Anda di halaman 1dari 19

HUBUNGAN STRUKTUR DAN PENGEMBANGAN

SENYAWA AGONIS DAN ANTAGONIS

Nama Kelompok :
1. Lutvi Anggraini (1012016003)
2. Rizky Nuraida (1012016006)
3. Miftahul Janah (1012016013)
4. Ernest Silvia (1012016014)
5. Mariana Desi (1012016016)
6. Indri Dewi (1012016020)
7. Dinda Sofiatul (1012016021)
8. Endah Masmulia (1012016022)
9. Damachera Aulia (1012016024)
10. Lutfika Legiana (1012016029)
11. Farisya Agustiani (1012016030)
12. Irmayatul (1012016033)
13. Hasby Zaen (1012016034)
14. Nida Aluvi (1012016039)
15. Ika Oktavia (1012016038)
16. Churori Cahyono (10120170
Agonis dan antagonis
• Senyawa agonis adalah senyawa yang dapat menghasilkan
respon biologis tertentu serupa dengan senyawa agonis
endogen.
• Senyawa antagonis adalah untuk mengembangkan antagonis
spesifik terhadap biokatalis utama atau metabolit endogen.
• Contoh : asetilkolin dan senyawa kolinergik, histamin dan
senyawa histaminergik, norefinefrin dan senyawa α-
adrenergik.
Tujuan Rancangan Senyawa
Agonis dan Antagonis
• Untuk mengembangkan antagonis spesifik terhadap biokatalis
utama atau metabolit endogen.

• Contoh : asetilkolin dan senyawa kolinergik, histamin dan


senyawa histaminergik, norefinefrin dan senyawa α-adrenergik.

• Banyak gugus obat yang bekerja sebagai pengganti atau mimetic


dari biokatalis, seperti hormon dan vitamin, atau sebagai
antagonis dari substrat atau produk antara proses biokimia
Pengetahuan tentang agonis dan antagonis
penting untuk diketahui karena dapat
digunakan untuk:

a. Merancang kombinasi obat, terutama dalam formulasi obat di


industry farmasi.
b. Pembuatan komposisi obat, terutama dalam pencampuran obat di
apotek.
c. Merancang senyawa antagonis terhadap senyawa agonis endogen,
seperti : metabolit-antimetabolit, histamin–antihistamin dan
neurotransmiter-antineurotransmiter. Rancangan ini terutama
dikembangkan di bagian riset dan pengembangan.
Berdasarkan fasa kerja obat, senyawa
antagonis dikelompokkan sebagai berikut :
1) Antagonis Ketersediaan Farmasetik
Antagonis ini menyebabkan ketersediaan obat dalam fasa
farmasetik menurun.

2) Antagonis ketersediaan Biologis


Antagonis ini juga disebut Antagonis farmakokinetik, yang
menyebabkan ketersediaan biologis obat menurun sehingga kadar obat
dalam darah dan jaringan juga menurun.

3) Antagonis pada tingkat jaringan atau plasma dan reseptor


Antagonis ini juga disebut Antagonis farmakokdinamik, yang
mempangaruhi proses interaksi obat dengan reseptor spesifik, sehingga
menurunkan respons biologis obat.
Kombinasi obat terjadi jika :
• Kombinasi obat kemungkinan melibatkan campuran dua
atau lebih obat dalam satu formulasi, penggunaan dua
obat dalam formulasi yang berbeda dan diminum
bersama-sama, atau penggunaan dua obat yang diminum
dalam waktu yang berbeda tetapi kemudian berada
bersama-sama dalam darah.

• Hal-hal di atas dapat menimbulkan masalah interaksi


obat, sehingga kemungkinan terjadi peningkatan atau
penurunan efek obat (bersifat antagonis).
Kombinasi obat kemungkinan juga dapat
meningkatkan aktivitas obat, yaitu :
• Efek potensiasi, dengan cara :
1. Meningkatkan ketersediaan farmasetik.
2. Meningkatkan ketersediaan biologis dengan proteksi
terhadap proses bioinaktivasi.
3. Menurunkan ekskresi obat.
4. Meningkatkan proses bioaktivasi

• Efek sinergisme, yang berdasarkan pengaruh pada fasa


farmakodinamik.
Kombinasi obat menjadi tidak rasional
atau tidak diinginkan apabila :
• Salah satu obat menimbulkan efek potensiasi yang berlebihan terhadap
obat lainnya.
• Salah satu obat tidak tercampurkan dengan obat yang lain oleh karena
berinteraksi secara kimia atau karena dapat menghambat atau bersifat
antagonis terhadap efek teraperik obat lain.
• Pada kasus obat antiparasit, bila efek terapetik yang dihasilkan
kombinasi obat tidak lebih baik dibandingkan diberikan sebagai obat
tunggal, maka kombinasi tersebut dapat meningkatkan resistensi
parasit.
Interaksi Obat
• (incompatible) Kombinasi obat tidak sesuai untuk
menurunkan efek obat yang tak diingikan

• (desensitisasi / pencegahan aksi obat) Obat antagonis


menyerang objek biologis tidak sensitif terhadap obat kedua.

