Anda di halaman 1dari 87

Tahapan Pengolahan

Air Sungai
screening

Sedimentasi Klarifikasi Sand Filter


(mixing, flokulasi, settling)

Carbon Filter

boiler

Deaerasi demineralisasi
Screening

• Raw water yang berasal dari air sungai atau air laut
biasanya perlu dipisahkan dari kotoran-kotoran yang
berukuran besar (seperti sampah) dengan cara dilewatkan
screen atau penyaring. Penyaring ini diletakkan pada
intake point (titik pengambilan) pasokan surface water,
untuk menghindari masuknya kotoran-kotoran yang dapat
mengakibatkan penyumbatan dan kerusakan pada alat.
Untuk memperoleh hasil pemisahan yang lebih baik,
seringkali dipasang tiga buah screen dengan ukuran
lubang dibuat bertingat mulai dari besar, sedang dan
kecil.
Pengendapan suspended solids

Jika sumber air yang akan diolah adalah air sungai, maka
langkah berikutnya setelah screening adalah sedimentasi
untuk mengendapkan suspended solids yang berukuran
besar

Catatan:
Agar supaya kondisi umpan air yang masuk unit sedimentasi
tidak berfluktuasi maka biasanya sebelum unit sedimentasi
dipasang kolam equalisasi, yang tujuannya adalah untuk
meredam atau mengontrol apabila pasokan dari air sungai
tidak stabil (baik kandungan kontaminan maupun debitnya),
sehingga kinerja unit sedimentasi bisa optimum.
Klasifikasi ukuran sedimen

Kelas Sedimen Ukuran (mm)


Sand (pasir)
Kasar 1,5
Medium 0,375
Halus 0,094
Silt (lumpur)
Kasar 0,047
Medium 0,0117 (no longer
visible to the human
eye)

Clay (lempung) < 0,00195


Klarifikasi

Kotoran-kotoran yang kecil akan membutuhkan waktu yang


lama untuk mengendap. Maka untuk mempercepat proses
pengendapan, kotoran-kotoran yang kecil digumpalkan agar
menjadi butiran-butiran yang besar dengan ditambah zat
penggumpal (coagulant). Caranya adalah dengan
memasukkan ke pre-mix tank dengan pengadukan (diaduk
dengan cepat) dan ditambah coagulant dan kaporit.
Gumpalan kotoran yang terbentuk diendapkan dalam clarifier
(penjernih). Air yang bersih (dibagian atas) diambil dan
dialirkan penampung. Air yang kotor yang ada di bagian
bawah di-blow down
Alat klarifikasi

air +
koloid partikel
coagulant + kaporit

ke tangki penampung

Mixing Tank
flocculation
(rapid mix)

Proses klarifikasi ini pada dasarnya adalah proses mixing,


flocculation dan settling yang tujuannya adalah untuk mengurangi settling
kekeruhan (turbiditas) dan material tersuspensi. Langkah pada
proses klarifikasi adalah penambahan bahan coagulant atau bahan
kimia penyesuai pH yang bereaksi membentuk gumpalan.
Kemudian gumpalan-gumpalan yang terbentuk diendapkan dalam
tangki.
Sludge
clarifier
Proses klarifikasi ini pada dasarnya adalah proses mixing, flocculation dan
settling yang tujuannya adalah untuk mengurangi kekeruhan (turbiditas) dan
material tersuspensi. Langkah pada proses klarifikasi adalah penambahan
bahan coagulant atau bahan kimia penyesuai pH yang bereaksi membentuk
gumpalan. Kemudian gumpalan-gumpalan yang terbentuk diendapkan dalam
tangki.
Mixing, flocculation dan settling dapat juga dilakukan dalam satu unit alat
seperti berikut:

coagulant

air keluar

air masuk

sedimentasi
sludge
clarifier
clarifier
Proses penjernihan atau klarifikasi ini tidak 100% efektif. Oleh karena itu setelah klarifikasi
seringkali masih dilanjutkan dengan penyaringan menggunakan saringan pasir

screening
Surface Water Primary Treatment
Conventional Treatment

Direct Filtration
alum alum
polymer polymer
carbon carbon

Raw Water Upflow Clarifier Cross Flow Clarifier

M M M M

To Filters
FE

Pump

sludge

temp pH pH
pH turbidity turbidity
turbidity counts counts
sludge
counts color color
color
• Process (random) variables
– Raw water quality parameters
• Manipulated (fixed) variables
– Alum dose, polymer dose, plant flow
• Controlled variable(s)
– Treated water quality parameter(s)

