Anda di halaman 1dari 64

IMUNISASI PADA NEONATUS,

BAYI DAN ANAK BALITA


W A F I N U R M U S L I H AT U N
PENGERTIAN
• Imunisasi: suatu upaya untuk
menimbulkan/meningkatkan kekebalan
seseorang secara aktif terhadap antigen,
sehingga bila kelak terpajan pada antigen
yang serupa tidak sakit/hanya sakit ringan

• Vaksinasi: pemberian vaksin (antigen)


yang dapat merangsang pembentukan
imunitas (antibodi) dari sistem imun di
dalam tubuh
• Kekebalan pasif
• Diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat individu
sendiri,
• Tidak berlangsung lama karena dimetabolisme tubuh
• Contoh: kekebalan janin dari ibu atau kekebalan
setelah pemberian suntikan imunoglobulin
• Kekebalan aktif
•Kekebalan yang dibuat tubuh sendiri akibat terpajan
pada antigen, seperti pada imunisasi/terpajan secara
alamiah
• Berlangsung lebih lama karena ada memori
imunologik
TUJUAN:
• Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang
• Memberikan infeksi ringan yang tidak berbahaya
namun cukup untuk menyiapkan respon imun  bila
terjangkit penyakit tersebut, anak tidak sakit karena
tubuh cepat membentuk antibodi dan mematikan
antigen yang masuk tersebut
• Menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok
masyarakat (populasi)
• Menghilangkan penyakit tertentu dari dunia
(misalnya cacar)  hanya mungkin pada penyakit
yang ditularkan melalui manusia (misalnya difteria)
KEBERHASILAN IMUNISASI
TERGANTUNG:
• Status imun pejamu
• Antibodi maternal spesifik
• Maturitas imunologik
• Mendapat obat imunosupresan, menderita defisiensi imun
kongenital, penyakit (misalnya keganasan)
• Gizi buruk
• Faktor genetik pejamu
• Respon baik, cukup dan rendah
• Kualitas dan kuantitas vaksin
• Cara pemberian
• Dosis vaksin
• Frekuensi pemberian
• Jenis vaksin
VAKSIN

• Produk biologi berisi antigen berupa


mikroorganisme sudah mati/masih
hidup dilemahkan. Masih
utuh/bagiannya, berupa toksin
mikroorganisme diolah menjadi
toksoid/protein rekombinan ditambah
zat lain, bila diberikan kepada
seseorang menimbulkan kekebalan
spesifik aktif terhadap penyakit tertentu
VAKSIN

• Life attenuated
• Bakteri/virus hidup yang dilemahkan
• Berkembang biak dalam tubuh resipien, supaya dapat menimbulkan
respon imun
• Rusak oleh pengaruh panas dan cahaya
• Contoh dari virus hidup: campak, gondongan, rubela, polio,
rotavirus, yellow fever
• Contoh dari bakteri hidup: BCG, tipoid oral
• Inactivated
• Bakteri, virus atau komponennya, dibuat tidak aktif
• Tidak hidup dan tidak dapat tumbuh
• Membutuhkan dosis ganda, dosis awal tidak menghasilkan imunitas
protektif menyiapkan sistem imun
• Contoh: influenza, polio, rabies, hepatitis A, hepatitis B, DTP, dll
PENYIMPANAN VAKSIN

• Rantai vaksin
• Suhu optimum vaksin hidup
• Suhu optimum vaksin mati
• Lemari es dan freezer  standar WHO dilengkapi
stabilizer dan monitor digital
• Susunan vaksin di dalam lemari es
• Wadah pembawa vaksin
COLD CHAIN
• Cara penyimpanan agar vaksin dapat digunakan
dalam keadaan baik atau tidak rusak sehingga
mempunyai kemampuan/efek kekebalan pada
penerima vaksin
• Suhu penyimpanan vaksin harus 2-8 0C dan tidak
beku
• Vaksin DPT, DT, dT, HiB, Hep B, Hep A beku akan
tidak aktif/rusak
• Vaksin OPV harus minus 20 0C
• Penyimpanan dan pengangkutan tidak benar 
potensi vaksin hilang
VACCINE VIAL MONITOR (VVM)
TATA CARA PEMBERIAN:

• Memberitahu secara rinci risiko imunisasi


dan risiko apabila tidak diimunisasi
• Periksa kembali persiapan pelayanan
secepatnya bila terjadi reaksi ikutan yang
tidak diharapkan
• Baca dengan teliti informasi produk vaksin
yang akan diberikan dan dapatkan
persetujuan orangtua
• Tinjau kembali apakah ada kontra indikasi
• Periksa identitas klien dan berikan
antipiretik bila perlu
• Periksa jenis dan keadaan vaksin serta yakinkan
penyimpanannya baik
• Yakinkan vaksin yang akan diberikan sesuai
jadwal dan bila perlu tawarkan pula vaksin lain
untuk mengejar imunisasi yang tertinggal
• Berikan vaksin dengan teknik yang benar
• Setelah pemberian vaksin:
• Jelaskan apa yang harus dilakukan apabila ada
reaksi ikutan
• Catat pada rekam medis klien
• Buat laporan imunisasi kepada instansi terkait
• Periksa status imunisasi keluarga, bila perlu
tawarkan vaksinasi untuk mengejar ketinggalan
PENGENCERAN DAN PENGAMBILAN
VAKSIN

• Vaksin kering harus diencerkan dengan


cairan pelarut khusus dan digunakan
dalam periode waktu tertentu
• Apabila telah diencerkan, periksa tanda-
tanda kerusakan (warna, kejernihan)
• Vaksin campak yang telah diencerkan,
cepat mengalami perubahan pada suhu
kamar
• Jarum steril ukuran 21 untuk
mengencerkan, jarum ukuran 23 untuk
menyuntikkan vaksin
• Vaksin yang diambil menembus tutup
karet atau vaksin yang telah dilarutkan,
harus memakai jarum baru
• Vaksin diambil dari vial terbuka, dapat
memakai jarum yang sama
• Jarum/spuit yang telah digunakan untuk
menyuntik, tidak boleh digunakan untuk
mengambil vaksin dari botol vaksin
• Vaksin multidosis jangan digunakan,
kecuali tidak ada alternatif lain
PENYUNTIKAN
• Sebagian besar vaksin diberikan melalui suntikan IM/SC dalam,
kecuali OPV (oral), dan BCG (intra dermal)
• Bersihkan kulit sebelum imunisasi dilakukan
• Standar jarum suntik: ukuran 23, panjang 25 mm, kecuali pada:
• Bayi KB atau bayi kecil, dapat memakai jarum ukuran 26 panjang
16 mm
• Suntikan SC lengan atas, dipakai jarum ukuran 25 panjang 26 mm.
Untuk bayi kecil jarum ukuran 27 panjang 12 mm
• Suntikan IM orang dewasa sangat gemuk, jarum ukuran 23 panjang
38 mm
• Suntikan intradermal pada vaksinasi BCG, jarum ukuran 25-27
panjang 10 mm
• Suntikan IM/SC dalam, jarum disuntikkan dengan sudut 45-60 0
ke dalam otot vastus lateralis (mengarah lutut) atau otot
deltoid (mengarah pundak)
• Suntikan intradermal BCG, jarum disuntikkan pada kulit di atas
insersi otot deltoid (suntikan di puncak pundak, berisiko keloid)
LOKASI PENYUNTIKAN

