Trauma Okulli
Trauma Okulli
Pemeriksaan:
Pemeriksaan mata menggunakan anestesi lokal dengan funduskopi untuk
menyingkirkan adanya benda asing intraokular.
USG
CT scan untuk menyingkirkan adanya benda asing intraokular
Terapi:
Robekan konjungtiva scbaiknya dijahit untuk mempercepat penyembuhannya
Antibiotik topikal profilaksis untuk laserasi yang kecil
Pembedahan untuk laserasi yang besar
c. Kornea
1) Edema kornea
2) Erosi kornea (abrasi kornea)
3) Erosi rekuren
1) Edema kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat
mengenai mata dapat mengakibatkan edema
kornea bahkan sampai ruptur membran
Descemet.
Gambaran klinis :
Gejala : penglihatan kabur dan terlihat pelangi
sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang
dilihat, rasa mengganjal di mata, fotofobia atau
nyeri pada mata.
Tanda : Pembengkakan pada jaringan mata,
trauma tumpul yang ringan menyebabkan
rusaknya epitel dan trauma tumpul yang berat
mengakibatkan kerusakan endotel, membran
Descemet dengan edema kormea yang hebat
atau laserasi.
Terapi:
Antibiotik topikal profilaksis
Steroid topikal
Salep atau obat tetes salin hipertonis atau NaCl 5% untuk meredakan
edema kornea
Bila terdapat peninggian tekanan bola mata maka akan diberikan
asetazolamida.
Pengobatan untuk menghilangkan rasa sakit dan memperbaiki tajam
penglihatan dengan lensa kontak lembek dan mungkin akibat
kerjanya menekan kornea terjadi pengurangan edema kornea.
Penyulit
Terjadi kerusakan membran Descemet yang lama sehingga
mengakibatkan keratopati bulosa yang akan memberikan keluhan
rasa sakit dan menurunkan tajam penglihatan akibat
astigmatisme ireguler.
2) Erosi kornea (abrasi kornea)
Erosi kornea merupakan keadaan terkelupasnya epitel komea
yang dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea.
Etiologi:
Trauma (penyebab utama)
Garukan kuku (manusia dan binatang)
Benda asing (serbuk kayu, serpihan besi, tanaman)
Paparan berlebih sinar ultraviolet
Pemakaian lensa kontak yang berlebihan
Potongan kertas
Bahan kimia
Kondisi mata seperti ketidakmampuan palpebra menutup sempurna,
kondisi mata yang sangat kering, blepharitis kronis.
Gejala : abrasi kornea sulit dilihat dengan
mata telanjang, gejala berupa adanya riwayat
trauma, mata berair, lakrimasi, sensitif
terhadap cahaya (terutama cahaya terang),
pandangan kabur, blefarospasme,
kemerahan pada mata.
Tanda: pada pewarnaan fluorescen tampak
adanya defek pada epitel yang berwarna
hijau.
Pemeriksaan:
Langkah pertama lakukan inspeksi pada seluruh
wajah yang mengalami kerusakan.
Lampu senter dapat membantu untuk mendeteksi
refleks cahaya kornea yang irregular dapat
mengindikasikan adanya abrasi
Pemeriksaan slit-lamp akan terlihat epitel yang
terkikis dengan membran Descement dan Bowman’s
yang masih intak. Akan terlihat jaringan epitel yang
hilang
Pewarnaan dengan fluorescen yang akan tampak
epitel yang terkikis
Terapi:
Debridemen jaringan epitel yang hilang
Antibiotik topikal (salep atau tetes) untuk
mencegah infeksi bakteri
Agen Cycloplegic diberikan jika ada fotofobia atau
trauma iris seperti tropikamida.
Untuk penggunaan lensa kontak, antibiotik yang
digunakan sebaiknya anti-pseudomonal
Mata ditutup dengan perban
3) Erosi rekuren
Walaupun banyak abrasi kornea dapat sembuh
tanpa sisa, erosi rekuren terjadi 7-8 % dari trauma
mata yang berasal dari perlekatan abnormal
formasi kompleks di defek dasar dari epitel.
