Anda di halaman 1dari 17

MAKNA PENGGUNAAN

BUSANA ADAT BALI


I MADE BAGUS CAHYA WIBAWA
APA SEBENARNYA
MAKNA
PENGGUNAAN
PAKAIAN ADAT
BALI?
 Busana Nista : digunakan sehari, ngayah, dan tidak
digunakan untuk persembahyangan (busana adat
yang belum lengkap)
 Busana Madya : digunakan untuk persembahyangan
(secara filosofis sudah lengkap)
 Busana Utama: untuk upacara pernikahan/pawiwahan
(sedah lengkap secara aksesoris)  Pakaian mewah
yang merupakan pakaian kebesaran para bangsawan
dan keluarga kerajaan.

Seiring berkembangnya zaman, pakaian utama kini


dapat digunakan siapa saja untuk upacara adat
tertentu
 Warna pakaian menentukan jenis acara adat
dihadiri.
 Upacara kremasi (ngaben)  pakaian tradisional
berwarna hitam.
 Ke pura mengenakan warna putih
 Upacara yang lain, warna sesuai selera.
 Pakaian adat untuk laki-laki:
 Udeng (ikat kepala), yang berarti kita harus
mampu mengikat pikiran kita yang liar
 Baju (safari)
 Kamen dan saput
 Senteng (ikat pinggang kain) yang bermakna kita
harus bisa mengikat hawa nafsu kita.
 Kemben/kamen  Kain panjang yang
menutupi pinggang sampai kaki.
Dipakai dengan melingkarkannya
dari kiri ke kanan sebagai simbol
Dharma (ajaran kebenaran).
 Ujung bawah batas kamen berada di
atas pergelangan kaki, kurang lebih
sejengkal dari telapak kaki laki-laki
harus dapat bisa melangkah dengan
langkah panjang, karena mereka
memiliki tanggung jawab yang lebih
besar daripada wanita.
 Lilitan kemben pada bagian depan
(kancut) dibuat runcing menghadap ke
bawah, sebagai simbol maskulinitas dan
menghormati ibu pertiwi.
Saput
 Dipakai untuk menutupi 3/4 dari
kamben tersebut. Kain saputan
dimaksudkan sebagai penutup aura
maskulinitas. Agar ikatan kemben
dan saputan menjadi lebih kuat,
maka harus dibantu dengan
selendang kecil, yang disebut Umpal.
Simpul Umpal harus berada di
pinggang sebelah kanan, sebagai
simbol memegang kebenaran.
Ujung selendang sebaiknya
diperlihatkan sebagai simbol
pengendalian diri
Kemeja
 Kemeja putih dipakai saat pergi ke pura
merupakan simbol kemurnian
 Kemeja hitam dipakai untuk menghadiri
upacara Ngaben (upacara kematian) sebagai
simbol berkabung.
 Dalam kondisi rapi dan bersih, terutama saat
pergi ke pura sebagai penghormatan pada
anugerah Ida Sang Hyang Widhi Wasa
Udeng
 Ada tiga jenis udeng: Udeng Jejateran
(dipakai ke kuil dan kegiatan sosial), Udeng
Kepak Dara (dikenakan oleh raja), dan Udeng
Beblatukan (dipakai oleh para pemimpin
agama).
Udeng Jejateran
 Simpul hidup di depan, sebagai lambang
cundamani atau mata ketiga. Juga sebagi
lambang pemusatan pikiran.
 Ujung menghadap keatas 
penghormatan pada Sang Hyang Aji
Akasa.
 Bidak sebelah kanan lebih tinggi 
berarti kita harus mengutamakan
Dharma. Bebidakan yang dikiri symbol
Dewa Brahma, yang kanan symbol Dewa
Siwa, dan simpul hidup melambangkan
Dewa Wisnu
 Bagian atas kepala atau rambut tidak
tertutupi yang berarti kita masih
brahmacari dah masih meminta.
Udeng dara kepak
 Masih ada bebidakan tapi ada
tambahan penutup kepala yang
berarti symbol pemimpin yang
selalu melindungi masyarakatnya
dan pemusatan kecerdasan.
Udeng beblatukan
 Tidak ada bebidakan, hanya ada
penutup kepala dan simpulnya di
belakang dengan diikat kebawah
sebagai symbol lebih
mendahulukan kepentingan umum
daripada kepentingan pribadi.
 Busana untuk perempuan :
 Sanggul (pengikat rambut)
 Baju (kebaya)
 Kamen
 Senteng
Kamben
 Lipatan dari kanan ke kiri
(berlawanan arah dengan laki-
laki) sebagai simbol Sakti
(kekuatan penyeimbang laki-
laki). Konsep kekuatan Sakti
berarti bahwa perempuan
memiliki tugas untuk menjaga
orang-orang agar tidak
menyimpang dari kebenaran.
Ujung bawah kamen sejajar
dengan mata kaki.
 Kebaya yang rapi, bersih, dan sopan
 Stagen/ Streples/ Longtorso/ Korset
sebagai simbol rahim dan
mempertahankan kontrol emosional.
 Selendang/senteng  diikat
menggunakan simpul hidup di kiri
yang berarti sebagai sakti dan
mebraya. Putri memakai selendang di
luar, tidak tertutupi oleh baju, agar
selalu siap membenahi putra pada
saat melenceng dari ajaran dharma.
 Pusung Gonjer adalah gaya
rambut bagi perempuan yang
belum menikah. Rambut
sebagian digulung, dan
sebagiannya dibiarkan tergerai.
 Symbol keindahan rambut
sebagai mahkota dan sebagai
stana Tri Murti
 Dalam kegiatan sehari-hari,
diikat rapi saja
 Pusung Tagel adalah gaya
rambut bagi wanita yang
telah menikah. Rambut
harus digulung seutuhnya.
 Pusung Podgala 
berbentuk seperti kupu-kupu
dengan hiasan bunga, antara
lain cempaka putih, cempaka
kuning, dan bunga sandat
sebagai simbol Tri Murti
(Brahma, Wisnu, dan Siwa).
Gaya rambut ini dikenakan
pada acara seremonial
tertentu.

Anda mungkin juga menyukai