Anda di halaman 1dari 31

SISTEM HUKUM PERIKATAN

BW DAN ISLAM
OLEH
Dr AGUS PANDOMAN,SH.MKn,CMB.
• LIVE PASTI • LIE
• PAHAM/ISME • LOVE • PROCEDURE
• REGULASI/AKTA

ADIL TERTIB
RUANG DAN
KEPENTINGAN NILAI
WAKTU
 HUBUNGAN HUKUM ORANG DAN HAK KEBENDAAN

 Ketika dua orang berhadapan untuk melakukan sesuatu terhadap kepentingan , maka
yang timbul adalah hubungan kehendak terhadap kepentingan, misalnya kepentingan
ekonomi, semua hubungan ini terjadi dalam ruang dan waktu . dan supaya hubungan
ini harmonis, maka diperlukan suatu nilai yang membawa serta hak dan kewajiban
yang harus dipikul oleh dua kepentingan itu ,akan tetapi dalam kenyataanya tidak
semua hubungan memikul hak dan kewajiban, dalam hubungan kepentingan sosial
misalnya , pergi bersama nonton bioskop atau pergi bertamsya dan lain sebagainya ,
kepentingannya dalam hal ini adalah kehendak yang terbebas dari hak dan kewajiban
terhadap prestasi. Ketika kehendak diabaikan , pengabaiannya tidak akan menstimulasi
prestasi , peristiwa hubungan ini hanya terjadi dalam lapangan moral , dimana bila
tidak dipenuhinya prestasi adalah sangat otonom dan sosiologis. Contoh lain adalah
mengajak berjualan kepasar , menemani membeli barang , menyuruh menjaga barang
dagangannya hubungan ini walaupun bergerak dalam lapangan ekonomi , kehendaknya
terbebas dari hak dan kewajiban apabila salah satu tidak mau mengerjakan misalnya
yang diajak tidak mau atau yang mengajak lalai. Pertanyaanya apakah perbuatan lalai
ini dapat dikatakan sebagai wan presatasi, Apakah perbuatan tersebut dapat menjelma
menjadi norma hukum .
• bagaimanakah
hubungan hukumnya
ordered • apa yang menjadi
perbuatan hukumnya

• Mengapa terjadi
• Dengan apa
rechtsfeiten
Agar hubungan tersebut dapat menciptakan
hubungan hukum maka diperlukan suatu
keseimbangan dan keteraturan ( ordered ); yaitu
bagaimanakah hubungan hukumnya , apa yang
menjadi perbuatan hukumnya serta mengapa terjadi (
rechtsfeiten ), pertanyaan inilah yang akan membawa
kita pada pengertian apa yang dinamakan dengan
perbuatan hukum, untuk menemukan berbagai hal
yang dapat dikatakan sebagai perbuatan hukum ,
maka kita harus dapat memahami terlebih dahulu apa
yang dinamakan hubungan hukum .
Substansi hubungan hukum

Subjek
causa
-obyek
manusia prestasi
a. Hubungan Hukum
Bila kita ingin memahami bagaimana hubungan yang terjadi antara kedua belah
pihak berhadapan dalam satu kepentingan yang berbeda , hukum perdata
mensyaratkan adanya , Object, Subject dan Causa .sehingga dengan telah
dipenuhinya unsur ini ,hubungan tersebut dapat dikatakan sebagai hubungan
hukum.
Hubungan hukum adalah hubungan antara seorang manusia dan lain orang
manusia, atau yang dalam hal ini disamakan dengan manusia yaitu badan hukum,
atau antara seorang manusia dan suatu harta benda yang ada peraturannya dalam
hukum dengan rangkaian kewajiban-kewajiban hukum dan hak-hak perseorangan.
Sedangkan menurut pengertian lain mengatakan bahwa hubungan hukum ialah
hubungan yang terhadapnya hukum meletakan hak pada satu pihak dan meletakan
“kewajiban” pada pihak lain , maka apabila satu pihak tidak mengindahkan
ataupun melanggar hubungan tadi, lalu hukum memaksakan supaya hubungan
tersebut dipenuhi ataupun dipulihkan kembali. Selanjutnya ,apabila satu pihak
memenuhi kewajibannya , maka hukum “memaksakan “ agar kewajiban tadi
dipenuhi.
- Obyek dalam perhubungan hukum ialah hal yang diwajibkan atau hal terhadap
mana seorang mempunyai hak.
- Subjek dalam perhubungan hukum ialah seorang manusia atau badan hukum
yang mendapat beban kewajiban atau yang diberikan hak untuk sesuatu.
- Causa dalam perhubungan hukum ialah hal yang menyebabkan adanya
perhubungan hukum , yaitu rangkaian kepentingan-kepentingan yang harus dijaga
dan diperhatikan secara yang termaktub dalam isi perhubungan hukum itu.
TRANSFORMASI HUBUNGN
HUKUM
TRANSFORMASI

OBJEK SUBJEK CAUSA


KONTRUKSI TRANSFORMASI

NOVASI-
KOMPENSASI-
BENTUK&FUNGSI KEPEMILIKAN
SUBROGRASI-
CESSIE
Dalam perhubungan hukum antara seorang manusia atau suatu badan hukum dan
suatu harta benda, objeknya ialah harta benda itu, terhadap mana seorang manusia atau
badan hukum itu mempunyai hak-hak dan/atau kewajiban-kewajiban. Misalnya dalam
perbuatan hukum yang merupakan hak milik atas suatu tanah pekarangan, objek adalah
tanah . ketika terjadi hubungan hukum terhadap benda ini , maka yang dapat dilakukan
terhadap benda itu adalah hak untuk memakai, meminjamkan, menjual, memberikan dan
lain-lain sebagainya . Sebaliknya juga ada kewajiban yaitu pemilik dalam pemakaian tanah
itu harus memperhatikan kepentingan tetangga dan tidak boleh memakai tanah pekarangan
itu sedemikian rupa sehingga merugikan kepentingan tetangga yang juga dilindungi oleh
hukum, misalnya pemilik pekarangan tidak boleh mendirikan dinding yang begitu tinggi,
sehingga tetangga sama sekali tidak dapat melihat sinar matahari.

