Anda di halaman 1dari 32

Laporan Kasus

Myasthenia Gravis

HERDY RIZKY S
DOKTER PEMBIMBING : DR DJATI,SP. S
KEPANITERAAN KLINIK SARAF
RSUD CIANJUR
Pendahuluan

 Definisi
Miastenia gravis adalah suatu kelainan autoimun
yang ditandai oleh suatu kelemahan abnormal dan
progresif pada otot rangka yang dipergunakan secara
terus-menerus dan disertai dengan kelelahan saat
beraktivitas
Epidemiologi

 Dapat terjadi pada berbagai usia.


 Biasanya penyakit ini lebih sering tampak pada usia
20-50 tahun.
 Wanita lebih sering menderita penyakit ini
dibandingkan pria.
Etiologi

 Etiologi : belum diketahui, mungkin suatu penyakit


autoimmune dan thymus mungkin membuat
antibody terhadap end plate protein otot.
 Kausa lain diantaranya : aktivitas cholinesteras yang
berlebihan, hambatan depolarisasi oleh choline dan
kompetitif blok dari reseptor protein oleh suatu zat
yang mirip curare.
Patofisiologi

 terjadi ikatan antibodi pada reseptor asetilkolin, → akan


mengakibatkan terhalangnya transmisi neuromuskular

(pengurangan jumlah reseptor asetilkolin pada


neuromuscular junction)

atrofi membran post sinaptik akan menyebabkan celah


sinaptik melebar → penyeberangan acetylcholin akan
memerlukan waktu yang lebih lama, → banyak terjadi
penguraian dari acetylcholin. → acetylcholin yang
sampai pd membran post sinap tidak lg mencukupi
untuk menimbulkan depolarisasi .
Gejala Klinik

 Gejala klinik MG diakibatkan oleh kelemahan otot


dengan sifat karakteristik yaitu bertambah berat
sesudah aktivitas, dan berkurang atau menghilang
setelah istirahat; siang hari lebih berat dari pada
pagi hari

 Kelemahan pada otot ekstraokular atau ptosis


Lanjutan..

 timbul kelemahan dari otot masseter sehingga mulut


penderita sukar untuk ditutup.
 timbul kelemahan dari otot faring, lidah, pallatum
molle, dan laring sehingga timbulah kesukaran
menelan dan berbicara.
 Paresis dari pallatum molle akan menimbulkan
suara sengau.
 Selain itu bila penderita minum air, mungkin air itu
dapat keluar dari hidungnya.
Lanjutan..

 Kelemahan otot penderita semakin lama akan


semakin memburuk.
 Kelemahan tersebut akan menyebar mulai dari otot
ocular, otot wajah, otot leher, hingga ke otot
ekstremitas.
Klasifikasi Myasthenia Gravis
Myasthenia Gravis Foundation of America
(MGFA)

a. Klas I : Adanya kelemahan otot-otot okular,


kelemahan pada saat menutup mata, dan
kekuatan otot-otot lain normal.

b. Klas II : Terdapat kelemahan otot okular yang


semakin parah, serta adanya kelemahan ringan
pada otot-otot lain selain otot okular.
c. Klas IIa : Mempengaruhi otot-otot aksial, anggota
tubuh, atau keduanya. Juga terdapat kelemahan
otot-otot orofaringeal yang ringan.

d. Klas IIb : Mempengaruhi otot-otot orofaringeal, otot


pernapasan atau keduanya. Kelemahan pada otot-
otot anggota tubuh dan otot-otot aksial lebih ringan
dibandingkan klas IIa.
e. Klas III : Terdapat kelemahan yang berat pada otot-
otot okular. Sedangkan otot-otot lain selain otot-otot
ocular mengalami kelemahan tingkat sedang.

f. Klas IIIa : Mempengaruhi otot-otot anggota tubuh,


otot-otot aksial, atau keduanya secara predominan.
Terdapat kelemahan otot orofaringeal yang ringan.
g. Klas IIIb : Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-
otot pernapasan, atau keduanya secara predominan.
Terdapat kelemahan otot-otot anggota tubuh, otot-
otot aksial, atau keduanya dalam derajat ringan.

h. Klas IV : Otot-otot lain selain otot-otot okular


mengalami kelemahan dalam derajat yang berat,
sedangkan otot-otot okular mengalami kelemahan
dalam berbagai derajat.
i. Klas Iva : Secara predominan mempengaruhi otot-
otot anggota tubuh dan atau otot-otot aksial. Otot
orofaringeal mengalami kelemahan dalam derajat
ringan.

j. Klas Ivb : Mempengaruhi otot orofaringeal, otot-otot


pernapasan atau keduanya secara predominan.
Selain itu juga terdapat kelemahan pada otot-otot
anggota tubuh, otot-otot aksial, atau keduanya
dengan derajat ringan. Penderita menggunakan
feeding tube tanpa dilakukan intubasi.
k. Klas V : Penderita terintubasi, dengan atau tanpa
ventilasi mekanik.
Myasthenia gravis dibagi dalam 4
kelompok:

 Kelompok I : Okuler myasthenia


 Kelompok II :Mild Generalised Myasthenia.
 Kelompok III : Severe Generalised Myasthenia
 Kelompok IV : Krisis
Kelompok I : Okuler myasthenia

 Satu atau lebih otot mata yang diserang. Timbul


ptosis dan diplopia yang pada permulaan nampak
pada sore hari dan menghilang pada keesokan
harinya.
 Bentuk ini biasanya ringan, akan tetapi seringkali
relatif resisten terhadap terapi. Bila terjadi progresi
maka ini biasanya terjadi dalam waktu 2 tahun
sesudah onset.
Kelompok II :Mild Generalised
Myasthenia

