Anda di halaman 1dari 53

GANGGUAN PERILAKU DAN EMOSIONAL

DENGAN ONSET BIASANYA PADA MASA ANAK


DAN REMAJA

Abdullah Sahab
• Gangguan tingkah laku :
Pola tingkah laku anak atau remaja yang berulang
dan menetap.
Terjadi pelanggaran norma-norma sosial dan
peraturan utama setempat.
Perusakan benda, pencurian, berbohong
berulang-ulang, pelanggaran serius terhadap
peraturan, dan kekerasan terhadap hewan atau
orang lain.
Etiologi : psikodinamika, faktor sosial, dinamika
keluarga, pengelolaan jasmaniah yang tidak wajar
dan biologis.
• Sebelum mengklasifikasikan adanya gangguan
perilaku pada usia anak-anak atau remaja, hal
pertama yang harus kita lakukan adalah
mengetahui apa yang dianggap normal pada usia
tersebut.
• Perlu diingat bahwa apa yang secara sosial dapat
diterima pada usia tertentu, menjadi tidak dapat
diterima di usia yang lebih besar.
• Gangguan dikelompokkan dalam dua kelompok yaitu
eksternalisasi dan internalisasi.
 Gangguan eksternalisasi ditandai dengan perilaku yang
diarahkan ke luar diri, seperti agresivitas, ketidakpatuhan,
overaktivitas, dan impulsivitas.
 Gangguan internalisasi ditandai dengan pengalaman dan
perilaku yang lebih terfokus kedalam diri seperti depresi,
menarik diri dari pergaulan sosial, dan kecemasan,
termasuk juga anxietas dan mood dimasa anak-anak.
• Gangguan mental emosional merupakan
suatu keadaan yang mengindikasikan individu
mengalami suatu perubahan emosional yang
dapat berkembang menjadi keadaan patologis
terus berlanjut sehingga perlu dilakukan
antisipasi agar kesehatan jiwa masyarakat tetap
terjaga.
GANGGUAN HIPERKINETIK
Pedoman Diagnostik:
• Ciri-ciri utama ialah berkurangnya perhatian dan aktivitas
berlebihan ciri ini menjadi syarat mutlak untuk diagnosis
dan haruslah nyata ada pada lebih dari satu situasi
(misalnya di rumah, di kelas, di klinik)
• Berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini
dihentikannya tugas dan ditinggalkannya suatu kegiatan
sebelum tuntas selesai.
• Seringkali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan lain,
karena perhatiannya tertarik pada kegiatan lainnya.
• Di diagnosis bila sifatnya berlebihan bagi anak dengan usia
atau IQ yang sama.
Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan,
khususnya dalam situasi yang menuntut keadaan relatif tenang.

Ciri khas perilaku ini paling nyata di dalam situasi yang berstruktur dan
diatur yang menuntut suatu tingkat sikap pengendalian diri yang tinggi.

Kecerobohan dalam hubungan-hubungan sosial, kesembronoan


dalam situasi yang berbahaya dan sikap yang secara impulsif melanggar
tata tertib sosial (yang diperlihatkan dengan mencampuri urusan atau
mengganggu kegiatan orang lain, terlampau cepat menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang belum lengkap diucapkan orang, atau tidak
sabar menunggu gilirannya) ciri khas dari anak-anak dengan gangguan
ini.

Gangguan belajar serta kekakuan motorik sangat sering terjadi dan


haruslah dicatat secara terpisah (dibawah F80-F89) bila ada.
- Gangguan Aktivitas dan Perhatian
Kriteria umum mengenai gangguan hiperkinetik (F90) telah
terpenuhi, tetapi kriteria untuk gangguan tingkah laku (F91)
tidak terpenuhi.
Termasuk:gangguan defisit perhatian dengan hiperaktivitas
- Gangguan Tingkah Laku Hiperkinetik
Memenuhi kriteria menyeluruh mengenai gangguan
hiperkinetik (F90) dan juga kriteria menyeluruh mengenai
gangguan tingkah laku (F91).
- Gangguan hiperkinetik lainnya
- Gangguan Hiperkinetik YTT
Kategori sisa ini tidak dianjurkan dan hanyalah boleh
digunakan bila kurang dapat dibedakan antara F90.0 dan
F90.1, tetapi memenuhi keseluruhan kriteria untuk F90.
GANGGUAN TINGKAH LAKU

Ciri inti dari gangguan konduksi (tingkah laku) adalah pola


perilaku yang berulang dan menetap dimana hak dasar orang
lain atau norma sosial yang sesuai dengan usia dilanggar.

Perilaku harus ditemukan selama sekurangnya enam bulan


untuk dapat memenuhi persyaratan diagnosis.

