Anda di halaman 1dari 18

Clinical Science session

KORIOAMNIONITIS
Riske Kharisma Putri 1740312070
ShavieraLazwardi 1740312043

Preseptor :
dr. Hj Ermawati, Sp.OG (K)
BAB 1
PENDAHULUAN
• Korioamnionitis merupakan infeksi akut pada cairan ketuban, janin dan selaput korioamnion
yang disebabkan terutama oleh bakteri. Pada kehamilan cukup bulan, korioamnionitis
didiagnosa pada sekitar 5%-7% kehamilan.
• Korioamnionitis dihubungkan dengan ketuban pecah dini dan persalinan lama

• Risiko yang dapat terjadi pada janin akibat infeksi ini adalah sepsis, respiratory distress,
kejang, perdarahan intraventrikular dan cedera neurologis yang lain. Pada ibu, risiko yang
dapat terjadi adalah sepsis, endometritis pasca persalinan, pelvik thrombophlebitis septik dan
infeksi luka
• Korioamnionitis mengakibatkan mortalitas perinatal yang signifikan, saat ini mencapai 5-25%
terutama pada neonatus dengan berat lahir rendah

• Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, epidemiologi,etiologi, faktor risiko,


patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, prognosis korioamnionitis.
• Batasan penulisan ini membahas mengenai definisi, epidemiologi,etiologi, faktor risiko,
patofisiologi, diagnosis, tatalaksana, komplikasi, prognosis korioamnionitis.
• CSS ini ditulis dengan menggunakan metode tinjauan pustaka yang merujuk dari beberapa
literatur.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
• Korioamnionitis atau infeksi intra uterin merupakan infeksi
akut pada cairan ketuban, janin dan selaput korioamnion
yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri dapat ditemukan
melalui amniosintesis transabdominal sebanyak 20% pada
wanita dengan persalinan preterm tanpa manifestasi klinis
infeksi.
Epidemiologi
• Infeksi ini berhubungan dengan ketuban pecah dini dan
persalinan lama. Korioamnionitis tersamar (‘silent’), yang
disebabkan oleh beragam mikroorganisme, baru-baru ini
muncul sebagai salah satu penjelasan kasus-kasus pecah
ketuban, persalinan prematur, atau keduanya.
Korioamnionitis meningkatkan morbiditas janin dan
neonatus secara bermakna
Epidemiologi

25% dari
partus
5-7% dari preterm
kehamilam
aterm
25% infeksi
intrauterin
disebabkan
oleh
0,5-2% ketuban
dari pecah dini
semua
persalinan
Etiologi
spesies Bacteroides, Bakteria fakultatif
Fusobacterium, Streptococcus grup B dan
Gardnerella vaginalis dan E. Coli
M. Hominis

Bacteriodes Sp (25%),
Streptokokus anaerobik, Gardnerella vaginalis (24%),
Chlamydia trachomatis, grup β streptokokkus (GBS)
Mycoplasma dan Cytoplasma (12%), streptokokus aerobik
dan Cytomegalovirus jenis lain (13%), E coli
(10%), dan Gram negatif lain
(10%).
Faktor Risiko
Semua faktor yang meningkatkan risiko pajanan
berkepanjangan ketuban janin dan/atau rongga uterus
terhadap mikroba dari vagina akan meningkatkan risiko
korioamnionitis.
penyakit kronis ibu,
Usia ibu lebih memiliki nuliparitas (karena nuliparitas status nutrisi ibu, da
peranan penting sebagai akan meningkatkan lama stres emosional,
faktor resiko. Ibu yang hamil waktu persalinan), persalinan
di usia muda memiliki prematur, ketuban pecah dini, semua hal tersebut
perilaku yang relatif kurang pemeriksaan vagina dengan bisa meningkatkan
baik dalam menjaga higiene jari, kateter intrauterin, dan kerentanan wanita
urogenitalnya, sehingga infeksi urogenital (terutama
meningkatkan risiko bakterial infeksi vagina atau serviks, terhadap infeksi
vaginosis, infeksi saluran termasuk infeksi menular dengan cara
kemih, dan infeksi asendens seksual (IMS) mempengaruhi fung
sistem imun
Patofisiologi

bakterial Persalinan
Ketuban pecah
vaginosis prematur

Persalinan nulipara

jumlah
penggunaan
pemeriksaan
monitor fetal
dalam selama
internal
persalinan
Patofisiologi
Patofisiologi
Diagnosis
Demam (suhu intrapartum > 100.4˚ F atau > 37,8˚ C)

Takikardia ibu (>120x/menit)

Takikardia janin (>160x/menit)

Cairan ketuban berbau atau tampak purulen

Uterus teraba tegang

Leukositosis ibu (leukosit 15.000-18.000 sel/mm3)

• Bila terdapat dua dari enam gejala di atas ditemukan pada kehamilan,
maka risiko terjadinya neonatal sepsis meningkat.
Tatalaksana

• cefoxitin (4x2gr), cefotetan (2x2gr), piperasilin atau

Terapi mezlocilin (4x3-4gr), ampisilin sulbaktam (4x3gr),


tikarsilin/klavulanat (4x3gr).
• Altematif lain pengganti terapi kombinasi adalah terapi

tunggal dan tunggal menggunakan imipenam/cilastatin (4x500gr),


namun penggunaannya pada kehamilan belum banyak
diteliti

kombinasi

•.

