Skripsi Adhd
Skripsi Adhd
Segala puji dan syukur bagi Allah SWT, Sang Pemilik alam semesta ini,
yang selalu melimpahkan rahmat dan nikmat-Nya. Hanya Allah SWT tempat
kami berlindung dan tempat kami meminta pertolongan dari segala kesulitan dan
cobaan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Muhammad SAW
sebagai utusan Allah SWT yang telah membawa kebaikan.
Alhamdulillah, penulis dapat menyelesaikan laporan proposal penelitian
yang berjudul “Komorbiditas Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas”, sebagai salah satu proses untuk dapat menyelesaikan tugas akhir.
Penulis menyadari bahwa laporan proposal ini tidak mungkin dapat diselesaikan
tanpa bantuan maupun dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini penulis secara khusus ingin menyampaikan terimakasih sebesar-
besarnya kepada:
1. dr. Ika Fikriah, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Mulawarman.
2. dr. Siti Khotimah, M.Kes selaku Ketua Program Studi Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
3. dr. Sulistiawati, M.Med.Ed selaku sekretaris Program Studi Fakultas
Kedokteran Universitas Mulawarman.
4. dr. Yenny Abdullah, Sp. KJ dan dr. Achmad Wisnu Wardhana, Sp. A
selaku pembimbing I dan pembimbing II atas kesabaran, bimbingan,
arahan, motivasi, nasehat dan kesediaan waktu yang diberikan kepada
penulis.
5. dr. H. Jaya Mualimin, Sp. KJ dan dr. Agustina Rahayu Magdaleni, M.Kes
selaku penguji I dan penguji II yang telah memberi arahan, motivasi,
kritik, dan saran kepada penulis.
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman,
terimakasih atas dedikasi dan ilmu yang diberikan selama penulis
menyelesaikan tugas akhir saya.
i
7. Kedua orang tua saya tercinta, adik, kakak, dan tante saya yang tidak
henti-hentinya memberikan doa dan dukungan kepada saya.
8. Sahabat saya Nanda, Tian, Ferdi, Ochaw, Yasmin, Aisy, Kak Devi dan
sahabat-sahabat DKK 6 yang gemar menghibur saya.
9. Sahabat seperbimbingan saya, kak Dana, kak Rasyid, Kak Je yang selalu
menemani dan tidak membiarkan saya sendiri setiap bimbingan.
10. Sahabat saya One, Inung, Reghina, dan Kak Yedial yang tahu segala
kurang dan lebih saya sehingga membuat saya tetap menjadi diri sendiri.
11. Sahabat saya Mida, Adel, Bilqis, Gusti, Wulan, Yani, Erika, Nurul yang
berjuang bersama-sama saya, memberi semangat, dan terus mendoakan
saya.
12. Sayyid Muhamamad Sahil Haikal yang selalu ada disaat fluktuatif saya.
13. Sejawat Acromion 2015 yang saya sayangi. Terimakasih atas segala
bantuan dan dukungan yang diberikan.
Penulis
ii
ABSTRAK
GPPH merupakan bagian terbesar dari anak yang dibawa orangtua untuk berobat
ke psikiater anak. Anak GPPH yang dirujuk ke klinik banyak yang menunjukkan
gangguan psikiatri lain, seperti gangguan sikap menentang, gangguan tingkah
laku, gangguan suasana perasaan, gangguan kecemasan, gangguan belajar dan
gangguan komunikasi, juga gangguan Tourette. Gangguan-gangguan yang
menyertai diagnosis utama ini disebut sebagai komorbiditas dan dapat berlanjut
sampai remaja bahkan sampai dewasa jika tidak mendapat penanganan yang
adekuat. Sangat penting untuk mendeteksi kehadiran komorbiditas ketika anak
didiagnosis GPPH. Melihat pada psikopatologis terkait GPPH, manifestasi klinis
akan lebih kompleks & dapat menjadi tantangan diagnostik. Sebagai tambahan,
prognosis dan hasil akhir dari anak-anak dengan komorbid pada GPPH lebih
buruk dibandingkan dengan anak-anak dengan GPPH saja. Total insidensi pasien
anak GPPH di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda periode 2015-2018
terjangkau 84 kasus dengan usia terbanyak yang didapatkan adalah kategori usia
13 bulan-3 tahun (toddler) yang berjumlah 34 (40%) pasien. Diagnosis GPPH
lebih banyak ditemukan pada laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan
7:1. Sebanyak 18 (21%) pasien anak GPPH tanpa komorbid, 52 (62%) memiliki 1
komorbid dan sebanyak 14 (17%) pasien yang memiliki >1 komorbid.
Komorbiditas terbanyak yaitu Gangguan Spektrum Autisme sebanyak 28 (35%)
kasus dari 66 total pasien yang memiliki komorbid. Faktor risiko yang paling
menonjol dari pasien anak GPPH dengan komorbiditas adalah faktor natal dengan
persentase 41% dan faktor pengasuhan parsial yaitu sebanyak 18%.
iii
ABSTRACT
ADHD is the largest part of the child that parents take to seek treatment at a child
psychiatrist. ADHD children who are referred to the clinic are many who show
other psychiatric disorders, such as impaired resistance, behavioral disorders,
mood disorders, anxiety disorders, learning disorders and communication
disorders, as well as Tourette's disorder. The disorders that accompany this
primary diagnosis are referred to as comorbidities and can continue to
adolescence even to adulthood if they do not receive adequate treatment. It is
important to detect the presence of comorbidity when a child is diagnosed with
ADHD. Looking at psychopathologists related to ADHD, clinical manifestations
will be more complex & can be a diagnostic challenge. In addition, the prognosis
and outcomes of children with comorbidities in ADHD are worse than those with
ADHD alone. The total incidence of ADHD child patients at Atma Husada
Mahakam Hospital in Samarinda in the 2015-2018 period reached 84 cases with
the highest age obtained was the category of 13 months 3 years (toddler) which
amounted to 34 (40%) patients. Diagnosis of ADHD is more common in men than
women in a ratio of 7: 1. As many as 18 (21%) patients with ADHD without
comorbidities, 52 (62%) had 1 comorbid and as many as 14 (17%) patients who
had> 1 comorbid. The most comorbidities were Autism Spectrum Disorders
(ASD) as many as 28 (35%) cases out of 66 total patients who had comorbidities.
The most prominent risk factors for ADHD patients with comorbidities are
Christmas factors with a percentage of 41% and partial parenting factors which
are as much as 18%.
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK…………………………………………………………………….....iii
ABSTRACT……………………………………………………………………...iv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….....xi
DAFTAR TABEL……………………………………………………………....xii
v
2.2.2 Kurun Waktu Tahun 1960 – 1970 ............................................................... 6
vi
4.3.1 Populasi Penelitian .................................................................................... 24
4.5.3 Usia............................................................................................................ 25
vii
5.3 Gambaran Sampel Penelitian ..................................................................... 30
BAB VI PEMBAHASAN.................................................................................... 36
viii
6.1.6 Karakteristik Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas tanpa Komorbiditas ....................................................................... 46
ix
DAFTAR SINGKATAN
CD : Conduct Disorders
EEG : Electroencephalogram
IQ : Intelligence Quotient
x
DAFTAR GAMBAR
Hal
xi
DAFTAR TABEL
Hal
xii
BAB I
PENDAHULUAN
1
seperti gangguan sikap menentang, gangguan tingkah laku, gangguan suasana
perasaan, gangguan kecemasan, gangguan belajar dan gangguan komunikasi, juga
gangguan Tourette. Gangguan ini dapat berlanjut sampai remaja bahkan sampai
dewasa jika tidak mendapat penanganan yang adekuat (Soetjiningsih & Ranuh,
2013).
Peneliti Denmark melakukan studi pada 14.825 anak-anak & remaja (usia
4-17 tahun) dan menemukan bahwa 52% populasinya memiliki minimal 1
gangguan komorbid psikiatri dan 26% memiliki 2 atau lebih komorbiditas.
