Anda di halaman 1dari 68

KELOMPOK II

ARI WINANTI PUTRI JEANINE P. RUAMBA


ARIEF ZANDO MOTTYROAW H. WEROR
ANITA BURAME NICK RAWAR
BETZY KUDDY P RICARD SEMBIRING
DWI Y. BOKA RIN WAHYU
FANNY P. KREY SHOPHIA YANSIP
FRANSISKA SUWARMI
PRABANDARI YERLIN
JUWITA V. GINTING
•Merupakan keadaan yang disebabkan oleh luka
atau cedera
•Mempunyai dampak psikologis dan sosial
•Kejadiaan bersifat holistik dan dapat menyebabkan
hilangnya produktifitas seseorang
•Lebih kompleks dari cedera
•Semua penderita trauma memerlukan tambahan
oksigen
 Benda tajam
 Benda tumpul
 Peluru
Pada trauma berat >> assesment dan resusitasi
harus dilakukan.
Tujuan dari initial evaluation dan
penanganannya>> untuk mengarah pada
diagnosa dan masalah yang akan mengancam
hidup, dimana dapat mengakibatkan
kematian atau kelumpuhan serius jika tidak
ditangani dengan cepat.
 Airway maintenance dengan proteksi spinal
 Keluarkan penyebab obstruksi orofaring
 Letakkan lidah didepan
 Pasang pipa mayo, guedel dan lakukan intubasi
 Breathing dan ventilasi
 Napas buatan
 Intubasi
 Tanggulangi luka toraks, pneumotoraks, dan
hemotoraks
 Sirkulasi dan kontrol pendarahan
 Atasi hipovolemi
 Pungsi temponade jantung
 Kempaan toraks atau masase jantung
 Disability/status neurologis
 GCS
 Pupil
 AVPU
 Exposure/kontrol enviromental
Merupakan pemeriksaan fisik yang lebih dalam dan
teliti yaitu dari kepala hingga kaki. Dilakukan setelah
primary survey.

Tidak seperti kondisi yang langsung mengancam


nyawa yang harus di kenal pada primary survey,
cedera biasanya pada pemeriksaan fisik tidak jelas
sehingga dibutuhkan indeks kecurigaan yang tinggi
>> FATAL
 Dapat timbul mendadak dan total
 Perlahan-lahan dan sebagian
 Progresif dan atau berulang

TAKIPNEA mungkin merupakan tanda yang


samar-samar tetapi dini akan bahaya terhadap airway
dan ventilasi
Pada penderita trauma bila mengalami cedera
kepala maka OKSIGENASI dan mencegah
HIPERKARBIA merupakan hal yang utama dalam
pengelolaan penderita trauma
 Trauma maksilofacial
 Trauma pada wajah >> airway agresif
 Fraktur pada wajah>> sekresi yang meningkat atau gigi
yang tercabut>> menambah masalah airway
 Trauma Leher
 Dapat mengakibatkan kerusakan vaskuler + perdarahan
yang hebat >> sumbatan airway
 Trauma Laringeal
 Jarang terjadi, sumbatan airway akut
 Trias fraktur laring : suara parau, emfisema subkutan, teraba
fraktur
 Perlu intubasi, trakeostomi, krikotiroidotomi
 Saat initial assessment pada airway,
penderita yang mampu berbicara
memberikan jaminan bahwa airwaynya
terbuka dan tidak dalam kedaan
berbahaya.
 Penting untuk mengajak pasien berbicara
pada awal tindakan untuk mengetahui
respon verbal (+)
 Lihat (look)
 Agitasi >> Hipoksia
 Tampak bodoh >> Hiperkarbia
 Sianosis >> Hipoksemia
 Retraksi dan penggunaan otot tambahan
 Dengar (listen)
 Suara mendengkur (snoring)
 Berkumur (gurgling)
 Bersiul (crowing sound, stridor)
 Suara parau (hoarseness pada laring)
 Raba (feel)
 Lokasi trakea
 Penilaian
 Mengenal potensi airway (inspeksi, Palpasi, Auskultasi)
 Penilaian secara cepat dan dan tepat akan adanya
obstruksi
 Pengelolaan Airway
 Chin lift dan atau jaw trusth dan kontrol servikal in-
line imobilisasi
 Bersihkan airway dari benda asing
 Pasang pipa nasofaringeal atau orofaring
 Pasang airway definitif sesuai indikasi
 Fiksasileher
 Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan
fraktur servikal multi trauma, terlebih bila
ada gangguan kesadaran atau perlukan di
atas klavikula
 Tujuan : Memelihara pernafasan

 Breathing terdiri dari :


- Nafas Buatan.
- Intubasi.
- Tanggulangi luka thoraks, pneumotoraks, dan
hemiotoraks.
 Lihat (look)
naik turunnya dada yang simetris dan pergerakan
dinding dada yang adekuat.
 Dengar (listen)
Adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada.
Penurunan atau tidak terdengarnya suara napas
pada satu atau kedua hemitoraks >>cedera dada
 Gunakan Pulse Oxymeter
alat ini mampu memberikan informasi ttg saturasi
oksigen dan perfusi perifer #idak memastikan
ventilasi adekuat
HEAD TILT
Dilakukan bila jln napas tertutup oleh
lidah pasien.
Cara: Letakan 1 telapak tangan di dahi
pasien dan tekan ke bawah sehingga
kepala mnjadi tengadah dan
penyanggah lidah menjd tegang
serta lidah dapat terangkat ke
depan.

