Anda di halaman 1dari 25

Seorang penderita dengan sindrom

poliuria pasca-obstruksi

Rensa, Ketut Suwitra, Jodi SL, Wayan Sudhana, Yenny Kandarini

Divisi Ginjal dan Hipertensi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam


FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar
KASUS

 Laki-laki, suku Timor, umur 59 tahun


 Keluhan Utama: tidak bisa kencing sejak 4 minggu SMRS
 Keluhan lain: nyeri di kedua pinggang, hilang timbul,
namun tanpa disertai demam
 Riwayat kencing bercampur darah sekitar 6 minggu SMRS,
sebanyak 2 kali namun setelah itu kencing kembali normal
 USG Abdomen: hidronefrosis berat bilateral, batu atau
tumor di saluran kemih (-)
 Nefrostomi bilateral di rumah sakit sebelumnya(+)
 Riwayat pembesaran prostat (+)
KASUS

Pemeriksaan fisik:
 CM, TD: 110/70 mmHg, N: 80 kali/ menit, reguler, Tax 37 oC, RR: 20
kali/menit, BB: 52 kg, TB: 160 cm, BMI: 20,3 kg/m2

 Mata dan THT : dalam batas normal


 Toraks: jantung dan paru: dalam batas normal
 Abdomen: nefrostomi dextra (+), drain (+), luka terawat dengan
baik, nefrostomi sinistra sudah ditutup.

 Ekstremitas: dalam batas normal


KASUS
Pemeriksaan Laboratorium:

22/6/09 22/6/09 URINALISIS (22/6/09)


 pH : 5,0
WBC 8,67x10 3 BUN 24,7
 Leukosit: 500/μL(+4)
Hb 8,66 g/dL SC 1,13  Nitrite: (-)

Hct 23,3 % Na+ 114,6  Protein: 75 (+2)


 Glukosa: -
MCV 82,5 fL K+ 2,92
 Keton : -
MCH 26,7 pg GDS 98  Urobilinogen: n
PLT 303x103 CCT 44.8  Bilirubin: -
Osm 243,46  SEDIMEN:
 Leukosit:banyak/LPB
 Eritrosit:banyak/LPB
PSA 6,88 (N:0,27-0,42)  Epitel: -

CEA 3,49 (N:<5)  Kristal:-

AVP 2,1 (N:1,0-13,3)


KASUS

 APG
(Antegrade Pyelography):

Kesan:

- Hidronefrosis Ren
dekstra

- Kinking ureter dekstra


1/3 proksimal dan 1/3
medial

- Hidroureter dekstra
KASUS

 USG UROLOGI
Kesan:

- Hidronefrosis ringan dekstra


- Kista ren dekstra(Ø1,75 cm)
- Pembesaran prostat
(uk. 4,29x4,97x4,9 cm)
Pemantauan CM-CK

mL/24 jam

Hari Ke-

Gambar 2a. Pemantauan cairan masuk dan keluar pada hari perawatan ke 1-30
Pemantauan CM-CK

mL/24 jam

Hari Ke-

Gambar 2a. Pemantauan cairan masuk dan keluar pada hari perawatan ke 31-60
 Pemberian terapi untuk pasien dimulai dengan pemberian
IVFD NaCl 3% 20 tetes/menit dengan pengawasan kadar
Natrium serum setiap 6 jam, sampai kadar nya mencapai 130
mmoL/L.

 Pemberian total cairan diperhitungkan berdasarkan produksi


urine setiap harinya, dimana jumlah cairan yang masuk tidak
melebihi 2/3 dari volume urine per hari nya

 Pada awal pemantauan pasien, didapatkan pula produksi


urine 4200 mL/24 jam dengan jumlah cairan masuk saat itu
600 mL/24 jam. Pemantauan setiap harinya didapatkan hasil
yang fluktuatif, dengan jumlah urine maksimal yaitu 9900
mL/24 jam dengan cairan masuk 2800 mL/24 jam
 Pada hari ke-43 perawatan, pada pasien dilakukan
tindakan TUR-P (Trans-Urethral Prostatectomy).