Sering menggertak, mengancam atau mengintimidasi orang


lain dan sering keluar malam walaupun dilarang orang tua.
Dimulai sebelum usia 13 tahun.
GANGGUAN TINGKAH LAKU (lanjutan)

Epidemiologi :
Sering ditemukan selama masa remaja dan masa anak-anak.
6 – 16 persen laki-laki.
2 – 9 persen perempuan.
Lebih sering laki-laki.
Orang tua memiliki gangguan kepribadian antisosial dan
ketergantungan alkohol.
Berhubungan dengan faktor sosial ekonomi.
GANGGUAN TINGKAH LAKU (lanjutan)

Etiologi :
Multifaktorial.
1.Faktor parental :
sikap orang tua dan cara membesarkan anak yang salah.
Kondisi rumah yang kacau, penyiksaan anak, penelantaran
anak.
2.Faktor sosiokultural :
Anak-anak yang kekurangan secara sosioekonomi 
dipaksa untuk mengambil jalan yang tidak dapat diterima.
3. Faktor psikologi :
 Anak-anak yang dibesarkan dalam kondisi yang kacau dan
ditelantarkan  marah, mengacau, menuntut, tidak
toleran.
 Sedikit motivasi untuk mengikuti norma masyarakat dan
relatif tanpa penyesalan.
4. Faktor neurobiologis :
Kadar dopamin rendah dan serotonin tinggi dalam darah.
5. Penyiksaan dan penganiayaan anak :
Anak yang mengalami kekerasan dan penyiksaan fisik 
agresif.
Pedoman Diagnostik:
Adanya suatu pola tingkah laku dissosial, agresif atau menentang, yang berulang dan
menetap.
Perlu memperhitungkan tingkat perkembangan anakTempertantrums, merupakan
gejala normal pada perkembangan anak berusia 3 tahun.

Pelanggaran terhadap hak orang lain (seperti pada tindak pidana dengan kekerasan)
tidak termasuk kemampuan anak berusia 7 tahunbukan merupakan kriteria
diagnostik bagi anak kelompok usia tersebut.

Contoh perilaku yang dapat menjadi dasar diagnosis : perkelahian atau menggertak
pada tingkat berlebihan; kejam terhadap hewan atau sesama manusia; perusakan
yang hebat atas barang milik orang; membakar; pencurian; pendustaan berulang;
membolos dari sekolah dan lari dari rumah; sangat sering meluapkan temper tantrum
yang hebat dan tidak biasa; perilaku provokatif yang menyimpang; dan sikap
menentang yang berat serta menetap.

Diagnosis ini tidak dianjurkan kecuali bila tingkah laku seperti yang diuraikan di atas
berlanjut selama 6 bulan atau lebih.
Terapi :
Multimodalitas.
Psikoterapi individu.
Farmakoterapi  antipsikotik, carbamazepin dan
clonidine.
Prognosis :
Buruk : usia muda, banyak gejala.
Gangguan Tingkah Laku Tak Berkelompok
Pedoman Diagnostik
Ciri khasadanya kombinasi mengenai perilaku dissosial dan agresif
berkelanjutan (yang memenuhi seluruh kriteria F91), dengan sifat kelainan
yang pervasif dan bermakna dalam hubungan anak yang bersangkutan dengan
anak-anak lainnya.
Tiadanya keterpaduan yang efektif dengan kelompok sebaya merupakan
perbedaan penting dengan gangguan tingkah laku yang “berkelompok”
(socialized) dan ini diutamakan di atas segala perbedaan lainnya.
Rusaknya hubungan dengan kelompok sebaya terutama dibuktikan oleh
keterkucilan dari dan/atau penolakan oleh, atau kurang disenanginya oleh
anak-anak sebayanya.
Hubungan dengan orang dewasa pun ditandai oleh perselisihan, rasa
permusuhan, dan dendam.
 Hubungan baik dengan orang dewasa dapat terjalin (sekalipun biasanya
kurang bersifat akrab dan percaya); dan seandainya ada, tidak menyisihkan
kemungkinan diagnosis ini.
Tindak kejahatan lazim (namun tidak mutlak) dilakukan
sendirian.
Perilaku yang khas terdiri dari: tingkah laku menggertak,
sangat sering berkelahi, dan (pada anak yang lebih besar)
pemerasan atau tindak kekerasan; sikap membangkang secara
berlebihan, perbuatan kasar, sikap tidak mau bekerja sama,
dan melawan otoritas; mengadat berlebihan dan amarah
yang tak terkendali; merusak barang orang lain, sengaja
membakar, perlakuan kejam terhadap hewan dan sesama
anak.
 Namun ada pula anak yang terisolasi, juga terlibat dalam
tindakan kejahatan berkelompokyang dinilai kualitas
hubungan personalnya.
Gangguan Tingkah Laku Berkelompok
Pedoman Diagnostik:
Ditandai oleh perilaku dissosial atau agresif berkelanjutan terjadi pada
anak-anak yang pada umumnya cukup terintegrasi di dalam kelompok
sebayanya.
Kunci perbedaan terpenting ialah terdapatnya ikatan persahabatan
langgeng dengan anak yang seusia.
Seringkali, namun tidak selalu, kelompok sebaya itu terdiri anak-anak
yang juga terlibat dalam kegiatan kejahatan atau dissosial (tingkah laku
anak yang tidak dibenarkan masyarakat justru dibenarkan oleh
kelompok sebayanya itu dan diatur oleh subkultur yang menyambutnya
dengan baik).
Bisa saja anak menjadi warga kelompok sebaya yang tidak terlibat
dalam tindak kejahatan sementara perilaku dissosial dilakukannya di
luar lingkungan kelompok itu.
Gangguan Sikap Menentang (Membangkang)
Suatu pola negativistik dan perilaku menentang yang terus menerus
tanpa adanya pelanggaran yang serius terhadap norma sosial atau hak
orang lain.
Gangguan tidak dapat didiagnosis jika kriteria untuk gangguan
konduksi terpenuhi.
Kehilangan kendali, sering berdebat dengan orang tua, menolak
mematuhi permintaan atau peraturan orang tua, mengganggu dan
menyalahkan orang lain.

