Anda di halaman 1dari 21

MANAJEMEN ZAKAT

By

SIRADJUDDIN
Pendahuluan
• Zakat - salah satu ibadah pokok yang menjadi kewajiban
bagi setiap individu (Mukallaf) yg memiliki harta untuk
mengeluarkan harta tersebut sesuai dengan aturan2 yang
berlaku dalam zakat itu sendiri.
• Zakat merupakan rukun Islam ketiga setelah Syahadat &
Shalat, sehingga merupakan ajaran yang sangat penting
bagi kaum muslimin.
• Zakat mempunyai peran penting dlm pemberdayaan
ekonomi umat
• Kewajiban shalat dan manfaatnya bagi kaum muslimin
sangat faham yaitu membentuk keshalehan pribadi.
• Namun tidak demikian pemahamaannya terhadap ke-
wajiban terhadap zakat yg berfungsi untuk membentuk
keshalehan sosial.
• Implikasi keshalehan sosial sangat luas, kalau saja
kaum muslimin memahami tentang hal tersebut.
• Secara etimologis zakat berarti, berkah, bersih, ber-
kembang dan baik. Dinamakan zakat karena, dapat
mengembangkan dan menjauhkan harta yang telah
diambil zakatnya dari bahaya. Menurut Ibnu Taimiah,
hati dan harta orang yang membayar zakat tersebut
menjadi suci dan bersih serta berkembang secara
maknawi.
• Secara terminologi zakat berarti, sejumlah harta ter-
tentu yg diwajibkan oleh Allah swt. untuk diberikan
kepada para mustahik yg disebutkan dlm Al-Qur’an
 bisa juga berarti sejumlah tertentu dari harta ter-
tentu yang diberikan untuk orang tertentu.
• Namun, jika melihat kondisi empirik di sekitar kita,
fenomena kemiskinan justru menjadi pemandangan
yang paling mencolok dari umat Islam. Bahkan,
kemiskinan tersebut menjadi permasalahan utama
umat saat ini, karena kemiskinan tersebut menjadi
pembuka pintu kemunduran umat dalam aspek yang
lainnya.
• Jumlah penduduk miskin (dgn pengeluaran / kapita /
bulan di bawah grs kemiskinan) di Indonesia Maret
2011 mencapai 30,02 jt orang (12,49%) atau turun
sebesar 0,84% dibandingkan dgn penduduk miskin
Maret 2010 yang sebesar 31,02 juta orang (13,33%).
• Pada sisi lain berdasarkan hasil pengkajian Baznas,
potensi zakat profesi satu tahun di Indonesia bisa men-
capai sekitar Rp. 32 triliun. Besarnya potensi zakat
sesungguhnya bisa menggantikan hutang luar negari.
Bahkan, menurut Eri Sudewo (2007), penanganan
kemiskinan dgn mendorong perkembangan zakat lebih
baik dibandingkan dengan berutang ke luar negeri.
• Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: “mengapa
potensi zakat yang begitu besar belum tergali secara
optimal dan belum mampu mewujudkan pesan-pesan
keadilan, yang sebenarnya merupakan spirit utama
kedermawanan dalam Islam
Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan dan
Peran Zakat
• Kemiskinan merupakan sebuah kondisi hidup yg
serba kekurangan
• Kemiskinan adalah salah satu penyebab muncul-
nya permasalahan ekonomi karena lemahnya
sumber penghasilan
• Aspek primer – terlihat dari asset, politic social
organizational, knowledge and skill
• Aspek sekunder – terlihat dari kemiskinan jaring-
an sosial, sumber2 keuangan, dan informasi
• Kemiskinan terjadi buka semata faktor yang ber-
sifat ekonomi, ttp juga budaya, sosial dan politik
Penyebab utama kemiskinan - lemahnya capital
Pendidikan
Ketidakmampuan
memanfaatkan &
mengembangkan SDA

Sosial, Budaya dan Rendahnya


Politik produktivitas

Etos kerja
rendah
Pembentukan Modal Pendapatan Rendah
Rendah

Tabungan dan Insentif


Rendah
Peran Zakat
Keberislaman Meningkatkan Kualitas
SDM, penyediaan
Sarana dan Prasarana

