Anda di halaman 1dari 17

Informed Choice dan Informed Consent

Mata Kuliah Etika Profesi


Dosen Pembimbing : Anita Rahmawati, S.SiT.,MPH

DISUSUN OLEH:
Bherta Sintasari (P07124217010)
Cici Nur Treviana Dewi (P07124217011)
Desi Arista Wulandari (P07124217012)
Deva Ayustika Prabantari (P07124217013)
Dias Orchita Adianingrum (P07124217014)
Erlin Nawang Kusumaratih (P07124217015)
Erny Setyaningsih (P07124217016)
Hanin Shafira Pramesti (P07124217020)

TAHUN PELAJARAN 2019/2020


POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN KEBIDANAN
Kata Pengantar

Puji syukur saya ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
tugas mata kuliah Etika Profesi yang berjudul Informed Choice dan Informed
Consent tanpa ada kendala suatu apapun. Sholawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberi rahmat dan
hidayahnya kepada kita .
Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada:
1. Anita Rahmawati, S.SiT.,MPH sebagai dosen mata kuliah Etika Profesi.
2. Teman - teman serta pihak - pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu-persatu
yang telah membantu kami dalam menyusun makalah ini.
Seperti halnya manusia yang tidak sempurna di mata manusia lain ataupun
di mata Allah SWT, penyusunan makalah ini tidak terlepas dari kesalahan penulisan
dan penyajiannya mengingat akan keterbatasan kemampuan yang kami miliki.
Untuk itu kami mohon maaf dan selalu mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca demi penyempurnaan tugas ini. Akhir kata semoga
tugas ini dapat memberi manfaat untuk kita semua. Aamiin.

Yogyakarta, 15 Agustus 2019

Penyusun
DAFTAR ISI

Cover ...................................................................................................................... i
Kata Pengantar ........................................................................................................ ii
Daftar Isi................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................1
A. Latar Belakang .............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................1
C. Tujuan ..........................................................................................................1
BAB II ISI
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................................
B. Saran ............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini banyak dibicarakan di media massa masalah dunia kebidanan
yang dihubungkan dengan hukum. Bidang kebidanan yang dahulu dianggap
profesi mulia, seakan-akan sulit tersentuh oleh orang awam, kini mulai
dimasuki unsur hukum. Salah satu tujuan dari hukum atau peraturan atau
deklarasi atau kode etik kesehatan atau apapun namanya, adalah untuk
melindungi kepentingan pasien disamping mengembangkan kualitas profesi
bidan atau tenaga kesehatan. Keserasian antara kepentingan pasien dan
kepentingan tenaga kesehatan, merupakan salah satu penunjang keberhasilan
pembangunan sistem kesehatan.

Pada awal abad ke-20 telah tumbuh bidang hukum yang bersifat khusus (lex
spesialis), salah satunya hukum kesehatan, yang berakar dari pelaksanaan hak
asasi manusia memperoleh kesehatan (the Right to health care). Masing-
masing pihak, yaitu yang memberi pelayanan (medical providers) dan yang
menerima pelayanan (medical receivers) mempunyai hak dan kewajiban yang
harus dihormati.

Agar dapat menanggulangi masalah secara proporsional dan mencegah apa


yang dinamakan malpraktek di bidang kebidanan, perlu adanya informed
consent (persetujuan penjelasan) dan informed choice (pilihan pasien).

B. Rumusan Masalah
1.1.1 Apa pengertian dari informed choice?
1.2.2 Apa tujuan dari informed choice?
1.2.3 Bagaimanakah rekomendasi informed choice?
1.2.4 Bagaimanakah bentuk informed consent?
1.2.5 Apa pengertian dari informed concent?
1.2.6 Bagaimana aspek-aspek hukum dalam informed consent ?
1.2.7 Apa kendala dalam melaksanakan informed concent?
1.2.8 Apa fungsi inform concent?
1..2.9 Bagaimanakah bentuk inform consent?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
 ·Mengetahui informed choice
 Mengetahui informed consent
1.3.2 Tujuan Khusus
 Mengetahui pengertian dari informed choice
 Mengetahui tujuan dari informed choice
 Mengetahui bagaimana rekomendasi informed choice
 Mengetahui bentuk informed consent
 Mengetahui pengertian dari informed concent
 Mengetahui aspek-aspek hukum dalam informed consent
 Mengetahui kendala dalam melaksanakan informed concent
 Mengetahui fungsi inform concent
 Mengetahui bentuk inform consent
BAB II
ISI

A. Informed Choice
1. Pengertian Informed Choice
Informed choice berarti membuat pilihan setelah mendapatkan
penjelasan tentang alternative asuhan yang akan dialaminya, pilihan
(choice) harus dibedakan dari persetujuan (consent). Persetujuan penting
dari sudut pandang bidan, karena itu berkaitan dengan aspek hukum yang
memberikan otoritas untuk semua prosedur yang dilakukan oleh bidan.
Sedangkan pilihan (choice) lebih penting dari sudut pandang wanita
(pasien) sebagai konsumen penerima jasa asuhan kebidanan.