Etiologi:
▪ Kuku jari
▪ Potongan kertas
▪ Bahan makanan
Terapi:
Excimer laser
superficial keratectomy
d. Uvea
1) Iridoplegia
2) lridodialisis
3) Hifema
Gambar Hifema
1) Iridoplegia
lridoplegia merupakan paralisis otot sphincter iris dengan
berkurangnya kemampuan kontraksi atau dilatasi dari
pupil. Disebut juga iridoparalisis.
Manifestasi klinis:
Kelumpuhan otot sphincter pupil menyebabkan pupil menjadi
lebar atau midriasis.
Pasien akan sukar melihat dekat karena gangguan akomodasi
Silau akibat gangguan pengaturan masuknya sinar pada pupil
Pupil menjadi tidak sama besar atau anisokor,
Bentuk pupil menjadi ireguler
Pupil tidak bereaksi terhadap sinar
Terapi:
lridoplegia akibat trauma akan berlangsung
beberapa hari sampai beberapa minggu.
Pada pasien dengan iridoplegia sebaiknya diberi
istirahat untuk mencegah terjadinya kelelahan
sphincter dan pemberian roboransia.
2) lridodialisis
Iridodialisis dikenal sebagai coredialisis adalah pemisahan
secara lokal pada iris dari tempat perlekatannya dcngan
badan siliaris.
Etiologi:
Trauma tumpul
Trauma tembus
Komplikasi iatrogenik pada pembedahan intraokular
Ekstraksi katarak intrakapsular
Tinju
Kembang api
Balon air
Bola
Gejala dan tanda:
Gejala:
▪ Minimal pada iridodialisis yang kecil
▪ Iridodialisis yang besar, pasien mengalami diplopia, glare dan
fotofobia
Tanda:
▪ Biasanya disertai adanya hifema dan pupil yang ireguler
▪ Single atau multipe
▪ Kerusakan trabekula dan sinekia anterior perifer dapat
menyebabkan peningkatan tekanan intraokular
Komplikasi: Glaukoma
3) Hifema
Hifema adalah terkumpulnya darah di dalam bilik mata
depan dapat disebabkan karena trauma tumpul yang
merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.
Gambaran klinis:
Peningkatan tekanan intraokular karena tersumbatnya
trabekula oleh bekuan darah
Jarang terjadi hambatan pupil pada hifema yang berat
menyebabkan glaukoma akut
Pasien mengeluh sakit
Epifora
Blefarospasme
Penglihatan pasien menurun
Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis
Terapi:
Pasien yang jelas memperlihatkan hifema yang mengisi Iebih
dari 5% kamera anterior diharuskan tirah baring dan harus
diberikan tetes steroid dan sikloplegik pada mata yang sakit
selama 5 hari.
Mata diperiksa secara berkala untuk mencari adanya
perdarahan sekunder, glaukoma dan bercak darah di kornea
akibat pigmen besi.
Hifema harus di evakuasi secara bedah apabila tekanan
intraokular tetap tinggi untuk menghindari kerusakan saraf
optikus dan pewarnaan kornea.
Pasien tidur ditempat tidur yang ditinggikan 30 derajat pada
kepala, diberi koagulasi dan mata ditutup.
Pada anak yang gelisah diberi obat penenang. Asetazolamida
diberikan bila terjadi penyulit glaukoma.
e. Lensa
1) Dislokasi lensa
2) Subluksasi lensa
3) Luksasi lensa anterior
4) Luksasi lensa posterior
5) Katarak trauma
Gambar Katarak Trauma
1) Dislokasi lensa
Trauma tumpul lensa dapat mengakibatkan
dislokasi lensa.
Dislokasi lensa terjadi pada putusnya zonula Zinn
yang akan mengakibatkan kedudukan lensa
terganggu.