• Vastus Lateralis
• Otot bayi yang tebal dan besar pada bagian anterolateral paha
• Lokasi suntikan: batas antara sepertiga otot bagian atas dan
tengah  bagian paling tebal dan padat
• Sudut 45-600 terhadap permukaan kulit, jarum ke arah lutut
• Alasan
• Menghindari risiko kerusakan syaraf ischiadika pada suntikan daerah
gluteal
• Daerah deltoid bayi tidak cukup tebal untuk penyerapan vaksin secara
adekuat
• Imunogenitas Vaksin Hep.B dan rabies berkurang bila disuntikkan di
daerah gluteal
• Menghindari risiko reaksi lokal dan terbentuknya nodulus di tempat
suntikan yang menaun
• Menghindari lapisan lemak subkutan yang tebal pada paha anterior
• Bayi telentang di atas meja/tempat tidur, tungkai bawah sedikit
ditekuk, fleksi pada lutut
• Bayi setengah tidur pada pangkuan ibu/pengasuh
• Muskulus Deltoideus
• Lokasi paling baik: separuh antara akromion
dan insersi pada tengah humerus
• Sudut 45-600 mengarah akromion
• Bayi duduk di atas pangkuan ibu/pengasuh,
lengan yang akan disuntik dipegang menempel
tubuh bayi, lengan yang lain di belakang tubuh
ibu/pengasuh
Imunisasi dasar
Imunisasi rutin*
Imunisasi
lanjutan
Imunisasi Imunisasi
Imunisasi

Program tambahan*

Imunisasi Imunisasi
Pilihan khusus
JENIS IMUNISASI
PERMENKES NO 42, 2013

Imunisasi Program
Hepatitis B, Hib, DPT, BCG,
MR, polio

Imunisasi Pilihan
Rotavirus, PCV, influenzsa,
varicela, MMR, hepatitis A,
HPV, JE, dengue, tifoid
IMUNISASI PROGRAM
IMUNISASI PROGRAM

• Imunisasi yang diwajibkan kepada seseorang


dalam rangka melindungi ybs dan masyarakat
sekitar dari PD3I
• Jenis vaksin, jadwal dan waktu pemberian sesuai
Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi
• Imunisasi rutin*
• Imunisasi dasar
• Imunisasi lanjutan
• Imunisasi tambahan*
• Imunisasi khusus

* Sesuai kewewenangan bidan


IMUNISASI DASAR

• Untuk bayi sebelum usia 1 tahun


• Bayi telah mendapatkan imunisasi dasar DPT-HB-
Hib 1, 2, 3 dengan jadwal dan interval seperti
tabel  status imunisasi T2
IMUNISASI LANJUTAN

• Ulangan imunisasi dasar untuk:


• Mempertahankan tingkat kekebalan
• Memperpanjang masa perlindungan
• Pada anak:
• Baduta
• SD  BIAS
• WUS termasuk ibu hamil
• Jadwal imunisasi Lanjutan pada anak Baduta

• Baduta telah lengkap imunisasi dasar + imnisasi


lanjutan DPT-HB-Hib  status Imunisasi T3
• Imunisasi Lanjutan Anak Usia SD

• Anak Usia SD telah mendapat imunisasi dasar,


imunisasi lanjutan DPT-HB-Hib dan imunisasi DT
serta Td  status imunisasi T5
• Imunisasi Lanjutan pada WUS

• Skrining status imunisasi saat ANC


• Imunisasi Td tidak perlu bila status imunisasi sudah
T5  bukti Buku KIA, kohort dan/atau rekam medis
IMUNISASI TAMBAHAN