Pembentukan Modal SDA Termanfaatkan


Terpenuhi secara Optimal

Tabungan & Insentif Produktivitas Tinggi


Tinggi

Pendapatan Riil Tinggi


Pengelolaan Zakat
• Mewujudkan peran zakat sebagai suatu kekuatan
umat, dan mampu menjadi solusi bukan alternatif
u/ mengentaskan kemiskinan, maka zakat perlu
dikelola & diberdayakan & tentu saja membutuh-
kan sinergi dari berbagai pihak
• Sejarah Islam telah membuktikan terwujudnya
pemerataan kesejahteraan secara gemilang.
Periode pemerintahan Umar bin Abdul Aziz pada
masa Bani Umayyah (717-719 M) yang hanya
berjalan sekitar tiga tahun dicatat sebagai masa
kegemilangan umat Islam di dalam keadilan dan
kesejahteraan
• Pada masa itu, jumlah Muzakki terus meningkat,
namun jumlah Mustahik yang menerima zakat
terus menurun, bahkan habis sama sekali. Hingga,
Umar bin Abdul Azis menuturkan, “Kami berjalan
keliling menemui rakyat membawa harta zakat
untuk diserahkan kepada orang banyak, tetapi
tidak ada orang yang mau menerimanya”.
• Masa Khalifah Umar bin Khattab (634-644M),
Khalifah Umar mengeluarkan kebijakan memberi
jaminan pemenuhan kebutuhan pokok bagi fakir
miskin, baik Muslim maupun Dzimmi (warga
non-Muslim).
• Bahkan, Baitul Maal pada masa Umar ikut mem-
biayai pernikahan bagi Muslim yg tidak mampu,
membayar utang2 rakyat yang tidak mampu dan
memberikan bantuan bagi petani. Begitu penting-
nya Zakat sebagai salah satu pilar penegak agama,
Khalifah Abu Bakar merasa perlu mengirimkan
pasukan untuk melawan orang2 yang murtad dan
para pembangkang yang tidak mau membayar zakat
• Dlm distribusi zakat, pola yg digunakan hendaknya
bukan hanya berdampak pada hilangnya kemiskin-
an secara ablosut, namun idealnya juga menjadi
pendorong bagi pertumbuhan ekonomi dalam
masyarakat.
• Itulah yang terjadi di masa Umar bin Abdul Aziz, di
mana zakat disalurkan tidak hanya untuk memenuhi
konsumsi masyarakat, namun lebih dari itu, Khalifah
Umar menggunakan dana zakat yg terkumpul secara
produktif untuk mentransformasi mustahik menjadi
muzakki, sehingga tdk seorang pun yg pada akhirnya
mau menerima zakat.
• Kedermawanan para Muzakki, kejujuran dan profesi-
onalisme amil zakat serta dukungan pembuatan
kebijakan di pemerintahan. Sehingga zakat sebagai
salah satu pilar yang menegakkan Islam bukan hanya
menjadi wacana kepedulian terhadap permasalahan
umat, namun lebih dari itu benar-benar menjadi solusi
nyata pengentasan kemiskinan
Pembaharuan Pengelolaan Zakat
Melihat potensi dan mengembalikan zakat pada
peran strategisnya, maka pembaharuan dalam
pengelolaan zakat menjadi penting u/ dilakukan.
Beberapa aspek yg perlu dilakukan pembaharu-
an, yaitu:
1. Aspek Pemahaman
2. Aspek Manajemen
3. Aspek Hukum
4. Aspek Pendayagunaan
Aspek Pemahaman
 Cara pandang – artinya zakat jangan dilihat
hanya dari persoalan fikihnya (ibadah) - terkait
dengan soal legal formalnya saja, tetapi harus
dilihat juga dari persoalan sosial ekonomi,
sehingga zakat dapat lebih diberdayakan
 Yusuf Qadrawi dlm “fiqh al-zakat” mengata-
kan zakat tidak hanya dilihat dari sisi ajaran
normatifnya, tetapi juga harus dilihat dari sisi
historis dan filosofinya
Aspek Manajemen
 Pembaharuan terkait manajemen sudah sangat