Frekuensi terbanyak komorbiditas yang dilaporkan, yaitu: Gangguan Konduksi
(16,5%), Gangguan Spesifik perkembangan bahasa, belajar, dan motorik (15,4%),
Autism Spectrum Disorder (12,4%), Disabilitas Intelektual (7,9%) (Jensen CM &
Steinhausen HC, 2015).
Tahun 2015-2016 di Kota Manado dilakukan penelitian terhadap 20
Sekolah Dasar yang mana didapatkan dari 611 siswa terskrining GPPH, 143
diantaranya mengalami komorbiditas pada GPPH, dan komorbiditas yang
terbanyak adalah gangguan perilaku oposisional menentang (Ratnasari, Kaunang,
& Dundu, 2016).
Sangat penting untuk mendeteksi kehadiran komorbiditas ketika anak
didiagnosis GPPH. Melihat pada psikopatologis terkait GPPH, manifestasi klinis
akan lebih kompleks & dapat menjadi tantangan diagnostik. Sehingga evaluasi
awal yang cermat harus dilakukan untuk mengeliminasi berbagai kemungkinan
diagnosis banding. Sebagai tambahan, prognosis dan hasil akhir dari anak-anak
dengan komorbid pada GPPH lebih buruk dibandingkan dengan anak-anak
dengan GPPH saja (Masi & Gignac, 2015).
Total insidensi GPPH di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda
periode 2010-2015 sejumlah 54 kasus dan 50 kasus telah menjadi sampel
penelitian oleh mahasiswa kedokteran Universitas Mulawarman (Khairunnisa,
2016) dan dari penelitian tersebut tahun 2014 memiliki jumlah insidensi tertinggi
dengan 14 (28%) kasus.
Selama ini, belum terdapat penelitian yang mengangkat tentang
komorbiditas pasien anak GPPH di Kalimantan Timur, khususnya di Samarinda
2
sebagai ibu kota yang juga penduduknya terpadat se-Kalimantan Timur.
Walaupun demikian, berdasarkan data rekam medik sementara yang diperoleh di
Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Atma Husada Mahakam Samarinda, terdapat
kurang lebih 30 pasien anak per-tahunnya sebagai pasien baru GPPH yang
terdaftar, selebihnya ialah pasien rutin yang berulang datang untuk terapi GPPH
beserta komorbiditasnya.
Berdasarkan teori yang diperoleh melalui studi kepustakaan di atas,
penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai komorbiditas pasien anak
GPPH di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda tahun 2015-2018. Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kalangan medis pada khususnya
dan masyarakat pada umumnya.
3
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat bagi Peneliti
1. Mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh mengenai
metode penelitian
2. Memperluas wawasan mengenai GPPH khususnya untuk komorbiditas
berdasarkan pasien anak yang didapat di RSJD Atma Husada
Mahakam Samarinda
3. Sebagai pemenuhan syarat tugas akhir dalam memperoleh gelar
sarjana kedokteran (S.Ked)
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah kondisi
beragam yang ditandai dengan gejala kurangnya perhatian, hiperaktif dan
impulsivitas, dan dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan
pasien. (American Psychiatric Association, 2013; WHO, 2017).
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) atau Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah suatu kondisi medis yang
ditandai oleh ketidakmampuan memusatkan perhatian, hiperaktivitas, dan
impulsivitas, yang terjadi pada lebih dari satu situasi, dengan frekuensi lebih
sering dan intensitas lebih berat dibandingkan dengan anak-anak seusianya
(Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) merupakan
gangguan tingkah laku yang paling banyak terjadi pada anak-anak. GPPH
merupakan gangguan biologis pada fungsi otak yang bersifat kronis yang
menimbulkan disfungsi kognitif (fungsi eksekutif) yang tidak sesuai dengan
perkembangan usia anak. (Soetjiningsih & Ranuh, 2013).
Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) / GPPH adalah
gangguan perkembangan dalam peningkatan aktivitas motorik anak-anak
sehingga menyebabkan aktivitas anak-anak yang tidak lazim dan cenderung
berlebihan (Davison GC, Neale JM, & Kring AM, 2010).
5
2.2 Sejarah
Gangguan perilaku pada anak pertama kali dideskripsikan oleh dokter
Heinrich Hoffman tahun 1863 sebagai: “seorang anak yang selalu bergerak, tidak
pernah berhenti walaupun ditegur oleh ayah dan ibunya, seolah-olah tidak
mendengar nasehat orang tuanya, anggota tubuhnya tidak pernah bisa diam,
berputar kesana kemari, naik turun kursi dan meja, tiada hentinya tanpa
memperdulikan sekitarnya, sehingga orang tuanya tidak dapat menahan diri lagi
melihat keadaan anaknya seperti itu”. Hoffman memberi panggilan anak ini:
Fidgety Phil “Phil yang tidak bisa diam”.
Sejumlah kasus di Amerika Utara dilaporkan mengalami gangguan perilaku
dan kognitif yang sesuai dengan karakteristik GPPH sekarang sebagai gejala sisa
dari infeksi otak, akibat dari terjadinya epidemic ensefalitis pada tahun 1917 -
1918. Gangguan ini disebut gangguan perilaku pasca ensefalitik (Cantwell, 1981;
Kessler, 1980). Pada kurun waktu 1930-1940 berbagai penyakit otak menjadi
sorotan dapat menyebabkan gangguan perilau dan kognitif yang sesuai dengan
karakteristik GPPH, istilah lain yang dipakai pada waktu tersebut “organic
driveness”, “restlessness” syndrome. Selain penyakit otak, ruda paksa proses
kelahiran juga dapat menjadi penyebabnya sehingga pada kurun waktu yang sama
dikenal konsep “brain injured child”. (Strauss & Lehtinen, 1947).
6
reaction of childhood disorder dimana gangguan ini memiliki karakteristik
aktivitas berlebihan (overactivity), tidak bisa diam (restless), perhatiannya mudah
beralih (distractibility) , dan rentang perhatian pendek (short attention span).
7
2.3 Epidemiologi
Prevalensi GPPH di berdasarkan usia dibagi menjadi, anak-anak usia
prasekolah (usia < 7 tahun) sebanyak 1.8% - 1.9% (di Eropa), anak-anak dan
remaja 5.3% - 7.1% (di dunia), dan pada dewasa (usia 18 – 44 tahun) sebanyak
1.2%-7.3% (di dunia).
Anak-anak GPPH berdasarkan jenis kelamin, menurut ADORE (Attention-
Deficit Hyperactivity Disorder Observational Reasearch ini Europe) melakukan
studi observational selama 24 bulan di 10 negara di Eropa pada anak anak usia 6-
18 tahun, dari total 1478 pasien yang dianalisis terdapat 231 perempuan (15.7%),
dan 1222 laki-laki (84.3%). Rasio jenis kelamin bervariasi tiap negara, dari 1:3
sampai 1:16 untuk perempuan : laki-laki.
Terdapat 3 presentasi GPPH yang diperkenalkan oleh Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders-5th edition (DSM-5): (1) Predominan
Inatensi (2) Predominan hiperaktivitas-impulsive (3) Kombinasi inatnesi-
hiperaktivitas-impulsivitas. Angka kejadian GPPH bervariasi di berbagai studi.
Meta analisis seluruh dunia dari 86 studi mengindikasikan bahwa tipe dominan
inatensi dari GPPH merupakan subtipe paling umum dari seluruh sampel, dengan
pengecualian anak usia pra-sekolah, dimana tipe dominan hiperaktif-kompulsif
merupakan yang paling umum dari anak kelompok usia ini.