2) Subluksasi lensa
Subluksasi lensa terjadi akibat terputusnya scbagian zonula Zinn
sehingga lensa berpindah tempat.
Subluksasi lensa dapat juga terjadi spontan akibat pasien menderita
kelainan pada zonula Zinn yang rapuh (sindrom Marphan).
Pasien pasca trauma akan mengeluh penglihatan berkurang.
Subluksasi lensa akan memberikan gambaran pada iris berupa
iridodonesis.
Akibat pegangan lensa pada zonula tidak ada maka lensa yang elastis
akan menjadi cembung, dan mata akan menjadi miopik.
Lensa yang menjadi sangat cembung mendorong iris ke depan
sehingga sudut bilik mata tertutup.
Bila sudut bilik mata menjadi sempit pada mata ini mudah terjadi
glaukoma sekunder.
3) Luksasi lensa anterior
Bila seluruh zonula Zinn di sekitar ekuator putus akibat trauma maka
lensa dapat masuk ke dalam bilik mata depan.
Akibat lensa terletak di dalam bilik mata depan ini maka akan terjadi
gangguan pengaliran cairan bilik mata sehingga akan timbul
glaukoma kongestif akut dengan gejala—gejalanya.
Pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa
sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme.
Terdapat injeksi siliar yang berta, edema kornea, lensa di dalam bilik
mata depan. Iris terdorong ke belakang dengan pupil yang lebar.
Tekanan bola mata sangat tinggi.
Pada luksasi lensa anterior sebaiknya pasien secepatnya dikirim pada
dokter mata untuk dikeluarkan lensanya dengan terlebih dahulu
diberikan asetazolamida untuk menurunkan tekanan bola matanya.
4) Luksasi lensa posterior
Pada trauma tumpul yang keras pada mata dapat terjadi luksasi lensa
posterior akibat terputusnya zonula Zinn di seluruh lingkaran ekuator
lensa sehingga lensa jatuh ke dalam badan kaca dan tenggelam di
dataran bawah polus posterior fundus okuli.
Pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapang pandangannya
akibat lensa mengganggu kampus.
Mata ini akan menunjukkan gejala mata tanpa lensa atau afakia.
Pasien akan melihat normal. dengan lensa + 12.0 dioptri untuk jauh,
bilik mata depan dalam dan iris tremulans. Lensa yang terlalu lama
berada pada polus posterior dapat menimbulkan penyulit akibat
degenerasi lensa, berupa glaukoma fakolitik ataupun uveitis
fakotoksik.
Bila luksasi lensa telah menimbulkan penyulit sebaiknya secepatnya
dilakukan ekstraksi lensa.
5) Katarak trauma
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi
atau pun tumpul terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun.
Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior
ataupun posterior.
Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat
pula dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut
cincin Vossius.
Etiologi:
▪ Merupakan komplikasi yang sering dari trauma non-perforasi dan
perforasi bola mata.
▪ Karena instrumentasi pembedahan
▪ Benda asing
▪ Tabung filtrasi intraokular
Manifestasi klinis:
▪ Bentuk katarak setelah trauma non-perforasi seperti kontusio
atau konkusio dapat menyebabkan kerusakan kapsul lensa
▪ Bentuk katarak makin progresif atau mendadak matur
▪ Perubahan awal dari lensa tidak mudah di nilai
▪ Cincin Vossius dapat terlihat pigmen iris sirkular pada
permukaan kapsul lensa anterior
▪ Opasifikasi dapat terjadi pada beberapa struktur lensa yang
berlainan, perubahan subepitel atau dalamnya korteks
dengan bentuk seperti bunga (flower-shape).
▪ Trauma dapat menyebabkan opasitas subkapsular anterior
atau posterior
Terapi:
▪ Pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat
terjadinya.
▪ Bila terjadi pada anak sebaiknya dipertimbangkan akan
kemungkinan terjadinya ambliopia.