2. Tujuan Informed Choice


Tujuan informed choice adalah untuk mendorong wanita memilih
asuhannya. Peran bidan tidak hanya membuat asuhan dalam manajemen
asuhan kebidanan tetapi juga menjamin bahwa hak wanita untuk memilih
asuhan dan keinginnya terpenuhi. Hal ini sejalan dengan kode etik
internasional bidan yang dinyatakan oleh ICM 1993, bahwa bidan harus
menghormati hak wanita setelah mendapatkan penjelasan dan mendorong
wanita untuk menerima tanggung jawab untuk hasil dari pilihannya.

3. Rekomendasi Bagi Bidan


a. Bidan harus terus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya
dalam berbagai aspek agar dapat membuat keputusan klinis dan secara
teoritis agar dapat memberikan pelayanan yang aman dan dapat
memuaskan kliennya.
b. Bidan wajib memberikan informasi secara rinci dan jujur dalam bentuk
yang dapat dimengerti oleh wanita dengan menggunakan media
alternatif dan penerjemah, kalau perlu dalam bentuk tatap muka secara
langsung.
c. Bidan dan petugas kesehatan lainnya perlu belajar untuk emmbantu
wanita melatih diri dalam menggunakan haknya dan menerima
tanggung jawab untuk keputusan yang mereka ambil sendiri.
d. Dengan berfokus pada asuhan yang berpusat pada wanita dan
berdasarkan fakta, diharapkan bahwa konflik dapat ditekan serendah
mungkin.
e. Tidak perlu takut akan konflik tapi menganggapnya sebagai suatu
kesempatan untuk saling memberi dan mungkin suatu penilaian ulang
yang objektif, bermitra dengan wanita dari sistem asuhan dan suatu
tekanan positif.

4. Bentuk Pilihan (Choice) yang ada dalam Asuhan Kebidanan


Ada beberapa jenis pelayanan kebidanan yang dapat dipilih oleh pasien
antara lain :
a. Gaya, bentuk pemeriksaan antenatal dan pemeriksaan
laboratorium/screening antenatal.
b. Tempat bersalin (rumah, polindes, rumah bersalin, rumah sakit bersalin,
atau rumah sakit) dan kelas perawatan di rumah sakit.
c. Masuk kamar bersalin pada tahap awal persalinan.
d. Pendampingan waktu bersalin.
e. Klisma dan cukur daerah pubis.
f. Metode monitor denyut jantung janin.
g. Percepatan persalinan.
h. Diet selama proses persalinan.
i. Mobilisasi selama proses persalinan.
j. Pemakaian obat pengurang rasa sakit.
k. Pemecahan ketuban secara rutin.
l. Posisi ketika bersalin.
m. Episiotomi.
n. Penolong persalinan.
o. Keterlibatan suami waktu bersalin, misalnya pemotongan tali pusat.
p. Cara memberikan minuman bayi.
q. Metode pengontrolan kesuburan.

