeriksaan otoskopik tampak membran timpani suram,
mobilitasnya berkurang
 Tes penala didapatkan tuli sensorineural
 Pemeriksaan audiometri nada murni, menunjukkan suatu tuli saraf
nada tinggi, bilateral dan simetris
 Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam (sloping) setelah frekuensi 2000 Hz
 Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih datar,
kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan
 Pada semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi
yang lebih rendah
(Suwento, 2007; Muyassaroh, 2012)
 Variasi nilai ambang audiogram antara telinga satu dengan
lainnya pada presbikusis ini dapat terjadi sekitar 5-10 dB
 Otoacoustic emission (OAE) dapat menunjukkan
fungsi koklea. Presbikusis merupakan degenerasi
koklea sehingga hasil yang didapatkan refer (emisi
tidak muncul)
 Pemeriksaan BERA pada presbikusis diperlukan
apabila kondisi pasien dengan kesadaran menurun
atau terdapat kecurigaan tuli saraf retrokoklear
(Muyassaroh, 2012)
FAKTOR RISIKO
 Usia & jenis kelamin
 Hipertensi
 Diabetes Mellitus
 Hiperkolesterol
 Merokok
 Riwayat bising
 Usia & jenis kelamin
o Rata-rata pada usis 60-65 ke atas
o Laki-laki lebih banyak mengalami penurunan pendengaran pada frekuensi
tinggi dan hanya sedikit penurunan pada frekuensi rendah bila dibandingkan
dengan perempuan
o Ambang batas frekuensi tinggi sering dikaitkan dengan kemungkinan bahwa
laki-laki lebih banyak terpapar bising di tempat kerja dibandingkan
perempuan
o Perempuan memiliki bentuk daun telinga dan liang telinga yang lebih kecil
sehingga dapat menimbulkan efek masking noise pada frekuensi rendah
o Penelitian di Korea sebelumnya menyatakan terdapat penurunan
pendengaran pada perempuan sebesar 2000 Hz lebih buruk di atas laki-laki
o Pearson menyatakan bahwa sensitivitas pendengaran lebih baik pada
perempuan daripada laki-laki
(Kim, 2010; Muyassaroh, 2012)
 Hipertensi
o Hipertensi yang berlangsung lama dapat memperberat resistensi
vaskuler yang mengakibatkan disfungsi sel endotel pembuluh darah
disertai peningkatan viskositas darah, penurunan aliran darah kapiler
dan transpor oksigen  mengakibatkan kerusakan sel-sel auditori 
sehingga proses transmisi sinyal mengalami gangguan 
menimbulkan gangguan komunikasi
o Kurang pendengaran sensorineural dapat terjadi akibat insufisiensi
mikrosirkuler pembuluh darah seperti emboli, perdarahan, atau
vasospasme
o Maria menemukan hubungan antara systemic arterial hypertention (SAH)
dengan penurunan pendengaran
(Mondelli, 2009; Muyassaroh, 2012)
 Diabetes Mellitus
o Pada penderita DM, glukosa yang terikat pada protein dalam proses
glikosilasi akan membentuk advanced glicosilation end product (AGEP)
yang tertimbun dalam jaringan dan mengurangi elastisitas dinding
pembuluh darah (arteriosklerosis)  dinding pembuluh darah
semakin menebal dan lumen menyempit yang disebut mikroangiopati.
o Mikroangiopati pada organ koklea  menyebabkan atrofi dan
berkurangnya sel rambut, jika terjadi pada vasa nervus VIII,
ligamentum dan ganglion spiral ditandai kerusakan sel Schwann,
degenerasi mielin, dan kerusakan akson  menimbulkan neuropati
 menimbulkan penurunan pendengaran
o Abdulbari, Thiago melaporkan bahwa terdapat hubungan antara
penderita DM dengan terjadinya penurunan pendengaran
(Kakarlapudi, 2003; Maia, 2005; Bener, 2008; Muyassaroh, 2012)
 Hiperkolesterol
o Pola makan dengan komposisi kelebihan lemak (hiperkolesterol,
hiperlipidemia, hipertrigliserida) merupakan faktor risiko
terjadinya penurunan pendengaran karena terjadi penumpukan
plak pada tunika intima
o Patogenesis arterosklerosis  arteroma dan arteriosklerosis
yang terdapat secara bersama  menyebabkan gangguan aliran
darah dan transpor oksigen
o Teori ini sesuai dengan penelitian Villares yang menyatakan
terdapat hubungan antara penderita hiperkolesterolemia dengan
penurunan pendengaran
(Kakarlapudi, 2003; Villares, 2005; Muyassaroh, 2012)
 Merokok
o Rokok mengandung nikotin dan CO yang mempunyai efek mengganggu peredaran
darah, bersifat ototoksik secara langsung, dan merusak sel saraf organ koklea
o CO menyebabkan iskemia melalui produksi karboksi-hemoglobin (ikatan antara CO
dan haemoglobin)  hemoglobin menjadi tidak efisien mengikat oksigen. Seperti
diketahui, ikatan antara hemoglobin dengan CO jauh lebih kuat ratusan kali dibanding
dengan oksigen. Akibatnya, terjadi gangguan suplai oksigen ke organ korti di koklea
 menimbulkan efek iskemia
o Efek CO lainnya adalah spasme pembuluh darah, kekentalan darah, dan
arteriosklerotik
o Insufisiensi sistem sirkulasi darah koklea yang diakibatkan oleh merokok menjadi
penyebab gangguan pendengaran pada frekuensi tinggi yang progresif
o Pembuluh darah yang menyuplai darah ke koklea tidak mempunyai kolateral sehingga
tidak memberikan alternatif suplai darah melalui jalur lain
o Mizoue et al meneliti pengaruh merokok dan bising terhadap gangguan pendengaran
melalui data pemeriksaan kesehatan 4.624 pekerja pabrik baja di Jepang. Hasilnya
memperlihatkan gambaran yang signifikan terganggunya fungsi pendengaran pada
frekuensi tinggi akibat merokok dengan risiko 3 kali lebih besar
(Muyassaroh, 2012)
 Riwayat bising
o Faktor risiko yang berpengaruh pada derajat parahnya ketulian
ialah intensitas bising, frekuensi, lama pajanan per hari, lama
masa kerja dengan paparan bising, kepekaan individu, umur, dan
faktor lain yang dapat berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut
dapat dimengerti bahwa jumlah pajanan energi bising yang
diterima akan sebanding dengan kerusakan yang didapat. Hal
tersebut dikarenakan paparan terus menerus dapat merusak sel-
sel rambut koklea
(Muyassaroh, 2012)
PENATALAKSANAAN
 Menekan kompensasi dari defisit fungsional perifer
dengan:
 Alat bantu dengar
 Implan koklea
 Pelatihan rehabilitasi pendengaran (auditory rehablitative
training) dan konseling
(Parham, 2013)
 Latihan membaca ujaran (speech reading)
 Latihan mendengar (auditory training)
(Suwento, 2007)
 Pembatasan merokok dan zat stimulan (teh, kopi) dapat
membantu untuk mengurangi keluhan tinitus
(Dhingra, 2007)
PROGNOSIS
 Gangguan pendengaran sensorineural adalah
suatu kondisi yang umumnya irreversible
 Presbikusis adalah jenis tuli sensorineural yang
bersifat progresif dan irreversible

(Lalwani, 2008)

Anda mungkin juga menyukai