 Hasil dari pemeriksaan histopatologi dari sediaan


jaringan prostat adalah nodular adenomatous
hyperplasia
PEMBAHASAN

 Sindrom poliuria dapat terjadi pada beberapa keadaan, khususnya


pada gangguan fungsi ginjal, baik penyakit ginjal akut maupun
penyakit ginjal kronik.
 Poliuria biasanya disertai dengan gejala lain akibat kegagalan ginjal
memekatkan air kemih
 Gangguan kemampuan ginjal untuk memekatkan air kemih
disebabkan oleh beberapa keadaan, antara lain: ketidakmampuan
sekresi ADH (anti-diuretic hormone) oleh hipofisis posterior atau
ketidakmampuan tubulus distal dan koligentes untuk merespon ADH.
 Kondisi lain adalah pada kondisi pasca obstruksi saluran kemih,
dimana bila penyebab obstruksi dihilangkan maka biasanya gangguan
ginjal yang terjadi cepat membaik. Pada masa penyembuhan
seringkali timbul keadaan poliuria pasca obstruksi.
PEMBAHASAN

 Obstruksi saluran kemih itu sendiri dapat dibedakan


menjadi obstruksi yang bersifat kongenital, intrinsik
maupun ekstrinsik.
Tabel 1. Penyebab Obstruksi saluran kemih
Julian L. Seifter, Barry M. Brenner. Urinary tract obstruction.
Harrison’s principle of internal medicine 17th edition: 2008, pg: 1722.
PEMBAHASAN

 Pada pasien ini :


 Obstruksi saluran kemih (+)

 Hidronefrosis (+)

 Nefrostomi bilateral (+)

 poliuria (+): maksimal 9,9 L/ 24 jam


 Poliuria terjadi karena obstruksi saluran kemih akan
menurunkan sensitivitas tubuli terhadap hormon anti-
diuretik (ADH), bila sumbatan dihilangkan maka terjadi
poliuria karena sensitivitas terhadap ADH belum pulih.
 Fase poliuria biasanya terjadi singkat, beberapa hari sampai
satu minggu.
 Pada pasien  Poliuria terjadi selama 45 hari
PEMBAHASAN

 Poliuria  volume urin > 3 liter dalam 24 jam


 Berbeda dengan “kencing sering” (urinary frequency =
polakysuri), dimana frekuensi berkemih (miksi) lebih sering
tetapi volume urine total tidak melebihi 3 liter dalam 24 jam.
Jadi poliuria harus didasarkan pada pengukuran jumlah urin
24 jam, bukan atas dasar frekuensi miksi.

 Menurut Brenner, poliuria dibagi menjadi 2 macam, yaitu


poliuria non fisiologis dan fisiologis.

 Etiologi poliuria : diuresis dan solute diuresis. Kedua


golongan tersebut dibagi lagi menjadi appropriate dan
inappropriate.
Appropriate Inapropriate

Water diuresis Primary poydypsia Central Diabetes


Incipidus (CDI)
Intravenous infusion
(U.osm<250 mosmol/kg)
of dilute solutions Nephrogenic Diabetes
Incipidus (NDI)

Solute Diuresis Saline loading Hyperglycemia

Postobstructive High Protein tube


(U.osm>300 mosmol/kg)
diuresis feeding

Na+ wasting
nephropathy

Tabel 2. Etiologi poliuria


PEMBAHASAN

 Water diuresis dan solute diuresis dibedakan atas


derajat osmolalitas urin.
 Pada water diuresis < 250 mosmol/kg sedangkan pada
solute diuresis > 300 mosmol/kg
 Natrium wasting nephropathy disebut juga salt-losing
nephritis, adalah sekelompok penyakit ginjal yang bisa
meloloskan dalam jumlah banyak natrium lewat urin
disertai poliuria.
 Disamping poliuria, pasien sering disertai hypovolemic
hyponatremia.
PEMBAHASAN