Epidemiologi :
Normal pada awal perkembangan anak.
16 dan 22 persen pada anak usia sekolah.
Dimulai pada usia 8 tahun dan tidak lebih dari masa remaja.
Lebih sering pada anak laki-laki.
Etiologi :
Trauma lingkungan, penyakit, keterbelakangan mental 
memicu oposisional  pertahanan terhadap
ketidakberdayaan, kecemasan dan harga diri.

Terapi :
Psikoterapi individual.
Latihan kepada orang tua.
Terapi perilaku.
Prognosis :
Tergantung pada derajat fungsi dalam keluarga dan
perkembangan psikopatologi komorbid.
Pedoman Diagnostik
Ciri khas dari jenis gangguan tingkah laku ini ialah berawal pada anak
di bawah usia 9 dan 10 tahun.
Ditandaiperilaku menentang, ketidakpatuhan (disobedient),
perilaku provokatif dan tidak adanya tindakan dissosial dan agresif yang
lebih berat yang melanggar hukum ataupun melanggar hak asasi orang
lain.
Pola perilaku negativistik, bermusuhan, menentang, provokatif dan
merusak tersebut berlangsung secara berkelanjutanmelampaui
rentang perilaku normal bagi anak pada kelompok usia yang sama.
Seringkali dan secara aktif membangkang terhadap permintaan atau
peraturan dari orang dewasa serta dengan sengaja mengusik orang lain.
Bersikap marah, benci dan mudah terganggu oleh orang lain yang
dipersalahkan atas kekeliruan dan kesulitan yang mereka lakukan sendiri.
Mempunyai daya toleransi terhadap frustasi yang rendah dan cepat
hilang kesabarannya.
Gangguan Campuran Tingkah Laku dan Emosi

Pedoman Diagnosis
Adanya gabungan dari perilaku agresif, dissosial, atau menentang yang
menetap dengan gejala yang nyata dari depresif, ansietas atau gangguan
emosional lainnya.
Gangguan ini harus cukup berat untuk dapat memenuhi kriteria gangguan
tingkah laku pada masa kanak (F 91) dan gangguan emosional pada masa
kanak (F93) atau bentuk gangguan neurotik pada masa dewasa (F40-F49) atau
gangguan suasana perasaan/mood (F30-F39).

Gangguan Tingkah Laku Depresif


Kombinasi dari gangguan tingkah laku masa kanak (F91) dengan keadaan
depresif yang berkelanjutan dan menetap, yang dinyatakan dalam gejala
seperti duka nestapa yang berlebihan, hilangnya minat dan kesenangan
terhadap kegiatan yang sehari-hari, sikap menyesali diri sendiri dan keputus –
asaan.
Sering juga mengalami susah tidur atau kurang nafsu makan.
Gangguan Ansietas Perpisahan Masa Anak:

Bayi menunjukkan cemas perpisahan  cemas terhadap orang


asing pada usia kurang dari satu tahun.

Gangguan cemas perpisahan  ditemukan jika secara


perkembangan tidak sesuai dan kecemasan yang berlebihan bila
berpisah dari tokoh perlekatan yang utama.

Ketakutan perpisahan  penolakan sekolah, ketegangan,


keluhan fisik berulang seperti nyeri kepala dan nyeri perut, dan
mimpi buruk.

Kriteria diagnosis durasi sekurangnya empat minggu dan onset


sebelum usia 18 tahun.
Epidemiologi :
Lebih sering terjadi pada anak kecil dibanding remaja.
Laki-laki = perempuan.
Onset pada pra sekolah tetapi yang tersering pada usia 7 – 8 tahun.
Prevalensi 3 – 4 persen dari semua anak usia sekolah dan 1 persen dari semua
remaja.