• (efek kuratif) Senyawa antagonis diberikan setelah


agonis dengan tujuan efek agonis atau efek sampingnya hilang.
Contoh : saat keracuna obat; senyawa antagonis berperan
antidotum.
Kapan kombinasi obat
diperlukan :
a) Obat kombinasi yang punya efek potensiasi, gunakan dosis yang
rendah sehingga dapat menghasilkan efek terapeutik yang sama
dengan efek samping yang kecil.
b) Obat A menyembuhkan infeksi, obat B menghasilkan gejala
akibat infeksi.
Contoh : pada infeksi pernafasan, antibiotik digunakan untuk penyebab
infeksi.
• Analgetik atau antihistamin digunakan untuk menurunkan gejala, :
 Untuk mencegah resistensi mikroorganisme
 Dalam kasus penyebab infeksi tak diketahui secara cepat, namun
pasien butuh pertolongan segera.
1. Antagonis Pada Fasa
Farmakokinetik
• Menghambat senyawa agonis untuk berespon
• Tidak berikatan dengan reseptor
• Disebut antagonis kimia atau netralisasi
• Mekanisme : mengubah senyawa agonis
menjadi tidak aktif
• Potensi antagonis kimia bergantung pada
kemampuan senyawa antagonis berintaeraksi
dengan agonis
Contoh :

• Antikoagulan heparin bersifat asam akan berinteraksi dengan


protamin yang sifatnya basa sehingga senyawa menjadi tidak aktif
2. ANTAGONIS ANTAR OBAT
PADA FASA FARMAKODINAMIK
• Antagonis farmakodinamik adalah antagonis yang
mempengaruhi proses interaksi obat reseptor, sehingga
respons biologis obat menurun. Interaksi dapat bersifat
reversible, kompetitif atau irreversible.

• Antagonis farmakodinamik terbagi menjadi :


1) Antagonis Kompetitif
2) Antagonis Nonkempetitif
3) Kombinasi Antagonis Kompetitif dan Nonkompetitif
4) Antagonis Fungsional dan Fisiologik
5) Antagonis ireversibel
6) Antagonis tipe kompleks
1. Antagonis Kompetitif
• Senyawa agonis dan antagonis berkompetisi dalam merebut
tempat reseptor menurun, dan aktifitas agonis akan menurun.
Hal tersebut digambarkan secara skematis sabagai berikut:
Agonis (A) + Reseptor (R) → Kompleks A-R → Stimulus → efek biologis

Antagonis kompetitif

Contoh:
a. Antihistamin dan histamine
b. Kolinergik dan antikolinergik
c. Spironolakton dan aldosteron
2. Antagonis Nonkompetitif

• Antagonis Nonkempetitif dapat bekerja dengan


mekanisme sebagai berikut :

a. Pengurangan afinitas pada reseptor


b. Pengurangan aktivitas intrinsic
c. Menghalangi transmisi impuls.
d. Berinteraksi dengan makromolekul
3. Kombinasi Antagonis Kompetitif dan Nonkompetitif

• Kombinasi satu senyawa yang menimbulkan efek antagonis


kompetitif dan nonkompetitif dengan senyawa agonis juga
sering terjadi. Aksi dari komponen non kompetitif akan terlihat
pada kadar yang tinggi dari senyawa antagonis.

• Efek yang terjadi pada kurva log dosis-respons adalah


pergeseran parallel dan penekanan dari respons maksimal.

Contoh : kombinasi antikolinergik dengan adifenin atau


kamilofen (papaverin-like action).
4. Antagonis Fungsional dan Fisiologik

• Antagonis fungsional adalah apabila dua senyawa agonis


yang mempunyai efek “berlawanan” bekerja pada satu sel
atau system yang sama, tetapi pada tempat yang berbeda.

• Antagonis fisiologik adalah apabila dua senyawa agonis


yang mempunyai efek “berlawanan” bekerja pada organ
atau jaringan yang berbeda sehingga dihasilkan efek
resultante.
5. Antagonis ireversibel
• Tipe antagonis dengan karakteristik masa kerja yang
panjang. Pengikatan obat-reseptor kemungkinan bersifat
selektif, tempat reseptor hanya untuk satu tipe agonis.

• Contoh: senyawa pemblok α-adrenergik, seperti


dibenamin dan benzilin. Dapat memblok reseptor α-
adrenergik dengan mengikat reseptor melalui ikatan
kovalen.
6. Antagonis tipe kompleks
Antagonis tipe ini cara kerjanya sangat kompleks.
Contoh :

• Ø Senyawa bakteriostatik, seperti tetrasiklin, kloramfenikol, sulfonamide,


eritromisin dan linkomisin, bekerja sebagai antibakteri dengan menghambat
sintesis protein, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri dan tidak
mematikan bakteri.

• Ø Senyawa bakterisid, seperti penisilin, sefalosporin, D-sikloserin,


vankomisin, polimiksin, basitrasin, kolistin, streptomisin, kanamisisn dan
neomisin, bekerja sebagai antibakteri dengan menghambat sintesis
mukopeptida yang dibutuhkan untuk pembentukan dinding sel bakteri,
akibatnya dinding sel mudah lisis dan bakteri mengalami kematian.

• Apabila senyawa bakteriostatik dan bakterisid dikombinasi, efek


bakteriostatik akan menghentikan pertumbuhan sel bakteri, sehingga senyawa
baktersidal menjadi tidak aktif terhadapa bakteri.

Anda mungkin juga menyukai