Obyek dalam hubungan hukum , adakalanya terjadi transformasi hukum atas


objeknya dan adakalanya juga tetap , bahwa jika Obyek-obyek berupa barang dan jasa terjadi
transformasi hukum dalam fungsi kegunaanya, maka subjek-subjek dalam perhubungan
hukum juga akan terjadi perobahan terhadap status dan kedudukan hukumnya , misalnya
terhadap tuntutan adanya perobahan benda dari batangan emas menjadi cincin dan
perhiasan lainnya , hal ini tentu ada resiko yang berbeda ketika penyerahan yang berbeda
dari benda tersebut, yaitu misalnya pada seseorang berhubungan dengan orang lain pada
saat mana ia menyerahkan batangan emas , untuk dijadikan perhiasan cincin , maka pihak
yang menerima penyerahan itu mengerjakannya kemudian merobah menjadi perhiasan
cincin dan gelang maka dia menjadi milik atas perobahan benda itu. Perobahan bentuk (
transformasi ) ini dalam ketentuan hukum perdata sebagaimana diatur dalam Burgerlijk
Wetboek yaitu Pasal 606 mengatakan : Apabila seorang dari bahan milik orang lain
membikin barang yang bermacam lain , maka ia menjadi pemilik barang itu,jika ia
membayar harga dari bahan itu kepada pemilik asli , jika perlu mengganti kerugian yang
diderita oleh pemilik asli.
Dalam Hukum Perdata perobahan /transformasi objek hukum
sering kali terjadi tergantung bagaimna peran hubungan hukumnya ;
misalnya objek tanah transformasi hukumnya bisa terjadi dikarenakan
fungsinya dari tanah pertanian menjadi tanah darat , sehingga proses dan
prosedur hukumnya dalam hubungan hukum terhadap benda ini juga
harus mengkuti peraturan –peraturan mengenai alih fungsi, kemudian
masih dimungkinkan objek ini disamping dapat berubah karena
fungsinya, dapat juga berubah karena isi yang terkandung didalamnya
yang disebut mineral , maka hubungan hukum terhdap objek ini
memunculkan berbagai peraturan per undangan-undangan . sehingga
diperlukanlah pemahaman dan pengertian dari transformasi benda itu ;
misalnya Apa yang dimaksud dengan pertambangan dan rangkaiannya ,
apa yang dimaksud gas, apa yang dimaksud dengan Bahan bakar Minyak
serta apa yang dinamakan mineral dan lain sebagainya. Transformasi
terhadap objek inilah yang akhirnya akan menentukan seberapa jauh
hubungan hukum dapat dilakukan sehingga perbuatan dari hubungan
hukum ini memenuhi kondisinya sebagai objek yang ditentukan oleh
undang-undang. Transformasi hukum terhadap objek juga bisa terjadi
disebabkan karena pengolahan dan penggunaanya untuk keperluan
Industri, kita mungkin tidak menyadari bahwa uang sebagai alat
pembayaran akan berubah fungsi ketika penggunaannya bukan saja
sebagai alat pembayaran akan tetapi sebagai pruduk perdagangan (
Industri ) . Maka hubungan hukum dengan objek ini akan menimbulkan
banyak transformasi hukum baik terhadap subjek maupun causanya.
Akan tetapi dapat saja terjadi hubungan hukum tidak membawa akibat
dari posisi barang yang menjadi hubungan hukum tersebut terjadi manakala ;
 Transformasi hukum yang berkaitan dengan kesanggupan untuk menyerahkan
barang ,menurut perdata dinamakan “ Vervangbare zaken “ ( barang barang yang
pada hakekatnya tidak diperdulikan diganti oleh barang atau tidak lain ) misalnya
kesanggupan untuk menyerahkan beberapa kilogram beras.
 Transformasi objek hukum beberapa barang dalam satu kesatuan , sehingga
timbul pertanyaan apakah dalam hal hubungan hukum dan rangkaian kewajiban-
kewajiban hukum dan hak-hak perseorangan mengenai semua barang-barang itu
atau dapat mengenai satunya barang masing-masing.
Ada kalanya perhubungan hukum tentang harta benda itu tetap seperti
semula, akan tetapi ada kalanya perhubungan hukum itu berubah pula. Misalnya
satu buah pabrik , barang-barang rumah tangga .apakah hubungan hukum atas
objek barang-barang tersebut dapat diganti atau di robah menajadi bagian-
bagaian kecil akan tetapi juga kurang tepat atau kurang perlu ( Doelmatig),untuk
menganggap barang-barang itu dipisahkan sebagai suatu kesatuan.
Misalnya ; tentang perusahaan pabrik adalah dalam praktek sudah jelas
terjadi bahwa orang atau beberapa orang bersama-sama adalah pemilik
perusahaan pabrik , dan menjual atau menggadaikan kepada orang lain . Ini
tidak berarti bahwa orang tersebut harus menjual barang itu dalam satu kesatuan
, akan tetapi masih leluasa untuk menjual satu persatu barang-barang yang
merupakan alat perusahaan itu. Demikian halnya dengan barang-barang rumah
tangga masih dimungkinkan adanya perobahan ,barang barang itu dipisahkan
satu sama laian dan perihal menentukan harga masing-masing barang itu
Paham pelekatan