Etiologi :
a.Faktor sosial :
Anak kecil, imatur dan tergantung pada tokoh ibu rentan terhadap cemas perpisahan.
Penyangkalan dan pengalihan perasaan kemarahan anak terhadap tokoh orang tua
kepada lingkungan  sangat mengancam.
Rasa takut akan luka terhadap diri sendiri dan bahaya pada orang tua  preokupasi
yang menetap.
Pola karakter anak  berhati-hati, menyenangkan, cenderung kearah kecocokan.
Keluarga cenderung erat dan mengasuh.
Anak sering manja atau sasaran perhatian orang tua secara berlebihan.
Penyakit pada anak, perubahan lingkungan, pindah rumah, pindah sekolah  faktor
stresor.
b. Faktor belajar :
 Orang tua penuh ketakutan  anak mempunyai adaptasi fobia
terhadap situasi baru.
 Melindungi anak secara berlebihan atau dengan membesar-
besarkan bahaya.
c. Faktor genetik :
 Orang tua dengan gangguan panik dengan agorafobia  resiko
tinggi.
Pedoman Diagnosis:
 Ansietas yang berlebihan yang terfokus dan berkaitan dengan
perpisahan dari tokoh yang akrab.
 Ansietas dapat berbentuk sebagai berikut :
a. Kekhawatiran yang mendalam kalau-kalau ada bencana yang akan
menimpa tokoh yang lekat atau kekhawatiran orang itu akan pergi
dan tidak kembali lagi.
b. Kekhawatiran akan terjadi peristiwa burukanak akan kesasar, diculik atau
dimasukkan dalam rumah sakit, atau terbunuh, yang akan memisahkannya
dari tokoh yang lekat dengan dirinya.
c. Terus menerus enggan atau menolak masuk sekolah, semata-mata karena
takut akan perpisahan.
d. Menolak untuk tidur tanpa ditemani atau didampingi oleh tokoh
kesayangannya.
e. Takut yang tidak wajar untuk ditinggalkan seorang diri, atau tanpa
ditemani orang yang akrab dirumah pada siang hari.
f. Berulang mimpi buruk tentang perpisahan.
g. Sering timbulnya gejala fisik (rasa mual, sakit perut, sakit kepala, muntah-
muntah dsb) pada peristiwa perpisahan dari tokoh yang akrab dengan
dirinya, seperti keluar rumah untuk pergi kesekolah.
h. Mengalami rasa susah yang berlebihan (yang tampak dari ansietas,
menangis, mengadat, merana, apati, atau pengunduran sosial), pada saat
sebelum, selama atau sehabis berlangsungnya perpisahan dengan tokoh
yang akrab dengannya.
Diagnosis ini mensyaratkan tidak adanya gangguan umum
pada perkembangan fungsi kepribadian.

Terapi :
Pendekatan terapi multimodal  psikoterapi individual,
pendidikan keluarga, dan terapi keluarga
Farmakoterapi  untuk gangguan cemas perpisahan  anti
depresan trisiklik dan tetrasikilik.
Prognosis :
Bervariasi dan berhubungan dengan onset usia, lamanya
gejala, dan perkembangan komorbiditas gangguan cemas
dan depresif.
Gangguan ansietas Fobik Masa Kanak:
Pedoman Diagnosis:
Kategori ini hanya berlaku terhadap rasa takut yang khas
timbul pada suatu fase perkembangan yang spesifik pada
anak.

Memenuhi kriteria :
Onset pada masa usia perkembangan yang sesuai.
Taraf ansietas itu secara klinis tidak normal.
Ansietas itu tidak merupakan bagian dari suatu gangguan
yang menyeluruh.
Gangguan Ansietas Sosial Masa Kanak.
Pedoman Diagnosis:
Kategori ini hanya berlaku bagi gangguan yang timbul sebelum usia 6
tahun, yang tidak lazim derajatnya dan disertai aneka masalah
berkenaan dengan fungsi secara sosial.
Anak dengan gangguan ini senantiasa dan berulang kali mengalami
rasa was- was dan takut dan menghindari orang yang tak dikenal.
Rasa takutnya dapat timbul hanya terhadap orang dewasa, atau hanya
dengan teman sebaya atau dengan kedua kelompok itu.
Rasa takut itu berhubungan dengan kelekatan yang selektif dengan
orang tuanya atau dengan orang yang lain yang akrab.
Kecenderungan menghindar atau rasa takut terhadap perpisahan
sosial melebihi batas normal bagi anak seusia itu dan berhubungan
dengan masalah fungsi sosial yang secara klinis bermakna.
Gangguan Persaingan Antar Saudara (Sibling Rivalry)
Pedoman Diagnosis:
 Bukti adanya rasa persaingan dan/atau iri hati terhadap saudara.
Onset selama beberapa bulan setelah kelahiran adik.
Gangguan emosional melampaui taraf normal dan/atau berkelanjutan dan
berhubungan dengan masalah psikososial.
Ditandai oleh upaya bersaing yang nyata antar saudara untuk merebut perhatian
atau cinta orang tuanya.
Untuk menjadi abnormal persaingan itu harus ditandai oleh perasaan negatif
yang berlebihan.
Disertai oleh rasa permusuhan yang terbuka, trauma fisik dan/atau sikap jahat,
dan upaya menjegal saudaranya.
Keengganan berbagi, kurangnya pandangan positif, dan langkanya interaksi yang
ramah.
Muncul dalam beberapa bentuk, regresi dengan hilangnya berbagai ketrampilan
yang telah dimilikinya (seperti pengendalian BAK/BAB), dan adanya tendensi
berperilaku seperti bayi.
Tidurnya terganggu dan sering terdapat keinginan besar untuk memperoleh
perhatian orang tua, misalnya pada saat hendak tidur.
Mutisme Selektif

Kondisi yang jarangdimana anak yang fasih berbahasa tidak dapat


berbicara dalam situasi sosial tertentu, seperti di sekolah dimana bahasa
diharapkan.
Anak tenang dalam situasi membisunya, tetapi ada beberapa anak berbisik
dan menggunakan kata-kata dengan suku kata tunggal.
Beberapa berkomunikasi dengan kontak mata dan isyarat non verbal.
Gejala harus ditemukan selama sekurangnya satu bulan.
Gangguan harus mengganggu pencapaian pendidikan dan pekerjaan atau
komunikasi sosial.