CLARIFIER
raw water treated water

alum, polymer, (flow)


Coagulation & Flocculation
Ditinjau dari segi kimia koloid, air sungai adalah sistem dispers, yaitu sistem
yang terdiri dari:
q zat terdispersi, dalam hal ini adalah kontaminan dalam air sungai
q zat pendispers atau medium, dalam hal ini adalah air

Berdasarkan ukuran zat yang terdispersi, sistem dispers dapat dibedakan menjadi:
1. dispers renik: r< 1nm
2. dispers koloid: 1nm<r<100 nm
3. dispers kasar : r>100nm
(beberapa literatur menyebutkan bahwa dispers koloid adalah sistem dispers
dengan ukuran partikel antara 0,1 nm – 1 nm)

Karena ukurannya yang sangat kecil, partikel dengan ukuran koloid ini tidak bisa
diendapkan langsung secara fisis. Untuk menjernihkan air dari partikel koloid
digunakan cara koagulasi. yang berukuran itu perlu ditambahkan bahan kimia
sehingga partikel-partikel kecil ini kan arus diperbesar ukurannya dengan cara
digumpalkan terlebih dahulu.
Almost all particles in raw water have net negative surface charge
Since particles have like charges they repel each other (will not
stick together)

To get the particles to stick together we have to neutralize the


negative charges

A coagulant is added to do this


Coagulation & Flocculation

Pada sistem koloid, fase terdispers bisa berbentuk gas, cair atau padat, sedangkan
fase pendispers bisa dalam bentuk fase gas atau cair.
•Sistem koloid padat-cair disebut: sol → misal: air sungai
•Sistem koloid cair-cair disebut: emulsi
•Sistem koloid padat-gas disebut: aerosol
•Sistem koloid gas-cair disebut: buih

Sistem koloid bisa juga dikategorikan berdasarkan muatannya:


1.positif
2.negatif
dan juga berdasarkan sifat kesukaannya terhadap air:
a. hydrohyl
b. hydrophob.
Test Flokulasi
Coagulation & Flocculation
Koloid yang hydrophobic (misal: lempung) tidak mempunyai affinitas atau
ketertarikan terhadap medium cair dimana dia berada, dan stabilitasnya kurang jika
di dalam medium tersebut ada elektrolit. Koloid yang seperti ini mudah untuk
dilakukan koagulasi. Koloid yang hydrophylic (misal: protein) mempunyai affinitas
yang tinggi terhadap air. Oleh karena itu, air yang ter-absorb oleh koloid ini akan
menghambat terjadinya penggumpalan sehingga perlu treatment khusus untuk
terajadinya koagulasi yang efektif.

Dari segi kimia koloid, koagulasi adalah menggumpalnya butir butir sol menjadi
butir dispers kasar. Partikel koloid biasanya bermuatan listrik, karena muatannya
sama maka akan saling tolak menolak. Hal inilah yang menyebabkan partikel-
partikel tersebut selalu dalam keadaan terpisah satu dengan yang lain, sehingga
akan sukar untuk diendapkan sebelum muatan listriknya dinetralkan. Dalam kasus
partikel tanah lempung yang terdispersi dalam air sungai (sol), partikel lempung
yang bermuatan negatif dapat digumpalkan jika partikel tersebut menyerap ion
positif, seperti ion Al yang ada pada aluminium sulfat (alum).
Coagulation & Flocculation
– Coagulation
• the chemical alteration of the colloidal particles to make
them stick together
• Hydrophilic particles – water loving – absorbs to water
• Hydrophobic particles – water hating – does not absorb
to water
– Hydrophobic particles are negatively charged and don’t like
to aggregate and are hydrophobic
– A positively charge coagulant destabilizes the negatively
charged particles and brings them together.
• Coagulants lower the negative repulsion force of colloids
Coagulant: assist floc formation

Pada waktu partikel lempung yang bermuatan negatif mengadsorp ion Al yang
bermuatan positif, maka partikel tersebut akan menjadi netral (pada kondisi ini sol
dikatakan sebagai dalam kondisi isoelektrik). Akibatnya partikel lempung yang sudah
netral tidak akan tolak-menolak tetapi cenderung akan bergabung satu dengan yang
lain (gaya van der Waals) membentuk massa yang lebih besar floc-floc, dan akhirnya
mengendap. Bergabungnya dua partikel koloid disebut koagulasi dan proses
terbentuknya floc-floc atau kumpulan massa yang lebih besar atau gumpalan disebut
flokulasi.