Pasal 506
BW
Pandangan terhadap barang dalam satu kesatuan tergantung bagaimana suatu negara menggap
bahwa hukum yang mengatur tentang benda/barang tersebut dikatagorikan sebagai benda atau barang
satu kesatuan dan tidak dianggap dapat mentransformasi kebentuk dan sifat yang berbeda . misalnya
terhadap objek pertambangan. Dalam melakukan hubungan hukum terhadap objek pertambangan akan
terkait juga bagaimana perbuatan hukum ini dapat dilakukan terhadap pertambangan yang di eksplorasi.
Akan tetapi juga akan berbeda jika rangkaian objek tersebut terhadap buah-buahan dari satu batang pohon
apakah ini juga suatu rangkaian terkait dengan objek yang mengalamai perobahan dari satu kesatuannya
dengan pohon. Norma hal diatas telah diatur dalam Burgerlijk Wetboek pada pasal 506 ke 3 , “ buah-
buahan yang masih melekat pada pohon dianggap sebagai barang -barang tak bergerak merupakan kesatuan
dengan pohon-pohonnya masing-masing “ . Akibatnya tidak mungkin ada perhubungan hukum terhadap
buah-buahan yang masih melekat pada pohon itu, Hal itu tidak dapat dianalogikan dengan perubahan
barang satu kesatuan yang terdapat pada barang-barang rumah tangga seperti meja kursi dan lain
sebagainya seperti halnya dengan barang-barang pabrik. Ketentuan ini lalu akan membawa serta akibat
hukum pada pengertian tentang benda bergerak dan benda tidak bergerak. Dan bagaimana pengaturan
mengenai perbuatan yang dilakukan orang akan terjadinya hubungan hukum tersebut. Terhadap benda
yang bergerak maka hukum menentukan berbeda dengan benda yang tidak bergerak mengenai hubungan
hukum yang terjadi bila objek tersebut akan dipindahkan atau menimbulkan transformasinya.
Perbedaan pandangan mengenai buah diatas pohon antara hukum adat dan hukum perdata (
burgerlijk wetboek ) jelas nampak sekali dimana hukum perdata dapat menggap transformasi objek
mengenai buah diatas pohon dapat di jual digadaikan dan lain sebagainya , karena menurut pandangan
hukum ini buah diatas pohon tidak merupakan satu kesatuan dengan pohonnya. Bagaimana dengan surat-
surat berharga yang diterbitkan oleh suatu perusahaan atau suatu badan hukum privat maupun badan
hukum publik apakah benda atau barang itu juga merupakan satu kesatuan dengan badan hukumnya.
Analogi terhadap peraturan benda yang bergerak dalam pengertian kesanggupan untuk membayar dapat
ditransformasikan dengan suatu bentuk dan sifat yang berbeda dengan benda bergerak lainnya. Dan
ternyata pengaturan ini tidak terdapat dalam hukum benda di indonesia. Mengenai transformasai objek
atau benda akan dibahas dalam bab berikutnya dalam tulisan ini.
Setelah kita Membicarakan mengenai perobahan atau pergantian objek dalam perhubungan
hukum , sekarang bagaimana dengan subjek hukum yang disebabkan adanya hubungan hukum ,
pergantian ini bisa terjadi disebabkan pergantian subjek terhadap harta benda yang mengakibatkan satu
persatu dari harta benda itu berobah subjek kepemilikannya, seperti dengan penjualan , penukaran ,
pemberian hadiah, dan lain sebagainya ( bijzonder titel ), dapat juga secara bersama-sama terhadap
sekumpulan harta benda seperti secara bersama mendapat harta warisan. Kemudian dalam hal hubungan
utang piutang setiap kreditor berhak atas pemenuhan prestasi seluruh utang dan jika prestasi itu sudah
dipenuhi ,debitor dibebaskan dari utangnya dan perikatannya hapus.
Pada prinsip dapat dikatakan,bahwa pergantian subject tidak mengakbatkan perubahan dari isi
perhubungan hukum, artinja kedudukan hukum dari subject baru dalam perhubungan hukum ini adalah
sama dengan kedudukan hukum dari subject lama, dengan kemungkinan,bahwa suatu peraturan hukum
jang tertentu dalam suatu negara menjimpang dari perinsip ini .
Dalam hubungan hukum pada prinsipnya adalah membawa serta hak dan kewajiban dari subjek
hukum sehingga subjek hukum baik dalam kedudukannya seorang diri maupun secara bersama-sama
menimbulkan perobahan kedudukan atas suatu barang , maka hak dan kewajiban akan membagi dengan
sendirinya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku , misalnya orang-orang yang berkumpul dalam
satu kumpulan dagang atau dalam hukum dagang pasal 18 mengenai orang yang berkumpul dalam
perkumpulan itu bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian yang diakibatkan hubungan
hukum. Transformasi hukum mengenai subjek hukum dalam hubungan hukum pada pembahasan ini
akan diteruskan bagaimana subjek hukum berperan dalam transformasi objek dalam bab tersendiri.
Kemudian Tentang pergantian causa dalam hubungan hukum dapat dikatakan bahwa pergantian
causa berarti pergantian hal yang menyebabkan adanya hubungan hukum dan pergantian kepentingan –
kepentingan yang harus dilaksanakan sebagi isi dari hubungan hukum, keadaan seperti ini dalam
Burgerlijke wet Boek dinamakan ‘ Schuldvernieuwingen ( Novatie / pembaharuan hubungan hukum )
dalam buku ke 3 titel 4 pasal 1413-1424.
Bahwa pembaharuan hubungan hukum ini juga dalam pasal 1381 BW dapat
dikatakan sebagai cara untuk mengahapuskan perjanjian-perjanjian.
Pergantian-pergantian dalam hubungan hukum ini dapat berbentuk suatu
perjanjian yang diperkanan kan oleh undang-undang dan hubungan ini haruslah
menurut suatu ketentuan yang baku dan bila mengenai suatu perjanjian yang
berbentuk adanya pengalihan suatu barang yang mengakibatkan adanya perbuatan
hukum baru maka hubungan hukum ini haruslah tunduk pada hukum khusus.
Apabila dalam hubungan hukum itu melampui kewenangannya yang memerlukan
legalitas maka peran pihak ketiga sebagai institusi negara untuk mengadakan
hubungan hukum dengan para pihak terjadilah suatu hubungan hukum baru yang
bersifat adminitratif , dan perihal pengesahan atau publikasi adalah kewajiban
hukum dari suatu hubungan hukum atas objek tertentu ini ,merupakan causa
tersendiri yang tidak menimbulkan transformasi atas pelibatan institusi publik
dalam hubungan hukum semacam ini, karena dengan pelibatan pejabat umum ,
maka keabasahan hubungan telah menjadikan posisi objek dan subjek terdaftaran
dalam pencatatan hukum administrasi negara, yang menerangkan tentang
terjadinya , penemuan , perserikatan , surat hutang , penjamianan dan peralihan
hak atas barang/benda atau perijinan tersebut , kejadian hukum ini disebut
sebagai perbuatan-perbutan hukum tertentu , karena sah tidaknya perbuatan
hukum ini berkaitan dengan publikasi yang mewajibakan pendaftaran dan
pencatatan didalam Administrasi negara , dan pemberitahuan terhadap debitur (
van beteking ) : antara lain
1. Penerbitan surat berharga /surat hutang misalnya pencatatan saham .
2. Perserikatan dagang , misalnya pendirian Perseroan terbatas , Yayasan dan
Koperasi .
3. Penemuan , misalnya dalam bidang HAKI .
4. Perserikatan Ormas dan Politik , misalnya pendirian organisasi politik dan
Organisasi Masyarakat.
5. Peralihan barang tak bergerak , misalnya jual beli tanah , warisan , tukar-
menukar, pelepasan hak, hibah dll.
6. Pembebanan / Jaminan , misalnya pembebanan Hak tanggungan dan
Fiducia.
7. Pemeberian Ijin