▪ Untuk mencegah ambliopia pada anak dapat dipasang lensa
intraokular primer atau sekunder.
▪ Pada katarak trauma apabila tidak terdapat penyulit maka
dapat ditunggu sampai mata menjadi tenang.
▪ Bila terjadi penyulit seperti glaukoma, uveitis dan lain
sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa.
▪ Penyulit uveitis dan glaukoma sering dijumpai pada usia tua.
f. Retina
Edema Berlin merupakan
edema retina dan macular pada
pool posterior dan globe (lokasi
kontracoup), yang dapat juga
terjadi perdarahan. Gejala yang
ditemukan yaitu penurunan
visus. Hal yang dilakukan
adalah lihat dan tunggu hingga
pembengkakan menurun.
g. Choroid
Ruptur choroid merupakan
lepasnya kresentik konsentrik
koroid sekitar pupil.
Penurunan visus dapat terjadi
jika lepas hingga ke macula.
Tidak ada terapi yang dapat
dilakukan, hanya lihat dan
menunggu sampai
pembentukan jaringan parut
terjadi.
h. Saraf Optik
Avulsi dari saraf optic dapat menyebabkan kebutaan
yang tiba—tiba. Tidak ada terapi yang
memungkinkan.
Jejas dari saraf optic dapat berupa: hematom dari
selubung saraf optic, kontusio saraf optic, dan fractur
kanal nervus optic.
Hal ini dapat menyebabkan atropi saraf optic disertai
kehilangan penglihatan dan defek lapang pandang.
Jika hal ini terjadi, tidak ada terapi yang dapat
dilakukan.
Dapat disebabkan oleh alat yang tajam
seperti pisau, gunting, atau benda-benda
yang memiliki kekuatan yang dapat
menembus bagian-bagian mata seperti
peluru, batu dan sebagainya.
Terdiri dari 2 macam yaitu:
1. Trauma tembus yang menimbulkan laserasi
dengan atau tanpa disertai prolaps bagian
intra ocular.
Dibagi dalam 4 keadaan darurat yaitu :
Trauma baru
Trauma disertai infeksi
lridosiklitis post trauma
Symphatetik ophtalmitis
2. Benda yang menembus tertinggal dalam bola mata,
atau setelah menembus, benda asing tersebut tinggal
dalam jaringan diluar bola mata.
Tanda-tanda :
Tajam penglihatan menurun
Tekanan bola mata rendah
Kedalaman kamera okuli anterior menjadi dangkal
Bentuk dan letak pupil berubah
Ruptur kornea dan sclera
Terdapat jaringan prolaps seperti uvea, iris, lensa, badan
kaca dan retina.
Konjungtiva kemotis.
Epidemiologi :
Insidensi trauma perforasi bervariasi antara
7 – 31 %. Rasio trauma perforasi diantara
seluruh trauma yang serius yaitu 3 %, dan
diantara trauma bola mata terbuka yaitu 5 %.
Patofisiologi :
Trauma perforasi biasa disebabkan oleh :
Proyektil/ senjata dengan kecepatan tinggi
Benda tajam (pisau, jarum, gelas pecah)
Kebanyakan proyektil adalah tumpul, tapi
beberapa penelitian menyatakan prognosis lebih
buruk hubungannya dengan trauma proyektil.
Klasifikasi
1) Laserasi konjungtiva
2) Laserasi Palpebra
3) Laserasi kornea
4) Laserasi pada sclera
5) Laserasi pada lensa
1) Laserasi konjungtiva
Laserasi bulbar konjungtiva biasanya berhubungan dengan
benda asing intraokular atau perforasi sclera sebelumnya, maka
ruptur bola mata harus disingkirkan.
Laserasi konjungtiva terlihat sebagai defek konjungtival,
mengenai kapsula Tenon atau lemak orbita.
Pemeriksaan Slit lamp dapat mendiferensiasikan laserasi
superficial dan profunda.
