Anda di halaman 1dari 40

MAGMATISME

Magma adalah cairan atau larutan silikat pijar yang


terbentuk secara alamiah, bersifat mudah bergerak
(mobile), bersuhu antara 700-13000C (sekitar 1200-2400
derajat Fahrenheit) dan berasal atau terbentuk pada kerak
bumi bagian bawah hingga selubung bagian atas dan
bersifat asam atau basa.

Secara fisika, magma merupakan sistem berkomponen


ganda (multi component system) dengan fase cair dan
sejumlah kristal yang mengapung di dalamnya sebagai
komponen utama, dan pada keadaan tertentu juga berfase
gas.
Magma mengandung sulfide, oksida, dan volatile (gas),
sumber magma terletak jauh di bawah bumi, pada lapisan
mantel, yaitu pada kedalaman 1200-2900 km.

Kemudian magma mengalir dan berkumpul pada suatu


tempat yang dikenal sebagai dapur magma, yang terletak
pada kedalaman lebih dari 60 km.

Suhu magma berkisar antara 700 - 11000C, sifatnya yang


sangat panas dan cair menyebabkan magma memiliki
tekanan hidrostatis yang sangat kuat, sehingga terus
bergerak menerobos untuk berusaha ke luar ke atas
permukaan bumi.
Komposisi kimiawi magma terdiri dari :
• Senyawa-senyawa yang bersifat non volatile (senyawa yang
tidak mudah menguap) dan merupakan senyawa oksida dalam
magma. Jumlahnya sekitar 99% dari seluruh isi magma,
sehingga merupakan element mayor, terdiri dari SiO2, Al2O3,
Fe2O3, FeO, MnO, CaO, Na2O, K2O, TiO2, P2O5.

• Senyawa volatil (senyawa yang mudah menguap) yang banyak


pengaruhnya terhadap magma, terdiri dari fraksi-fraksi gas CH4,
CO2, HCl, H2S, SO2 dsb.

• Unsur-unsur lain yang disebut unsur jejak (trace element) dan


merupakan element minor, seperti: Rb, Ba, Sr, Ni, Li, Cr, S dan
Pb.
Viskositas dan Densitas magma adalah sifat fisika magma
dan sebagai parameter yang signifikan untuk memahami proses
aktivitas gunung api.

Viskositas magma mengontrol mobilitas magma.


Densitas mengontrol arah gerakan relatif antara magma dan
material padat (batuan fragmen dan kristal).

Magma yang mempunyai viskositas rendah, seperti magma


basaltik, dapat membentuk lava yang sangat panjang dengan aliran
yang cepat. Sebaliknya, magma riolitis yang cukup kental sangat
terbatas mengalir. Karena kentalnya magma riolitis, maka
gelembung gas terperangkap oleh magma, mengalami ekspansi,
dan dapat menyebabkan erupsi yang eksplosif.
Viskositas merupakan sifat suatu cairan atau gas
yang berhubungan dengan hambatan alir
gas/cairan itu sendiri akibat adanya gaya-gaya
antar partikel yang mengalir.

Viskositas magma didefinisikan sebagai


perbandingan antara shear stress dan strain rate.
Lava akan mengalir pada saat shear stress lebih
besar dari yield strength.

Viskositas bergantung pada komposisi/kandungan


kristal, gelembung, gas (H2O), serta temperatur
dan tekanan.
Densitas adalah ukuran kepekatan atau kemampatan suatu zat
merupakan perbandingan antara massa dan volume zat itu sendiri.
Magma terdiri atas cairan silika, dan material lainnya, seperti kristal,
gelembung gas, dan fragmen batuan. Cairan silika mengandung rantai
panjang dan cincin polimer Si-O tetrahedra, bersama-sama kation
(seperti Ca2+, Mg2+, Fe2+) dan anion (misal OH-, F-, Cl-, S-) yang
terletak secara acak, berada dalam tetrahedra (Gambar 3).

Densitas rangkaian Si-O, yang merupakan fungsi komposisi, tekanan,


dan temperatur, mengontrol sifat-sifat fisika cairan, seperti densitas
dan viskositas.

Densitas cairan silika berbeda dengan densitas magma, karena


cairan silika tidak mengandung kristal, gelembung, dan fragmen.
Batuan ini akan memengaruhi densitas magma. Densitas cairan silika
mempunyai rentang antara 2850 kg/m3 untuk basaltik sampai 2350
kg/m3 untuk riolit.
Suhu magma secara umum (seperti yang ada di luar inti bumi atau
lapisan outer core) yang mencapai 5000 oC, meski jika berada di
udara terbuka, suhunya bisa turun hingga 1300 oC.