Perbuatan-perbuatan hukum diatas memerlukan suatu tindak lanjut


hubungan hukum dengan persyaratan-persyaratan ketentuan hukum tertentu
yang diwajibakan pada subjek hukum . Setelah berlakunya Undang-Undang
Pokok Agraria hak kebendaan yang tercantum dalam buku II BW sepanjang
menyangkut tanah tidak diberlakukan lagi, sehingga dengan demikian
peralihan hak perorangan pun tunduk undang-undang tersebut, maka lahirlah
perjanjian-perjanjian baru dinamakan dengan “perbuatan-perbuatan hukum
tertentu “ Berdasar ketentuan yang tercantum dalam pasal 2 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomo 37 Tahun 1998 juncto pasal 37 dan pasal 44 Peraturan
Pemerintah Nomor 24 tahun 1997, Perbuatan hukum tertentu tersebut
meliputi :
1. Jual beli
2. Tukar menukar
3. Hibah
4. Pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng)
5. Pembagian hak bersama
6. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas tanah Hak Milik
7. Pemberian Hak Tanggungan
8. Pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan

Bentuk-bentuk perjanjian diatas harus dituangkan dengan perjanjian baku berupa blanko-
blanko perjanjian yang sudah dibukukan dan dicetak oleh Badan Pertanahan . Perjanjian tersebut
yang kemudian dituangkan pada akta-akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah ( PPAT ),
sebagaiamana diatur dalam peraturan jabatan masing-masing berikut peraturan pelaksanaanya,
yang didahului atau diikuti dengan kewajiban-kewajiban tertentu
Perikatan perdata sebagaimana disebutkan diatas , juga berkaitan dengan pergantian
kedudukan subjek dalam hubungan hukum akan menimbulkan akibat-akibat hukum terhadap
hak-hak tersebut diatas , maka terhadap transformasi subjek ini juga berpengaruh terhadap benda
, bagaimana pergantiannya dilakukan dan terhadap objek /benda apa. Sedangkan bagaimana
benda itu digolongkan pada sifatnya sebagai barang bergerak atau tidak bergerak atau karena
keadaanya diciptakan atau karena adanya jasa atau karena penemuan HAKI, Juga akan mempunyai
pengaruh dalam posisi subjek dalam hubungan hukum satu sama lain. Disini akan terbentuk suatu
perbuatan hukum baru dimana kondisi pihak lain yang memiliki otorisasi menentukan sah tidaknya
hubungan hukum yang dilakukan , misalnya mengenai jual beli tanah jal beli saham , pendirian
Perseroan Terbatas, Pengangkatan pegawai/pekerja, pemberian ijin, Pemberian pengakuan atas
suatu Hak . hubungan hukum inilah yang akhirnya akan membentuk pada suatu perbuatan hukum
tertentu.
Pergantian causa juga bisa terjadi karena suatu pembaharuan atau menurut BW dinamakan
Novatie,dan mengenai Syarat-syarat Novatie menurut pasal 1413 Burgerlijk Wetboek :
1. Apabila antara kedua belah pihak diadakan perjanjian untuk mengganti perjanjian
lama , yang dapat mengahapuskan perjanjian lama.
2. Apabila subjek yang dibebankan kewajiban ( Schuldenaar ) diganti dengan subjek
baru, dan dengan ini subjek lama dibebaskan dari kewajiban.
3. Apabila subjek mempunyai hak untuk sesuatu ( Schuldeischer )diganti dengan subjek
baru, dan dengan demikian subjek lama tidak berhak lagi meminta supaya kewajiban
dipenuhi.
Pergatian posisi causa dalam ketentuan ini sangat dipengaruhi dengan
bagaimana hubungan hukum dilakukan antara pihak yang digantikan dengan pihak lain
yang muncul kemudian sebagai pihak pengganti ,sehingga denga adanya pihak ketiga
yang menggantikan posisi, bukan berarti telah terjadi perobahan kedudukan subjek
hukum , melainkan meniadakan subjek yang lama dan menghapuskan hubungan
hukumnya.
Problem hukum terhadap transformasi causa akan terjadi bila dalam suatu perkara
perdata terjadi perdaiaman ( dading ), dan atau mengenai perintah membayar sejumlah
uang tertentu ( Wessel ), dalam hal kejadian seperti ini , posisi subjek tidak dapat
dikatakan telah mentransformasi kedudukan masing –masing , karena posisi subjek
hanya memindahkan tempat dari posisi para penggugat dan para tergugat atau antara
penggugat dan tergugat berubah kepada posisi para pihak. Menurut pasal 1851
Burgerlijk Wetboek suatu perjanjian antara kedua belah pihak yang sedang menghadapi
perkara perdata atau yang akan mempunyai perkara perdata dimuka hakim, untuk
menghentikan atau menghindarkan perkara itu secara penyerahan barang , suatu janji
dalam perjanjian, atau penahanan suatau barang yang seharusnya diserahkan.
Posisi Sui generis ( perjanjian tersendiri ) suatu causa yang demikian akan mentransformasikan posisi
pihak yang akan menerima hasil dari sebab pembayaran itu dan juga mewajibkan pencatatan tersendiri adanya
penerimaan dan pelepasan uang yang dibayarkan oleh pihak yang di tunjuk sebagai penerima perintah.
Peraturan dalam hubungan hukum semacam ini adalah ada kaitanya dengan hubunga-hubungan hukum yang
mendahuluinya sebagai alas hak hubungan hukum . Dan ada kalanya suatu hubungan hukum mempunyai causa
yang tersendiri dari beberapa kepentingan yang satu persatu mempunyai peraturan tersendiri . misalnya
menganai hal huurkoop ( sewa menyewa ) dalam perkembangan hukumnya telah menjadi alat transformasi
hukum dari ketentuan sewa-menyewa dengan latar belakang alas hak yang berbeda . Kalau perubahan ini hanya
merupakan pembetulan yang rusak pada benda itu, maka tidak ada alasan untuk mengatakan, bahwa sepatutnya