B. Informed Consent
1. Pengertian Informed Consent
Informed consent bukanlah hal yang baru dalam bidang pelayanan
kesehatan. Informed consent telah diakui sebagai langkah yang paling
penting untuk mencegah terjadinya konflik dalam masalah etik. Informed
consent berasal dari dua kata yaitu, informed (telah mendapat penjelasan
atau keterangan atau informasi) dan consent (memberikan persetujuan atau
mengizinkan). Informed consent adalah suatu persetujuan yang diberikan
setelah mendapatkan informasi. Pengertian lain dari informed consent
adalah suatu kesepakatan atau persetujuan pasien atas upaya medis yang
akan dilakukan dokter terhadap dirinya setelah pasien mendapatkan
informasi dari dokter mengenai upaya medis yang dapat dilakukan untuk
menolong dirinya disertai informasi mengenai segala risiko yang mungkin
terjadi.
Informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien keoada
tenaga kesehatan setelah diberi penjelasan. Dalam praktiknya, seringkali
intilah informed consent disamakan dengan surat izin operasi (SIO) yang
diberikan oleh tenaga kesehatan kepada keluarga sebelum seorang pasien
dioperasi, dan dianggap sebagai persetujuan tertulis. Akan tetapi, perlu
diingatkan bahwa informed consent bukan sekedar formulir persetujuan
yang didapat dari pasien, juga nukan sekedar tanda tangan keluarga, namun
merupakan proses komunikasi. Informed consent bukan perjanjian
terapeutik, tetapi pernyataan sepihak oleh pasien (for person with capacity
to consent) atau orang yang berhak mewakili (for person without capacity
to consent). Bukan juga pernyataan kesanggupan membayar sebab ia tidak
berkaitan dengan tindakan medis, serta dapat diberikan oleh siapa saja yang
bersedia menanggung biaya pasien.
Kementrian Kesehatan RI (2008) menyatakan bahwa informed
consent adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas
dasar penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap
pasien tersebut. Pernyataan oleh pasien, atau dalam hal pasien tidak
berkompeten, diberikan oleh orang yang berhak mewakili, yang isinya
berupa persetujuan kepada dokter untuk melakukan tindakan medik sesudah
pasien atau orang yang berhak untuk diberi informasi secukupnya mengenai
rencana tindakan medik yang akan dilakukan dokter (Dahlan S,2002). Dari
ketiga definisi tadi maka yang paling reliable adalah definisi yang mampu
memberikan pemahaman bahwa pemegang hak utama untuk memberikan
persetujuan ialah pasien dan hak keluarga untuk mewakili pasien bukan
bersifat alternatif, melainkan kondisional yaitu manakala pasien tidak
berkompeten (belum dewasa atau tidak sehat akal). Jika pasien sudah
dewasa dan sehat akal maka keluarga sama seklai tidak berhak.
Inti dari informed consent adalah kesepakatan antara tenaga
kesehatan dan klien, sedangkan formulir hanya merupakan
pendokumentasian hasil kesepakatan. Dapat disimpulkan informed consent
adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya kepada tenaga
kesehatan untuk melakukan tindakan. Mengandung dimensi hukum, berupa
perlindungan bagi pasien atas tindakan bidan yang berperilaku memaksakan
kehendaknya; mengandung dimensi etik, berupa menghargai otonomi
pasien, tidak melakukan intervensi melainkan membantu bila diminta atau
dibutuhkan dan menggali keinginan pasien secara subjektif.

2. Aspek-Aspek Hukum dalam Informed Consent


a. Tidak meniadakan atau mencegah diadakannya tuntutan dimuka
pengadilan atau membebaskan bidan atau rumah bersalin terhadap
tanggung jawabnya apabila terdapat kelalaian.
b. Tidak mempunyai kekuatan hukum atas penghindaran oleh bidan atau
rumah bersalin karena seseorang tidak dapat membebaskan diri dari
tanggung jawabnya atas kesalahan yang dilakukan. Merupakan
pernyataan kehendak kedua belah pihak yaitu bidan dan pasien yang
dituangkan dalam persetujuan bersifat mengikat dan tidak dapat
dibatalkan oleh salah satu pihak. Dasar hukumnya adalah pasal 1320
KUH Perdata :
1) Adanya kata sepakat
2) Adanya kecakapan
3) Suatu hal atau objek tertentu
4) Suatu sebab yang halal

3. Kendala dalam Pelaksanaan Informed Consent


a. Sulit memastikan adanya kemampuan/kecakapan secara hukum dari
orang yang akan menjalani tindakan, karena adanya indikator yuridis
atas batas usia, kesadaran, kondisi mental dan lain-lain.
b. Sulit memastikan wali yang sah.
c. Sulit mengukur bahwa informasi telah diberikan secara rinci dan dapat
dimengerti.
d. Sulit menentukan saksi apabila diperlukan untuk memberikan
persetujuan atas suatu tindakan.
e. Dalam keadaan darurat sulit menentukan siapa yang bertanggung jawab
atas tindakan yang akan dilakukan.

4. Fungsi Informed Consent


Untuk mengurangi kejadian malpraktik dan agar bidan lebih berhati-hati
dalam memberikan pelayanan kebidanan.

