Anda di halaman 1dari 19

M.

Rezky Saputra 172211101098


Eka Novianti S. 172211101099
Oon Fatihana 172211101100
Fitri Setyani 172211101101
Nurika Murbarani 172211101102
Made Laksmi M. 172211101103

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2018
Peraturan Perundang-undangan terkait Pedagang Besar Farmasi

Permenkes 889/2011 :Registrasi, Izin praktek & Izin kerja tenaga


kefarmasian
Permenkes 1148/2011 : Pedagang Besar Farmasi
PerKaBPOM 7542/2012 : Pedoman Teknis CDOB
Permenkes 34/2014 : Perubahan atas permenkes 1148/2011 tentang PBF
Permenkes 3/2015 : Peredaran, Pemusnahan dan Pelaporan Narkotika,
Psikotropika dan Perkusor Farmasi
Permenkes 3002017 : Perubahan Kedua atas Permenkes 1148/2011 ttg PBF
APA ITU PBF………………….??????

PBF adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memiliki izin


untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran obat dan/atau bahan obat
dalam jumlah besar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
(Permenkes RI 1148/2011)

PBF memiliki secara tetap apoteker Warga Negara Indonesia sebagai


penanggung jawab (PP51-2009; Permenkes RI 34, 2014 pasal 14)
Fungsi atau Peranan PBF

1. Tempat yang menyediakan dan menyimpan sediaan farmasi yang meliputi


obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik.
2. Sebagai sarana yang mendistribusikan sediaan farmasi ke fasilitas pelayanan
kefarmasian meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik
dan toko obat berizin.
3. PBF sebagai sarana untuk mendistribusikan sediaan farmasi di wilayah sesuai
surat pengakuannya atau surat izin edar.
4. PBF sebagai tempat pendidikan dan pelatihan
5. Membuat laporan dengan lengkap setiap pengadaan, penyimpanan,
penyaluran, perbekalan farmasi sehingga dapat di pertanggung jawabkan setiap
dilakukan pemeriksaan.

Untuk toko obat berizin, pendistribusian obat hanya pada obat-obatan


golongan obat bebas dan obat bebas terbatas, sedangkan untuk Apotek, rumah
sakit dan PBF lain melakukan pendistribusian obat bebas, obat bebas terbatas,
obat keras dan obat keras tertentu
Berdasarkan Permenkes RI 1148/2011, larangan bagi BPF terdiri dari :

1. PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara eceran.
2. Setiap PBF dan PBF cabang dilarang menerima dan/atau melayani resep
dokter.
3. PBF dan PBF Cabang dilarang menyalurkan obat keras ke toko obat.
4. PBF atau PBF cabang dilarang melakukan pengubahan kemasan bahan obat
atau pengemasan kembali bahan obat dari kemasan aslinya.
5. PBF dan PBF cabang dilarang menyimpan dan mengeluarkan obat
golongan narkotoka/psikotropika tanpa izin apoteker penanggung jawab.
Alur Proses Pengadaan

Apotek

Industri
Rumah Sakit Farmasi

PBF
Puskesmas/ Cabang
Klinik
PBF
Pusat
Toko Obat

1/16/2019
CDOB

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR HK.03.1.34.11.12.7542 TAHUN 2012

CDOB atau Cara Distribusi Obat yang Baik merupakan cara distribusi/
penyaluran Obat dan/atau bahan obat yang bertujuan untuk memastikan
mutu sepanjang jalur distribusi/ penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya.
Permenkes 1148,2011 pasal 15 :
PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan
dan penyaluran obat sesuai dengan CDOB yang ditetapkan oleh menteri
Penerapan CDOB sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) dilakukan
sesuai pedoman teknis CDOB yang ditetapkan oleh kepala badan.
PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan
sertifikat CDOB oleh kepala Badan.
Inspeksi
Diri Keluhan,Retur
Operasional Diduga Palsu
Penarikan

Bangunan
Peralatan Transportasi

Organisasi
Fasilitas
Manajemen
Distribusi
Personalia

Manajemen DAFTAR ISI


Dokumentasi
Mutu CDOB
Manajemen Setiap proses di fasilitas distribusi bertujuan untuk menjamin mutu
Mutu produk dapat dipertahankan hingga sampai ke fasilitas pelayanan
kesehatan & konsumen
Organisasi •Struktur organisasi yang jelas, dimana Apoteker sebagai penanggung jawab
Manajemen •Personil paham tanggung jawab masing-masing
Personalia •Personil paham prinsip CDOB
•Personil menerima pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai
dengan tanggung jawabnya.
Bangunan Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan yang melindungi
Peralatan produk dari kerusakan dimana sesuai dengan persyaratan yang berlaku