• Imunisasi tertentu pada kelompok umur tertentu


yang paling berisiko terkena penyakit sesuai
kajian epidemiologis pada periode tertentu
• Untuk melengkapi imunisasi dasar dan/atau
lanjutan pada target sasaran yang belum tercapai
• Ditetapkan oleh Menteri, Kadinkes Propinsi atau
Kab/Kota
• Backlog Fighting
• Crash program
• PIN
• Cath Up Compaign
• Sub PIN
• Imunisasi dalam penanggulangan KLB
• Backlog fighting
• Upaya aktif di tingkat Puskesmas untuk melengkapi
imunisasi dasar pada anak umur di bawah 3 tahun
• Prioritas di desa tidak mencapai UCI 2 tahun berturut-
turut
• Crash Program
• Kegiatan di tingkat puskesmas untuk wilayah yang perlu
intervensi cepat mencegah KLB
• Untuk satu atau lebih jenis imunisasi dasar
• Kriteria:
• AKB akibat PD3I tinggi
• Infrastruktur kurang
• Desa tidak mencapai UCI 3 tahun berturut-turut
• PIN
• Kegiatan imunisasi massal serentak di suatu negara
dalam waktu singkat
• Memutus mata rantai penyebaran suatu penyakit
• Meningkatkan herd immunity
• Tanpa memandang status imunisasi sebelumnya
• Sub PIN  wilayah terbatas
• Cath Up Compaign
• Kegiatan imunisasi tambahan massal serentak pada
kelompok umur di wilayah tertentu
• Memutus transmisi penularan agent (virus/bakteri)
penyebab PD3I
• Awal pelaksanaan kebijakan imunisasi
• Imunisasi dalam penanggulangan KLB (Outbreak
Response Immunization/ORI)
• Sesuai situasi epidemiologis penyakit masing-masing
HEPATITIS B
• Imunisasi Pasif:
• Hepatitis B Immune globulin (HBIg)
• Dalam waktu singkat memberikan proteksi,
meskipun hanya untuk jangka pendek (3-6 bulan)
hanya pada kondisi pasca paparan
• Sebaiknya diberikan bersamaan dengan imunisasi
aktif (VHB) agar proteksi lama
• Imunisasi Aktif:
• Vaksinasi Hepatitis B
• 3 seri pemberian  IM dalam (bayi di anterolateral
paha, anak besar dan dewasa di regio deltoid)
• KIPI: reaksi lokal ringan dan sementara 
demam ringan 1-2 hari
• Diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir untuk
memutuskan rantai trasmisi maternal ibu ke bayi
(didahului pemberian suntikan vitamin K1)
• Jadwal:
• HepB.1 sedini mungkin setelah lahir
• HepB.2 interval 1 bulan dari HepB.1
• HepB.3 interval minimal 2 bulan dari HepB.2 (terbaik 5
bulan)  umur 3-6 bulan
• Vaksin HepB.1  monovalen/uniject
• Vaksin kombinasi DTP-HepB umur 2-4 bulan
• HepB saat lahir
• Status HbsAg ibu tidak diketahui  dalam 12 jam setelah
lahir, dilanjutkan umur 1 bulan dan 3-6 bulan
• Status HbsAg ibu positif  dalam 24-48 jam setelah lahir +
vaksin HBIg 0,5 ml pada ekstremitas berbeda
BCG
• Baccile Calmette Guerin, vaksin hidup dibuat dari
Mycobacterium bovis yang dibiakkan selama 1-3 tahun
 tidak virulen, tetapi masih memiliki imunogenitas
• Menimbulkan senstivitas terhadap tuberkulin  reaksi
imunitas
• Tidak mencegah TBC, tetapi mengurangi risiko TBC
berat, seperti TBC meningitis dan TBC miliar
• Merupakan vaksin hidup  tidak diberikan pada
pasien imunokompromise jangka panjang (leukemia,
pengobatan steroid jangka panjang, HIV)
• Diberikan umur <2 bulan, optimal umur 2 bulan, bila
diberikan sesudah umur 3 bulan  perlu uji tuberkulin.
• Dosis untuk bayi (<1 tahun): 0,05 ml
• Dosis untuk anak 0,10 ml
• Vaksin BCG
• Sediaan padat, perlu dilarutkan
• Pelarut harus dimasukkan dalam cool pack 12 jam
sebelum digunakan  suhu vaksin dan pelarut sama
• Tidak boleh terkena sinar matahari, disimpan pada suhu 2-80C,
tidak boleh beku
• Vaksin yang telah diencerkan, harus dibuang dalam 3 jam
• Vaksin ulang tidak dianjurkan
• Suntikan intrakutan di daerah insersio muskulus
deltoideus kanan, alasan:
• Lebih mudah (lemak subkutis tebal)
• Ulkus yang terbentuk tidak mengganggu struktur otot
setempat
• Sebagai tanda baku untuk keperluan diagnosis bila
dibutuhkan
• Efek proteksi 8-12 minggu setelah penyuntikan (0-
80%)
• KIPI:
• Ulkus lokal superfisial 3 minggu setelah penyuntikan.
Sembuh dalam 2-3 bulan, meninggalkan parut bulat,
diameter 4-8 mm
• Dosis terlalu tinggi  ulkus lebih besar
• Penyuntikan terlalu dalam  parut tertarik (retracted)
• Kontra indikasi:
• Reaksi tes Mantoux > 5 mm
• Sedang menderita/risiko tinggi infeksi HIV,
imunokompromise akibat pengobatan
kortikosteroid, efek imunosupresif, pengobatan
radiasi, keganasan sumsum tulang atau sistem
limfe
• Gizi buruk
• Demam tinggi
• Infeksi kulit luas
• Pernah TBC
• Kehamilan
• Rekomendasi:
• Optimal diberikan umur 2 bulan
• Bayi kontak erat dengan penderita TBC (BTA +3),
berikan INH Profilaksis dulu. Bila sudah tenang, BCG
bisa diberikan
• Jangan diberikan pada anak/bayi dengan
imunodefisiensi
• Pemberian pada usia >3 bulan perlu tes tuberkulin.
• Bila tidak memungkinkan harus diobservasi 7 hari
• Ada reaksi lokal cepat (accelerated local reaction) 
evaluasi lebih lanjut (Dx TBC)
ORAL POLIO VACCINE (OPV)