juga harus ada perubahan dalam hubungan hukum yang bersangkutan ,Kepentingan untuk perobahan ini
sekiranya tidak ada.
Perkembangan perobahan hak atas benda sebagai milik dalam hubungan hukum sebagai objek
sedemikian rupa ,sehingga sifat benda itu adalah berubah , maka dalam perkembangannya dewsa ini perubahan
pengunaan secara umum dalam mengartikan milik sebagai barang-barang itu sendiri, muncul bersamaan dengan
meluasnya ekonomi pasar kapitalis secara penuh sejak abad ke tujuh belas dan seterusnya, dan perubahan hak-
hak terbatas yang lama atas tanah dan barang-barang berharga lainnya menjadi hak-hak yang sesungguhnya
tidak terbatas. Ketika hak-hak atas tanah menjadi lebih mutlak dan bidang-bidang tanah menjadi barang
dagangan yang dapat dijual dengan lebih bebas, maka orang semakin biasa menganggap tanah itu sendiri
menjadi milik. Dan ketika kumpulan modal komersial dan industri yang bergerak dalam pasar yang semakin
bebas, dan barang itu sendiri dapat dipasarkan dengan bebas, dalam jumlah melebihi harta benda bergerak jenis
lama yang didasarkan atas surat-surat dokumen dan monopoli, maka modal itu sendiri, baik dalam bentuk uang
atau dalam bentuk pabrik yang sesungguhnya dapat dengan mudah dianggap sebagai milik. Semakin
demikianlah keadaan modal itu. Milik iitu ternyata menjadi barang-barang itu sendiri, bukanlah sekedar hak
atas barang-barang tersebut yang ditukar –tukarkan dalam pasar. Sesungguhnya perbedaan itu bukanlah barang,
melainkan hak atas barang-barang itulah yang ditukar-tukarkan, tetapi sekarang,hak atas barang-barang yang
sebelumnya tidak dapat dijual belikan itu menjadi dapat dijualbelikan atau dengan kata lain, hak atas barang-
barang yang terbatas dan dapat diganti dengan hak yang sesungguhnya tak terbatas dan dapat dijualbelikan atas
barang-barang.
Sementara itu, semakin menjadi hak-hak mutlak yang dapat dijual belikan atas barang-barang,
maka perbedaan antara hak dan barang itu sendiri menjadi kabur. Itu menjadi lebih mudah kabur karena
dengan terjadi perubahan-perubahan tersebut, negara semakin menjadi mesin untuk menjamin hak penuh
dari masing-masing orang untuk melepaskan ataupun menggunakan barang-barang itu. Perlindungan oleh
negara terhadap hak tersebut memang dapat dengan begitu saja dianggap bahwa orang tidak perlu
menengok di balik benda untuk menerima hak tersebut. Barang itu sendiri dalam pembicaraan sehari-hari
menjadi milik.
Penggunaan sebagaimana telah kita lihat, masih berlaku sampai sekarang. Tetapi sementara itu,
sejak sekitar permualaan abad ke duapuluh, ciri utama dari hak milik telah beruba lagi dan milik mulai
dianggap lagi sebagai suatu hak atas sesuatu. Sekarang milik kerap kali berarti suatu hak atas pendapatan
dan bukannya suatu hak atas barang material tertentu.
Perubahan pada abad ke dua puluh ini bersifat ganda. Pertama, timbulnya perusahaa raksasa
sebagai bentuk dominan dari milik adalah harapan terhadap pendapatan. Nilai pasar yang ada pada
perusahaan modern tidak terdiri dari bangunan dan persediaan barang-barang tetapi terdiri dari
kemampuan yang dianggap ada untuk menghasilkan pendapatan untuk dirinya dan para pemegang saham
melalui pengorganisasian berbagai ketrampilan dan pemanfaatan pasar. Nilainya sebagai milik adalah
kemampuannya untuk menghasilkan pemasukan. Milik yang dipunyai oleh para pemegang saham adalah
hak atas pendapatan yang berasal dari kemampuan itu.
Kedua, bahkan dalam negara-negara yang berpegang teguh pada gagasan usaha bebas dan pasaran
bebas, pertandingan hak yang terus meningkat dengan tajam yang dimiliki oleh orang perorangan maupun
lembaga atas suatu pendapatan sepenuhnya tergantung pada hubungan mereka dengan pemerintah.
Bilamana hak untuk melaksanakan ketrampilan atau keahlian tergantung pada lembaga pemberi izin yan
diwenangkan oleh pemerintah dan pada tafsiran hukum terhadap kekuasaan mereka; bilamana hak untuk
melakukan berbagai macam usaha tergantung pada pemberlakuan undang-undang dn ketentuan-
ketentuan administratif dan hukum; bilamana hak atas suatu pensiun atau jaminan pembayaran sosial
serta hal-hal semacam itu tergantung pada ketentuan-ketentuan serupa itu; bilamana penghasilan suatu
perusahaan gabungan lebih tergantung apa yang dapat dicapainya, baik melalui kontrak pemerintah dan
melalui peraturan hukum yang menguntungkan jalurnya sendiri dan jenjang perdagangannya, daripada
berdasarkan berlakunya pasaran bebas: maka gagasan kuno tentang milik menjadi semakin tidak realistik.
Milik sebagian besar dan semakin dianggap menjadi suatu hak-hak yang agak tidak
menentu yang telah terus-menerus ditekankan kembali. Itu adalah hak atas suatu pendapatan.
Kita dapat menyimpulkan dari paparan ini arti yang berubah-ubah mengenai milik
pribadi ini, bahwa pengertian tentang milik sebagai barang mulai menghilang dan pengertian
itu mulai diganti oleh pengertian tentang milik sebagai hak atas suatu pendapatan. Tetapi ini
masih akan meninggalkan gagasan keliru yang lebih mendasar, bahwa milik berarti mili
pribadi eksklusif: semua contoh tentang berbagai milik jenis baru yang telah kita telaah itu
merupakan contoh-contoh tentang milik pribadi; dalam semua hal tersebut, milik dianggap
sebagai hak perorangan atau hak suatu lembaga atas suatu pendapatan untuk dinikmati