Epidemiologi :
Prevalensi sekitar 3 dan 8 per 10.000 anak.
Anak kecil lebih rentan.
 Anak perempuan lebih sering daripada anak laki-laki.
Etiologi :
Riwayat onset bicara yang terlambat atau kelainan bicara.
Ketidak cocokan orang tua, depresi maternal, dan ketergantungan.

Pedoman Diagnosis:
Ciri khasselektifitas yang ditentukan secara emosional dalam
berbicaramenunjukkan selektifitasnya dalam kemampuan bertutur kata dalam
situasi-situasi tertentu.

Untuk diagnosis diperlukan :


Tingkat pengertian bahasa yang normal atau hampir normal.
Tingkat kemampuan bertutur kata untuk komunikasi sosial.
Anak bersangkutan dapat dan bertutur kata secara normal atau hampir normal
dalam beberapa situasi tertentu.
Terapi :
Pendekatan multimodal  intervensi individual, perilaku, dan keluarga.
Penelitian lebih lanjut untuk penggunaan intervensi farmakologis.
Gangguan Kelekatan Reaktif Masa Kanak

Pedoman Diagnosis
Adanya pola abnormal dalam hubungan anak dengan para pengasuhnya
yang timbul sebelum anak mencapai usia 5 tahun.
Ciri-ciri maladapftif yang lazimnya tidak dilihat pada anak-anak yang normal,
dan yang tetap berlanjut namun reaktif terhadap perubahan yang cukup jelas
pada pola asuh.
Gangguan timbul berkaitan dengan pengasuhan anak yang sangat kurang
memadai.
Hal ini mungkin dalam bentuk penganiayaan psikologis atau penelantaran
(yang nampak dari hukuman yang kejam, dan sikap yang senantiasa lalai
memberi tanggapan terhadap upaya anak untuk berdamai, atau asuhan yang
sangat kurang sempurna sebagai orang tua), atau penganiayaan fisik atau
penelantaran anak itu (hal itu terbukti oleh sikap kurang memperhatiakn
kebutuhan fisik anak, berulang kali dengan sengaja mencederai anak, atau
kurang memberi makanan bergizi).
Gangguan Kelekatan Tak Terkendali Masa Kanak

Pedoman Diagnosis
Diagnosis didasarkan bahwa anak menunjukkan kelekatan selektif
yang kabur selama 5 tahun pertama kehidupan.
Umumnya berhubungan dengan perilaku melekat sewaktu masa bayi
dan/atau perangai ramah terhadap semua orang, dan perilaku menarik
perhatian pada masa dini atau pertengahan usia anak.
Biasanya akan mengalami kesulitan dalam membina hubungan akrab,
dan saling percaya dengan kelompok teman sebaya.
Terdapat gangguan emosional atau perilaku yang menyertai (sebagian
tergantung pada keadaan anak saat itu).
Terdapat riwayat pengasuh yang berganti-ganti, dari suatu keluarga
asuh pindah ke keluarga asuh yang lain.
Gangguan Tik
Tik adalah gerakan motorik atau vokalisasi involunter, tiba-tiba rekuren, tidak
berirama,dan stereotipik.
Tik motorik sederhana  terdiri dari kontraksi cepat dan berulang dari
kelompok otot yang secara fungsional serupa, contohnya: kedipan mata,
sentakan leher, mengangkat bahu, dan seringai wajah.
Tik vokal sederhana  batuk, membersihkan tenggorokan, mendengkur,
menghirup, mendengus, dan menghardik.
Tik motorik kompleks  lebih bertujuan dan ritualistik  perilaku
berdandan, membaui benda, meloncat, kebiasaan menyentuh, ekopraksia
(meniru perilaku yang diamati) dan kopropraksia (menunjukkan gaya yang
cabul).
Tik vokal kompleks  mengulang kata atau frasa diluar konteks  koprolalia
(pemakaian kata atau frase yang cabul), palilalia (pengulangan satu kata yang
diucapkan diri sendiri), dan ekolalia (pengulangan kata terakhir yang terdengar
dari ucapan orang lain).
Pedoman Diagnosis
“Tic” adalah suatu gerakan otot yang tidak dibawah pengendalian, berlangsung cepat,
dan berulang-ulang, tidak berirama.
 ataupun suatu hasil vokal yang timbul mendadak dan tidak ada tujuannya yang
nyata.
Ciri khas gerakan yang mendadak, cepat, sekejap, dan terbatasnya gerakan, tanpa
bukti gangguan neurologis yang mendasari, sifatnya yang berulang-ulang, biasanya
berhenti saat tidur.
 Gerakan obsesif kompulsif sering menyerupai “Tic” yang kompleks namun berbeda
karena bentuknya cenderung ditentukan oleh tujuannya (misalnya menyentuh atau
memutar benda secara berulang) daripada oleh kelompok otot yang terlibat,
walaupun acapkali sulit juga untuk membedakannya.
 “Tic” seringkali terjadi sebagai fenomena tunggal namun tidak jarang disertai variasi
gangguan emosional yang luas, khususnya, fenomena obsesi dan hipokondrik.
Tidak terdapat garis pemisah yang jelas antara gangguan “tic” dengan berbagai
gangguan emosional dan gangguan emosional disertai “tic”.
Gangguan tic Sementara
Gangguan ini pada umumnya memenuhi kriteria untuk diagnosis
gangguan “tic”, tetapi tidakmelampaui 12 bulan.
Sering dijumpai pada anak usia 4-5 tahun, biasanya berupa kedipan
mata, muka menyeringai, atau kedutan kepala.
Pada sebagian kasus hanya berupa episode tunggal, namun pada
beberapa kasus lain hilang timbul selama beberapa bulan.