Trauma yang merobek konjungtiva, jika <1 cm maka tidak perlu
dilakukan penjahitan dan dapat menyembuh secara cepat, jika
> 1 cm diperlukan penjahitan oleh ophthalmologist dengan
menggunakan benang absorbable 6-0 hingga 8-0 untuk
mencegah granuloma.
Perhatikan adanya robekan sclera yang menyertai atau tidak.
Conjungtival flap dilakukan dengan jarum non traumatic
korneoskleral needle, jahitan tidak boleh melebihi 2/3 tebal
kornea agar tidak terjadi epithelial ingrowth dan juga
pengikatan tidak boleh terlalu keras agar tidak nekrosis
jaringan.
Konjungtival flap tergantung dari letaknya, yaitu central pedicle
flap terdiri atas bridge flap dan bridge pedicle flap.
Operasi dilakukan di bawah anestesi regional/anestesi
retrobulbar, untuk anak-anak dibawah anestesi umum dengan
injeksi pentothal/ketalar.
Dalam pengerjaan, diusahakan jangan sampai terjadi synechia
anterior untuk menghindarkan dari komplikasi glaukoma.
Setelah luka dijahit, diberi sulfas atropine, salep antibiotika,
istirahat tiduran, serta dapat diberikan injeksi antibiotika
subkonjungtiva seperti garamisin.
2) Laserasi Palpebra
Perlu diperhatikan ada tidaknya trauma penetrasi bola mata atau
benda asing.
Penjahitan laserasi palbebra horizontal atau obliq dapat dilakukan
di emergensi dengan menggunakan benang nilon, silk, vikril atau
prolene nomor 6-0 atau 7-O. Jahitan perlu dilepas dalam 3-5 hari.
Laserasi yang perlu dirujuk segera ke ophthalmologist yaitu
kerusakan di margin lipatan, system kanalikular, tendon levator
atau canthal, kehilangan jaringan, atau laserasi sekitar septa
orbital.
Laserasi sekitar septa orbital perlu dicurigai jika lemak orbital
menonjol pada luka.
Perlu pula di cek status tetanus, serta jahitan ditutup dengan
verband steril.
3) Laserasi kornea
Perforasi kornea memiliki tanda— tanda yaitu hilangnya kedalaman
bilik anterior, perdarahan di bilik anterior, dan pupil berbentuk
teardrop dikarenakan prolaps iris yang muncul dari laserasi kornea.
Laserasi kornea kecil mungkin sulit untuk didiagnosa.
Jika menyangka suatu laserasi kornea, maka perlu diperiksa seluruh
kornea dan jangan terlalu menekan bola mata.
Laserasi kornea paling sering terjadi di bagian inferior bola mata
dikarenakan fenomena Bell, reflex rotasi ke atas dari bola mata
selama mengedip sebagai respon terhadap penetrasi benda asing.
Humor aqueus yang tumpah dari luka dapat dikonfirmasi dengan tes
Seidel dengan cara mengaplikasikan fluorescin yang dicelupkan di
area yang dicurigai, dan terlihat aliran berwama kuning pada
pemeriksaan slit lamp.
Sejak pertama kali laserasi dicurigai, penutup pelindung harus
diberikan untuk melindungi mata, serta antibiotic profilaksis mesti
diberikan.
Jika laserasinya full-thickness maka harus dirujuk ke ophthalmologist.
Laserasi yang parsial-thickness yang tidak meluas dapat ditangani
dengan sikloplegik, antibiotik topikal, dan tempelan penekan.
Pada trauma baru, laserasi kornea terdiri atas vulnus scissum (linier)
dan vulnus laceratum.
Pinggiran Iuka segera membengkak dan keruh oleh karena imbibisi
daripada cairan sehingga apabila tidak terlalu besar akan
memudahkan penutupan luka dan perbaikan dari Camera okuli
anterior.