olehnya atau oleh lembaga itu secara eksklusif. maka hak atas benda ,apakah hubungan hukum
masih tetap ujudnya, nampaknya pengertian benda dalam hubungan hukum telah menjadi
varian karena adanya transformasi keguanaanya. Misalnya mengenai , Uang , ketrampilan ,
penemuan , energi , air, udara, tanah tenaga kerja ,modal , saham, piutang , administrasi.
Benda-benda seperti tersebut akhirnya menjadi milik baik milik pribadi, milik umum, dan milik
negara.
Gagasan mengenai objek dalam hubungan hukum pada akhirnya akan membangun pemikiran
manusia untuk merumuskan tentang milik sebagai suatu barang/ harta benda atau hak atas
harta benda ( kekayaan )
Dengan analisa ini jelaslah bahwa gagasan tentang milik sebagai klaim-klaim yang
dapat dipaksakan yang dipunyai oleh pribadi-pribadi atas kegunaan dan manfaat sesatu benda
tidak dapat secara logis dibatasi pada milik pribadi eksklusif.
Setelah dalam bagian ini dan bagian sebelumnya kita melihat bahwa milik itu adalah
hak, bukan benda, dan bahwa milik secara logis tidak dapat dibatasi pada milik pribadi,
sekarang kita telah siap untuk meneliti, bagaimana kedua macam salah pengertian itu timbul,
dan betapa mudah berubah rupanya kedua hal itu.
Dalam bahasa biasa yang berlaku sekarang, milik pada umumnya berarti benda.
Biasanya kita mengartikan sebah rumah, sebidang tanah, sebuah toko sebagai milik. Kita
mengiklankan ‘barang milik untuk disewakan’. Apa yang digambarkan iklan itu untuk
dijual atau disewakan adalah rumah dan tanah tempat berdirinya rumah tsb. Tetapi
sesungguhnya, apa yang ditawarkan dan apa yang merupakan milik adalah hak menurut
hukum, hak eksklusif yang dapat dipaksakan untuk menikmati barang yang dapat
dijamah. Hal ini nampak lebih jelas dalam masalah persewaan, seba di sana hak itu adalah
penggunaan barang selama jangka waktu tertentu dan atas persyaratan tertentu, daripada
dalam masalah penjualan langsung, tetapi dalam kedua masalah itu apa yang diserah
terimakan adalah suatu hak eksklusif yang dapat dipaksakan.
Meskipun demikian, kita masih berbicara tentang milik sebagai barang itu sendiri.
Bagaimana mulanya terjadi sehingga sampai pada penggunaannya yang sekarang, dan
berapa lama kiranya hal itu akan berlangsung. Penggunaan itu mulai pada akhir abad ke
tujuh belas dan rupanya tidak berlangsung lebih lama daripada abad ke dua puluh. Dalam
bahasa Inggris biasa, sekurang-kurangnya selama abad ke tuju belas, kata milik, dengan
sendirinya, kerap kali digunakan dalam arti yang bagi kita terasa sangat luas. Orang
dikatakan mempunyai milik, tidak hanya atas tanah dan barang-barang serta berbagai
klaim atas penghasilan dari persewaan, barang-barang tanggungan, surat-surat patent,
monopoli dsb., tetapi juga suatu milik dalam kehidupan dan kebebasanmereka. Kiranya
kita akan melangkah terlalu jauh bila kita melacak sumber penggunaan yang sangat luas
dari istilah itu, tetapi jelaslah bahwa penggunaan yang luas itu hanya dapat dipahami bila
milik itu per se diartikan sebagai suatu hak dan bukannya barang hal ini terkait dengan
tahapan-tahapan sejarah Perkembangan asas kekuatan mengikat kontrak dapat ditelusuri
sejalan dengan perkembangan Hukum Romawi berdasarkan corak dan struktur
masyarakat yang paling sederhana sampai sampai sekarang telah terjadi empat tahap
perkembangan pemikiran mengenai kekuatan mengikatnya kontrak, yaitu :
 Ad. a. Tahap Pertama (contracts re)
 L. B. Curzon menyebut Tahap pertama (contracts re) de-
ngan obligationes re (real contracts - the word “real” is
derived from res), didasarkan pada pendapat bahwa
kekuatan mengikat kontrak ditekankan pada
penyerahan barang (res) bukan pada janji. Contracts re
atau obligationees re ini meliputi:
 Mutuum, menafsirkan barang itu uang Liuik dikoasurs:
(termasuk di dalamnya meminjam uang);
 Commodatum, meminjamkan barang untuk dipakai;
 Depositium menyerahkan barang untuk dijaga tanpa imbalan
dan dikembalikan sesuai permintaan pihak yang menyerahkan
barang;
 Pignus, menyerahkan barang sebagai jaminan pelaksanaan
kewajiban.
 Ad. b. Tahap Kedua (contracts verbis atau obligations
verbis)
 Tahap kedua ini didasarkan pada pendapat bahwa kekuatan
mengikat kontrak digantungkan pada kata-kata (verbis) yang
diucapkannya. Contracts verbis atau obligationes verbis ini
meliputi:
 Stipulatio, yaitu interaksi kata-kata dari dua orang atau lebih
yang berupa pertanyaan dan jawaban (pertanyaan:
spondesne-do you promise?; jawaban: spondeo - I promise);
 Dictio Dotis (dotis dictio), yaitu pernyataan sungguh-
sungguh (solemn declaration) yang melahirkan semacam
tanda pengikat/mahar (dowry);
 Ilus lurandum Liberti (jurata promissio liberti), yaitu se-
macam kesaksian tersumpah oleh pihak ketiga untuk
kepentingan dirinya;
 Votum, yaitu janji di bawah sumpah kepada Tuhan.
Ad. c. Tahap Ketiga (contracts litteris atau obligationes litteris)
 Didasarkan pada pendapat bahwa kekuatan mengikat kontrak itu terletak pada
bentuknya yang tertulis. Contracts litteris atau obligationes litteris ini meliputi:
 Ecpensilatio, yaitu suatu bentuk pemberitahuan yang dicatat dalam buku kreditor, yang
atas dasar catatan itu debitur terikat untuk membayar;
 Synographae atau Chirographae, yaitu kewajiban yang ditulis secara khusus yang
dipinjam dari kebiasaan bangsa Yunani dan tidak terdapat dalam kebiasaan masyarakat
Roma.