5. Bentuk-Bentuk Informed Consent


Informed consent harus dilakukan setaip kali akan
melakukantindakan medis, sekecil apapun tindakan tersebut. Menurut
Departemen Kesehatan (2002), informed consent dibagi menjadi dua
bentuk :
a. Implied Consent
Yaitu persetujuan yang dinyatakan tidak langsung. Contohnya saat
bidan akan mengukur tekanan darah ibu, ia hanya mendekati si ibu
dengan membawa spigmomanometer tanpa mengatakan apapun dan si
ibu langsung menggulung lengan bajunya (meskipun tidak mengatakan
apapun, sikap ibu menunjukkan bahwa ia tidak keberatan terhadap
tindakan yang akan dilakukan bidan).
b. Express Consent
Express consent yaitu persetujuan yang dinyatakan dalam bentuk tulisan
atau secara verbal. Sekalipun persetujuan secara tersirat dapat diberikan,
namun sangat bijaksana bila persetujuan pasien dinyatakan dalam
bentuk tertulis karena hal ini dapat menjadi bukti yang lebih kuat dimasa
mendatang. Contoh persetujuan untuk pelaksanaan operasi Caesar.
Persetujuan pada informed consent dapat dibedakan menjadi tiga
bentuk :
a. Persetujuan tertulis, biasanya diperluka untuk tindakan medis yang
mengandung risiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam Permenkes
No.585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI
No.319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang
mengandung risiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan
tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang
adekuat tentang perlunya tindakan media serta risiko yang berkaitan
dengannya (telah terjadi informed consent).
b. Persetujuan lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan media yang
bersifat non invasif dan tidak mengandung risiko tinggi, yang diberikan
oleh pihak pasien.
c. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya
pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung
menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan
dilakukan terhadap dirinya.
6. Manfaat Informed Consent
a. Membantu kelancaran tindakan medis. Melalui informed consent,
secara tidak langsung terjalin kerjasama antara bidan dan klien sehingga
memperlancar tindakan yang akan dilakukan. Keadaan ini dapat
meningkatkan efisiensi waktu dalam upaya tindakan kedaruratan.
b. Mengurangi efek samping dan komplikasi yang mungkin terjadi.
Tindakan bidan yang tepat dan segera, akan menurunkan risiko
terjadinya efek samping dan komplikasi.
c. Mempercepat proses pemulihan dan penyembuhan penyakit, karena si
ibu memiliki pemahaman yang cukup terhadap tindakan yang
dilakukan.
d. Meningkatkan mutu pelayanan. Peningkatan mutu ditunjang oleh
tindakan yang lancar, efek samping dan komplikasi yang minim, dan
proses pemulihan yang cepat.
e. Melindungi bidan dari kemungkinan tuntutan hukum. Jika tindakan
medis menimbulkan masalah, bidan memiliki bukti tertulis tentang
persetujuan pasien.

7. Dimensi Informed Consent


a. Dimensi yang menyangkut hukum
Dalam hal ini informed consent merupakan perlindungan bagi pasien
terhadap bidan yang berperilaku memaksakan kehendak, dimana proses
informed consent sudah memuat tentang keterbukaan informasi dari
bidan kepada pasien, informasi tersebut harus dimengerti pasien dan
memberikan kesempatan kepada pasien untuk memberikan persetujuan
atas tindakan yang akan dilakukan kepadanya.
b. Dimensi yang menyangkut etik
Dari proses informed consent terkandung nilai etik sebagai berikut
mengahrgai kemandirian atau otonami pasien, tidak melakukan
intervensi melainkan membantu pasien bila dibutuhkan atau diminta
sesuai dengan informasi yang telah dibutuhkan dan bidan menggali
keinginan pasien baik yang dirasakan secara subjektif maupun sebagai
hasil pemikiran yang rasional.
Berdasarkan Pasal 45 UU No.29 Tahun 2004 terdapat beberapa
prinsip yang harus ada berkaitan dengan informed consent tersebut,
yaitu :
a. Setiap tindakan medis harus mendapat persetujuan pasien.
b. Persetujuan diberikan setelah pasien mendapatkan penjelasan secara
lengkap.
c. Penjelasan tersebut sekurang-kurangnya mencakup :
1) Diagnosis dan tata cara tindakan medis.
2) Tujuan tindakan medis yang dilakukan .
3) Alternatif tindakan lain dan risikonya.
4) Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.
5) Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
d. Persetujuan dapat diberikan baik secara tertulis maupun lisan.
e. Setiap tindakan media yang mengandung risiko tinggi harus diberikan
dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak
memberikan persetujuan.
Pasal 1354 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPdt) yang
mengatur “zaakwarneming” atau perwakilan sukarela, yaitu sikap/tindakan
yang pada dasarnya merupakan pengambilalihan tanggungjawab dengan
tindakan menolong pasien dan bila pasien telah sadar , tenaga kesehatan
dapat bertanya apakah perawatan dapat diteruskan atau ingin beralih ke
tenaga kesehatan yang lain.
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa terdapat dua unsur yang
harus ada dalam informed consent yaitu pasien harus mendapatkan
informasi mengenai tindakan medis yang akan dilakukan dan tindakan
medis yang dilakukan harus mendapatkan persetujuan oleh pasien tersebut.
Persetujuan dari pasien tersebut dapat diwakilkan oleh pihak lain apabila
pasien dalam kondisi kritis dan memerlukan pengobatan secepat mungkin,
akan tetapi setelah pasien sadar tenaga kesehatan wajib menjelaskan dan
menanyakan persetujuan dari pasien tersebut.
Berdasarkan hal tersebut maka tindakan media yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan harus sesuai dengan standar pelayanan atau tindakan
medis yang telah ditetapkan. Selain itu, hal terpenting dan yang menjadi
prioritas utama dalam melakukan tindakan medis adalah kesempatan pasien
(patient safety) itu sendiri. Dokter atau bidan dituntut untuk melakukan
tindakan medis semaksimal mungkin dan tidak melakukan tindakan yang
dapat membahayakan keselamatan pasien (patient safety). Pelayanan atau
tindakan medis dilakukan oleh dokter maupun bidan di rumah sakit yang
dapat membahayakan keselamatan pasien (patient safety) merupakan
tanggung jawab dokter ataupun bidan tersebut, jadi dokter ataupun tenaga
kesehatan bertanggung jawab atas kerugian yang di derita oleh pasien.

