Anda di halaman 1dari 6

KASUS PELAYANAN KEFARMASIAN DI

Syafira Tsany Aziza11008


Ugal Amroe 11011
Urfa Syahidah A 11014
APOTEK Yulinda Rizki N A 11019
Wisnu Fikri A 11022
PERMASALAHAN KASUS
•Terkait standar pelayanan kefarmasian, sumpah dan kode etik
Tenaga Teknis Kefarmasian di sektor pelayanan, apa yang
seharusnya dilakukan anda sebagai TTK pada saat bekerja di
Apotek KN tersebut dan ternyata dalam perjalannya Apotek
tersebut kedapatan menjual obat-obatan psikotropika secara
bebas?

•Apabila anda sebagai PSA (Pemilik Sarana Apotek) sekaligus


TTK di apotek tersebut langkah kongkrit apa yang harus di
lakukan untuk menyelesaikan masalah di atas?
KASUS PELAYANAN DI APOTEK: KONDISI PASIEN
APOTEK KN MEMPRIHATINKAN
Diketahui Apotek KN beberapa bulan yang lalu kedapatan menjual obat-obatan psikotropika secara bebas
sehingga dilakukan penutupan paksa oleh lembaga yang berwenang. Kasat Narkoba Polresta Kompol Dodo
Hendro Kusumo mengatakan pasien di Apotek KN, Yogyakarta yang diserahkan ke Satnarkoba Polresta
Yogyakarta kondisinya memprihatinkan. Hal itu dapat dilihat selama pemeriksaan terlihat jelas para pasien
masih ketergantungan psikotropika.
Berdasarkan pemilahannya, mereka adalah korban psikotropika yang harus disembuhkan, penderita suatu
penyakit yang disarankan dokter untuk mengonsumsi dua jenis psikotropika itu, misal karena insomnia dan
depresi, dan juga karena efek kecelakaan sehingga terkena sarafnya dan harus tergantung obat tersebut.
Dengan resep dokter, mereka datang ke apotek untuk menebusnya. Calmlet kerap diberikan dokter sebagai
obat penenang, sedangkan riklona untuk menambah stamina fisik agar lebih giat. Mengingat adanya resep
itu, maka tidak termasuk penyalahgunaan. Dia mengacu pada UU No 5 tahun 1997 tentang psikotropika,
bahwa ketentuan pidana adalah penyalahgunaan. Sementara, para pasien itu hanya sebagai orang yang
mau menebus obat berdasarkan resep dokter ( Tribunjogja.com, Agustus 2012 )
Obat-obat narkotika dan psikotropika tidak boleh diserahkan atau diberikan tanpa adanya resep
dari dokter, apapun keadaannya. Sesuai dengan standar pelayanan kefarmasian di apotek yang
salah satunya adalah penyerahan obat, yaitu penyerahan obat bisa dilakukan oleh apoteker dan
asisten apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga
kesehatan. Beserta sumpah dan kode etik yang mencakup bahwa kita tidak boleh merugikan,
memperburuk keadaan serta hal yang dapat menganggu kesehatan pasien dan masyarakat.

Sebagai TTK, tentu saja kita pasti sudah tau bahwa obat psikotropik dan narkotika tidak bisa kita
serahkan tanpa adanya resep dari dokter, dan jika terjadi kesalahan dalam apotek tersebut yaitu
memberikan obat psikotropik dengan cara bebas, maka yang perlu kita lakukan adalah bertanggung
jawab dengan cara melaporkan kepada Apoteker Penanggungjawab Apotek atas kejadian tsb.
Kemudian apotekerlah yang menindaklanjuti permasalahan itu dan melaporkan ke dinas kesehatan.
Setiap pelanggaran apotek terhadap ketentuan yang berlaku dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administratif maupun sanksi pidana.
Sanksi administratif yang diberikan menurut keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/ MENKES/ SK/ X/ 2002 dan Permenkes No. 922/
MENKES/ PER/ X/ 1993 adalah:

a. Peringatan secara tertulis kepada APA secara tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing – masing dua bulan.

b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama – lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan izin apotek.
Keputusan pencabutan SIA disampaikan langsung oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dengan tembusan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Propinsi dan Menteri Kesehatan RI di Jakarta.

c. Pembekuan izin apotek tersebut dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut dapat membuktikan bahwa seluruh persyaratan yang
ditentukan dalam keputusan Menteri Kesehatan RI dan Permenkes tersebut telah dipenuhi.

d. Sanksi pidana berupa denda maupun hukuman penjara diberikan bila terdapat pelanggaran terhadap :
 Undang- Undang Obat Keras (St. 1937 No. 541)

 Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

 Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

 Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.


Dalam pertanyaan yang kedua, ada dua kemungkinan yang terjadi:

1. Jika sebagai PSA maka yang harus dilakukan adalah mengambil tindakan sesuai dengan
keputusan bersama apoteker, karna sebagian besar PSA hanya sebagai pemilik usaha dengan
modal yang besar, maka PSA mungkin saja tidak mengetahui tentang prosedur farmasi yang
ada di apotik tersebut.

2. Jika PSA sekaligus sebagai TTK, jika PSA sekaligus menjadi TTK di apotik tersebut, maka PSA
harus tahu hal yang bersangkutan dengan penyerahan obat, misalnya penyerahan psikotropika
yang tidak bisa diserahkan tanpa resep dokter, dan kesalahan yang terjadi yaitu penyerahan
obat psikotropik secara bebas. Jika TTK sudah tahu akan undang undang tentang penyerahan
psikotropik maka hal itu tidak akan terjadi. Dan jika kesalahan itu sudah terjadi maka hal yang
harus dilakukan adalah menunda penjualan atau menghentikan penjualan obat tersebut dan
melaporkannya kepada pihak berwenang untuk ditindaklanjuti.

Anda mungkin juga menyukai