Operasional Operasional terkait dengan kegiatan yang dilakukan yakni:


Pengadaan, Penerimaan, Penyimpanan, Pengeluaran atau Penyaluran,
Penarikan kembali (Recall), hingga Pemusnahan Produk
Inspeksi •Dilaksanakan dalam rangka memantau pelaksanaan dan kepatuhan terhadap
Diri pemenuhan CDOB
•Untuk melakukan perbaikan yang diperlukan

Dokumentasi Setiap proses harus disertakan dengan dokumentasi sebagai data


• Surat pesanan
• Faktur/ surat penyerahan barang
• Dok pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan pelaporan
• Prosedur tertulis
• Dokumen lain seperti catatan kegiatan, pelatihan, inspeksi diri, dll
Tugas Apoteker
1. Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistem
manajemen mutu.
2. Fokus pada pengelolaan kegiatan yg menjadi kewenangannya
3. Mengelola program pelatihan personil yang terkait dalam kegiatan distribusi
4.Mengkoordinir kegiatan penarikan obat
5. Mengawasi penanganan keluhan pelanggan
6. Melakukan kualifikasi pemasok dan pelanggan
7. Meluluskan obat/bahan obat kembalian untuk dikembalikan ke stok
8. Berperan dalam perjanjian kontrak
9. Memastikan inspeksi diri dijalankan
10. Mendelegasikan tugasnya kepada apoteker/tenaga teknis kefarmasian jika
berhalangan
11. Turut serta dalam pengambilan keputusan untuk karantina atau
pemusnahan obat/bahan obat
12. Memastikan pemenuhan persyaratan obat
Studi kasus I
Seorang medrep dari Industri Farmasi Alfabet menawarkan dan menjual obat termasuk obat
keras kepada dokter X dalam jumlah besar. Dokter X kemudian menerima tawaran dan
menuliskan pesanan melalui resep. Oleh medrep kemudian resep dokter tersebut di bawa ke
apotek Waras Farma (panel), lalu apotek Waras Farma tersebut membuat surat pesanan resmi
ke PBF Serong, selanjutnya PBF Serong akan menjual obat ke apotek Waras Farma dengan
diskon khusus (20%). Pihak apotek mengirimkan obat ke dokter atau klinik dan selanjutnya
melakukan penagihan ke dokter X.

Bagaimanakah kajian terhadap kasus di atas, ditinjau dari peraturan perundang-


undangan kefarmasian yang berlaku di Indonesia?
Pengertian dan Fungsi PBF

Pedagang Besar Farmasi adalah


perusahaan berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk
Fungsi
pengadaan, penyimpanan,
penyaluran perbekalan farmasi
dalam jumlah besar sesuai Untuk melakukan pengadaan,
ketentuan peraturan perundang- penyimpanan, dan penyaluran
perbekalan farmasi dalam
undangan. jumlah kecil maupun jumlah
besar sesuai ketentuan
perundang-undangan yang
berlaku.

Menyalurkan perbekalan
farmasi ke apotek, rumah sakit,
atau unit pelayanan kesehatan
lainnya yang ditetapkan
Menteri Kesehatan, toko obat
dan pengecer lainnya.
Definisi Apotek menurut Adalah sarana pelayanan kefarmasian
(Permenkes No 73 tahun 2016) tempat dilakukan praktik kefarmasian
oleh Apoteker

Praktik apotek panel dilakukan dengan alasan untuk


meningkatkan omzet apotek. Apotek panel terjadi
karena apoteker melupakan tanggung jawab
profesinya demi mendapatkan keuntungan.
PMK RI NO. 1148 THN 2011 TENTANG PBF

Pasal Pasal
16(1) Setiap PBF atau PBF 18
Cabang wajib melaksanakan
dokumentasi (1) PBF dan PBF Cabang hanya
pengadaan, penyimpanan, dan dapat menyalurkan obat kepada PBF
penyaluran di tempat usahanya atau PBF Cabang lain, dan fasilitas
dengan mengikuti pedoman pelayanan kefarmasian sesuai
CDOB. ketentuan peraturan perundang-
undangan.