Aluminum ions: Al+3


Alum Al2(SO4)3. X H2O
Ferric Ions: Fe+3
Ferric Sulfate Fe2(SO4)3
Ferric Chloride FeCl3
Calcium Ions: Ca+2
Lime Ca(OH)2
Proses Koagulasi
– Water + Coagulants
– Rapid Mixing - 20 to 60 seconds
– Flocculation Gentle mixing 20-60 minutes to
aggregate the particles

Commercial grade alum and ferric sulfates are available as Al2(SO4)318H2O


(MW: 666.41), and Fe2(SO4)39H2O (MW: 562), respectively.
Proses Koagulasi
Jika larutan aluminium sulfat ditambahkan dalam air maka reaksi kimia
yang terjadi bisa bermacam-macam. Jika air tersebut pH nya mendekati
netral maka endapan yang terjadi adalah 5Al2O3.3SO3 tetapi jika pH nya
basa endapan yang terbentuk adalah Al(OH)3.

Alum atau Al2(SO4)3.18H2O dibuat dari aluminium oksid (bouksit) dan


asam sulfat. Alum ini pada penggunaannya bisa dalam berbentuk padat
atau larutan. Kandungan Al2O3 dalam alum murni berkisar antara
15,3%. Jika air yang bersifat basa (basanya disebabkan adanya kasium
bikarbonat) ditambah alum maka terjadi reaksi:

Al2 ( SO4 )3 + 6 HCO -3  2 Al(OH )3  + 3 SO42- + 6 CO2

Fe2 ( SO4 )3 + 6 HCO 3  2 Fe(OH )3  + 3 SO4 + 6 CO2


- 2-

Aluminum sulfate (alum) – corrosive alone, packaged in water


Coagulant aids
– Coagulant aids: Polyelectrolytes
• Lime alkalinity addition – for Al(OH)3 formation
• pH correction: lime, sulfuric acid – for
optimum floc formation

Selama proses pengendapan, kumpulan massa atau floc-floc


yang terbentuk pada proses koagulasi mudah terpecah
kembali karena adanya gesekan hidrolis atau olakan. Untuk
mengatasi hal ini seringkali perlu ditambahkan coagulant aid.
Bahan yang biasa dipakai sebagai coagulant aid misal: activated
silica dan lempung bentonit. Activated silica adalah natrium
silikat yang sudah di-treat dengan asam sulfat, aluminium
sulfat, karbon dioksida, atau khlorin. Dengan ditambahkan
coagulant aid akan terbentuk floc yang lebih kuat dan padat
sehingga lebih cepat mengendap.
Particle Bridging
Settling
– When flocs have been formed they have to be
separated from the water.
– Gravity Settling Tanks
• All sedimentation tanks are modeled as plug flow
reactors.
• Rectangular or Circular design.
• Their design is determined by the Vs of the particle size
to be removed.
•  = H/Vs = L/V
• Vs = Stokes velocity
• H = tank height – sludge depth
• L = tank length
• V = horizontal velocity
Settling