Pilihan laiin • Seksio sesarea dapat pula dipertimbangkan bila


diperkirakan persalinan belum selesai dalam interval 12
jam setelah diagnosis ditegakkan. Hal ini didasarkan dari

dengan suatu penelitian yang mengemukakan tidak terdapatnya


peningkatan infeksi neonatus jika interval antar diagnosis
dan persalinan kurang dari 12 jam, namun peningkatan

antibiotik kejadian infeksi neonatus setelah interval 12 jam belum


dapat dipastikan.
Komplikasi
• kematian fetus, sepsis neonatus, dan beberapa komplikasi postnatal lainnya.
Respon fetus terhadap infeksi yang disebut Fetal Inflammatory Response
Syndrome (FIRS) dapat menyebabkan komplikasi berikut ini. FIRS merupakan
Komplikasi kebalikan proses dari Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS).
Fetus

• 2-3 kali lipat persalinan secara perabdominan


• 2-4 kali lipat terjadinya endo
• komplikasi lainnya seperti DIC, ARDS, septic shock, kematian maternal jarang
Komplikasi terjadimiometritis, infeksi perlukaan, abses pelvik, bakteremia, dan post partum
Maternal hemorragic

• kematian perinatal, asfiksi, sepsis neonatus dini, septic shock, pneumonia,


Komplikasi intraventrikular hemorrhagic (IVH), kerusakan serebral di white matter, dan
jangka panjang kelumpuhan jangka panjang termasuk cerebral palsy
untuk neonatus
Prognosis
Korioamnionitis mengakibatkan mortalitas
perinatal yang signifikan, terutama pada
neonatus dengan berat lahir rendah.
Secara umum terjadi peningkatan 3-4 kali
lipat kematian perinatal diantara neonatus
dengan berat lahir rendah yang dilahirkan
oleh ibu dengan korioamnionitis.4 Selain
itu terjadi juga peningkatan kejadian
respiratory distress syndrome (RDS),
hemoragia intraventrikular, dan sepsis
neonatal.
BAB 3

KESIMPULAN
Korioamnionitis atau infeksi intra uterin merupakan infeksi akut pada cairan ketuban, janin dan
selaput korioamnion yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri penyebabnya biasanya polimikrobial
dan biasanya mencakup bakteri fakultatif dan anaerob. Semua faktor yang meningkatkan risiko
pajanan berkepanjangan ketuban janin dan/atau rongga uterus terhadap mikroba dari vagina
akan meningkatkan risiko korioamnionitis. Periode ketuban pecah yang lama merupakan faktor
risiko yang paling tinggi peranannya dalam patogenesis korioamnionitis. Makin lama jarak
antara ketuban pecah dengan persalinan, makin tinggi pula risiko morbiditas dan mortalitas ibu
dan janin.
Korioamnionitis terjadi akibat infeksi asenden mikroorganisme dari serviks dan vagina setelah
terjadinya ketuban pecah dan persalinan. Korioamnionitis seringkali bukan suatu gejala akut,
namun merupakan suatu proses kronis dan tidak menunjukkan gejala sampai persalinan
dimulai atau terjadi ketuban pecah dini. Bahkan sampai setelah persalinan sekalipun pada
wanita yang terbukti memiliki korioamnionitis (melalui pemeriksaan histologis atau kultur) dapat
tidak ditemukan tanda klasik diatas selain tanda-tanda prematuritas. Namun secara umum
gejala dan tanda infeksi intrapartum yaitu suhu ibu ≥ 37,8˚C dan 2 atau lebih dari kondisi
dibawah ini: takikardia ibu (>100 x/menit), takikardia janin (>160 x/menit), nyeri uterus, cairan
amnion berbau dan leukositosis ibu (>15.000 sel/mm3) .
Tatalaksana pada wanita dengan korioamnionitis biasanya dengan terapi antimikroba dan janin
dilahirkan tanpa memandang usia gestasi. Korioamnionitis jarang mengakibatkan mortalitas
maternal, namun merupakan penyebab signifikan terjadinya morbiditas maternal.
TERIMAKASIH 

Anda mungkin juga menyukai