8
2.4.1 Faktor Genetik
Dari beberapa penelitian genetik dikatakan bahwa saudara kandung dari
anak dengan GPPH mempunyai resiko 5-7 kali lebih besar untuk mengalami
gangguan yang serupa jika dibandingkan dengan anak lain yang tidak mempunyai
saudara kandung dengan GPPH. Sedangkan orang tua yang menderita GPPH
mempunyai kemungkinan sekitar 50% untuk menurunkan gangguan ini pada anak
mereka. Jacquelyn J. Gilis dalam penelitiannya pada anak dengan GPPH
menyatakan 55% - 92% anak kembar identik akan menderita gangguan yang sama
jika salah satu anak tersebut menderita GPPH (Wiguna, 2017).
9
Tabel 2 .1 Abnormalitas otak pada penderita GPPH. (Seidman LJ,
Valera EM, & Makris N, 2005).
10
dikatakan berhubungan dengan terjadinya GPPH (Indriyani, Soetjiningsih,
Ardjana, & Windiani, 2008).
2.5 Patofisiologi
Perhatian merupakan proses kognitif yang melibatkan beberapa bagian
otak untuk dapat memberikan perhatian yang sepadan sesuai dengan impuls yang
diterima di korteks. Impuls tersebut dapat berasal dari sel neuromodulator brain
stem dan basal forebrain yang aksonnya berada di hampir semua bagian korteks.
Pengaturan lain terkait proses atensi dikorteks juga terjadi melaui jaras
thalamokortikal yang menghubungkan thalamus dan korteks (Yanofiandi &
Syarif, 2009).
Pada keadaan diperlukan atensi dengan intensitas tinggi, nukleus
mediodorsal yang terdapat pada thalamus akan ikut teraktivasi. Nukleus ini
berhubungan dengan korteks prefrontal dan korteks parietal. Selain itu juga
nukleus ventrolateral yang terdapat di thalamus juga ikut mencapai tingkat
perhatian yang diinginkan. Interaksi antar sel nukleus yang terdapat di thalamus
akan melewati nukleus retikularis yang bertindak sebagai penghambat sinyal yang
tak diinginkan (Yanofiandi & Syarif, 2009).
Hipotesa pengaturan perhatian dijelaskan dalam mekanisme Top-Down
Attention dan Bottom-Up Attention. Pengaturan Top-Down Attention diperkirakan
terjadi melalui proses impuls saraf dikirim oleh korteks prefrontal ke korteks
parietal dan korteks temporal sedangkan Bottom-Up Attention rangsangan yang
diterima korteks temporal atau parietal akan dikirimkan ke korteks prefrontal
(Arnsten, 2009).
Kegagalan untuk merespon impuls sesuai tingkatan emosi yang diatur
terutama di korteks thalamus dan amigdala dapat menyebabkan seseorang
bertidak impulsive dan agresif. Peranan dalam pengaturan emosi merupakan
proses yang rumit. Impuls yang diterima oleh alat sensorik akan sampai ke
thalamus dan dikirimkan ke amigdala dan korteks sensoris. Korteks prefrontal
terlibat juga dalam menekan respon yang dipicu oleh amigdala yang mungkin
kurang sesuai dengan situasi yang dihadapi (Sherwood, 2014).
11
Gambar 2.1 Pengaturan emosi. (Armony J & Ledoux JE, 2000).
Aktivitas yang sepadan dan bertujuan merupakan hasil olahan impuls yang
melibatkan korteks parietal, korteks prefrontal, ganglia basalis, dan serebelum.
Korteks prefrontal bersama-sama dengan area tambahan motorik di korteks juga
berinteraksi dengan ganglia basalis untuk menghasilkan gerak yang sepadan baik
intensitas maupun durasinya (Yanofiandi & Syarif, 2009).
Gambar 2.2 Pengaturan gerak oleh beberapa bagian otak (O. Hikosaka,
et al., 2000).
12
2.6 Brain Mapping
GPPH adalah hal yang serius untuk kesehatan dan perkembangan. Banyak
hal yang dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis dan mendapatkan
pertolongan untuk kebutuhan anak. Sangat penting untuk berbicara dengan dokter
atau klinisi lain mengenai evaluasi dan test untuk GPPH. Pemeriksaan klinis
adalah cara yang umum untuk mengevaluasi dan mendiagnosis GPPH. EEG
adalah instrumen untuk mendeteksi gelombang otak (elektrik), apakah kuat atau
lemah (amplitudo) dan cepat atau lambat (frekuensi).
13
Tabel 2.2 Karakteristik Gelombang Otak (Dewi, 2014).
Theta adalah pola yang paling banyak terlihat pada anak dengan diagnosis
GPPH, telah dibuktikan dalam penelitian metaanalisis sebelumnya (Synder &
Hall, 2006) 80% dari 1498 anak yang didiagnosis GPPH menunjukkan pola
tersebut dengan sensitivitas dan spesifitas 94% identifikasi GPPH dari QEEG
(Dewi, 2014). Belakangan ini, para ahli juga mempelajari QEEG (Quantitave
EEG) yang mengukur aktivitas elektrik di otak dengan terfokus pada hubungan
kekuatan aktivitas gelombang theta dengan gelombang-gelombang yang lain,
yang biasanya juga didapatkan aktivitas gelombang Theta dan Alfa meningkat
pada anak GPPH (American Academy of Neurology, 2016).
14
2.7 Gejala dan Tanda
Ciri khas anak dengan gangguan ini yang paling sering disebutkan dalam
urutan frekuensi, hiperaktivitas, hendaya motorik perseptual, labilitas emosi,
defisit koordinasi umum, defisit atensi (rentang atensi singkat, mudah teralih
perhatiannya, perseverasi, gagal meneyelesaikan tugas, inatensi, konsentrasi
buruk), impulsivitas (bertindak sebelum berpikir, pergeseran tiba-tiba dalam
aktivitas, kurang teratur, melompat di kelas), defisit daya ingat dan berpikir,
ketidakmampuan belajar spesifik, defisit pendengaran dan bicara, serta tanda
neurologis ekuivokal dan ketidakteraturan EEG.
Kesulitan di sekolah, baik dalam belajar atau perilaku, adalah masalah
lazim yang sering timbul bersama dengan GPPH; kesulitan ini kadang-kadang
dating akibat gangguan komunikasi atau gangguan belajar yang ada atau akibat
mudah teralih perhatian atau atensi yang berfluktuasi, yang menghambat
perolehan, retensi dan penunjukkan pengetahuan (Sadock & Sadock, 2016).
2.8 Komorbiditas
Komorbiditas gangguan psikiatri lain pada pasien GPPH setinggi 50%-
90% dan komorbiditas secara signifikan mengubah presentasi, dan pilihan
tatalaksana. Klinisi harus selalu melihat adanya gangguan komorbid kapanpun
mengevaluasi anak dengan GPPH. Ketika mengevaluasi kondisi komorbiditas,
dokter harus berusaha menentukan apakah satu kondisi "primer" dapat
sepenuhnya menjelaskan gejala yang paling melumpuhkan dan menyusahkan.
Jika suatu kondisi primer dapat sepenuhnya menjelaskan gejala-gejala tersebut,
maka kondisi lainnya tidak boleh didiagnosis. Sebagai contoh, jika pasien
memiliki gejala GPPH hanya selama episode bipolaritas, GPPH tidak akan
didiagnosis. Dalam praktiknya, seringkali sulit untuk menentukan gejala mana
yang menyebabkan gangguan pada pasien, terutama ketika kedua gangguan
tersebut memiliki perjalanan kronis. Jika kedua kondisi berkontribusi terhadap
gangguan pasien, maka baik GPPH dan kondisi komorbiditas harus didiagnosis
dan diobati. Secara umum, kemungkinan komorbiditas terutama tinggi pada anak-
15
anak yang resisten terhadap pengobatan atau memiliki GPPH yang parah.
(Faraone & Kunwar, 2007).