Secara khusus suhu magma berdasarkan jenisnya sebagai berikut :


• Suhu magma Basaltik atau gabbroic: 1000-1200oC
• Andesitik atau dioritik: 800-1000oC,
• Rhyolitic atau granit: 650-800oC

Komposisi Kimia
• Basaltik, Basalt, Gabbro, 45-55% SiO2, tinggi Fe, Mg, Ca,
rendah K, Na: 1000-1200oC
• Andesit, Diorit ,55-65% SiO2, menengah di Fe, Mg, Ca, Na, K:
800 - 1000 oC
• Rhyolite, Granit 65-75% SiO2, rendah Fe, Mg, Ca, tinggi di K,
Na: 650-800 oC.
Sifat Kimia Magma
a) Magma Asam
Magma yang banyak mengandung silika (SiO2), biasanya
berwarna terang, seperti granit dan diorit.

Magma yang bersifat asam biasanya lebih kental dan sulit


membeku, mengakibatkan terbentuknya batuan dengan
komposisi kristal yang sempurna. Hal ini disebabkan karena
pada saat terjadinya pendinginan yang lambat, maka kristalnya
memiliki cukup waktu untuk membentuk dirinya.
b) Magma Basa
Magma basa, yaitu magma yang sedikit mengandung Silika (SiO2)
dan berwarna lebih gelap, karena mengandung mineral yang
berwarna lebih tua, seperti gabro dan basalt.

Magma yang bersifat basa biasanya lebih encer dari pada magma
asam, hal ini disebabkan, karena magma basa memiliki viskositas
yang tinggi sehingga proses pendinginannya atau pembekuannya
lebih cepat dibandingkan dengan magma asam. Dikarenakan proses
pembekuannya yang begitu cepat maka kristal yang terbentuk akan
kecil – kecil, bahkan ada juga yang tidak memiliki kristal sama
sekali.
•Klasifikasi Magma

Magma secara umum dapat dibedakan menjadi tiga


tipe magma, yaitu:
• Magma Basa atau Magma Basaltik (Basaltic
magma)
• Magma Intermediet atau Magma Andesitik
(Andesitic magma).
• Magma Asam atau Magma Riolitik (Rhyolitic
magma)
Tipe magma:
Berdasar kandungan silika:
• magma asam (>66%)
• magma menengah (45 – 52 %)
• magma basa(<45%)
Rangkuman Sifat-sifat Magma
Batuan
Tipe Kandungan
Beku yang Komposisi Kimia Temperatur Viskositas
Magma Gas
dihasilkan
45-55 SiO2 %,
kandungan Fe, Mg, dan Ca
Basaltik Basalt 1000 – 1200oC Rendah Rendah
tinggi, kandungan K, dan
Na rendah.
55-65 SiO2 %, kandungan
Andesitik Andesit Fe, Mg, Ca, Na, dan K 800 – 1000oC Menengah Menengah
menengah.
65-75 SiO2 %, kandungan
Fe, Mg, dan Ca rendah,
Rhyolitik Rhyolit 650 – 800 oC Tinggi Tinggi
kandungan K, dan Na
tinggi.
LINGKUNGAN TEKTONIK
Lingkungan tipe busur kepulauan (island-arc
environment)

Terbentuk gunungapi yang terletak di bagian puncak


busur punggungan pegunungan.

Magma basalan dari bagian atas selubung bumi yang


terletak di bawah suatu punggungan akan naik
sepanjang rekahan yang memotong lapisan granit.

Selama magma menerobos lapisan tersebut akan terjadi


perubahan komposisi dan proses difrensiasi. Di
permukaan akan terbentuk gunungapi andesitan.
Lingkungan tipe samodra (ocean environment)

Terbentuk gunungapi yang tersebar berderet di


sepanjang puncak punggungan yang mempunyai
sistem rekahan pada kerak samodra.

Melalui rekahan yang memotong lapisan basalan,


magma primer yang basa bergenerasi ke atas dari
asalnya, yaitu selubung bumi yang berada di bawah
punggungan tersebut.

Karena hampir tidak menjumpai lapisan granitan,


maka magma yang berdiferensiasi selama perjalanan
ke atas tidak mengalami perubahan sifat (basalan).
Lingkungan tipe benua (continental environment)

Terbentuk pada jalur pegunungan yang tak stabil


dan terdapat lapisan kerak granitan yang tebal.