Gangguan “Tic” Motorik atau Vokal Kronik


Umumnya memenuhi kriteria untuk suatu gangguan “tic” motorik
atau vokal (namun bukan kedua-duanya) dan berlangsung selama lebih
dari setahun.
“Tic” dapat tunggal atau multipel (tetapi lebih sering bersifat multipel.
Gangguan tic Sementara
Memenuhi kriteria untuk diagnosis gangguan “tic”, tetapi tidak
melampaui 12 bulan.
Paling sering dijumpai pada anak usia 4-5 tahun, biasanya berupa
kedipan mata, muka menyeringai, atau kedutan kepala.
Pada sebagian kasus hanya berupa episode tunggal, namun pada
beberapa kasus lain hilang timbul selama beberapa bulan.

Gangguan “Tic” Motorik atau Vokal Kronik


Umumnya memenuhi kriteria untuk suatu gangguan “tic” motorik
atau vokal (namun bukan kedua-duanya).
Berlangsung selama lebih dari setahun.
“Tic” dapat tunggal atau multipel (tetapi lebih sering bersifat multipel.
Gangguan Campuran “Tic” Motorik dan Vokal Multipel
(Sindroma de la Tourette)
Ditemukan oleh Georges De La Tourette di Prancis tahun 1885beberapa pasien
yang berupa tik motorik multipel, koprolalia, dan ekolalia.

Epidemiologi:
Prevalensi seumur hidup 4 – 5 per 10.000.
Onset komponen motorik pada usia 7 tahun.
Tik vokal timbul rata-rata pada usia 11 tahun.
Laki-laki lebih sering dibandingkan wanita 3 : 1.

Etiologi :
Faktor genetik :
anak laki-laki dari ibu dengan gangguan tourette mempunyai resiko tertinggi untuk
mengalami gangguan serupa.
Di turunkan secara autosomal dominan.
Lebih kurang 40 % memiliki gangguan obsesif kompulsif.
Faktor neurokimiawi dan Neuroanatomi :
Keterlibatan sistem dopaminergik  obat antipsikotik
menekan tik.
Meningkatkan aktifitas dopaminergik sentral 
metilfenidat, amfetamin, kokain  mengeksaserbasi tik.
Kelainan sistem noradrenergik  menurunnya tik dengan
clonidine ( agonis α-adrenergik)  menurunkan pelepasan
norefinefrin dalam sistem saraf pusat.
Kelainan di ganglia basalis  gangguan pergerakan
termasuk gangguan tourette, OCD, dn ADHD.
Diagnosis dan gambaran Klinis :
Tik harus sering terjadi setiap hari atau secara intermiten selama lebih dari satu
tahun.
Usia rata-rata onset adalah 7 tahun, paling awal 2 tahun.
Onset harus terjadi sebelum usia 18 Tahun.
“Tic” motorik multipel dengan satu atau beberapa “tic” vokal, yang tidak harus
timbul secara serentak dan dalam riwayatnya hilang timbul.
Onset hampir selalu pada masa kanak dan remaja.
Ada riwayat “tic” motorik sebelum timbulnya “tic” vokal.
Sindroma ini sering memburuk pada usia remaja dan lazim pula menetap sampai
usia dewasa.
“Tic” vokal sering bersifat multipel dengan letupan vokalisasi yang berulang-
ulang, seperti suara mendehem, bunyi ngorok, dan ada kalanya diucapkan kata-
kata atau kalimat-kalimat cabul.
Diiringi gerakan isyarat ekopraksia, yang dapat juga bersifat cabul (kopropraksia).
“tic” vokal mungkin ditekan dengan kemauan untuk jangka waktu singkat,
bertambah parah karena stres dan berhenti saat tidur.
Diagnosis Banding :
Gangguan pergerakan ( gerakan distonik, koreiform, atetoid, mioklonik,
dan hemibalismik ) dll.

Terapi :
Farmakoterapi  haloperidol dosis rendah antara 0,25 sampai 0,5
mg dengan dosis harian 0,05 sampai 0,075 mg/kg BB.

Psikoterapi.
Prognosis :
o Jika tidak diobati  kronis dan seumur hidup dengan relatif remisi
dan eksaserbasi.
o Kekecewaan dengan gangguan fungsi sosial dan pekerjaan yang berat
 bunuh diri.
Enuresis Non Organik
Enuresis  mengeluarkan urin secara berulang dalam pakaian atau tempat
tidur, terlepas apakah miksi tidak disadari atau disengaja.
Harus terjadi dua kali seminggu sekurangnya selama tiga bulan.
Menyebabkan penderitaan klinik yang bermakna atau gangguan sosial atau
akademik.
Usia anak sekurangnya 5 tahun.

