Anda di halaman 1dari 3

Nama : Komang Gede Trisnaldi Surya Kusuma

NIM : 230050263

Tari Topeng Sidakarya

Tari Topeng Sidakarya adalah pertunjukan tari sakral yang sudah ada sejak zaman dulu dan dipentaskan
secara turun-temurun. Tarian ini sering ditampilkan untuk mengiringi upacara penting di Bali. Tujuan
pementasan tari Topeng Sidakarya adalah untuk memohon kelancaran dalam setiap upacara di Bali.
Jenis tarian ini adalah tari tunggal yang dipentaskan oleh 1 orang laki-laki. Bukan hanya sekedar tarian,
tari Topeng Sidakarya memiliki sejarah dan makna yang menarik

Sejarah

Sejarah Tari Topeng Sidakarya berhubungan erat dengan kutukan yang disebabkan oleh seseorang yang
termahsyur bernama Brahmana Keling. Brahmana Keling berasal dari daerah Keling, Jawa Timur dan
memiliki ilmu sakti yan disebut "Kelepasan Jiwa". Beliau adalah anak dari Danghyang Kayumanis dan
saudara dari Dalem Waturenggong. Suatu ketika, ayahnya menghampirinya dan memberi tau bahwa
Keraton Gelgel Klungkung diperintah oleh Dalem Waturenggong. Setelah mendengar informasi
tersebut, Brahmana Kaling bergegas pergi ke Bali. Sesampainya Brahmana Kaling di Keraton Glegel,
beliau langsung menuju pura Besakih karena ingin bertemu dengan saudaranya, Dalem
Waturenggong. Namun, para pengayah ragu atas kedatangan Brahmana Kaling dan belum
menyampaikan kedatangannya kepada raja. Tak disangka, Dalem Waturenggong datang dan melihat
ada orang asing dengan pakaian lusuh dan tak layak dipakai ke dalam pura.

Namun, penampilannya yang lusuh dan jelek membuat Dalem Waturenngong tidak mengakuinya
sebagai saudara. Bahkan, beliau diusir dan ditolak keberadaannya. Sakit hati dengan perbuatan
saudaranya, Brahmana Kaling mengucap suatu kutukan yang isinya : Wastu tata astu, karya yang
dilaksanakan tan sidakarya (tidak sukses), bumi kekeringan, rakyat kekeringan, sarwa gumatat-gumitit
ngrubed.

Tak lama setelah kejadian pengusiran tersebut, Pulau Bali terserang wabah dan bencana. Menyadari
hal ini, Dalem Waturenggong berdoa di Pura Besakih dan mengakui kesalahan karena telah mengusir
saudaranya sendiri. Namun, hanya Bramana Kaling yang dapat mengubah keadaan.Kemudian, Dalem
Waturenggong dan prajuritnya mencari Brahmana Kaling sampai ketemu. Setelah bertemu di
Bandanda Negara (Desa Sidakarya), Brahmana Kaling mengembalikan keadaan seperti semula.

Setelah tragedi tersebut usai, Dalem Waturenggong bersabda di hadapan para Menteri/Patih/Pre
Arya, Dang Hyang Nirarta dan Dalem Sidakarya. Dalem Waturenggong mengucap "Mulai saat ini dan
selanjutnya, setiap umat Hindu yang melaksanakan Upacara Yadnya wajib nunas tirta penyida karya,
supaya karya (Upacara Yadnya) menjadi Sidakarya". Pada setiap upacara keagamaan akan ditampilkan
pertunjukan Topeng Sidakarya, sebagai pelegkap upacara penting bagi umat Hindu. Karakter Topeng
Sidakarya
Tari Topeng Sidakarya memiliki berbagai karakter topeng yang khas. Masing-masing juga memiliki
makna filosofisnya sendiri.

1. Topeng Warna Putih


Topeng warna putih melambangkan bahwa Dalem Sidakarya adalah orang yang suci. Warna
putih juga dianggap sebagai simbolis dewa dan Brahmana.
2. Topeng Mata Sipit
Mata sipit disimbolkan sebagai rasa mawas diri dan memperhatikan keadaan sekitar. Dalam
yoga, mata sipit juga merupakan lambang pengendalian dan pemusatan pikiran.
3. Topeng Gigi Jonggos
Topeng ini memang terlihat seram dan menakutkan. Mungkin kita berfikir bahwa topeng satu ini
memiliki makna buruk. Namun ternyata, topeng gigi jonggos merupakan simbol dari
kesederhanaan.
4. Wajah Setengah Demanik
Topeng setengah wajah manusia dan setengah demanik ini merupakan simbol dari Rwa
Bhineda. Kedua karakter tersebut harus diseimbangkan agar sifat demanik/keraksasaan dapat
diubah menjadi sifat manusia.
5. Rambut Panjang
Rambut panjang diartikan sebagai simbol tidak terikat, sementara warna rambut yang putih
melambangkan kesucian.

Properti Tari Topeng Sidakarya


Busana dalam tari Topeng Sidakarya memang terlihat agar rumit dan berlapis-lapis, namun memiliki
makna masing-masing. Properti dalam tari Topeng Sidakarya antara lain :
1. Baju Bludru
Baju bludru digunakan untuk menutup tubuh sang penari, biasanya berwarna hitam lengan
panjang yang melambangkan kebijaksanaan dan kesopanan.
2. Kamen Putih Lelancingan
Kamen berfungsi unutk menutup tubuh bagian bawah. Warna putih adalah simbol kesucian.
Sementara, lelancingan adalah kain dengan ujung yang lancip menyentuh tanah yang
melambangkan kemaskulinan.
3. Celana Putih
Celana panjang berwarna putih juga digunakan untuk menutup bagian kaki dan melambangkan
kesucian kemanapun kaki kita melangkah.
4. Badong
Badong bentuknya seperti kalung besar yang digunakan untuk menutupi leher. Maknanya
adalah kepintaran dan ilmu pengetahuan.
5. Gelungan Sesobratana
Properti ini dipakai di kepala yang melambangkan kebijaksanaan, kemuliaan dan
kesederhanaan.
6. Angkep Pala
Seperti namanya, angkep pala digunakan untuk menutup bagian bahu yang merupakan
simboldari kegagahan.
7. Saput Petopengan
Saput petopengan digunakan untuk menutup bagian badan. Makna dari properti ini adalah
simbol dari kesederhanaan.
8. Angkep Tandu
Angkep tandu merupakan penutu bagian belakang/punggung. Makna properti ini adalah untuk
melebur keegoisan dan keserakahan dalam diri.
9. Gelang Batis
Gelang Batis dipakai pada pergelangan kaki penari. Makna dari pemakaiannya adalah sebagai
simbol kehati-hatian dan kemuliaan dalam setiap langkah kaki kita.
10. Gelang Kana
Gelang Kana digunakan pada pergelangan tangan penari. Gelang ini memiliki makna kerendahan
hati dan kedermawanan.
11. Sabuk/Ikat Pinggang
Sabuk berfungsi untuk menutup bagian pinggang, yang memiliki makna kerendahan hati dan
pengendalian diri.
12. Keris
Keris adalah senjata yang disisipkan di punggung penari. Senjata ini memiliki makna ketajaman
intelektual.
13. Bulu Merak/Daun Girang
Bulu merak dipasang atau diselipkan pada telinga penari. Properti ini menyimbolkan kemuliaan,
rendah hati dan kesenangan.

Anda mungkin juga menyukai