Qin
V
Qout
VS

Sludge Zone
Settling
– PFR, L  2W, L  H
– Surface Overflow Rate = Vs = Q/Ap = Q/LW
– Weir overflow rate = Q/WH
• Therefore, the settling velocity is the major
design parameter
– Surface Overflow rates  20-35 m3/day/m2
– Detention times 2-8 hr
– Weir overflow rate  150-300 m3/day/m2
Settling
• Example
– Small Water treatment plant with:
• Q = 0.6 m3/s inflow of the plant
• Vs = 0.004 m/s (not a good assumption)
• Effective settling zone, L = 20m, H = 3m, W = 6m
• Can 100% removal be expected?
– Surface Overflow rate, is the critical settling velocity
• Vs = Q/Ap = Q/LW = 0.6 m3/s / (20m)(6m) = 0.005 m/s
– 0.005 > 0.004 m/s, removal not expected
Settling
– Can also be solved realizing settling is a problem
of triangles:
– V = horizontal velocity = Weir Overflow rate =
Q/WH = 0.6m3/s / (6m)(3m)
– =0.033 m/s
– Vs/V = H/L’
– 0.004m/s/0.033m/s = 3m/L’ L’= 25 m, thus
particles would need 25 m to be totally removed.
SETTLING (SEDIMENTASI)
Types of Settling:

•Type 1
–Discrete settling
•Type 2
–Flocculent settling
•Type 3
–Zone settling
•Type 4
–Compression settling
SETTLING (SEDIMENTASI)
Tujuan dari sedimentasi adalah untuk memisahkan suspended solid dari air dengan cara
pengendapan. Berdasarkan sifat padatan yang ada di dalam air, proses pengendapan
ini dapat diklasifikasikan menjadi:
q Discrete Settling
Pada pengendapan ini, partikel selalu dalam posisi individu (antara partilel satu dengan
yang lain tidak menggabung), dan selama proses pengendapan bentuk, ukuran dan
densitasnya tidak berubah.
q Flocculent Settling
Pada pengendapan ini, partikel menempel atau bergabung satu dengan yang lain
sehingga selama periode pengendapan terjadi perubahan ukuran dan kecepatan
pengendapan
q Zone Settling
Pada pengendapan ini, partikel yang tersuspensi membentuk kelompok-kelompok
massa, dan selama proses pengendapan terbentuk zona-zona konsentrasi pada level
pengendapan.
q Compression Settling
Pada pengendapan ini, konsentrasi padatan yang sangat tinggi akan memberikan
tekanan yang besar
SETTLING (SEDIMENTASI)

Type Description Examples


Discrete individual settling, low solids
sand
(type 1) concentration.

dilute suspension, particles


Flocculent primary and upper
flocculate, mass and settling rate
(type 2) secondary settlers
increase with depth

Hindered
intermediate concentration, mass
(Zone) secondary clarifiers
settles as a unit, interface at top
(type 3)

Compression high concentration, structure formed,


sludge
(type 4) compression causes settling
Proses pengendapan

I II III IV

B
A A B

C C

D D
D
Settling Type 1 • Discrete settling
– Particles fall
Buoyancy independently
Drag
Jika sebuah padatan berbentuk bola
dicelupkan didalam air dan
dilepaskan gaya-gaya yang bekerja
padanya adalah:

1. gaya berat (gravity force) = Fg


2. gaya apung (bouyant force) = Fb
Gravity
3. gaya seret (drag force) = Fd

Forces on a particle
Neraca gaya:
Suatu partikel akan mengendap jika gaya beratnya melebihi gaya
apung dan gaya seretnya.
Jika diterapkan hukum Newton pada peristiwa tersebut:

gaya berat – gaya apung – gaya seret = gaya percepatan

Fg  Fb  Fd  m p .a
dengan,
m p = massa partikel dan a = percepatan.
Terminal Settling Velocity
Gaya berat (garivity force):

Fg  m p .g   p .V p .g
Gaya apung (bouyant force):

Fb   w .V p .g
Gaya seret (drag force):
2
v w
Fd  C D Ap  w = densitas air
2 p = densitas partikel

CD = drag coeficient
v2
w = tekanan dinamis
2
Ap = luas proyeksi partikel
Untuk partikel berbentuk bola dengan diameter d
d2
Maka,: Ap 
4

Bila gaya netto sama dengan nol, berarti benda bergerak tanpa
percepatan atau dengan kata lain kecepatan geraknya tetap (terminal
velocity), sehingga:

Fg  Fb  Fd  m p .a  0
 p   w V p g  Fd  0

 p   w V p g  C D Ap  w  0
v2
2
d 3 d2
 p  w  g  CD w
v2
0
6 4 2
Terminal Settling Velocity