 Onset berangsur-angsur. Mulai dengan gejala okuler


menyebar ke otot-otot muka, ekstremitas dan
bulbus. Terjadi dysphonia dan dysartria yang
bertambah berat bila penderita terus berbicara.
 Otot-otot pengunyah menjadi lemah dan terjadi
dysphagia dan regurgitasi makanan dari hidung.
 Otot-otot pernapasan biasanya tidak diserang.
Kelompok III : Severe Generalised
Myasthenia

 Onset biasanya berat dengan diserangnya otot-otot


okuler, ekstremitas dan pernapasan secara
menyeluruh.
 Respons terhadap terapi anticholinesterase baik
hanya pada 50% dari kasus, yang memberi respons
jelek berada dalam bahaya, oleh karena dapat timbul
krisis myasthenia atau cholinergis.
Kelompok IV : Krisis

 Timbul kelemahan otot berat yang menyeluruh


dengan paralyse otot-otot pernapasan, sehingga
merupakan keadaan darurat.
 Krisis myasthenia terjadi:
– Pada penderita kelompok III yang refrakter
terhadap obat anticholinesterase saat infeksi.
– “Overmedication” yang dinamakan “cholinergic
crisis”. Sejumlah factor-faktor seperti penyakit
demam, kehamilan, haid dapat memperberat
kelemahan.
Diagnosa

 1. Penderita ditugaskan untuk menghitung dengan


suara yang keras. Lama kelamaan akan terdengar
bahwa suaranya bertambah lemah dan menjadi
kurang terang. Penderita menjadi anartris dan
afonis.

 2. Penderita ditugaskan untuk membuka matanya


secara terus-menerus. Lama kelamaan akan timbul
ptosis.
Lanjutan..

 Test farmakologis
1. Untuk uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara
intravena, bila tidak terdapat reaksi maka
disuntikkan lagi sebanyak 8 mg tensilon secara
intravena.Sesudah 20-30 detik dilihat bahwa
kekuatan dari beberapa kelompok otot yang lemah
membaik.
 2. Uji Prostigmin (neostigmin)
Pada tes ini disuntikkan 3 cc atau 1,5 mg prostigmin
merhylsulfat secara intramuskular, bila kelemahan
itu benar disebabkan oleh miastenia gravis maka
gejala-gejala seperti misalnya ptosis, strabismus atau
kelemahan lain tidak lama kemudian akan lenyap.
3. Uji Kinin
Diberikan 3 tablet kinina masing-masing 200 mg. 3
jam kemudian diberikan 3 tablet lagi (masing-
masing 200 mg per tablet). Bila kelemahan itu benar
disebabkan oleh miastenia gravis, maka gejala
seperti ptosis, strabismus, dan lain-lain akan
bertambah berat
Pemeriksaan Penunjang

 EMG : terlihat penurunan progresif amplitudo


potensial aksi otot ketika pasien melakukan
kontraksi volunter berulang.
 Pemeriksaan Laboratorium
 Anti-asetilkolin reseptor antibodi
 Imaging
 Chest x-ray (foto roentgen thorak)
Diagnosa Banding

 Adanya ptosis atau strabismus dapat juga


disebabkan oleh lesi nervus III pada beberapa
penyakit selain miastenia gravis, antara lain :
 Meningitis basalis (tuberkulosa atau luetika)
 Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring
 Aneurisma di sirkulus arteriosus Willisii
 Paralisis pasca difteri
 Pseudoptosis pada trachoma
 Sindrom Eaton-Lambert (Lambert-Eaton
Myasthenic Syndrome)
Penatalaksanaan

Secara garis besar, pengobatan MG berdasarkan 3


prinsip :
 · Mempengaruhi transmisi neuromuskuler.
 · Mempengaruhi proses imunologik.
 · Penyesuaian penderita terhadap kelemahan otot
Penatalaksanaan

Terapi Jangka Pendek untuk Intervensi Keadaan Akut :


 Neostigmin bromide (prostigmin) 15 mg per tab, biasa
diberikan 3x1 tab
 Neostigmin methylsulfat (prostigmin) 0,5mg/amp.
(im/iv)
 Endrophonium chloride (tensilon) 10mgr/amp secara iv.
 pyrisdostigmin bromide (mestinon) 60mgr/tab
 Plasma Exchange (PE)
 Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
 Intravenous Methylprednisolone (IVMp)
Pengobatan Jangka Panjang

 Kortikosteroid
 Azathioprine : 2-3 mg/kgbb/hari
 Cyclosporine : 5 mg/kgbb/hari terbagi dalam dua
atau tiga dosis
 Cyclophosphamide
 Thymectomy (Surgical Care)
Komplikasi

1. Krisis Cholinergic
 Karena kelebihan pemberian pengobatan
anticholinesterase.
 Ditandai oleh : kram otot abdomen, diare, nausea,
vomiting, sekresi liur berlebihan, miosis,
hiperhidrosis, kesadaran sopor atau ‘’confused’’.
2. Krisis Myastenic

 Akibat pengobatan yang tidakadekuat dan


dipercepat adanya infeksi.
 Ditandai olah : kesukaran bernapas, henti napas,
sianosis, nadi cepat, tekanan darah meningkat, tidak
mampu batuk , disfagia, kelemahan umum.

Anda mungkin juga menyukai