Magma yang bergenerasi dekat dengan dasar akar


pegunungan, kemudian naik secara perlahan melalui
rekahan pada kerak granitan dan muncul di
permukaan sebagai gunungapi andesitan dan riolitan.
Proses Pembentukan Magma
Berdasarkan genesa, menurut Sederhol (1959; dalam
Rittmann 1962).
• Magma hibrid: terbentuk melalui proses hibridisasi
(hibridisma) dari dua jenis magma yang terpisah
(unrelated) bercampur membentuk magma baru.
• Magma sintetik, yaitu magma yang komposisinya berubah
karena proses asimilasi. Magma sintetik dapat pula
sebagai akibat lanjut dari pelarutan batuan asing
(umumnya sedimen), yang selain melebur juga mengubah
komposisi magma.
Berdasarkan kandungan gas, menurut Jaggar (1958;
dalam Rittmann, 1962).

1. Hipomagma, bersifat tidak jenuh gas (undersaturated)


dan dapat terbentuk pada tekanan yang besar.
2. Piromagma, jenuh gas atau banyak mengandung
gelembung gas, sehingga memberikan kenampakan
membusa.
3. Epimagma, miskin gas (improversihed) sehingga dapat
disamakan dengan lava yang belum dierupsikan.
Evolusi Magma

Mekanisme perkembangan magma ini dapat


dikelompokkan menjadi: diferensiasi, asimilasi dan
percampuran magma.

Diferensiasi magmatik adalah meliputi semua proses yang


mengubah magma dari asalnya yang homogen dan dalam
ukuran sangat besar menjadi massa batuan beku dengan
komposisi bermacam-macam. Di dalam waduk magma
berbagai proses cenderung merubah komposisi magma
asal. Proses-proses tersebut antara lain vesiculation, crystal
flotation, crystal settling, gravitational settling, diffusion dan
asimilasi dengan batuan samping.
a). Vesiculation adalah proses magma yang mengandung unsur, seperti:
CO2 , S02 , S2, Cl2 dan H20 yang sewaktu naik ke permukaan
membentuk gelembung-gelembung gas dan membawa serta unsur volatil
sodium (Na) dan potasium (K).

b). Crystal Flotation adalah pengambangan kristal-kristal ringan dari


sodium dan potasium, sehingga memperkaya magma yang terdapat di
bagian atas waduk.

c). Crystal settling / gravitational settling adalah pengendapan kristal


kristal berat seperti Ca, Mg dan Fe, sehingga akan memperkaya magma
yang berada di bagian bawah waduk. Mineral-mineral silikat berat relatif
berada di bawah mineral-mineral silikal ringan.
d). Diffusion adalah percampuran secara lambat antara magma dengan
batuan samping di dalam waduk magma. Mekanisma diffusi tidaklah seefektif
mekanisma lainnya.

e). Asimilasi dengan batuan samping memberikan pengertian bahwa magma


selama naiknya ke permukaan akan bereaksi dengan batuan yang diterobos,
sehingga terjadi perubahan komposisi magma asal. Apabila batuan samping
kaya akan sodium, potasium dan silika, maka magma akan berubah ke
komposisi granitik. Sedangkan suatu magma asal yang menerobos batuan
samping yang kaya kalsium, magnesium dan besi, paling tidak akan berubah
komposisinya menjadi gabroik.
Evolusi Magma
HUBUNGAN MAGMATISME
DENGAN TEKTONIK

METODE
GEOKIMIA BATUAN
Ocean-ocean  Island Arc (IA)
Ocean-continent  Continental Arc or
Active Continental Margin (ACM)

Figure 16.1. Principal subduction zones associated with orogenic volcanism and plutonism. Triangles are on the overriding plate.
PBS = Papuan-Bismarck-Solomon-New Hebrides arc. After Wilson (1989) Igneous Petrogenesis, Allen Unwin/Kluwer.
Settings control igneous rock chemistry
Major Elements and Magma Series
Tholeiitic (MORB, OIT)
Alkaline (OIA)
Calc-Alkaline (~ restricted to SZ)