Ad. Tahap Keempat (contracts consensus atau obligationtes


consensu)
 Didasarkan pada pendapat bahwa kekuatan mengikat kontrak karena adanya
kesepakatan atau consensus para pihak. Kontrak tipe ini kemudian diambil alih
dalam Ius Civile. Ada empat bentuk kontrak jenis ini, yaitu:
 Emptio Venditio, yaitu kontrak jual beli
 Locatio Conductio, yaitu kontrak yang membolehkan penggunaan atau
penyewaan barang atau jasa;
 Societas, yaitu kontrak kerja sama (partnership);
 Mandatum, yaitu suatu mandat pelayanan yang dilakukan untiik orang lain
(misalnya: keagenan).
Dalam perspektif BW daya mengikat kontrak dapat dicermati dalam rumusan Pasal 1338 (1)
BW menyatakan bahwa, “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya”. Pengertian berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya menunjukkan bahwa undang-undang sendiri mengakui dan menempatkan posisi
para pihak dalam kontrak sejajar dengan pembuat undang-undang.
Menurut L. J. Van Apeldoorn, ada analogi tertentu antara perjanjian atau kontrak dengan
undang-undang. Hingga batas tertentu para pihak yang berkontrak bertindak sebagai
pembentukan undang-undang (legislator swasta). Tentunya selain persamaan tersebut di atas,
terdapat perbedaan di antara keduanya, yaitu terkait dengan daya berlakunya. Undang-undang
dengan segala proses dan prosedurnya berlaku dan mengikat untuk semua orang dan bersifat
abstrak. Sementara itu, kontrak mempunyai daya berlaku terbatas pada para kontraktan, selain itu
dengan kontrak para pihak bermaksud untuk melakukan perbuatan konkret.
Para pihak yang berkontrak dapat secara mandiri mengatur pola hubungan-hubungan
hukum di antara mereka. Kekuatan perjanjian yang dibuat secara sah (vide Pasal 1320 BVI)
mempunyai daya berlaku seperti halnya undang-undang Yang dibuat oleh legislator dan karenanya
harus ditaati oleh para pihak bahkan jika dipandang perlu dapat dipaksakan dengan bantuan
sarana penegakan hukum (hakim, juru sita).
Ketentuan tersebut di atas pada dasarnya memberikan pengakuan terhadap kebebasan dan
kemandirian para pihak dalam membuat perjanjian, bebas menentukan: (i) isi; (ii) berlakunya dan
syarat-syarat perjanjian; (iii) dengan bentuk tertentu atau tidak; dan (iv) bebas memilih undang-
undang mana yang akan dipakainya untuk perjanjian itu. Kebebasan dan kemandirian para pihak
ini tidak lain merupakan perwujudan otonomi para pihak (partij autonomie) yang dijunjung tinggi.
Kekuatan mengikat dari perjanjian yang muncul seiring dengan asas kebebasan berkontrak
merupakan manifestasi pola hubungan manusia yang mencerminkan nilai-nilai kepercayaan di
dalamnya. Menurut Eggens manusia terhormat akan memelihara janjinya. Sedang Grotius
mencari dasar konsensus dalam ajaran Hukum Kodrat bahwa “janji itu mengikat” (Facta Sunt
Servanda), karena “kita harus memenuhi janji kita” (promissorum implendorum obligatio)
Lebih lanjut, secara substansial daya mengikat kontrak, i.c. khususnya terkait isi perjanjian
atau prestasi, ternyata tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan di
dalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh
kepatutan, kebiasaan atau undang-undang. Hal ini dapat disimak dari substansi Pasal 1339 BW
maupun Pasal 6:248 ayat (1) NBW Bahkan dalam pelaksanaannya diberikan penegakan untuk
dipenuhinya syarat iktikad baik, sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 (3) Bw maupun Pasal 6:2
NBW.
Niewenhuis menyatakan bahwa kekuatan mengikat dari perjanjian yang muncul seiring
dengan asas kebebasan berkontrak yang memberikan kebebasan dan kemandirian kepada para
pihak, pada situasi tertentu daya berlakunya dibatasi oleh dua hal, yaitu:
Pertama, daya mengikat perjanjian itu dibatasi oleh iktikad baik sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 1338 (3) BW, bahwa perjanjian itu harus dilaksanakan dengan iktikad baik.
Kedua, adanya overmacht atau force majeure (daya paksa) juga membatasi daya mengikatnya
perjanjian terhadap para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Memang pada prinsipnya
perjanjian itu harus dipenuhi para pihak, apabila tidak dipenuhi maka di sini, telah timbul
wanprestasi dan bagi kreditor melekat hak untuk mengajukan gugatan, baik pemenuhan, ganti
rugi maupun pembubaran perjanjian. Namun dengan adanya overmacht atau force majeure, maka
gugatan kreditor akan dikesampingkan, mengingat ketiadaan prestasi tersebut terjadi di luar
kesalahan debitur (vide Pasal 1444 BW).
Perjanjian-perjanjian yang lahir dari ketentuan Buku, III BW pada umumnya merupakan
