1. Ratusan
Pemberian wewangian tradisional pada rambut dan kadang bagian intim
kewanitaan agar harum.
2. Halup-Halupan (cukur/ kerik rambut)
Pembersihan wajah pengantin dengan cara mencukur rambut halus yang
tumbuh di dahi atau memotong rambut menjuntai ke dahi sehingga wajah
tampak bersih dan siap untuk dibuat pola wajah.
3. Cengkorongan
Pembuatan pola wajah Paes Ageng gaya Yogyakarta. Penentuan bentuk dan
pembuatan cengkorong ini dikerjakan dengan pensil yang hasil akhirnya
berupa gambar samar-samar / tipis.
Cengkorong meliputi:
Citak pada dahi, yaitu bentuk belah ketupat kecil dari daun sirih pada
pangkal hidung di antara dua alis yang memiliki makna bahwa citak
sebagai reflesi mata Dewa Syiwa yang merupakan pusat panca indra
sehingga menjadi pusat keseluruhan ide atau pikiran. Panunggul,
pangapit, panitis, godeg.
o Panunggul dibuat di atas citak, ditengah-tengah dahi,
berbentuk meru (gunung) melambangkan Trimurti (tiga
kekuatan dewa yang manunggal). Ditengah-tengah panunggul
diisi hiasan berbentuk capung atau kinjengan, yaitu seekor
binatang yang selalu bergerak tanpa lelah dengan harapan agar
pengantin selalu ulet dalam menjalani hidup.Panunggul berasal
dari kata tunggal, yaitu terkemuka atau tertinggi, mengandung
makna dan harapan agar seorang wanita ditinggikan atau
dihormati
o Pengapit terletak di kiri kanan panunggul berbentuk seperti
meru (gunung) namun langsing
Daerah sekeliling mata dibiarkan tidak terjamah oleh boreh, diberi gambaran
yang disebut jahitan. Untuk membentuk mata lebih tajam dan anggun
sehingga orang-orang akan mengaguminya.
4. Kandelan
Setelah cengkorongan selesai dibuat sesuai pola dasar dan tampak pantas
(layak), baru kemudian paes wajah diselesaikan dengan menebalkan garisgaris yang samar menjadi paesan dadi (paes jadi)
5. Dandos
Selesai kandelan, dilanjutkan dengan dandos jangkep pengantin (pengantin
berdandan lengkap) yang meliputi sanggul pengantin, perhiasan pengantin,
kain pengantin, baju pengantin, dan dandosan (berbusana) lain
selengkapnya
a. Hiasan Sanggul.
Tata rambut pengantin dibuat seperti bokor tengkurap sehingga dinamakan
bokor mengkurep. Sanggul rambut diisi dengan irisan daun pandan dan
ditutup rajut bunga melati. Perpaduan daun pandan dan bunga melati
memancarkan keharuman yang berkesan religius, sehingga pengantin
diharapkan dapat membawa nama harum yang berguna bagi masyarakat.
Gelung bokor mengkurep disempurnakan lagi dengan jebehan, yaitu 3
bunga korsase warna merah-kuning-biru (hijau) yang dirangkai menjadi satu
dan dipasang di sisi kiri - kanan gelung. Tiga warna bunga itu
melambangkan Trimurti (dewa Syiwa-Brahma-Wisnu).
Ditengah sanggul dihias dengan bunga merah disebut ceplok, dan di kiri
kanan ceplok itu disematkan masing-masing satu bros emas permata
Pada bagian bawah agak ke arah kanan sanggul dipasang untaian melati
berbentuk belalai gajah sepanjang 40 cm, diberi nama gajah ngoling. Hiasan
ini bermakna bahwa pemakainya menunjukkan kesucian/kesakralan baik
sebagai putri maupun kesucian niat dalam menjalani hidup yang sakral.
b. Asesoris Paes Ageng
Perhiasan yang dipergunakan pengantin putri disebut pula dengan nama raja
keputren. Semua terbuat dari emas bertahtakan berlian yang dirancang
dengan seni tinggi dan sangat halus. Satu set perhiasan ini berupa :
Cunduk Menthul
5 tangkai bunga dipasang di atas
sanggul menghadap belakang,
menggambarkan sinar matahari yang berpijar memberi kehidupan, sering
juga dikaitkan dengan lima hal yang menjadi dasar kerajaan Mataram Islam
saat itu, yaitu sholat 5 waktu seperti yang tercantum dalam Al-Quran
kekal, saling berbagi dan mengisi dengan cinta kasih dan harapan akan
dikaruniai hidup sejahtera.