Characteristic Plate Margin Within Plate


Series Convergent Divergent Oceanic Continental
Alkaline yes yes yes
Tholeiitic yes yes yes yes
Calc-alkaline yes
Major Elements and
Magma Series
a. Alkali vs. silica
b. AFM
c. FeO*/MgO vs. silica

diagrams for 1946 analyses from


~ 30 island and continental arcs
with emphasis on the more
primitive volcanics

Figure 16.3. Data compiled by Terry


Plank (Plank and Langmuir, 1988) Earth
Planet. Sci. Lett., 90, 349-370.
Figure 16.4 The three andesite series
of Gill (1981). A fourth very high K
shoshonite series is rare. Contours
represent the concentration of 2500
analyses of andesites stored in the
large data file RKOC76 (Carnegie
Institute of Washington).
Figure 16.6. a. K2O-SiO2 diagram distinguishing high-K, medium-K and low-K series. Large squares = high-K, stars = med.-K, diamonds =
low-K series from Table 16-2. Smaller symbols are identified in the caption. Differentiation within a series (presumably dominated by
fractional crystallization) is indicated by the arrow. Different primary magmas (to the left) are distinguished by vertical variations in K2O
at low SiO2. After Gill, 1981, Orogenic Andesites and Plate Tectonics. Springer-Verlag.
Figure 16.6. b. AFM diagram distinguishing tholeiitic and calc-alkaline series. Arrows represent
differentiation trends within a series.
Figure 16.6. c. FeO*/MgO vs. SiO2 diagram distinguishing tholeiitic and calc-alkaline series. The gray arrow
near the bottom is the progressive fractional melting trend under hydrous conditions of Grove et al. (2003).
6 sub-series if combine tholeiite and C-A (some are rare)
May choose 3 most common:
• Low-K tholeiitic
• Med-K C-A
• Hi-K mixed

Figure 16.5. Combined K2O - FeO*/MgO diagram in which the Low-K to High-K series are combined with the tholeiitic vs. calc-
alkaline types, resulting in six andesite series, after Gill (1981) Orogenic Andesites and Plate Tectonics. Springer-Verlag. The points
represent the analyses in the appendix of Gill (1981).
Subalkaline Discrimination Diagrams
Calc-Alkaline
Fe2O3 + FeO
AFM Diagram
Tholeiitic--Calc-Alkaline boundary 20
after Irvine and Baragar (1971).
Can. J. Earth Sci., 8, 523-548 Al 2O3

15 Tholeiitic

10
100 90 80 70 60 50 40
AN

Na2O + K2O MgO


Alumina/Alkali Discrimination Diagrams

Winter (2001) Figure 18.2. Alumina saturation classes


based on the molar proportions of Al2O3/(CaO+Na2O+K2O)
(“A/CNK”) after Shand (1927). Common non-quartzo-
feldspathic minerals for each type are included. After Clarke
(1992). Granitoid Rocks. Chapman Hall.

Winter (2001) Figure 8-10 b. Alumina saturation indices


(Shand, 1927) with analyses of the peraluminous granitic
rocks from the Achala Batholith, Argentina (Lira and
Kirschbaum, 1990). In S. M. Kay and C. W. Rapela (eds.),
Plutonism from Antarctica to Alaska. Geol. Soc. Amer.
Special Paper, 241. pp. 67-76.
Tholeiitic vs. Calc-alkaline differentiation

Figure 16.7. From Winter (2001) An Introduction to Igneous and Metamorphic Petrology. Prentice Hall.
Harker
Variation
Liquid
DiagramsLines of
Descent

Variation of major and minor


oxide abundances vs. SiO2
(thought to be and indication of the
evolved character of a magmatic
system)

The “Daly” Gap


Real or an artifact of
the variation of SiO2
concentration with
differentiation

Winter (2001) Figure 8-2. Harker


variation diagram for 310 analyzed
volcanic rocks from Crater Lake (Mt.
Mazama), Oregon Cascades. Data
compiled by Rick Conrey (personal
communication).
Primitive Evolved
Differentiation Indexes

from Winter (2001)


INTERPRETING TRENDS ON
VARIATION DIAGRAMS

Scattered Trends
-not all liquids
-not comagmatic
-polybaric fractionation
-sample heterogeneity
-varied data sources
TECTONIC PROVINCE DISCRIMINATION DIAGRAMS

Figure 9.8 Examples of discrimination diagrams used to infer tectonic setting of ancient (meta)volcanics. (a) after Pearce and Cann (1973), (b)
after Pearce (1982), Coish et al. (1986). Reprinted by permission of the American Journal of Science, (c) after Mullen (1983) Copyright © with
permission from Elsevier Science, (d) and (e) after Vermeesch (2005) © AGU with permission.
SEKIAN

Anda mungkin juga menyukai