Epidemiologi :
Prevalensi menurun dengan meningkatnya usia.

Etiologi :
Kontrol kandung kemih dipengaruhi oleh perkembangan neuromuskuler,
faktor sosioekonomi, latihan toilet, dan faktor genetik.
Stresor psikososial mencetuskan enuresis (kelahiran adik, mulai sekolah,
masalah keluarga, pindah rumah baru.
Pedoman Diagnosis
Suatu gangguan yang ditandai oleh buang air seni tanpa kehendak, pada siang dan/atau
malam hari, yang tidak sesuai mental anak, dan bukan akibat dari kurangnya pengendalian
air kemih akibat gangguan neurologis, serangan epilepsi, dan atau kelainan struktural pada
saluran kemih.
Enuresis tidak lazim didiagnosis terhadap anak dibawah usia 5 tahun atau dengan usia
mental kurang dari 4 tahun.
Enuresis ada kalanya timbul bersamaan dengan enkopresisdiagnosis enkopresis yang
diutamakan.

Terapi :
Latihan toilet yang tepat.
Terapi perilaku:
Farmakoterapi  imipramine.
Psikoterapi.
Prognosis :
Enuresis biasanya berhenti sendiri.
Gejalanya ego distonik dan mengalami peningkatan harga diri dan perbaikan keyakinan
sosial jika mereka menjadi kontinen.
Enkopresis Non Organik
Enkopresis  suatu pola pengeluaran feses ditempat yang tidak sesuai, terlepas apakah
pengeluarannya tidak disadari atau disengaja.
Pola harus ditemukan sekurangnya tiga bulan.
Usia kronologis anak sekurangnya empat tahun.

Epidemiologi :
Lebih sering pada laki-laki dibandingkan perempuan.

Etiologi :
Tidak adanya latihan toilet yang tepat.
Banyak anak enkopretik tidak memiliki masalah perilaku.

Pedoman Diagnosis
Pengeluaran tinja secara tak layak.
Kondisi dapat timbul dengan berbagai cara:
oMungkin menggambarkan kurang adekuatnya latihan kebersihan (toilet training).
oMungkin mencerminkan suatu gangguan psikologis dengan pengendalian fisiologis buang air besar
normal.
oKegagalan untuk menyesuaikan diri dengan norma sosial untuk buang air besar ditempat yang layak.
oPertentangan antara orang tua dan anak mengenai latihan buang air besar.
oMenahan tinja karena nyeri saat buang air besar (misal karena fisura ani) atau karena sebab lain.
Pedoman Diagnosis
Pengeluaran tinja secara tak layak.
Kondisi dapat timbul dengan berbagai cara:
Mungkin menggambarkan kurang adekuatnya latihan kebersihan (toilet
training).
Mungkin mencerminkan suatu gangguan psikologis dengan pengendalian
fisiologis buang air besar normal.
Kegagalan untuk menyesuaikan diri dengan norma sosial untuk buang air
besar ditempat yang layak.
Pertentangan antara orang tua dan anak mengenai latihan buang air besar.
Menahan tinja karena nyeri saat buang air besar (misal karena fisura ani)
atau karena sebab lain.
Disertai ulah memoleskan tinja pada tubuh sendiri atau pada lingkungan sekitar.
Pedoman yang digariskan ialah untuk memberi kode diagnosis enkopresis bila hal
tersebut merupakan fenomena yang predominan, dan kode diagnosis gangguan lain
apabila enkopresis bukan merupakan fenomena yang predominan (atau bila enkopresis itu
hanya terjadi kurang dari sekali sebulan).
Enkopresis adakalanya timbul menyusul suatu kondisi organik, seperti fisura ani atau
infeksi gastrointestinal.
Kondisi organikkode diagnosis yang utama bila kondisi itu merupakan alasan yang
cukup bagi pengeluaran tinja itu, tetapi bila kondisi organik itu hanya merupakan suatu
akibat, bukan sebagai penyebab yang cukup memadai, perlu diberi kode enkopresis
(disamping kode organiknya).
Terapi :
Ketidaksesuaian dan ketegangan keluarga yang cukup besar sering ditemukan  harus
diselesaikan.
Psikoterapi.
Tekhnik perilaku  malam yang kering  kartu bintang.
Prognosis :
Tergantung pada penyebab, kronisitas gejala, masalah perilaku penyyerta.
Enkopresis akan berhenti dengan sendirinya, dan jarang berlanjut lewat masa remaja.
Gangguan Makan Masa Bayi dan Anak
Pedoman Diagnosis:
Gangguan makan dengan berbagai manifestasi biasanya
spesifik pada masa bayi dan masa dini anak.
Meliputi penolakan makanan dan rewel menghadapi
makanan yang memadai dari pengasuh yang baik, tanpa
penyakit organik.
Lazim pada masa bayi dan anak (dalam bentuk penolakan
seolah kurang makan atau kebanyakan makan).
Suatu gangguan kesulitan ini jelas melampaui batas
normal, mutu makannya abnormal, atau bila berat badan
anak tidak bertambah, atau berat badan menurun dalam
masa minimal sebulan.
Pika Masa Bayi dan Anak