Pengertian umum komorbiditas adalah suatu keadaan yang menunjukkan
terdapat dua penyakit yang berbeda dalam satu waktu yang bersamaan dalam diiri
seseorang. Kedua penyakit tersebut tidak berinteraksi satu dengan yang lain dan
hasil terapi terhadap penyakit yang satu tidak selalu berpengaruh terhadap
penyakit yang lain. Terdapat beberapa pandangan hipotetik tentang komorbiditas
yaitu bahwa:
1. Masing-masing gangguan komorbiditas merupakan manifestasi klinik dari
penyakit yang berbeda dan terpisah
2. Gangguan komorbiditas tidak merupakan penyakit yang terpisah dan
berbeda satu sama lain, tetapi merupakan penyakit yang sama dengan
ekspresi yang berbeda
3. Gangguan komorbid berbagi berbagi ciri kelemahan yang sama baik
genetik ataupun psikososial atau keduanya
4. Gangguan komorbid merupakan subtipe yang berbeda dari satu kelompok
penyakit yang heterogen
5. Suatu sindrom dapat merupakan manifestasi awal dari gangguan komorbid
6. Perkembangan suatu sindrom daoat meningkatkan risiko terjadinya
gangguan komorbid (Saputro, 2009).
16
3 tipe yang biasanya muncul dan berhubungan dengan GPPH :
1. Cortical wiring problems yang merupakan akibat abnormalitas dalam
struktur cortex cerebrum. Cortical wiring problems termasuk :
Disabilitas belajar
Disabilitas bahasa
Kesulitan motorik halus dan kasar
Kesulitan fungsi eksekutif
2. Masalah dalam meregulasi emosi, termasuk:
Depresi
Gangguan Kesemasan (termasuk gangguan panik)
Anger-control problems (intermitten explosive disorder atau
oppositional defiant disorder)
Obsessive-Compulsive Disorder (OCD)
Gangguan Bipolar
3. Gangguan Tic, termasuk:
Motor tics
Oral tics
Sindrom Tourette
2.9 Diagnosis
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders 5th
Edition (DSM-V) yang terdapat dalam American Psychiatric Association (APA)
telah membuat beberapa perubahan pada kriteria diagnostik GPPH untuk remaja
dan dewasa. Pada DSM-V, gejala inatensi atau hiperaktivitas-impulsivitas harus
timbul sebelum usia 12 tahun agar bisa ditegakkan diagnosis sebagai GPPH.
Subtipe GPPH juga dibagi menjadi 3 spesifikasi: (1) Kombinasi inatensi dan
hiperaktivitas/impulsivitas (2) Predominan Inantensi (3) Predominan
hiperaktivitas/impulsivitas. Dalam mengkonfirmasi diagnosis, perburukan semua
spesifikasi tersebut minimal terjadi di dua tempat dan menganggu perkembangan
sosial atau fungsi akademik. (Sadock, Sadock & Ruiz, 2015).
17
Kriteria diagnosis di Indonesia dapat pula ditegakkan berdasarkan
Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) yang sesuai
dengan International Classification of Disease X (ICD X) tahun 2016 yang mana
GPPH atau GPPH ini memiliki ciri utama berkurangnya perhatian dan aktivitias
berlebihan yang menjadi syarat mutlak diagnosis (Elvira & Hadisukanto, 2017).
Inatensi atau berkurangnya perhatian tampak jelas dari terlalu dini
dihentikannya tugas dan ditinggalkannya suatu kegiatan sebelum tuntas selesai.
Anak-anak ini seringkali beralih dari satu kegiatan ke kegiatan yang lain, rupanya
kehilangan minatnya terhadap tugas yang satu, karena perhatiannya tertarik
kepada kegiatan lainnya (sekalipun kajian laboratorium tidak menunjukkan
adanya derajat gangguan sensorik atau perseptual yang tidak biasa). Berkurangnya
dalam ketekunan dan perhatian ini seharusnya hanya didiagnosis bila sifatnya
berlebihan bagi anak dengan usia atau IQ yang sama (Maslim, 2013).
Hiperaktivitas dinyatakan dalam kegelisahan yang berlebihan, khususnya
dalam situasi yang menuntut keadaan relatif tenang. Hal ini, tergantung dari
situasinya, mencakup anak itu berlari-lari atau berlompat-lompat sekeliling
ruangan, ataupun bangun dari duduk/kursi dalam situasi yang menghendaki anak
itu tetap duduk, terlalu banyak bicara dan ribut, atau kegugupan/kegelisahan dan
berputar-putar (berbelit-belit). Tolak ukur untuk penilaian berlebihan yang
dimaksud adalah apa yang diharapkan dalam suatu situasi dan dibandingkan
dengan anak-anak lain yang sama usia dan nilai IQ-nya (Maslim, 2013).
Tabel 1.1 Susunan pemeriksaan GPPH berdasarkan PMK no. 330 tentang Pedoman Deteksi Dini GPPH pada
Anak serta Penangannya tahun 2011
c. Dirujuk pada Psikiater anak atau Dokter spesialis anak atau keduanya
18
untuk dilakukan pemeriksaan:
1) Pemeriksaan fisik:
- Skrining terhadap keracunan timah hitam, anemia defisiensi Fe,
dan defisiensi nutrisi lainnya
- Pemeriksaan neurologic lengkap, termasuk tes perseptual motoric
untuk menyingkirkan defisit neurologic fokal
- Pemeriksaan kelenjar gondok
2) Wawancara riwayat penyakit
- Riwayat antenatal dan perinatal
- Riwayat perkembangan psikomotorik
- Riwayat ritme tidur
- Riwayat keluarga
- Riwayat sekolah (rapor, skrining potensi-prestasi)
- Riwayat medik terutama trauma kepala, infeksi, alergi dan
neurologik
3) Pemeriksaan intelegensi, kesulitan belajar dan sindrom otak organic
- Tes intelegensi (Weschler Intellegence Scale for Children)
- Tes Woodcock-Johnson
4) Pemeriksaan psikometrik/ kognitif-perseptual
- Continous Performance Test (Test of Variable of Attention/
TOVA)
- Wisconsin Card Sort
- Stroop Color Word Test
5) Evaluasi situasi rumah untuk melihat ada atau tidaknya pengaruh
lingkungan
6) Apabila hasil pemeriksaan sesuai kriteria diagnosa GPPH (berdasarkan
DSM-IV atau PPDGJ III) segera dimulai pengobatan dengan
psikostimulan
7) Pemeriksaan dan monitor efek samping, efektifitas pengobatan setiap 3
bulan. Pengobatan dengan farmakoterapi lain dapat dipertimbangkan.
19
Skala penilaian perilaku merupakan unsur penting dalam menilai dan
mendiagnosis anak yang mengalami gangguan perilaku. Indonesia menggunakan
Skala Penilaian Perilaku Anak Hiperaktif (SPPAHI) yang telah teruji reliable dan
valid. SPPAHI dapat digunakan oleh orang tua/guru untuk mendeteksi dini GPPH
di rumah dan di sekolah. SPPAHI terdiri dari 35 butir yang terdiri dari dua
struktur utama yaitu faktor tidak memusatkan perhatian (inatensi) dan faktor
hiperaktivitas-impulsivitas (hyperactivity-impulsivity) (Saputro, 2009).
2.10 Terapi
2.10.1 Nonmedikamentosa
Terapi Perilaku
Dapat berupa pemberian pujian atau hadiah jika anak berhasil
menyelesaikan tugasnya, memberikan hukuman jika anak
melakukan kenakalan atau kesalahan. Hukuman dapat berupa
perintah melakukan sesuatu atau anak tidak boleh melakukan
sesuatu yang disenanginya. Terapi tingkah laku lain dapat berupa
pemberian poin jika berbuat baik dan pengurangan poin jika
berbuat kesalahan. Keseluruhan poin akan dihitung akhir minggu
untuk melihat berapa poin yang berhasil dikumpulkan untuk
mendapat hadiah tertentu.
Terapi keterampilan sosial
Terapi keterampilan sosial dilakukan agar anak yang mengalami
GPPH bisa bersosialisasi dengan baik dan memahami norma sosial
yang ada. Biasanya latihan ini mempunyai bentuk bermain peran
agar anak dapat mempraktekkan langsung keterampilan sosialnya.