Luka kecil akan menyembuh secara baik dan meninggalkan macula
atau leukoma dan kemudian dapat menimbulkan astigmatism yang
irregular dalam reorganisasi.
Tindakan :
Pencucian luka dengan NaCL fisiologis
Pemberian sulfas atropine dan salep
antibiotika dan verband
Luka Iebar dapat menyebabkan terjadinya
adhesi iris atau iris prolaps. Tidak boleh
mereposisi iris walau memungkinkan
sebab bahaya kontaminasi kuman. Bagian
prolaps dibuang/eksisi.
4) Laserasi pada sclera
Laserasi pada sclera sulit ditemukan jika terletak
jauh dari kornea, serta jika ada kerusakan-
kerusakan lain seperti di palpebra, konjungtiva.
Jika terjadi perforasi, selalu terjadi penurunan
tekanan intraocular.
Tidak sulit apabila ditemukan isi bola mata seperti
jaringan uvea misalnya iris, badan siliar atau
choroid yang mudah dikenal oleh pigmen.
Bila vitreus keluar, nampak cairan seperti gelatin.
Tindakan:
Jika trauma hebat, dan tidak memungkinkan perbaikan
dan visus sangat berkurang, sebaiknya dilakukan
eviscerasi.
Konjungtiva dapat dijahit setelah dibersihkan untuk
menutupi luka (flap).
Kemudian diberikan sulfas atrofin, salep antibiotika, dan
verband, kedua mata ditutup sehingga mata dapat
istirahat total, penderita juga harus tiduran.
5) Laserasi pada lensa
Laserasi pada lensa akan selalu menyebabkan katarak
traumatika.
Luka kecil seperti tusukan jarum akan menyebabkan
meresapnya cairan pada lensa sehingga nampak suatu
kekeruhan (opacity), di sekitar tempat itu berbentuk garis-garis
seperti bulu (Rosette shaped cataract).
Luka pada kapsul menutup apabila terjadi synechia posterior
sehingga dapat tetap stationer, tapi lebih sering progressive
sehingga katarak jadi komplit.
Bila luka besar, tampak opacity lebih cepat dan nasal lensa yang
berwarna keabu-abuan menonjol keluar melalui robekan kapsul
lensa , bahkan masa dan nucleus dapat masuk ke camera okuli
anterior, berupa gumpalan-gumpalan putih.
Masa lensa ini akan terlarut dalam akueus pada
penderita-penderita muda sehingga dapat bersih
sama sekali kecuali bagian kapsul lensa.
Jika usia 30-35 tahun, nucleus tidak akan terlarut,
sehingga katarak traumatika dapat berkomplikasi
menjadi glaukoma oleh karena pembengkakan lensa
akan lebih cepat dan lebih besar pada usia-usia ini.
Tindakan;
▪ Katarak traumatika tanpa glaukoma sekunder diberikan
atrotin 1% 3-4 kali/hari, salep antibiotika, verband dan
istirahat total.
▪ Pupil diusahakan tetap dilatasi untuk mencegah synechia.
▪ Kortikosteroid untuk mengontrol reaksi-reaksi peradangan.
Terapi trauma tajam secara umum:
▪ Tindakan pertama jika terdapat tanda-tanda trauma
penetrasi yaitu pemberian antibiotika topical, mata
ditutup dan segera dikirim ke dokter mata untuk
dilakukan pembedahan.
▪ Namun tidak boleh diberikan salep, karena dapat
menjadi benda asing jika masuk melalui luka, serta tidak
boleh diberikan steroid lokal dan bebat yang diberikan
tidak boleh menekan bola mata.
▪ Untuk memastikan adanya benda asing dibuat foto.
▪ Terapi diberikan antibiotika sistemik atau intravena,
pasien dipuasakan untuk tindakan pembedahan.