(2)Dokumen sebagaimana (2) Fasilitas pelayanan kefarmasian


dimaksud pada ayat (1) dapat sebagaimana dimaksud pada ayat
dilakukan secara elektronik. (1)
meliputi:
a. apotek;
b. instalasi farmasi rumah sakit;
(3) Dokumentasi sebagaimana c. puskesmas;
dimaksud pada ayat (1) dan ayat d. klinik; atau
(2) setiap e. toko obat.
saat harus dapat diperiksa oleh
petugas yang berwenang.
• Melanggar UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 98 ayat 2.
• Pengadaan, penyimpanan, pengolahan, promosi, dan mengedarkan obat dan bahan yang
berkhasiat obat hanya dilakukan oleh orang yang memiliki keahlian dan kewenangan.
Pelanggaran pasal ini dapat dikenai denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta
rupiah).

• Melanggar PP 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 21 dan 22


• Untuk dokter atau dokter gigi yang tidak berada di daerah terpencil tanpa apotek dan tidak
memiliki Surat Tanda Registrasi, tidak boleh meracik dan menyerahkan obat kepada pasien.

• Surat Edaran IAI Nomor 215/PP-IAI/VI/2011 tentang Larangan Praktik Panel dengan sanksi
maksimal yaitu pencabutan rekomendasi apoteker yang bersangkutan.

• Kode Etik Apoteker pasal 5


• Dalam menjalankan tugasnya Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan
diri semata.
Dalam menjalankan tugasnya Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari
keuntungan diri semata.

Hal yang dapat direkomendasikan terhadap kasus ini adalah:

Pemerataan sarana kesehatan untuk daerah-daerah terpencil


supaya meminimalisir apotek panel karena adanya
permintaan dari tenaga kesehatan lain yang tidak
berwenang untuk melakukan dispensing obat

Penindakkan tegas kepada apoteker, sarana kesehatan,


industri, distributor dan PSA jika terbukti ikut andil
dalam prektik apotek panel.

Perlu dibuat regulasi mengenai apotek panel supaya


dapat menindaklanjuti pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh apotek panel serta PBF yang
bersangkutan.
Studi kasus 2
dr Heriyanto Budi merupakan dokter umum Kelas 1 di LP Surabaya di Porong. Namun Ia juga
membuka praktik "tersembunyi" di rumah, dikarenakan pelang praktiknya tidak dipasang di
depan rumah, tetapi dipasang di dalam ruang praktik. dr Heriyanto Budi membuka praktik di
rumah dengan pasien khusus, yaitu orang yang ketergantungan narkotika. Yang membuatnya
bermasalah yaitu dr Budi memberikan dan menjual obat penenang yang tergolong narkotika
golongan III, yaitu suboxone (buprenorphine dan naloxone), alprazolam, xanax, dan calmlet.
Obat ini biasanya digunakan untuk pasien yang tengah sakaw, misalnya korban putaw, heroin,
dan sejenisnya. Menurut AKBP Suparti, dokter Budi tidak berhak untuk memberi layanan
seperti itu. Ia dokter umum, seharusnya dilakukan oleh dokter spesialis kejiwaan. Ditambah
lagi, pemberian obat-obatan tersebut tidak dilakukan dengan benar, misalnya suboxone harus
ditaruh di bawah lidah pasien, namun yang dilakukan dr Budi, pasien datang membeli obat dan
dipersilakan pulang.

Bagaimanakah kajian terhadap kasus di atas, ditinjau dari peraturan perundang-


undangan kefarmasian yang berlaku di Indonesia?
• UU Narkotika Pasal 122 ayat(2)
• Dalam hal perbuatan memiliki,menyimpan,menguasai atau menyediakan narkotika golongan
III beratnya melebihi 5 gram ,pelaku dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama
10 tahun dan pidana dengan paling banyak Rp 3 miliar ditambah 1/3.

• UU Narkotika Pasal 124 ayat [1]


• Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima,
menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan Narkotika Golongan III, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).

• UU Praktik Kedokteran tahun 2004 pasal 41.


• Dokter yang telah mempunyai surat izin praktik dan menyelenggarakan praktik
kedokteran wajib memasang papan nama praktik kedokteran.

• Dokter melakukan Dispensing obat degan cara meracik sendiri obat subuxone yang dicampur
dengan alprazolam dengan diubah bentuk menjadi sediaan injeksi
Hal yang dapat direkomendasikan terhadap kasus ini adalah:

Perketat pengawasan dari BNN dan PBF terhadap


mitra bisnis (Apotek) dalam kasus ini apotek dan
dokter tidak menampilkan papan nama dan praktek
doker didepan tempat praktek.

Penindakkan tegas kepada dokter umum yang


melakukan peresepan pada pasien yang
seharusnya dilakukan oleh dokter spesialis.

Harus ada tindakan tegas APA dalam pengadaan


& penggunaan narko/psiko, terutama bila
pengobatan/resep tidak sesuai prosedur

Anda mungkin juga menyukai