Terapi aktivitas fisik (olahraga)
Konseling terhadap keluarga, guru, pengasuh
Terapi edukasi
Lain-lain: Neurofeedback, terapi chelation, terapi dengan anti
jamur sistemik, terapi diet, dan terapi vitamin
20
2.10.2 Medikamentosa
Berdasarkan PMK RI No. 3330 tahun 2011 tentang Pedoman Deteksi Dini
GPPH pada Anak serta Penanganannya, tujuan dari terapi adalah memperbaiki
pola perilaku dan sikap anak dalam menjalankan fungsinya sehari-hari terutama
dengan memperbaiki fungsi pengendalian diri dan memperbaki pola adaptasi dan
penyesuaian sosial anak sehingga terbentuk suatu kemampuan adaptasi yang lebih
baik dan matang sesuai tingkat perkembangan anak.
Dalam PMK RI no. 330 tahun 2011 juga disebutkan bahwa terapi obat
untuk GPPH yang utama adalah golongan psikostimulan atau stimulan yang
sudah lama digunakan. Metilfenidat merupakan salah satu obat golongan stimulan
sistem saraf pusat ringan yang memiliki sistem kerja serupa dengan amfetamin.
Obat ini akan melepaskan amin biogenic (noradrenain, dopamine, dan serotonin)
dari vesikel penyimpanan.
Metilfenidat terbukti sangat efektif pada hampil ¾ anak dengan GPPH dan
memiliki efek samping yang relative kecil. Metilfenidat adalah medikasi kerja
singkat yang biasanya digunakan secara efektif pada jam-jam sekolah, sehingga
anak-anak dengan defisit-atensi atau hiperaktivitas dapat memperhatikan tugasnya
dan tetap berada dalam kelas. Efek samping obat yang paling sering adalah nyeri
kepala, nyeri lambung, mual, kurang nafsu makan dan insomnia. Anak dengan
riwayat tic harus diperhatikan karena beberapa kasus dapat menyebabkan
eksaserbasi gangguan tic.
Tabel 2.3 Obat-obat yang digunakan dalam terapi Psikofarmaka pada anak GPPH
berdasarkan PMK No.330 tahun 2011
21
perlu ditambahkan 5-10 mg pada pagi
hari untuk mendapatkan efek awal yang
lebih cepat.
Metilfenidat (Extended Release)
2. OROS (Osmotic Release Oral Dosis dimulai dengan 18 mg, satu hari
System) 18 mg dan 36 mg sekali di pagi hari dan ditingkatkan
hingga 0,3-0,7 mg/kgBB/hari.
KERANGKA KONSEP
GPPH
KOMORBIDITAS
ANAK PEREMPUAN
23
BAB IV
METODE PENELITIAN
24
4.3.4 Kriteria Sampel Penelitian
4.5.1 Komorbiditas
Komorbiditas adalah gangguan yang menyertai gejala GPPH pada pasien.
Kategori komorbiditas didasarkan pada riwayat komorbiditas pasien GPPH yang
tertera dalam rekam medik.
4.5.3 Usia
Usia yang dimaksud adalah usia saat pasien terdiagnosis GPPH pertama
kali. Menurut American Academy of Pediatrics (2015), usia anak dikategorikan:
1. 0-12 bulan (infant)
2. 13 bulan-3 tahun (toddler)
3. 4-5 tahun (prasekolah)
4. 6-12 tahun (usia sekolah)
25
4.6 Pengambilan, Pengolahan, dan Penyajian Data
Surat izin penelitian ke Direktur RSJD Instalasi Rekam Medik RSJD Atma
Atma Husada Mahakam Samarinda Husada Mahakam Samarinda
Total Sampling
26
4.8 Jadwal Kegiatan
Pembuaran Proposal
Penelitian
Seminar Proposal
Revisi Proposal
Penelitian
Pengolahan Data
Revisi Skripsi
27
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Tabel 5.1 Insidensi Pasien Anak GPPH di RSJD Atma Husada Mahakam
Samarinda Periode 2015-2018
28
sebanyak 14 (17%) kasus. Data ini pula menunjukkan adanya penurunan yang
cukup signifikan dari tahun 2015 hingga 2016 yaitu sebesar 46% pada pasien anak
yang terdiagnosis GPPH di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda.
29
5.2.2 Karakteristik Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas Berdasarkan Jenis Kelamin
31
Tabel 5.7 membagi derajat retardasi mental menjadi ringan, sedang, berat,
dan sangat berat yang mana didaptkan frekuensi terbanyak yaitu derajat retardasi
mental sedang sebanyak 8 (62%) kasus. Sedangkan untuk derajat retardasi mental
sangat berat tidak ditemukan sama sekali pada pasien anak GPPH di RSJD Atma
Husada Mahakam Samarinda periode 2015-2018.
32
Tabel 5.8 menunjukkan bahwa dari 66 kasus pasien anak GPPH yang
memiliki komorbiditas, terdapat jumlah perempuan lebih sedikit dari laki-laki
dengan rasio perbandingan 1:6. Usia juga didominasi oleh kategori toddler
sebanyak 30 (45%) kasus. Usia terbanyak atau tersering yaitu 3 tahun, usia tertua
9 tahun serta usia termuda yaitu 2 tahun.
Tabel 5.10 membagi faktor risiko yang didapat dari rekam medik RSJD
Atma Husada Makam Samarinda menjadi faktor genetik atau keturunan, faktor
prenatal atau sebelum kelahiran, faktor natal atau saat kelahiran, faktor postnatal
atau setelah kelahiran dan juga faktor pengasuhan yang didapat oleh pasien anak
tersebut. Hasil penelitian juga menunjukkan dari semua faktor risiko, terlihat
faktor natal yang frekuensi dan persentasenya terbesar yaitu sebanyak 27 (41%)
kasus dari 66 kasus pasien anak GPPH yang memiliki komorbid.
33
Faktor natal sendiri terdiri dari BBLR (Berat Badan Lahir Rendah),
kelahiran prematur, dan kelahiran sectio caesar yang mana kelahiran sectio caesar
menjadi faktor natal terbanyak sebesar 13(20%) kasus. Selain itu, untuk faktor
postnatal dibagi menjadi riwayat kejang demam dan riwayat trauma kepala, yang
mana didapatkan faktor postnatal terbanyak adalah riwayat kejang demam sebesar
10 (15%) kasus.
Tabel 5.11 dan 5.12 menjelaskan bahwa jenis kelamin untuk pasien anak
GPPH tanpa komorbiditas hanya ada 1 (6%) kasus dari 18 kasus. Berbeda dengan
usia pasien anak GPPH dengan komorbiditas, pasien anak tanpa komorbiditas
34
memiliki usia terbanyak didominasi oleh kategori prasekolah dengan jumlah 9
(50%) kasus, dan dari kategori tersebut didapatkan terbanyak yaitu usia 5 tahun.
Hasil statistik pasien anak GPPH tanpa komorbiditas juga didapatkan usia tertua
yaitu 7 tahun dan usia termuda yaitu 2 tahun.
Tabel 5.13 menunjukkan dari semua faktor risiko yang disajikan, faktor
postnatal memiliki frekuensi terbanyak untuk faktor risiko pasien anak GPPH
tanpa komorbiditas yaitu sejumlah 6 (33%) kasus dari total 18 kasus. Berbeda
dengan adanya komorbiditas, pasien anak GPPH tanpa komorbiditas juga
memiliki faktor postnatal terbanyak pada riwayat trauma kepala sejumlah 4 (22%)
kasus, serta tidak didapatkannya faktor risiko pengasuhan parsial untuk pasien
anak GPPH tanpa komorbiditas.