jelas diatur dalam UU No. 38 tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat, kemudian KMA No. 581 dan
Keputusan Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji
No. D/29 tahun 2000. yg didalamnya menjelas-
kan 3 hal pokok dalam pengelolan zakat, yaitu:
unsur pertimbangan, unsur pengawas dan unsur
pelaksana.
 Persoalan yang paling krusial saat ini terkait dgn
pemberdayaan zakat a/ persoalan manajemen
 Karena itu, persoalan zakat hrs dikelola secara
profesional, agar berkontribusi pd kesejahteraan
 Sistem rekruitmen pengelola zakat harus dilakukan
secara terbuka untuk dpt menjaring pengelola zakat
yang profesional sesuai dengan bidang-bidang yang
dibutuhkan dalam memajukan kelembagaan amil
zakat – selama ini sistem rekruitmen tertutup & tidak
kompetitif karena diserahkan ke Depag kemudian di-
sahkan oleh Presiden/gubernur/bupati/camat.
 Selama ini pengelola zakat direkrut dari pejabat atau
mantan pejabat, sehingga keseriusan dan energitas
sangat lemah
 Selain itu sistem penggajian juga masih sangat
lemah
Aspek Hukum
 Zakat hrs dipandangn sebagai sebuah hukum, karena
itu, pelaksanaan hukum zakat dilaksanakan menurut
hukum yang berlaku dan tidak lagi hanya merujuk
kepada ketentuan2 dalam kitab fikih atau fatwa ulama
 Pelaksanaan aturan hukum dalam konteks modern
harus memenuhi 3 aspek, yaitu:
 Aspek kepastian – hukum harus dilaksanakan atas
kepastian. Kehadiran rule of recognition ad. suatu
aturan yg memberikan pengakuan terhadap teks-
teks lama untuk dijadikan sebagai aturan hukum
yang menjadi solusi atau jalan keluar
 Aspek kemungkinan bisa berubah – aturan hukum
dan ketentuan yang memungkinkan dilakukannya
perubahan bila memang keadaan yg menginginkan.
Karena itu, rule of change sangat diperlukan, yaitu
aturan yang memberikan kewenangan kepada badan
tertentu untuk menciptakan hukum baru or merevisi
hukum yang lama
 Aspek Jaminan terhadap pelaksana hukum – kehadir-
an rule of adjudication yg memberikan aturan untuk
mengadili & memberikan hukuman kepada pelanggar
hukum menjadi keharusan
• Kebutuhan dan kehadiran UU Zakat sangat terkait
dengan pengelolaan zakat
• Fakta menunjukkan bahwa pengelolaan zakat selama
ini dilaksanakan di atas aturan hukum yang tingkat
kepastiannya rendah, yaitu:
 Polemik mengenai ketentuan zakat profesi, sebagi-
an ulama wajib dan sebagian lagi tidak, kemudian
nisab dan kadar zakat profesi – MUI menetapkan
85 gram emas & kadar zakatnya 2,5%. Sementara
Amin Rais mengusulakn antara 10 – 20%.
 Masih banyak orang yang berpenghasilan tinggi,
namun tidak bayar zakat.
Kedua kenyataan inilah yang menyebabkan potensi
zakat yang besar belum dapat digali secara optimal
Aspek Pendayagunaan
 Pendayagunaan terkait dgn pemanfaatan dana zakat
 Selama ada kesan bahwa zakat melanggengkan ke-
miskinan, karena dilihat dari penerimaan zakat yang
tidak pernah berubah statutsnya sebagai mustahik
zakat. Padahal maqashid al-Syari’ah dari zakat itu
sendiri - mengentaskan kemiskinan
 Perubahan pola pemberian zakat dari pola konsumtif
ke pola produktif
 Pola produktif
 Modal kerja atau pinjaman lunak
 Pendirian industri2 yang dapat menampun banyak
tenaga kerja
 Pusat pelatihan Amil

Anda mungkin juga menyukai