Selain kain panjang, pengantin putri memakai pakaian dalam dan
selendang kecil (udet) berupa kain sutra motif cinde. Konon motif ini
merupakan lambang sisik naga, yaitu simbol kekuatan. Sumber lain
mengatakan bahwa motif cinde sebagai penghormatan kepada Dewi Sri,
dewi kesuburan dan kemakmuran (dewi padi).
Nyekar (ziarah kubur) sebenarnya bukan tradisi khusus menjelang bulan Ramadhan.
Ia dapat dilakukan kapan saja dengan tujuan untuk mengingatkan peziarah
terhadap kematian dan akhirat.
Agar kegiatan nyekar proporsional tampaknya penting untuk membekali
pengetahuan seputar ziarah kubur.
Pertama, nyekar hukumnya sunah. Rasulullah SAW memperbolehkan kaum
Muslimin ziarah kubur, setelah pada awal perkembangan Islam sempat
melarangnya dengan alasan kekhawatiran terjatuh pada kemusyrikan.
Rasulullah SAW bersabda, Dahulu aku melarang kalian ziarah kubur, namun (Allah)
telah memberi izin kepada Muhammad untuk melakukannya sehingga dapat
menziarahi makam ibunya. Berziarah kuburlah kalian karena akan menjadikan
kalian mengingat akhirat. (HR. Muslim).
Kedua, alam barzah (kubur) merupakan alam penantian panjang bagi manusia yang
meninggal dunia sejak zaman Nabi Adam AS hingga datangnya hari kiamat.
Mereka hidup di alam itu, mendapatkan rezeki, bergembira dengan nikmat
dan karunia Allah, roh mereka saling bertemu dan memberi kabar gembira satu
sama lain (khusus bagi hamba yang saleh), dan dapat melihat orang yang
menziarahinya, sebagaimana pensifatan yang diberikan Alquran dan hadis. (QS. Ali
Imran: 169-171). Untuk itu, bagian dari etika ziarah makam adalah mengucap salam
dan mendoakan kerahmatan.
Ketiga, berdoa di pemakaman agar yang meninggal dirahmati Allah dan diampuni
dosa-dosanya, karena selain doa kita, hanya amal jariyah dan ilmu bermanfaat yang
pahalanya terus mengalir kepadanya.
Dari Abu Hurairah RA bahwa Rasul SAW bersabda, Apabila anak manusia
meninggal dunia, maka amal kebaikannya terputus kecuali tiga perkara: sedekah
jariyah (yang mengalir), ilmu bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan
kepadanya. (HR. Muslim).
Keempat, tidak perlu tabur bunga di atas makam atau menyirami makam dengan
air dan menumbuhkan pepohonan di sekitar makam dengan alasan bunga segar
maupun pepohonan tersebut bertasbih memintakan ampun kepada penghuni kubur.
Hal tersebut karena kisah mengenai dua makam yang penghuninya diampuni Allah
SWT sebelum kedua pelepah kurma basah yang diletakkan Rasul di atas makamnya
kering bukanlah sebab diampuninya dosa, melainkan menurut Sayyid Sabiq adalah
karena doa dari Rasul SAW.
Tradisi tabur bunga di atas makam bukanlah syariat Islam, sebab tidak memberikan
manfaat bagi yang meninggal, disamping hanya menghambur-hamburkan harta
kekayaan.
Kelima, tidak perlu membangun dan mempercantik makam, apalagi menuliskan
ayat Alquran di tempat pemakamannya. Rasul SAW hanya memberikan pengajaran
dengan menjadikan gundukan tanah atau batu pada dua sisi makam atau
meninggikan gundukan makam dari tanah sekitar sebagaimana yang diperbolehkan
oleh jumhur ulama.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW meletakkan batu dengan tangannya yang
mulia di atas kuburan Utsman bin Madghun dan bersabda, Dengan ini aku
mengetahui kuburan saudaraku dan memakamkan orang-orang yang meninggal
dari keluargaku.
Berbaktinya anak terhadap orang tua setelah mereka meninggal adalah dengan
mendoakannya, bersedekah dengan diniatkan untuk orang tua, tetap menjalin
hubungan baik terhadap sahabat orang tua yang masih hidup dan menjalankan
wasiat yang baik dari orang tua. Membangun makam dengan biaya besar apalagi di
tengah kaum miskin yang kesulitan membangun rumah adalah bertentangan
dengan prinsip-prinsip agama.
Keenam, tidak diperkenankan duduk di atas makam sebagai bentuk penghormatan
terhadap penghuninya dan makruh melaksanakan shalat di pemakaman. Rasul SAW
bersabda, Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani yang menjadikan kubur nabinabi mereka sebagai tempat ibadah.