Terapi Operatif: Vitrektomi
▪ Fungsi vitrektomi adalah untuk memindahkan:
a. Bekuan hipema
b. Trauma lensa
c. Perdarahan vitreus
d. IOFB (intra ocular foreign body)
▪ Waktu untuk dilakukannya vitrektomi memiliki
kontroversi bagi trauma perforasi okuler, diantaranya 3
alternatif :
o Dini (dalam 2 hari)
o Delayed (7-14 hari)
o Lambat (setelah 30 hari).
Trauma ocular perferate merupakan
bentuk tidak biasa namun biasanya
bentuk yang berat untuk trauma
bola mata terbuka.
Biasanya disebabkan oleh proyektil
bcrkecepatan tinggi yang biasanya
disebabkan kerusakan incidental.
Perbaikan dengan operasi tidak
hanya sebagai pencegah kerusakan
inisial melainkan untuk mencegah
pula perkembangan PVR.
a. Benda asing pada Kornea dan Konjungtiva
Etiologi udara atau benda logam
Gejala: Pasien merasakan adanya benda asing setiap
mengedipkan mata, diikuti dengan epifora (mata berair) dan
blepharospasme., timbul injeksi konjungtival/ siliar.
Diagnosis : Benda asing yang kecil hanya dapat terlihat dengan
magnifikasi lup. Terlihat sebagai infiltrasi atau cincin karat .
Terapi: Benda asing diangkat dengan jarum atau kanula.
Setelah benda asing diangkat secara hati-hati, kemudian
diterapi dengan antibiotik oles mata dan diperban jika perlu.
Pemeriksaan penunjang : pemeriksaan dengan CT (bukan
dengan MRI) atau ultrasound, untuk membedakan superficial
dan profunda, intraocular dan transorbital.
b. Trauma Kimia
Etiologi :berbagai macam bahan atau zat seperti
asam, basa, detergen, perekat, dan iritan seperti gas
air mata.
Gejala :
▪ Epifora
▪ Blepharospasme
▪ Nyeri hebat yang merupakan gejala primer
▪ Asam biasanya menyebabkan kehilangan ketajamam
penglihatan dengan cepat karena nekrosis superficial
▪ Pada luka karena basa kehilangan ketajaman penglihatan
sering manisfestasi sendiri setelah beberapa hari kemudian.
Terapi :
Terapi
Pasien yang buta harus diberi tahu bahwa gejala akan membaik
di bawah terapi salep antibiotik dalam 24-48 jam. Salep dipakai
pada kedua mata setiap 2-3 jam dan pasien akan istirahat dalam
ruangan gelap. Pasien harus diheritahukan bahwa sebaiknya
tidak sering menggerakan bola mata.
2) Trauma Radiasi (radiasi ionisasi)
Etiologi
▪ Ionisasi (neutron, gamma/xray) mempunyai energi tinggi
yang dapat menyebabkan ionisasi dan pembentukan radikal
dalam jaringan seluler. Kedalaman penetrasi radiasi
tergantung panjang gelombang .
▪ Beberapa trauma menyebabkan kerusakan jaringan.
▪ Kerusakan jaringan ini selalu menimbulkan manisfestasi
setelah periode laten sering setelan periode tahun.
▪ Tempat umum kerusakan jaringan termasuk lensa (katarak
radiasi) dan retina (retinopati radiasi).
▪ Kerusakan jaringan ini biasanya irradiasi tumor pada mata
atau nasopharing.
Gejala dan Gambaran Klinik:
▪ Kehilangan pigmentasi kelopak mata disertai blepharitis merupakan
gejala tipikal.
▪ Mata kering menunjukan kerusakan konjungtiva. K
▪ ehilangan ketajaman penglihatan disebabkan radiasi katarak biasanya
diobservasi dalam 1-2 tahun. Retinopati radiasi dalam bentuk iskemik
retinopati dengan perdarahan, cotton wool spots, okllusi vascular, dan
neovaskularisasi retinal biasanya terjadi dalam beberapa bulan
irradiasi.