 Beberapa faktor yang dapat menyebabkan kondisi poliuria


pasca obstruksi :
 bertahannya efek diuretik osmotik

 kapasitas reabsorbsi ↓ akibat kerusakan tubulus renal

 aktivasi dari faktor natriuretik

 produksi prostaglandin E2 dan F2 oleh ginjal ↑


PEMBAHASAN

 Kerusakan tubulus renal dapat menyebabkan


respon terhadap hormon anti diuretik (ADH) me↓
 Hal ini berkaitan pula dengan pe↓an produksi
ADH-dependent cAMP.
 Proses penyembuhan dari fungsi ginjal setelah
obstruksi dihilangkan juga tergantung dari derajat
dan lamanya terjadi obstruksi, dan apakah
obstruksi bersifat bilateral atau unilateral, serta
ada atau tidaknya infeksi.
PEMBAHASAN

 Sindrom poliuria pasca-obstruksi:produksi urin melebihi 0,5-


1 L per jam yang terjadi setelah obstruksi dihilangkan.
 Diuresis yang terjadi lebih bersifat osmotik dan biasanya
hanya berlangsung 24-48 jam.
 Proses selanjutnya adalah pengeluaran natrium berlebihan
melalui urine yang dapat berlangsung selama 72 jam
 Pemantauan yang ketat terhadap keseimbangan cairan dan
elektrolit harus dilakukan untuk mencegah terjadinya
dehidrasi, hipotensi dan gangguan elektrolit serta
pemanjangan fase diuresis akibat over-hydration.
PEMBAHASAN

 Pada 24 jam pertama setelah obstruksi dihilangkan:


pemantauan produksi urine dilakukan setiap jam.

 Bila produksi urine melebihi 200 mL/jam, maka


penggantian cairan yang diberikan adalah 80% dari
produksi urine per jam secara intravena dengan NaCl
0,9% atau 0,45%.

 Dosis pemeliharaan untuk penggantian cairan yang


efektif untuk kondisi ini dikatakan tidak boleh melebihi
dua per tiga (2/3) dari produksi urine.
PEMBAHASAN

 Apabila didapatkan produksi urine ± 3 L/hari, maka


penggantian cairan dianggap telah cukup.

 Pada beberapa kasus, dimana poliuria dan defisit


elektrolit yang terjadi cukup berat, pemberian cairan
intravena harus disertai dengan penggantian elektrolit
sesuai dengan kebutuhannya secara tepat.

 Kondisi ini biasanya disebabkan oleh defek intrinsik


yang cukup berat pada fungsi reabsorbsi dari tubulus
renal.
DASAR DIAGNOSIS SINDROM POLIURIA PASCA-OBSTRUKSI

Teori Kasus

Obstruksi saluran kemih + +

Volume Urine /24 jam ( pasca obstruksi) > 3 Liter 4,2 – 9,9 Liter
Durasi Poliuria Beberapa hari sampai 1 45 hari
(Pasca- Obstruksi) minggu
Gangguan elektrolit + +

“Self-limiting” + +
RINGKASAN

 Telah dilaporkan kasus seorang penderita dengan sindrom poliuria


pasca-obstruksi saluran kemih. Dimana, obstruksi saluran kemih
pada pasien ini bersifat intrinsik yaitu adanya pembesaran prostat
dan kinking ureter kanan.

 Setelah kondisi obstruksi diatasi, terjadi sindrom poliuria


mencapai 9,9 L/24 jam.

 Dengan pemantauan serta koreksi terhadap gangguan


keseimbangan cairan dan elektrolit yang tepat, maka kondisi ini
tidak menjadi semakin buruk dan fase penyembuhan ini dapat
terlewati dengan baik.
Terima

Anda mungkin juga menyukai