35
BAB VI
PEMBAHASAN
36
Usia terbanyak yang didapat dari penelitian ini adalah usia 3 tahun. Dalam
perkembangan emosi khususnya marah dan menyerang, mulai usia 3 tahun, anak
menjadi agresif secara fisik dan verbal kepada orang lain, yang kemudian
membuat orang tua membawa anaknya ke klinik pskiatri dengan keluhan tersebut,
apalagi jika berlebihan (IGAN, 2013). Meskipun usia diagnosis untuk GPPH
maksimum 12 tahun, pada penelitian ini didapatkan usia tertuanya adalah 9 tahun.
Hal ini sesuai juga menurut IGAN setelah usia 9 tahun, beberapa ketakutan pada
anak mulai menghilang, hanya 3% ketakutan yang didapatkan pada anak usia 12
tahun. Masih dengan IGAN, dalam perkembangan emosi khususnya menangis,
setelah usia 9 tahun anak sering mncoba untuk tidak menangis bila terluka atau
kecewa, dalam hal ini juga saat kemauannya tidak dituruti.
Hasil penelitian menunjukkan usia termuda yang diadiagnosis adalah usia
2 tahun, yang mana sesuai dengan pernyataan bahwa diagnosis GPPH sulit
ditegakkan pada anak dibawah 2 tahun karena level aktivitas dan atensi dari batita
sangat berbeda dengan balita atau anak usia prasekolah (Gurevitz, Geva, Varib, &
Leitner, 2014).
40
atau mudah terganggu oleh orang lain yang merupakan bagian dari dampak
negatif pada gangguan ini (Martin, Granero, & Ezpeleta, 2014).
Karena komorbiditas antara GPPH dan ODD / CD sangat tinggi,
kemungkinan ini harus selalu dipertimbangkan dan dikecualikan. Kehadiran
gejala persisten dari perilaku negatif, menantang, tidak patuh, dan bermusuhan
terhadap tokoh otoritas harus mengingatkan dokter untuk kemungkinan ODD.
Demikian pula, adanya pola perilaku yang berulang dan terus-menerus di mana
hak-hak dasar orang lain atau norma-norma atau aturan sosial yang sesuai dengan
usia dilanggar harus memperingatkan dokter untuk kemungkinan CD (American
Psychiatric Association, Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder
Edition "DSM-5", 2013).
41
(DCD) yang biasa disebabkan karena adanya difungsi kecil otak (minor brain
dysfunction) yang bisa didapatkan oleh karena faktor risiko persalinan.
42
Gejala CAPD dan ganguaan neurodevelopmental khususnya GPPH dan
juga gangguan berbicara & berbahasa serupa satu sama lain. Tes Bicara dan tes
mental dapat membuktikan bahwa kapasitas keterampilan berbicara dan mental
berada dalam kisaran normal, tetapi sebenarnya masih tidak bisa tunjukkan
tingkat kepastian yang tinggi terkait dengan CAPD (Dawes & Bishop, 2009).
6.1.3.9 Epilepsi
Menurut Patel, 3% anak dengan GPPH memiliki gangguan kejang (Patel,
Patel, & Patel, University of Missouri Health Care, USA), yang persentasenya
mendekati dengan hasil penelitian ini yaitu sebanyak 1%. Terlihat bahwa GPPH
berkomorbid dengan epilepsi (daripada hasil dari epilepsi) karena frekuensi gejala
GPPH tampak sebelum onset kejang. Semakin muda onset kejang berhubungan
dengann semakin besar penurunan kognitif termasuk atensi. Methylpenidate dapat
menjadi pengobatan yang efektif untuk anak-anak dengan GPPH dan epilepsi,
namun keefektifannya lebih kurang daripada anak-anak dengan GPPH saja.
Sebagai tambahan, orang-orang harus diperingatkan bahwa ada resiko rendah
peningkatan kejang dengan methlypenidate dan atomoxetine. Penelitian lebih
lanjut masih diperlukan (rzadkiewicz, 2016).
43
6.1.4 Karakteristik Pasien Anak Gangguan Pemusatan Perhatian dan
Hiperaktivitas dengan Komorbiditas
Sangat penting untuk mengenali gejala klinis GPPH dan sebagian besar
komorbiditasnya berubah seiring berjalannya waktu dan tahap perkembangan.
Selama masa toddler, sering ditemukan gangguan perilaku menentang dan
gangguan belajar danberbahasa yang juga merupakan komorbiditas umum. Gejala
kecemasan dan tics sering diamati pada usia sekolah, sedangkan pada usia dewasa
berkaitan dengan emergensi gangguan mood, isu kepribadian dan gangguan
penggunaan narkoba (Masi & Gignac, 2015). Hal ini selaras dengan hasil
penelitian yang didapatkan bahwa usia terbanyak pasien anak GPPH dengan
komorbid yaitu pada kategori toddler, dihubungkan juga dengan salah satu
komorbid terbanyak yang didapatkan yaitu gangguan belajar dan berbahasa.
Jenis kelamin yang didapatkan dalam penelitian ini memiliki persentase
85% laki-laki. Hal ini selaras dengan referensi yang juga didapatkan bahwa
dikatakan anak laki-laki lebih sering sakit dibandingkan anak perempuan, tetapi
belum diketahui secara pasti mengapa demikian, mungkin sebabnya adalah
perbedaan kromosom antara anak laki-laki (xy) dan perempuan (xx).
Pertumbuhan fisik dan motorik berbeda antara anak laki-laki dan perempuan.
Anak laki-laki lebih aktif bila dibandingkan dengan anak perempuan.
(Soetjiningsih & Ranuh, 2013). Sosiodemografis yang dilakukan oleh Larson
mengatakan komorbiditas tidak bervariasi berdasarkan jenis kelamin. (Larson,
Russ, Kahn, & Halfon, 2011).
45
stuktur keluarga dengan ibu tunggal 22%, orang tua adopsi 16%, dan lain-lain
21%. (Larson, Russ, Kahn, & Halfon, 2011).
Anak-anak dengan GPPH memiliki lebih banyak masalah di seluruh
indikator fungsi keluarga, terlebihnya apabila memiliki komorbid. Masalah
komunikasi orangtua-anak yang tinggi dan pengasuhan orang tua yang kurang
baik mengindikasikan bahwa keluarga membutuhkan dukungan tambahan untuk
menjaga hubungan berkualitas baik dengan anak mereka yang kemudian
konseling juga akan menghasilkan manfaat untuk mereka. (Daly, Creed,
Xanthopoulos, & Brown, 2007)
Anak-anak GPPH dengan orang tua berpenghasilan rendah memiliki
resiko 4 kali memiliki kondisi komorbid, bahkan memiliki 3 komorbid atau lebih
jika dibandingkan dengan orang tua yang berpenghasilan menengah ke atas. Hal
itu dikarenakan khususnya anak-anak dari keluarga berpenghasilan rendah
memiliki akses yang kurang ke fasilitas kesehatan, dan juga kerentanan genetik,
stress maternal, paparan asap rokok prenatal memiliki prevalensi lebih banyak
pada keluarga berpenghasilan rendah. (Cole, Ball, MArtin, Scourfield, &
McGuffin, 2009) Namun sayangnya penelitian ini tidak dapat meneliti mengenai
penghasilan dari keluarga.
47
6.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang berjudul Komorbiditas Pasien Anak dengan Gangguan
Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas ini memiliki beberapa ketidak
sempurnaan oleh karena keterbatasan penelitian. Keterbatasan penelitian tersebut
diantaranya adalah:
1. Penelitian ini hanya menggunakan data sekunder, yaitu dari rekam medis
dan tidak menggunakan data primer sehingga tidak bisa observasi dan
bertatap muka langsung dengan pasien anak yang terdiagnosis GPPH.
2. Catatan rekam medis yang dilihat masih berupa tulisan tangan manual
sehingga cenderung kurang lengkap yang membuat beberapa faktor lain
yang ingin diteliti tidak didapatkan datanya.