perjanjian obligatoir (consensual-obligatoir), artinya perjanjian itu pada dasarnya melahirkan
kewajiban-kewajiban kepada para pihak yang membuatnya. Meskipun demikian ada pula
pengaturan perjanjian liberatoir, yaitu berisi pembebasan kewajiban-kewajiban.
Perjanjian obligatoir sendiri melahirkan hak perorangan bagi para pihak yang membuat
perjanjian (personlijk recht). Salah satu ciri hak perorangan (personlijk recht) adalah sifatnya yang
relatif atau nisbi, artinya hak perorangan itu hanya mengikat para pihak yang membuat perjanjian
itu sendiri. Hal ini dapat disimak dari ketentuan Pasal 1315 jo. 1340 BW Dalam Pasal 1315 BW
dinyatakan bahwa, “Pada umumnya tak seorangpun dapat mengikat diri atas nama sendiri atau
meminta ditetapkan suatu janji daripada untuk dirinya sendiri.” Lebih lanjut Pasal 1340 BW
menyatakan, “Perjanjian-perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya,”
Pasal 1315 jo. 1340 BW tersebut di atas menunjukkan jangkauan mengikat suatu kontrak
hanya sebatas para pihak yang membuatnya. Asas ini terkait dengan asas personal yang lazim juga
disebut dengan “privity of contract”. Dengan demikian, asas ini memberikan penekanan pada daya
kerja (strekking) siapa yang terikat kontrak” bukan “apa isi kontrak atau prestasi kontrak”.
Kekuatan mengikat kontrak pada prinsipnya mempunyai daya kerja (strekking) sebatas para pihak
yang membuatnya. Hal ini menunjukkan bahwa hak yang lahir merupakan hak perorangan
(personlijk) dan bersifat relatif. Namun demikian, pada situasi tertentu dapat diperluas
menjangkau pihak-pihak lain. Hal ini dapat disimak dari ketentuan Pasal 1317 BW yang
menyatakan, “Lagi pula diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna
kepentingan seorang pihak ketiga, apabila suatu penetapan perjanjian, yang dibuat oleh seorang
untuk dirinya sendiri, atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada seorang lain, memuat janji
seperti itu.”
Ketentuan lain yang menunjukkan adar1ya perluasan daya kerja (strekking) mengikatnya
perjanjian, seperti terdapat dalam pengaturan Pasal 1318, 1365, dar. 1576 BW Pasal-pasal tersebut
sebagai contoh menguatnya nak perorangan (personlijk recht) yang pada prinsipnya bersifat relatif
- hanya mengikat para pihak - ternyata dalam situasi tertentu menampakkan sosok yang kuat.
Kondisi ini disebut dengan verzakelijking atau menguatnya hak perorangan serta menampakkan
ciri-ciri hak kebendaan.
Di dalam pandangan Eropa kontinental, asas kebebasan berkontak merupakan konsekuensi dari
dua asas lainnya dalam perjanjian, yaitu konsensualisme dan kekuatan mengikat suatu perjanjian
yang lazim disebut sebagai pacta sunt servanda Konsensualisme berhubungan dengan terjadinya
perjanjian r,arta suet servanda berkaitan dengan akibat adanya perjanjian yaitu terikatnya para
pihak yang mengadakan perjanjian, sedangkan kebebasan berkontrak menyangkut isi perjanjian.
Perkembangan asas pacta sunt servanda dapat ditelusur dari sumber Hukum Kanonik. Dalam
Hukum Kanonik dikena asas nudus consensus obligat, pacta nuda servanda sunt. Pact( nuda sunt
servanda mempunyai pengertian bahwa suatu pac turn (persesuaian kehendak) tidak perlu
dilakukan di bawal sumpah. atau dibuat dengan tindakan atau formalitas tertentu. Artinya,
menurut hukum persesuaian kehendak itu mengikat. Demikian halnya nudum pactum, yaitu suatu
persesuaian kehendak saja, sudah memenuhi syarat (Asas ini yang kemudian disebut
consensualisme).
Dengan mengikuti alur tersebut, maka mengikatnya suatu
perjanjian itu karena adanya persesuaian kehendak. Mengingat
consensus itu telah diwujudkan di dalam suatu pactum, sehingga
kemudian dipandang sebagai mempunyai kekuatan mengikat.
Oleh karena itulah, dapat dipahami kalau pada saat ini yang lebih
menonjol adalah asas pacta (nuda) sunt servanda yang kemudian
berkembang menjadi pacta sunt servanda yang berkaitan dengan
kekuatan mengikatnya suatu perjanjian . Seperti halnya asas
kebebasan berkontrak dan asas konsensualisme yang mempunyai
karakter universal, maka asas pacta sunt servanda juga diakui
keberadaannya dalam NBW, UPICC, RUU Kontrak (ELIPS)
maupun Akta Kontrak 1950. Hai ini dapat dicermati dari substansi
Pasal 6:248 (1) dan (2) NBW dengan perkecualian mempunyai
daya kerja mengikat pihak ketiga menurut Pasal 6:248 (3) jo. 6:253
NBW Pasal 1.3 UP:CC dan RUU Kontrak (ELIPS) mengatur hal
yang sama, demikian pula dalam ketentuan Pasal 2 (a) - (e) Akta
Kontrak 1950, diatur daya mengikat kontrak sebatas pihakpihak
yang membuat kontrak, yang dikenai dengan doktrin “privity of
contract”.

Anda mungkin juga menyukai