Disampaikan saat KM Ta’rifiyah Sleman, DIY di rumah Ummu Salman, Samirono.
Wanita da’iyah yang sukses Menganggap pendapatnya salah walaupun ia lihat benar, sedang pendapat akhwatnya dipandang benar walaupun salah.
Allah subhaanahu wa ta’ala berfirman
tentang peristiwa Sulhu al Hudaybiyah: QS. 48: 1 Singkat cerita, terjadi perundingan yang sengit, utusan demi utusan dari kedua pihak saling berdiskusi. Hingga sepakatlah dalam 2 hal, yaitu kaum muslimin boleh umtah, tapi tahun depan dan setiap yang berhijrah di Mekah, harus dikembalikan. Rasulullah pun menyepakatinya. Seluruh sahabat geram karena merasa sangat dirugikan dengan perjanjian tersebut dan yang paling masyhur adalah kegeraman Umar bin Khattab. Namun, sungguh Rasulullah adalah utusan Allah, beliau shadiqul mashduq. Ternyata di perjalanan pulang menuju Madinah turun ayat QS 48: 1, maka tenangnlah seluruh kaum muslimin termasuk Umar. Kesimpulannya: 1. Apalagi pendapat akhwat yang dia merupakan orang yang lebih utama dari kita. Utama dari sisi ilmu, akhlak, adab, amalannya, dsb. Sebagaimana Umar dan kaum muslimin lainnya yang menganggap diri mereka benar pendapatnya, sementara Rasulullah saat itu terlihat salah karena menyepakati pendapat kaum Quraisy. 2. Dalam hal berpendapat, dilakukan dalam suasana musyawarah. Sebagaimana Rasulullah bermusyawarah siapa yang akan diutus, bermusyawarah dengan Ummu Salamah. 3. Tidak selamanya yang dominan (pendapat kebanyakan) itu yang benar. Wanita da’iyah yang sukses Tidak lari untuk cuci tangan dari suatu perkara dan melepaskan tanggung jawab ketika lalai.
Hanya kejujuran yang menyelamatkan seorang sahabat
Ka’ab bin Malik. Sebagaiman yang dilukiskan oleh Allah dalam QS. 9: 118. Ka’ab bin Malik bersiap-siap saat dikumandangkan perang Tabuk, namun ia mengulur-ngulur langkahnya hingga ia tertinggal hanya karena keengganan berperang di musim saat pohon-pohon berbuah, tanaman menguning. Hal ini sampai kepada Rasulullah dan ia berkata jujur tentang ketidaksertaannya. Lalu Rasulullah serta kaum muslimin mendimakannya hingga 50 malam. Bersama 2 orang lainnya , yaitu Muraarah bin Ar Rabii’ Al ‘Amriy dan Hilal bin Umayyah Al Waaqifiy. Kehidupan mereka selama itu seperti yang digambarkan di QS. 9: 118 hingga turun wahyu bahwa taubat mereka diterima oleh Allah dan mereka ditetapkan sebagai orang yang jujur. Kesimpulannya: 1. Menghadapi (tidak lari) suatu perkara dan menyampaikan keadaan pribadi serta pekerjaan dengan jujur, bukan karena takut kepada manusia (koordinator, sesama pengurus), tapi karena takut kepada Allah. Meski manusia murka, namun itu baik di mata Allah. Rasulullah pun bersabda, “Berlaku jujurlah karena sesungguhnya kejujuran itu mengantarkan kepada kebaikan dan kebaikan mengantrakan kepada Surga.” (HR. ..) 2. Bertanggung jawab atas kelalaian. Sebagaimana Ka’ab bin Malik mengajukan kepada Rasulullah, apa yang harus dia sedekahkan akibat dari perbuatnnya tersebut. Orang yang bersalah atau yang lalai yang mengajukan ganti apa atas kelalaiannya itu. 3. Kejujuran itu berbuah manis di dunia hingga di Surga. Amanah dakwah hakikatnya adalah dari Allah, maka jangan jalani karena untuk mencari ridha manusia. 3. Jika ada ‘iqab atau pensikapan dari manusia atas kesalahan atau kelalaian kita, maka segera bertaubat kepada Allah. Biarkan Allah yang memutuskan urusan kita. Bisa jadi dengan menggerakkan hati akhwat untuk memaafkan kita, mendorong semangat yang lain untuk bekerja karena pekerjaan ada yang diterlantarkan oleh 1 orang, serta kemungkinan-kemungkinan lain. JANGAN TUNGGU WAHYU TURUN! INTINYA JADILAH DA’IYAH YANG SUKSES dengan sikap:
1. MENJUNJUNG TINGGI HASIL
MUSYAWARAH MESKI MERASA PENDAPAT PRIBADI LEBIH BENAR. 2. BERTANGGUNG JAWAB ATAS KELALAIAN. 200 Kiat Sukses Da’iyah (Poin 9 & 10) 9 • Bagaikan lebah. • Tidak makan dan memberi kecuali yang baik- baik. • Bila singgah di suatu tempat tidak membuat kerusakan. • Punya senjata, tapi hanya untuk musuhnya. Tidak makan dan memberi kecuali yang baik-baik. • Makan jasad, yang halal dan thayyib. – Halal zat dan cara mendapatkannya. – Thayyib, baik untuk kesehatan tubuh. Da’iyah hrs sehat n fit krn besarny amanah yg diemban butuh itu. Belum lagi tanggung jawab lain, misal ummahaat, mahasiswa, pekerja. • Makanan akal. – Ilmu syar’I – Ilmu yang menjadi kekhususannya – Tasawwur yang luas, berita update. – Ingat! Porsinya harus seimbang, kalaupun harus ada yang diprioritaskan mk yang hal di atas berurutan. Kenapa??? • Makanan hati. – Hidayah, mengetahui ad dien melalui tuntunan Rasul (materi Ma’rifatu ad dien) – Ibadah, wajib dan sunnah. Da’I benar dalam ibadah wajib dan rutin ibadah sunnah serta harus punya amalan unggulan. • Kalau sudah seperti ini maka yang diberikan pun adalah kebaikan. Bila singgah di suatu tempat tidak membuat kerusakan. • Ibarat diberikan amanah di posisi manapun, maka yang dilakukan adalah islah (perbaikan) bukan malah mengacaukan barisan. Punya senjata, tapi hanya untuk musuhnya. • Musuh kita jelas, yaitu orang-orang kafir. Bukan yang berbeda jama’ah atau manhaj. • Senjata kita yaitu: – Bil bayan – Bi as sayf – Doa 10 • Cermat menentukan pilihan sehingga memilih yang baik-baik agar jama’ahnya selamat dari kesalahan karena kerja asal jadi dan tanpa terprogram. Maksudnya yaitu, • Dakwah merupakan amal jama’I jadi harus cermat (hati-hati) dalam memilih keputusan sehingga butuh keterlibatan anggota jama’ah.. Sebagai contoh, apalai di shaf murabbiyah. Maka salah satunya KM merupakan wadah yang tepat untuk menyalurkan aspirasi dan menyatukan langkah. • Ingat! Lebih baik keruh dalam berjama’ah daripada selamat tapi bersedirian. • Syaikh pernah menasehatkan: Dakwah bukan hanya butuh da’I yang paham ilmu, tapi juga strategi. • Kerja asal itu biasanya hanya karena bengkok niat. Bukan karena Allah jadinya kurang bersungguh-sungguh. Padahal dakwah itu buah dari cinta kepada Allah, rasulullah, dan agama ini. – Solusinya: diingatkan selalu dalam setiap kerja-kerja dakwah. • Kerja tidak terprogram biasanya karena kurang mengasah dan melatih diri sehingga dalam amal jama’I pun terkena imbasnya. Ini hanya butuh. – Solusinya: biasakan diri untuk beramal jama’i. 12 • Jika bersama orang-orang yang lalai, ia tetap berdzikir. Dan jik ia di tengah orang-orang yang berdzikir, ia tidak termaduk orang-orang yang lalai. Maksudnya adalah • Senantiasa ata banyak berdzikir. • Tidak boleh lalai dari dzikir karena dzikir adalah amalan yang paling ringan. Pekerjaan menjadi da’iyah, menjadi murabbiyah