4  p   w d
v g
3 CD  w

Drag Coefficient tergantung Re


 24 = aliran laminer (Stokes flow)
 Re



 24 3
CD   0,5
 0,34 = aliran transisi
 Re Re


0,4 = aliran turbulen


Jiika, Re < 1, maka rejim alirannya adalah laminer
Re > 104, maka rejim alirannya adalah turbulen
Rejim transisi terjadi pada 1> Re >104
(catatan: ada buku yang menuliskan bahwa batas turbulennya bukan 104 tetapi 103)

 w vd
Re  = bilangan Reynolds

Aliran Laminer (Stokes flow)


Besarnya kecepatan pengendapan untuk aliran laminer dapat dihitung
dengan memberikan harga drag coefficient = 24/Re

4 (  p   w )d 4 (  p   w )d Re
v g = g
3 24
w 3 24  w
Re
Terminal Settling Velocity
1 (  p   w )d  wvd
v g
18 w 

g (  p   w )d v2

v
18

g (  p   w )d 2

v
18
Aliran Laminer (Stokes flow)
Turbulent

C D  0,4
4  p   w d    w d
v  4g
p
v g
3 CD  w 1,2  w
Transisi
Need to solve non-linear equation

4  p   w d
v  g
2
Perlu CD untuk menghitung v
3 CD  w
24 3
CD   0,5  0,34
Re Re

 w vd Perlu v untuk menghitung CD


Re 

Transisi

1. Hitung kecepatan dengan menggunakan Stokes law


atau aliran turbulent
2. Hitung dan check bilangan Reynolds
3. Hitung CD 4  p   w d
v g
4. Gunakan rumus umum 3 CD  w
5. Ulangi dari langkah 2 hingga convergence
Example

  0.001
Stokes law
  1000 9.81 2650  1000 0.00062
v  0.3237
 p  2650 18  0.001
d  0.0006
Reynolds Number
g  9.81 1000  0.3237  0.0006
Re   194.24
0.001
CD
24 3
CD    0.34  0.6788
Re Re

Settling velocity 4  9.81 2650  1000 0.0006


 0.1381
3  0.6788 1000
Reynolds Number
1000  0.1381 0.0006
Re   82.87
0.001
CD
24 3
CD    0.34  0.9592
Re Re

Settling velocity

4  9.81 2650  1000 0.0006


 0.1162
3  0.9592 1000
Reynolds Number
1000  0.0.1162  0.0006
Re   69.72
0.001
CD
24 3
CD    0.34  1.0436
Re Re

Settling velocity

4  9.81 2650  1000 0.0006


 0.1114
3 1.0436 1000
Settling Model
Dalam tangki sedimentasi yang ideal, partikel yang masuk ke dalam
tangki dianggap terdistribusi secara merata sepanjang penampang
pemasukan air dan begitu patikel menyentuh dasar tangki langsung
dikeluarkan.

Qin V

VS Qout
h

Vs = settling velocity of the partilce


V = horizontal velocity of liquid flow
h = kedalaman efektif tangki (H setelah dikurangi tebal lapisan sludge)
Critical Settling Velocity dan Overflow Rate
Settling velocity dari partikel yang mengendap sepanjang jarak yang
sama dengan kedalaman efektif tangki selama periode penahanan teoritis
(waktu tinggal teoritis) dapat dianggap sebagai laju overflow:
V0 = h / t = Q / A
dimana:
A = luas penampang settling basin
Q = debit
t = waktu tinggal

• V0 yang dinatakan dalam satuan kecepatan, misal ft/detik, adalah


critical settling velocity

critical settling velocity adalah settling velocity partikel yang (nyaris)


100% terambil dalam bak pengendap

• V0 yang dinyatakan dalam satuan debit persatuan luas, misal


gal/detik.ft2, adalah overflow rate
Grafik lintasan partikel yang mempunyai
settling velocity V0
Karena partikel yang
lebih kecil akan
mempunyai settling
velocities yang lebih
rendah, maka jika kita
ingin memisahkan
partikel yang lebih
kecil kita harus
mengurangi overflow
rate.
V0 = Q/A, maka untuk
memperoleh V0 yang
lebih kecil kita harus
mempunyai settling
basin yang lebih luas
Vs = settling velocity partikel
Vl = kecepatan horizontal aliran cairan
h = kedalaman efektif tangki (kedalaman setelah dikurangi tebal lapisan sludge)
Semua partikel yang mempunya settling velocity > V 0 akan
terambil semua, sedangkan partikel dengan settling velocity < V 0
akan terambil dalam rasio: V
V0
Contoh:

Settling tank dalam suatu water treatment plant mempunyai


overflow rate: 600 gal/(hari.ft2) dan kedalaman 6 feet.
Berapakah “residence time ”-nya?

v0 = 600 gal/(hari.ft2) x 1 ft3 / 7,48 gal = 80,2 ft/hari

t = h/v0 = (6/80,2)24 jam = 1,8 jam


A water treatment plant has a flow rate of 0.6 m3/sec. The settling
basin at the plant has an effective settling volume that is 20 m long,
3 m tall and 6 m wide.

Will particles that have a settling velocity of 0.004 m/sec be


completely removed?

If not, what percent of the particles will be removed?

V0 = Q/A = 0.6 m/sec / (20 m x 6 m) = 0.005 m/sec

Since V0 is greater than the settling velocity of the particle of interest,


they will not be completely removed.

The percent of particles which will be removed may be found using the
following formula:

Percent removed = (vp / v0) 100

= (0.004/0.005) 100 = 80 %
Kondisi riil suatu suspensi
Suatu suspensi yang riil (tidak ideal) biasanya ukuran, densitas dan
bentuk partikelnya bervariasi (tidak hanya satu jenis),

Oleh karena itu untuk memperoleh gambaran dari sifat sedimentasinya


perlu dilakukan analisisi kolom pengendapan, yaitu suatu tabung gelas
silinder dengan tinggi sekitar 2 meter yang berisi suspensi yang
tercampur dengan baik:
Settling Column Analysis
Ambil sampel pada saat t

Partikle telah menempuk jarak: vs .t

Semua partikel dengan vs>h/t akan


melampaui titik
h
Jadi fraksi partikel yang
mempunyai vs lebih kecil dari h/t
adalah: C
x t

C0
Ambil sampel pada berbagai waktu:
Use of results

Suppose settling tank is designed with


settling velocity v0

Particles with vs>v0


All removed
Particles with vs<v0
Fraction vs/vo removed
Example: h=2.0 m, Vs=h/t
t(min) C(mg/l) C/C0 Vs (m/h)
0 300
60 190 0.6333 2.00
90 175 0.5833 1.33
120 167 0.5567 1.00
150 145 0.4833 0.80
180 110 0.3667 0.67
210 90 0.3000 0.57
240 65 0.2167 0.50
480 10 0.0333 0.25
Example

Suppose v0 = 1.33
x  v i
Fraction, X, removed is given by X  1  x 0  
v0
x0 is the fraction with vs < v0 = 0.583, so 1-x0 = 0.417

Consider fraction between 90 and 120

x  0.5833  0.5567  0.0266


1.3333  1.00
vi   1.1667 Average v
2
x  v i 0.0266 1.1667
  0.0233 vi/v0 removed
v0 1.3333
Example (cont)
Consider fraction between 120 and 150
x  0.5567  0.4833  0.0734
1.00  0.80
vi   0.90
2
x  v i 0.0734  0.90
  0.0495
v0 1.3333
Repeat process
0.0228  0.0495  0.0642  0.0310  0.0335
X  1  0.583   
  05156  0.0031 
 0.6728
Example – Total = 0.673

t C C/C0 Vs x Factor Removed


0 300 1.000
60 190 0.633 2.000 0.367 1.00 0.367
90 175 0.583 1.333 0.050 1.00 0.050
120 167 0.557 1.000 0.027 0.875 0.023
150 145 0.483 0.800 0.073 0.675 0.049
180 110 0.367 0.667 0.117 0.550 0.064
210 90 0.300 0.571 0.067 0.464 0.031
240 65 0.217 0.500 0.083 0.402 0.033
480 10 0.033 0.250 0.183 0.281 0.051
0 0 0.0 0.033 0.094 0.003
Settling