48
BAB VII
7.1 Kesimpulan
7.2 Saran
1. Perlunya penelitian lain yang bersifat retrospektif dalam periode waktu
yang lebih panjang sebagai penelitian lanjutan sehingga dapat
diidentifikasi faktor-faktor lain yang mungkin berhubungan dengan
komorbiditas GPPH.
2. Dapat juga penelitian selanjutnya dikembangkan metode penelitian yang
lebih menunjukkan hubungan analitik.
3. Perlunya kelengkapan dalam pencatatan data pasien sehingga diperoleh
data rekam medis yang lebih akurat.
4. Perlunya kerjasama yang baik dengan kelembagaan, klinisi, masyarakat
dan pihak-pihak terkait lainnya dalam penanganan GPPH beserta komor
biditasnya.
50
DAFTAR PUSTAKA
Amiri, S., Kandjani, A., Fakhari, A., Abdi, S., Golmirzaei, J., & Rafi, Z. (2013).
Psychiatric comorbidities in ADHD children: an Iranian study among
Primary School Students. Archives of Iranian Medicine, 16(9), 513-517.
Armony J, & Ledoux JE. (2000). How danger is encoded: toward a systems,
cellular, and computational understanding of cognitive-emotional
interactions in fear In: Gazzaniga MS. London: Cambridge.
Cole J, Ball HA, Martin NC, Scourfield J, McGuffin P. (2009). Genetic Overlap
between measures of hyperactivity/innatention and mood in children and
adolescents. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry, 48(11), 1094-1101.
Cole, J., Ball, H., MArtin, N., Scourfield, J., & McGuffin, P. (2009). Genetic
Overlap between measures of hyperactivity/innatention and mood in
children and adolescents. J Am Acad Child Adolesc Psychiatry, 48(11),
1094-1101.
Davison GC, Neale JM, & Kring AM. (2010). Psikologi Abnormal (9 ed.).
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Elvira, S., & Hadisukanto, G. (2017). Buku Ajar Psikiatri (3 ed.). Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Faraone, S., & Kunwar, A. (2007, May 3). ADHD in Children With Comorbid
Conditions: Diagnosis, Misdiagnosis, and Keeping Tabs on Both.
Retrieved March 15, 2019, from Medscape:
https://www.medscape.org/viewarticle/555748_7
Gunes, S., Yilmaz, S., Akidil, A., Kara, T., Kufeciler, L., Ubay, D., et al. (2018).
Frequency of central auditory processing disorder in attention. Behbut
Cevanşir Otorhinolaryngology-Head and Neck Surgery Society, 28(4),
155-160.
Indriyani, S., Soetjiningsih, S., Ardjana, I. E., & Windiani, I. T. (2008). Prevalensi
dan Faktor-Faktor Risiko Gangguan Pemusatan Perhatian Anak dan
Hiperaktivitas di Klinik tumbuh Kembang Anak RSUP Sanglah Denpasar.
Sari Pediatri, 9(5).
52
Jensen CM, & Steinhausen HC. (2015). Comorbid mental disorders in children
and adolescents with attention-deficit/hyperactivity disorder in a large
nationwide study. Atten Defic Hyperact Disord, 7, 27-38.
Larson, K., Russ, S., Kahn, R., & Halfon, N. (2011). Patterns of Comorbidity,
Functioning, and Service Use for US CHildren With ADHD. American
Academy of Pediatrics.
Masi, L., & Gignac, M. (2015). ADHD and Comorbid Disorders in Childhood
Psychiatric Problems, Medical Problems, Learning Disorers and
Developmental Coordination Disorder. Clinical Psychiatry.
National Institute for Health and Clinical Excelle. (2008). Diagnosis and
management of ADHD in children, young people and adults. NICE
guideline.
53
Parkway Holdings Limited. (2019). Central Auditory Processing Disorder.
Retrieved March 29, 2019, from Gleanagles:
https://www.gleneagles.com.sg/id/specialties/medical-specialties/ear-nose-
throat/central-auditory-processing-disorder
Patel, N., Patel, M., & Patel, H. (2011). University of Missouri Health Care, USA.
Retrieved October 5, 2015, from ADHD and Comorbid Conditions:
http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/280240.pdf
Patel, N., Patel, M., & Patel, H. (n.d.). University of Missouri Health Care, USA.
Retrieved October 5, 2015, from ADHD and Comorbid Conditions:
http://cdn.intechopen.com/pdfs-wm/280240.pdf
Ratnasari, N., Kaunang, T., & Dundu, A. (2016). Komorbiditas pada Anak
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) pada 20
Sekolah Dasar di Kota Manado. Jurnal E-Clinic (eCl), 41.
rzadkiewicz, o. (2016, July 14). Study Calls For Children With Epilepsy To Be
Monitored Early For ADHD Symptoms. Retrieved March 26, 2019, from
Epilepsy Society: https://www.epilepsysociety.org.uk/news/study-calls-
for-children-with-epilepsy-to-be-monitored-early-for-adhd-symptoms-15-
07-2016#.XJmtJpgzbb1
Sadock, B., & Sadock, V. (2010). Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis (2
ed.). Jakarta: EGC.
Sadock, B., & Sadock, V. (2016). Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis.
Jakarta: EGC.
Sadock, B., Sadock, V., & Ruiz, P. (2015). Kaplan & Sadock's Synopsis of
Psychiatry (11th ed.). Philadelphia: Wolters Kluwer.
54
Seidman LJ, Valera EM, & Makris N. (2005). Structural brain imaging of
attention-deficit/hyperactivity disorder. Biol Psychiatry, 57, 1263-1272.
Soetjiningsih, & Ranuh, I. (2013). Tumbuh Kembang Anak (2nd ed.). Jakarta:
EGC.
Strauss, A., & Lehtinen, L. (1947). Psychopathology and education of the brain
injured child. Grune & Stratton.
The National Autistic Society. (2018). Autism diagnosis for adults. Retrieved
March 26, 2019, from National Autistic Society:
https://www.autism.org.uk/about/diagnosis/adults.aspx
Wiguna, T., Ismail, R., Winarsih, N., Kaligis, F., Hapsari, A., Budiyanti, L., et al.
(2017). Dopamine Transporter Gene Polymorphism in CHildren with
ADHD: A Pilot Study in Indonesian Samples. Asian Journal of
Psychiatry, 29, 35-38.