• Virus polio tipe 1, 2, 3 hidup tetapi sudah dilemahkan


• Pada saat lahir atau saat bayi dipulangkan sebagai
dosis awal (OPV-0), dosis 2 tetes  segera terlindungi
dari virus polio liar
• Imunisasi dasar umur 2-3 bulan dalam 3 dosis
terpisah, interval 6-8 minggu  imunitas jangka lama
• Disimpan suhu <200C
• Sangat stabil, tetapi setelah dibuka akan kehilangan potensi
 segera dibuang pada akhir kegiatan imunisasi
• Dapat disimpan beku, suhu -20 0C
• Dapat dibekukan kembali, asal warna tidak berubah dan
belum kadaluwarsa
• ASI tidak berpengaruh pada respon antibodi. Bila
dimuntahkan dalam 10 menit, dosis perlu diulang
• Setelah mendapatkan OPV  ekskresi virus selama 6 minggu
dan melakukan infeksi pada kontak yang belum diimunisasi
 cuci tangan setelah mengganti popok
• KIPI:
• Pusing, diare ringan, nyeri otot
• VAPP dan VDPV
• Kontraindikasi:
• Penyakit akut/demam (suhu > 38,50C)  vaksin ditunda
• Muntah atau diare hebat  vaksin ditunda
• Pengobatan kortikosteroid, imunosupresif oral/suntikan, radiasi
umum/kontak dengan pasien radiasi
• Keganasan retikuloendotelial, imunitas terganggu
• Infeksi HIV atau ada anggota keluarga
• Ibu hamil 4 bulan pertama
• Jangan diberikan bersama vaksin oral tifoid
• Hipersensitif berlebihan terhadap antibiotik
• Kontak dengan anak imunosupresi  berikan IPV, bukan OPV
INACTIVED POLIOMYELITIS VACCINE
(IPV) DIY
• Antigen polio tipe 1, 2, 3 yang telah mati
• Disimpan pada suhu 2-80C, tidak boleh dibekukan
• Dosis 0,5 ml, suntikan subkutan dalam, 3 kali
berturut-turut, jarak 2 bulan memberikan
imunitas jangka panjang
• OPV dan IPV dapat dipakai bergantian
• IPV bisa pada anak sehat, anak dengan
imunokompromise atau bersamaan dengan
vaksin DPT
• Sbg alternatif, karena KIPI dari OPV  VAPP dan
VDPV
• Jadwal:
• Polio-1 saat lahir (saat bayi pulang)alternatif: IPV
• Imunisasi dasar (Polio 2, 3, 4) interval minimal 4 minggu
• Satu dosis IPV pada semua bayi bersaman dengan OPV3
dan Pentavalen 3
• Dosis: OPV 2 tetes, IPV 0,5 ml, IM
• Vaksin ulangan 1 tahun setelah Polio 4,
selanjutnya saat masuk sekolah (5-6 tahun)
JADWAL IMUNISASI POLIO
Umur OPV IPV