– When flocs have been formed they have to be


separated from the water.
– Gravity Settling Tanks
• All sedimentation tanks are modeled as plug flow
reactors.
• Rectangular or Circular design.
• Their design is determined by the Vs of the particle size
to be removed.
•  = H/Vs = L/V
• Vs = Stokes velocity
• H = tank height – sludge depth
• L = tank length
• V = horizontal velocity
Settling

Qin
V
Qout
VS

Sludge Zone
Settling

– PFR, L  2W, L  H
– Surface Overflow Rate = Vs = Q/Ap = Q/LW
– Weir overflow rate = Q/WH
• Therefore, the settling velocity is the major
design parameter
– Surface Overflow rates  20-35 m3/day/m2
– Detention times 2-8 hr
– Weir overflow rate  150-300 m3/day/m2
Settling

• Example
– Small Water treatment plant with:
• Q = 0.6 m3/s inflow of the plant
• Vs = 0.004 m/s (not a good assumption)
• Effective settling zone, L = 20m, H = 3m, W = 6m
• Can 100% removal be expected?
– Surface Overflow rate, is the critical settling velocity
• Vs = Q/Ap = Q/LW = 0.6 m3/s / (20m)(6m) = 0.005 m/s
– 0.005 > 0.004 m/s, removal not expected
Settling

– Can also be solved realizing settling is a problem


of triangles:
– V = horizontal velocity = Weir Overflow rate =
Q/WH = 0.6m3/s / (6m)(3m)
– =0.033 m/s
– Vs/V = H/L’
– 0.004m/s/0.033m/s = 3m/L’ L’= 25 m, thus
particles would need 25 m to be totally removed.
Design flowrate:

Q = AVsc
•where Q = flowrate (m3/s)
•A = area of basin (= width x length)
•Vsc = critical settling velocity (the velocity of particles which
just settle in the basin)

Design Process based on discrete settling:


To be conservative, size the settling basin for smallest particle to
be removed: Q=AVc ,Where: Q = flowrate and A = surface area of
basin. Note that size is independent of the depth of the reactor, so
stacked shallow systems are most efficient (but plate and tube
settlers often clog).
Design flowrate:

Flocculant Settling (type 2):

need to determine settling characteristics in a settling column


with height = height of tank. See Metcalf and Eddy, 1991

Hindered (type 3) and Compression (type 4) settling:

Need to consider areas required for clarification, thickening,


and sludge withdrawal. Thickening requirements usually
predominate, and graphical techniques can be used to
estimate the area (see Metcalf & Eddy pp 231-233).
Settling Basin Design
Settling Basin Design
For any clay-sized or larger particle in suspension in a fluid, the
settling rate is a function of the gravitational force (downward)
and the frictional resistance (opposite). Because the mass of a
particle increases with the cube of the radius, but drag surface
area only increases with the square of the radius, larger
particles settle more quickly than small particles. Very small
particles (such as the colloidal particles in milk), can be kept in
solution indefinately by static charges and brownian motion, so
settling basins are ineffective at removing these particles. The
essence of the design process is to determine a specific
residence time, dependent on a particle size goal. The
sediment removal will include all particles with a velocity > Vc,
plus that fraction of the slower (smaller) particles that enter
low enough in the column to also settle to the sludge layer
before passing out of the basin.
Settling Basin Design

In order to theoretically calculate the critical velocity of the


smallest consistently removed particle using Stoke's law (for
small Reynolds numbers), we must know the particle density,
fluid viscosity, and the drag coefficient. In practice, a settling
column experiment is often used to determine the settling
velocity of the different fractions of a suspension, along with
the mass of sediment in each fraction.

