ALDES JUMIANASARI
71170891116
Pendahuluan
Ototoksik berdasarkan kata pembentuknya dalah “oto” yang berarti telinga dan
“toksik” yang berarti keracunan, yang disebabkan oleh paparan dari obat – obatan
atau zat kimia yang merusak telinga bagian dalam (vestibulecochlear) yang
berfungsi untuk keseimbangan dan pendengaran.
Gangguan dengar atau keseimbangan yang permanen akibat pengunaan obat
ototoksik dapat menimbulkan akibat yang serius pada aspek komunikasi,
pendidikan dan social dari kehidupan pasien
ANATOMI TELINGA
Telinga Luar:
o Auricula (daun
telinga)
o MAE (liang telinga)
Telinga Tengah:
o Membran timpani
o Cavum Timpani
o Tuba Eustachius
Telinga Dalam:
o Cochlea
o Vestibuli
TELINGA LUAR
TELINGA TENGAH
MEMBRAN TYMPANI
TELINGA DALAM
F ISIOLOGI P ENDENGARAN
Proses mendengar
diawali dengan
Proses Konduksi
Proses
transmisi
– Tinitus
– Vertigo
– Gangguan pendengaran
Jenis-jenis obat ototoksik
– Aminoglikosida
Obat sel rambut pada organ corti kompleks aminoglikosida + Fe
mengaktifkan substansi reactive oxygen species JNK mitokondria sel sensorik
melepaskan Cyst C
– Eritromisin
Terjadi kerusakan pada striae vaskularis yang mengakibatkan gangguan potensial
ionic
– Loop dieuretics
Kerja protein ko-transporter konsentrasi Na edema penurunan potensial
positif endolimfe
– Obat anti inflamasi
Salsilat menghambat protein membran (prestin) dari sel rambut luar koklea
memfasilitasi elektomotilitas melalui translokasi transmembrane dari anion
monovalentn sehinggan mempengaruhi daya choclear amplifer.
– Obat anti malaria
Dapat melalui plasenta sehingga terjadi tuli kongenital dan hypoplasia koklea
– Obat anti tumor
Terbentuknya Radikal bebas menyebabkan kematian sel apoptoxic yang mediasi
mitokondria dan dimediasi sehingga menyebabkan kehilangan pendengaran yang
permanen
– Obat tetes telinga topical
Neomisin dan polimiksin B dapat menembus membran tingkap bundar (round
window membrane)
Diagnosis
– Anamnesis
– Pemeriksaan fisik
Otoskopi
Pemeriksaan pendengaran dan keseimbangan
– Pemeriksaan Audiologi
Ultra high frequensi audiometri
Otoacoustic emission (OAE)
Penatalaksanaan
– Soepardi E. A., Iskandar N.,dkk.2006. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hindung
Tenggorokan Ed. V.Jakarta:FKUI.
– Adams, G. L., Boies, L. R., dkk. 2014.Buku Ajar Penyakit THT Ed.IV. Jakarta:EGC
– Miller, MonicaL., Blakenship, Crystal. Ototoxicity. Dalam Tisdale J, Miller D.
Drug-induced disease. Edisi kedua.amerika: ASHP, 2010, h. 1049-1054
– Mudd PA. Inner Ear, Ototoxity. Article in emdicine. 2008. Available from :
hhtp:emedicine.medscape.com/article/873963-overview
– Schumman RM. Ototoxity. In Bailey BJ. Head & Neck Surgery Otolaryngology, 4th
Edition. 2006 Lippincott Williams & Wilkins. Chapter 148, p645.
– Santosa, Y. I., 2010. Ototoksisitas. Bandung : Fakultas kedokteran universitas padjajaran
– Chamber, Henry F. Senyawa antimikroba makrolida. Dalam L Hardman Joel, Limbird Lee, E. Dasar
farmakologi terapi. Volume 2. Jakarta : EGC,2007, h.1230-1231
– Reiter RJ, Tan D, Korkmaz A, Fuentes BL. Drug-mediated ototoxicity and tinnitus : allevatiom with
melatonin. Journal of Physiology and Pharmacology.2011, h 1-7.
– Durrant JD, Campbell K, Fausti S, Guthrie O, Jacobson G, Poling G. Ototoxicity monitoring.
American Academy of Audiology Position Statement and Clinical Pratice Guidelines. 2009, hal. 5-
25.
– Van der heijden AJ, Tibboel D, Bogers AJ. Cohen AF, Helbing WA. Optimal furosemid therapy in
critically ill infants. 2007, h. 15-16
– DatenPDF.2016.Gangguan Pendengaran Akibat Obat Ototoksik