Pika adalah pola makan zat yang tidak bergizi selama sekurangnya satu bulan.
Sering ditemukan pada anak kecil dibandingkan pada orang dewasa.
Epidemiologi :
Terjadi pada 10 – 32 persen anak-anak antara usia 1 dan 6 tahun.
Laki-laki sama dengan perempuan.
Pedoman Diagnosis:
Terus menerus makan zat yang tidak bergizi (tanah, serpihan cat, dsb).
Timbul sebagai salah satu gejala dari sejumlah gangguan psikiatrik yang luas (seperti
autisme), atau sebagai perilaku psikopatologis yang tunggal.
Sering terdapat pada anak dengan retardasi mental & dapat pula terjadi pada anak
yang mempunyai intelegensia normal (biasanya pada usia dini).
Terapi :
Pendekatan psikososial, lingkungan, perilaku, dan bimbingan keluarga.
Prognosis :
Bervariasi.
Menghilang dengan bertambahnya usia.
Gangguan Gerakan Stereotipik
Perilaku motorik yang berulang, tampaknya memiliki dorongan, dan
non fungsional  menggoyangkan badan, membenturkan kepala,
menggigit diri sendiri, gerakan memetik, dan bergelombang.
Waktu sekurang-kurangnya empat minggu.
Perilaku mengganggu aktifitas normal dan akan menyebabkan cidera
bila tidak dilakukan pencegahan.

Epidemiologi :
Prevalensi gangguan gerakan stereotipik tidak diketahui.
Lebih menonjol pada anak laki-laki.
Etiologi :
Penyebab gangguan pergerakan stereotipik tidak diketahui.
Gerakan stereotipik berhubungan dengan aktifitas dopamin.
Pedoman Diagnosis:
Merupakan gerakan yang volunter, berulang, stereotipik, non fungsional (dan sering
bersifat ritmik) bukan merupakan bagian dari suatu kondisi psikiatrik atau neurologis yang
dikenal.
Bila gangguan gerakan stereotipik berhubungan dengan retardasi mental, kedua tipe
gangguan tersebut harus diberi kode diagnosis.
Gerak mencolok mata sendiri lazim terdapat dikalangan anak yang menderita disabilitas
visual.
Terapi :
Terapi perilaku.

Psikoterapi.
Farmakoterapi apabila terjadi kerusakan fisik.

Prognosis :
Bervariasi dan gejala hilang timbul.
Menonjol pada masa anak-anak dan menghilang saat anak bertambah besar.
Tergantung kepada keparahan disfungsi  frekuensi, kuantitas, dan derajat melukai diri
sendiri.
Gagap (Stuttering/Stammering)
Gangguan dalam kefasihan normal dan pola waktu bicara yang tidak
sesuai untuk usia pasienpengulangan bunyi, perpanjangan,
penyisipan, henti dalam kata, substitusi kata untuk menghindari
hambatan.
Gangguan kefasihan  mengganggu pencapaian akademik, pekerjaan,
atau komunikasi sosial.
Epidemiologi :
Prevalensi 1 % dari populasi.
Insidensi 3 %.
Sering terjadi pada anak kecil.
Laki-laki lebih banyak daripada wanita.
Etiologi :
Penyebab pasti tidak diketahui.
Dieksaserbasi oleh situasi tertentu yang menimbulkan stres.
Pedoman Diagnosis:
Ditandai dengan pengulangan suara atau perpanjangan suku kata atau kata, atau
sering gugup atau terhenti sehingga mengganggu irama alur bicara.
Disritmia ringan dari gangguan ini sering ditemukan sebagai suatu fase transisi pada
usia dini anak, atau sebagai pola berbicara yang ringan namun berkelanjutan pada usia
selanjutnya dan pada usia dewasa.
 Harus digolongkan sebagai gangguan hanya bila keparahannya sangat mengganggu
kelancaran berbicara.
Kondisi ini disertai gerakan pada wajah/dan atau bagian tubuh lainnya yang
bersamaan waktu dengan pengulangan, atau hambatan alur bicara.
Tidak ditemukan gangguan neurologis yang mendasari.
Pada beberapa kasus dapat pula disertai olehh gangguan perkembangan berbicara
atau berbahasa.

Terapi :
Pengalihan perhatian, sugesti, dan relaksasi.
Psikoterapi.
Berbicara Cepat dan Tersendat (Cluttering)
Pedoman Diagnosis:
Cara berbicara cepat dengan gangguan kelancaran alurnya,
namun tanpa pengulangan atau kegugupan, dengan derajat
yang cukup parah sehingga menyebabkan kurang jelasnya
ucapan.
Bicaranya kurang menentu dan kurang berirama, dengan
letupan cepat, tersendat-sendat yang biasanya meliputi pola
pengungkapan yang keliru, antara lain berbicara cepat lalu
tersendat sendat silih berganti, menghasilkan kelompok kata-
kata yang kurang teratur susunan tata bahasanya.

Anda mungkin juga menyukai