0 bulan HB HB
1 bulan BCG, OPV1 BCG
2 bulan OPV2, Pentavalen 1 IPV1, Pentavalen 1
3 bulan OPV3, Pentavalen 2 IPV2, Pentavalen 2
4 bulan OPV4, IPV, Pentavalen IPV3, Pentavalen 3
9 bulan 3 IPV4, Campak/MR
Campak/MR
DTP
• DTP: toksoid difteria digabung toksoid tetanus dan
vaksin pertusis
• DT: kombinasi toksoid difteria dan tetanus  dapat
diberikan pada anak dengan kontraindikasi vaksin
pertusis
• Kontraindikasi Pertusis:
• Riwayat anafilaksis
• Ensefalopati sesudah pemberian vaksin pertusis sebelumnya
• Precaution: riwayat hiperpireksia, hipotonik-hiporesponsif
dalam 48 jam, menangis terus-menerus selama 3 jam, kejang
dalam 3 hari paska penyuntikan pertusis sebelumnya
• Riwayat kejang, KIPI, alergi vaksin pada keluarga
bukan kontraindikasi, tetapi HARAP dipertimbangkan
keuntungan dan risiko pemberian vaksin
• Jadwal:
• Diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (tidak boleh
diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan
interval 4-6 minggu
• DPT 1 umur 2 bulan
• DPT 2 umur 3 bulan
• DPT 3 umur 4 bulan
• DPT ulangan setelah 1 tahun (umur 18-24
bulan)
• DPT 5 pada saat masuk sekolah (umur 5 tahun)
• DT 6 pada umur 12 tahun (BIAS)
• Dosis: 0,5 ml, IM
• KIPI:
• Reaksi lokal kemerahan, bengkak, nyeri pada
lokasi injeksi
• Demam ringan
• Gelisah dan menangis terus menerus beberapa
jam pasca penyuntikan
• Paling serius: ensefalopati akut, reaksi
anafilaksis
CAMPAK
• Sediaan kering  perlu dilarutkan
• Satu dosis 0,5 ml subkutan dalam
• Umur 9 bulan
• Imunisasi ulangan usia 18 bulan dan saat
masuk SD (5-6 tahun)
HAEMOPHILLUS INFLUENZAE TYPE B
(HIB)
• Bakteri gram negatif hanya ditemukan pada
manusia
• Penyebaran melalui percikan ludah (droplet)
• Paling rentan usia 4-8 bulan
• Sebagian besar sebagai carier (>3%)
PENTAVALEN/PENTABIO

• Sediaan vaksin cair


• Gabungan vaksin DTP, Hepatitis B (Hep B) dan
Hemofillus Influenza tipe B (HiB)
• Mencegah >6 penyakit: Difteri, Pertusis, Tetanus,
Hepatitis B, Meningitis dan Pneumonia, radang
epiglotis, arthritis
• Dosis 0,5 ml secara intramuskuler
• Lokasi penyuntikan paha kiri
• Jadwal penyuntikan:
• Usia 2 bulan, 3 bulan, 5 bulan
MEASLESS RUBELLA (MR)
KIPI

• Klasifikasi KIPI:
• Injection reaction
• Reaksi vaksin
• Kesalahan program
• Concisential
• Tidak diketahui
• KIPI yang harus dilaporkan 24 jam pasca imunisasi:
• Reaksi anafilaksis
• Anafilaksis
• Menangis menjerit tidak berhenti >3 jam (persistent
inconsolable screaming)
• Hypotonic hyperesponsive episode
• Toxic shock syndrome
• KIPI yang harus dilaporkan 5 hari pasca imunisasi:
• Reaksi lokal hebat
• Sepsis
• Abses pada tempat suntikan
• KIPI yang harus dipalorkan 30 hari pasca imunisasi:
• Ensefalopati
• Kejang
• Meningitis aseptik
• Trombositopenia
• Lumpuh layuh (accute flaccid paralysis)
• Meninggal, dirawat di RS
reaksi lokal hebat
• Abses di daerah suntikan
• Neuritis brakhial
TUGAS INDIVIDU:

Menyusun resume:
1. Permenkes 12 tahun 2017
2. Program peningkatan cakupan dan mutu
imunisasi

Anda mungkin juga menyukai