8. Contoh Persetujuan Tindakan Pertolongan Persalinan

Praktik Mandiri Bidan……………………….


Alamat……………………………………….
Telp…………………………………………..

Persetujuan Tindakan Pertolongan Persalinan

Saya yang bertandatangan di bawah ini :


Nama :
Tempat/Tanggal Lahir :
Alamat :
Kartu Identitas :
Pekerjaan :
Selaku individu yang meminta bantuan pada fasilitas kesehatan ini,
Bersama ini menyatakan kesediaannya untuk dilakukan tindakan dan
prosedur pertolongan persalinan pada diri saya. Persetujuan ini saya
berikan setelah mendapat penjelasan oleh Bidan yang berwenang di
fasilitas kesehatan tersebut diatas, sebagai berikut ini :
1. Diagnosis kebidanan…………………………………………………
2. Untuk melakukan pertolongan persalinan perlu dilakukan
tindakan………………………………………………………………
3. Setiap tindakan kebidanan yang dipilih bertujuan untuk kesejahteraan
dan keselamatan ibu dan janin. Namun demikian, sebagaimana telah
dijelaskan terlebih dahulu, setiap tindakan yang dilakukan memiliki
risiko baik yang telah diduga maupun yang belum diduga sebelumnya.
4. Penolong persalinan juga telah menjelaskan bahwa ia akan berusaha
sebaik mungkin untuk melakukan tindakan pertolongan persalinan dan
menghindarkan kemungkinan risiko, agar diperoleh hasil yang
optimal.
5. Semua penjelasan tersebut diatas sudah saya maklumi dan dijelaskan
dengan kalimat yang jelas dan saya mengerti sehingga saya
memaklumi arti tindakan atau asuhan kebidanan yang saya alami.
Dengan demikian terjadi kesepahaman diantara saya selaku pasien dan
bidan tentang upaya serta tujuan tindakan, untuk mencegah terjadinya
masalah hukum dikemudian hari.
Dalam keadaan dimana saya tidak mampu memperoleh penjelasan dan
memberi persetujuan maka saya menyerahkan mandate kepada suami atau
wali saya yaitu :
Nama :
Tempat/tanggal lahir :
Alamat :
Kartu Identitas :
Pekerjaan :
Demikian saya maklum, surat persetujuan ini saya buat tanpa paksaan dari
pihak manapun dan agar dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

………………,………………………
Bidan Suami/Wali Yang Memberi Persetujuan

………….. …………… ……………


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Informed Consent adalah persetujuan tindakan kebidanan atau
kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah
mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan yang akan
dilakukan terhadap pasien tersebut.
Informed Choice adalah membuat pilihan setelah mendapatkan
penjelasan tentang alternatif asuhan yang akan dialaminya, pilihan
(choice).
Persetujuan (consent) penting dari sudut pandang bidan, karena
berkaitan dengan aspek hukum yang memberikan otoritas untuk semua
prosedur yang dilakukan oleh bidan.
Pilihan (choice) lebih penting dari sudut pandang wanita (pasien)
sebagai konsumen penerima jasa asuhan kebidanan.

3.2 Saran
Sebelum melakukan tindakan medis, bidan dan klien harus membuat
dan/atau menyetujui informed consent dan informed choice agar dapat
menanggulangi masalah secara proporsional dan mencegah apa yang
dinamakan malpraktek di bidang kebidanan

Anda mungkin juga menyukai