55
Lampiran 1
56
Lampiran 2
57
Lampiran 3 Data Rekam Medis
58
16. 201705.00.03 2017 MAI L 2 Gangguan Sensori Integrasi
17. 201703.00.92 2017 MAR L 5 Tidak ada komorbid
18. 201706.00.82 2017 M L 8 Gangguan koordinasi motorik halus dan kasar
19. 201705.01.61 2017 LT L 6 Tidak ada komorbid
20. 201709.00.08 2017 MSM L 2 Gangguan Spektrum Autisme
21. 201711.00.17 2017 RF L 6 Gangguan Berbicara dan Berbahasa
Retardasi Mental Sedang
22. 201712.00.74 2017 MN L 7 Tidak ada komorbid
23. 201711.00.30 2017 BAP L 4 Tidak ada komorbid
24. 03.18.77 2016 MKB P 2 Gangguan Spektrum Autisme
25. 03.28.93 2017 EHK P 4 Tidak ada komorbid
26. 03.12.57 2016 MZY L 3 Gangguan Berbicara dan Berbahasa
27. 03.12.76 2016 MAR L 2 Gangguan Spektrum Autisme
28. 03.10.72 2016 FMD L 4 Gangguan Spektrum Autisme
29. 03.08.34 2016 MA L 6 Gangguan Berbicara dan Berbahasa
Retardasi Mental Sedang
30. 02.87.44 2015 FAF L 3 Gangguan Spektrum Autisme
Gangguan Kecemasan
59
31. 02.55.71 2016 SP L 3 Epilepsi
Gangguan koordinasi motorik halus dan kasar
Retardasi Mental Ringan
32. 03.30.87 2017 RNH P 5 Gangguan Berbicara dan Berbahasa
33. 02.49.14 2016 FF L 3 Gangguan Berbicara dan Berbahasa
34. 02.57.77 2015 RD L 2 Gangguan Kecemasan
35. 02.60.91 2015 YNKR L 8 Retardasi Mental Sedang
36. 02.82.99 2015 SEW L 4 Gangguan Spektrum Autisme
Disruptive, Impulse-Control, and Conduct Disorders
37. 02.87.25 2016 MIS L 4 Gangguan Spektrum Autisme
38. 02.42.81 2015 RAF L 3 Gangguan Berbicara dan Berbahasa
39. 02.52.42 2015 RHA L 2 Tidak ada komorbid
40. 02.50.30 2015 MKVS L 3 Tidak ada komorbid
41. 02.80.13 2015 SH L 4 Gangguan Spektrum Autisme
42. 02.78.50 2015 LBS L 3 Gangguan Berbicara dan Berbahasa
43. 02.33.62 2015 HA L 3 Gangguan Spektrum Autisme
44. 02.55.52 2015 ML L 6 Tidak ada komorbid
45. 02.43.01 2015 MAF L 4 Gangguan Spektrum Autisme
60
46. 02.24.10 2015 LF L 3 Gangguan Berbicara dan Berbahasa
47. 02.33.23 2015 AA L 4 Gangguan Spektrum Autisme
48. 02.49.40 2015 AES L 6 Disruptive, Impulse-Control, and Conduct Disorders
49. 02.48.87 2015 PN P 3 Gangguan Spektrum Autisme
50. 02.43.76 2015 MWR L 6 Gangguan Spektrum Autisme
51. 02.40.95 2015 AHM L 7 Tidak ada komorbid
52. 02.41.37 2015 MRA L 5 Retardasi Mental Sedang
Gangguan Spektrum Autisme
53. 02.51.78 2015 ET L 6 Disruptive, Impulse-Control, and Conduct Disorders
54. 201807.02.32 2018 BDP L 4 Tidak ada komorbid
55. 03.04.23 2016 I L 4 Gangguan koordinasi motorik halus dan kasar
Gangguan Spektrum Autisme
56. 02.60.99 2015 FA L 8 Disruptive, Impulse-Control, and Conduct Disorders
57. 02.83.32 2015 MWR L 5 Gangguan Spektrum Autisme
58. 02.45.25 2015 MFR L 6 Retardasi Mental Ringan
59. 02.51.89 2015 LOR L 2 Gangguan Spektrum Autisme
60. 02.60.97 2015 CN P 4 Gangguan Berbicara dan Berbahasa
Retardasi Mental Sedang
61
61. 03.07.09 2016 R L 3 Tidak ada komorbid
62. 03.06.59 2016 YIT P 3 Gangguan koordinasi motorik halus dan kasar
Gangguan Spektrum Autisme
63. 03.23.21 2017 AAI L 7 Retardasi Mental Berat
64. 2018.08.00.88 2018 RJAF L 5 Tidak ada komorbid
65. 2018.09.0070 2018 ONRH P 3 Gangguan Spektrum Autisme
66. 2018.07.01.73 2018 MRS L 3 Gangguan Spektrum Autisme
67. 02.49.32 2015 RAF L 5 Gangguan Spektrum Autisme
68. 02.59.49 2015 AAR L 2 Gangguan Berbicara dan Berbahasa
69. 02.87.47 2016 MSC L 3 Gangguan Pendengaran
70. 02.73.30 2015 W L 9 Gangguan Spektrum Autisme
Retardasi Mental Sedang
71. 02.66.80 2015 IJ P 6 Retardasi Mental Sedang
Gangguan Berbicara dan Berbahasa
72. 02.53.07 2015 KAAA L 3 Gangguan Spektrum Autisme
73. 03.02.08 2016 APHUZ L 4 Gangguan koordinasi motorik halus dan kasar
74. 02.93.66 2016 RS L 4 Tidak ada komorbid
75. 02.19.21 2016 MNA L 4 Gangguan Spektrum Autisme
62
76. 201701.00.05 2017 MDA L 5 Gangguan Berbicara dan Berbahasa
77. 03.13.10 2016 RA L 5 Tidak ada komorbid
78. 03.10.53 2016 SDA L 7 Gangguan Berbicara dan Berbahasa
79. 03.05.45 2016 ASAQ L 6 Gangguan Berbicara dan Berbahasa
80. 201704.01.62 2017 MDH L 9 Gangguan Spektrum Autisme
Retardasi Mental Sedang
81. 201704.02.29 2017 MU L 3 Gangguan Berbicara dan Berbahasa
82. 02.56.66 2015 BJ L 6 Disruptive, Impulse-Control, and Conduct Disorders
83. 02.83.30 2015 AFK P 3 Gangguan Spektrum Autisme
84 02.87.07 2015 ND L 5 Tidak ada komorbid
63
Lampiran 4 Data Rekam Medis (Faktor Risiko)
No. No. Rekam Inisial Faktor Faktor BBLR Prematur Sectio Riwayat Riwayat Pengasuhan
Medis Genetik Prenatal Caesar Kejang Trauma Parsial
Demam Kepala
1. 201807.01.50 RK
2. 201811.00.39 AA
3. 201809.00.14 BDP
4. 201808.00.18 SFS
5. 201710.01.22 SDA
6. 201805.01.01 AS
7. 201801.01.31 GR
8. 201801.01.16 DK
9. 201804.01.23 MAI
10. 201808.00.25 DMR
11. 201812.00.02 MRR
12. 2015.08.00.45 MH
13. 02.84.34 KTY
14. 201704.02.19 SFG
64
15. 02.90.02 RVY
16. 201705.00.03 MAI
17. 201703.00.92 MAR
18. 201706.00.82 M
19. 201705.01.61 LT
20. 201709.00.08 MSM
21. 201711.00.17 RF
22. 201712.00.74 MN
23. 201711.00.30 BAP
24. 03.18.77 MKB
25. 03.28.93 EHK
26. 03.12.57 MZY
27. 03.12.76 MAR
28. 03.10.72 FMD
29. 03.08.34 MA
30. 02.87.44 FAF
31. 02.55.71 SP
32. 03.30.87 RNH
65
33. 02.49.14 FF
34. 02.57.77 RD
35. 02.60.91 YNKR
36. 02.82.99 SEW
37. 02.87.25 MIS
38. 02.42.81 RAF
39. 02.52.42 RHA
40. 02.50.30 MKVS
41. 02.80.13 SH
42. 02.78.50 LBS
43. 02.33.62 HA
44. 02.55.52 ML
45. 02.43.01 MAF
46. 02.24.10 LF
47. 02.33.23 AA
48. 02.49.40 AES
49. 02.48.87 PN
50. 02.43.76 MWR
66
51. 02.40.95 AHM
52. 02.41.37 MRA
53. 02.51.78 ET
54. 201807.02.32 BDP
55. 03.04.23 I
56. 02.60.99 FA
57. 02.83.32 MWR
58. 02.45.25 MFR
59. 02.51.89 LOR
60. 02.60.97 CN
61. 03.07.09 R
62. 03.06.59 YIT
63. 03.23.21 AAI
64. 2018.08.00.88 RJAF
65. 2018.09.0070 ONRH
66. 2018.07.01.73 MRS
67. 02.49.32 RAF
68. 02.59.49 AAR
67
69. 02.87.47 MSC
70. 02.73.30 W
71. 02.66.80 IJ
72. 02.53.07 KAAA
73. 03.02.08 APHUZ
74. 02.93.66 RS
75. 02.19.21 MNA
76. 201701.00.05 MDA
77. 03.13.10 RA
78. 03.10.53 SDA
79. 03.05.45 ASAQ
80. 201704.01.62 MDH
81. 201704.02.29 MU
82. 02.56.66 BJ
83. 02.83.30 AFK
84 02.87.07 ND
68