For a given Vc, the fraction removed


Filtration
• Two types of Filtration
– Slow Sand Filtration = 0.1 to 0.2 m/h
– Rapid Sand Filtration (Rapid Gravity Filtration) =
5-20 m/h
• In the 1930’s switch to RSF from SSF, (higher
loading, less space, lower construction costs)
• However, SSF resurgence due to its removal of
smaller particles.
Filtration
• Slow Sand Filter
– Schmudzdecke – scrape off, bio growth
– Filter runs last 3 – 6 months
– Top of filter doing most of the work
• Rapid Sand Filter
– Backwashing – filter runs, hours to 2 days
– The entire filter is removing
– Multi-media – activated carbon, garnet, sand
Disinfection
– All of the previous treatment processes remove > 90% of
bacteria and viruses
– A disinfectant is used to:
• Kill microbes fast and efficiently
• Not kill humans or other animals
• Last long enough to prevent regrowth in distributions
systems
– Factors that inhibit disinfection:
• Turbidity: particles shelter bacteria
• Resistant organisms
• NOM: form THM wit chlorine
• Fe+2 and Mn+2: form particles that shield bacteria
Disinfection
– Oxidizable compounds: become food for microbes in
distribution system
– Commonly used disinfectants:
• Chlorine
• Chlorine Dioxide
• Chloramines
• Ozone
• UV light
Disinfection
Water is disinfected to kill disease-causing organisms that may remain. In the US, chlorine
gas (Cl2) is the most common disinfectant. The presence of a residual of active chlorine is an
indication that the water has been protected and remains wholesome. Thus tap water contains
a slight amount of chlorine.
In Europe, it is more common to use ozone (O3), but ozone does not maintain a residual.
Chlorine has the disadvantage of forming trihalomethanes [THMs], e.g., chloroform. In
some cases this may exceed the MCL of 80 g/L (newer std). For this reason, many plants in
the US may change to use of ozone as the primary disinfectant.
When Cl2 is added to water, two reactions occur:
Hydrolysis giving hypochlorous acid:
Cl2  H2O  HOCL  H  Cl
Chlorine hypocholorous acid chloride
Turbiditas (kekeruhan)

Turbiditas suatu air menunjukkan tingkat kandungan


material tersuspensi dalam air. Satuan dari turbiditas
adalah TU (Turbidity Unit) yaitu kekeruhan yang ekivalen
dengan kekeruhan yang disebabkan oleh 1 mg/L silica
(SiO2). Dalam hal ini silica dipakai sebagai standart. Air
dalam gelas dengan turbiditas > 5 TU dapat terlihat
dengan cukup jelas. Turbiditas sebanyak 5 TU ini tidak
menganggu kesehatan tetapi dari segi estetika tidak
diinginkan.
Pengukuran turbiditas

Pengukuran turbiditas dapat dilakukan dengan


menggunakan photometer yaitu dengan cara melewatkan
gelombang cahaya yang dihasilkan dari lampu standard
melalui tabung yang berisi sampel. Cahaya yang
memancar dari sampel kemudian diarahkan ke photometer
yang akan mengukur banyaknya cahaya yang terserap.
Dari sini, apa yang terbaca dikalibrasi sebagai turbiditas
dan sebagai standart dipakai bahan kimia yang disebut
formazin. Sebagai larutan standart formazin ini
memberikan hasil yang lebih bagus dibandingkan dengan
silica dan satuan turbiditas dengan cara ini dinyatakan
sebagai FTU (Formazin Turbidity Units).
Formazin
Formazin: hydrazine sulfate dan hexamethylene tetramine)
[(NH2)2-H2SO4] + [(CH2)6N4]

1) Hexamethylenetetramine bereaksi dengan air dan asam sulfat (dari hydrazine sulfat)
membentuk formaldehyde dan ammonium sulfate.
2) Formaldehyde bereaksi dengan hydrazine (dari hydrazine sulfate) membentuk
tetraformal triazine (TFTA) dan air. Tetraformal triazine terus terpolimerisasi dengan
formaldehyde berlebih membentuk endapan gelatin formazin .
NTU= nephelometric turbidity units

Pengukuran pancaran cahaya melaui sample dengan spectrophotometer cukup


presisi, namun tidak mengukur turbiditas sebenarnya. Karena pada turbiditas
rendah (konsentrasi partikel kecil) cara ini tidak sensitive, sementara pada
turbiditas tinggi terjadi pemendaran berganda dan akan mengganggu
pengukuran cahaya yang terpancar yang melalui sample. Untuk itu dilakukan
pengukuran cahaya yang terpendar dengan nephelometer yang mendeteksi
cahaya yang terpendar dengan sudut 90o dari datangnya cahaya. Metode ini
cukup presisi dan sensitive. Turbiditas yang diperoleh dari pengukuran ini
disebut nephelometric turbidity units (NTU) (analog dengan FTU).

Anda mungkin juga menyukai