CHIN LIFT
Dilakukan dengan tujuan agar otot
pangkal lidah terangkat ke depan.
Cara : menggunakan jari tengah dan jari
HEAD TILT dan CHIN LIFT telunjuk untuk memegang tulang
dagu pasien, kemudian angkat dan
dorong tulang ke depan
JAW TRUST
Jika dengan head tilt dan chin lift jalan
napas belum terbuka sempurna, maka
lakukan teknik ini.
Cara: Dorong sudut rahang kiri dan kanan
ke arah depan sehingga barisan gigi
bawah berada di depan barisan gigi
atas, atau gunakan ibu jari ke
dalam mulut dan bersama depan
jari2 lain tarik dagu ke depan.
JAW TRUST
OROPHARINGEAL TUBE
Dipasang jika pasien tidak sadar dan jika
pasien tidak ada refleks muntah.

OROPHARINGEAL TUBE
NASOPHARINGEAL TUBE

Indikasi :
1. Bila pasien terangsang untuk muntah
pada pemasangan orofaringeal tube.
2. Untuk menilai adanya penyumbatan
seperti polip, fraktur dan perdarahan
3. Tidak boleh dianjurkan untuk korban
cedera kepala atau wajah
NASOPHARINGEAL TUBE
CARA PENGGUNAAN
KONSENTRASI O2 INSPIRASI :  Gunakan alat pelindung diri
 Posisikan diri di atas pasien
 Tanpa tambahan O2 sehingga memungkinkan
16 – 17% penolong mengamati dada pasien
 Dengan tambahan selama ventilasi
O2 10 L/menit ± 50%  Pastikan airway penderita
terbuka dan dipertahankan
dengan teknik ada.
Dewasa : 10-12x/menit  Pilih masker yang sesuai lalu
(1 nafas tiap 5-6 detik) tempatkan pada wajah pasien.
Bayi dan anak : 12-20x/menit  Berikan ventilasi melalui katup
(1 nafas tiap 3-5 detik) satu jalur pada puncak masker.
 Amati pengembangan dada.
KONSENTRASI O2 INSPIRASI : INDIKASI BVM :

 Tanpa tambahan O2 21%  Henti nafas


 Dengan tambahan O2 15  Nafas spontan yang
L/menit kira-kira 40-60%, inadekuat
apabila menggunakan
resevoir dapat mencapai
90-100%
PEMILIHAN UKURAN LMA : INDIKASI PEMASANGAN LMA :

Ukura Vol. Balon BB  Penggunaan masker sulit


n pada pasien (janggut)
1.0 4 ml < 5 kg  Pasien yang gagal
1.5 7 ml 5-10 kg diintubasi dengan BVM
2.0 10 ml 10-20 kg  Pasien yang memerlukan
2.5 14 ml 20-30 kg penanganan breathing
3.0 20 ml 30-50 kg namun tenaga medis tidak
4.0 30 ml Dewasa 50-70 kg terlatih untuk intubasi
5.0 40 ml 70-100 kg endotrakea
1. Pegang LMA seperti posisi memegang bulpen. Masukkan LMA ke
dalam mulut sampai terasa ada tahanan. Adanya tahanan
menunjukkan ujung distal dari LMA telah sampai di hipofaring.

2. Kembangkan balonnya. Pengembangan balon akan mendorong


sungkup menutupi lubang trakea dan menyebabkan udara
mengalir lewat pipa masuk ke dalam trakea.

3. Pemberian ventilasi dengan pipa LMA akan mengalirkan udara


lewat lubang di tengah sungkup dan masuk ke dalam trakea.
 Penentuan Pemasangan airway definitif:
 Adanya apnea
 Ketidakmampuan mempertahankan airway yg bebas
 Kebutuhan untuk melindungi airway bagian bawah
 Adanya ancaman segera /bahaya potensial sumbatan
airway
 Adanya cedera kepala tertutup yg perlu bantuan
napas
 Ketdakmampuan mempertahankan oksigenasi yang
adekuat dengan pemberian O2 tambahan lewat
masker wajah
 3 macam airway definitif:
Pipa orotracheal
Pipa nasotracheal
Airway surgical (trikotiroidotomi dan tracheostomi)
 Rute dan metode yang digunakan ditentukan oleh
tingkat kegawatan dan keadaan yang menyebabkan
perlunya tindakan terhadap airway
Kebutuhan Untuk Kebutuhan Untuk Ventilasi
Perlindungan Airway
Tidak Sadar Apnea
Paralisis neuromuscular
Tidak sadar
Fraktur Maksilifacial Usaha Napas yang tidak adekuat
Takipnea
Hipoksia
Hiperkarbia
Sianosis
Bahaya Aspirasi Cedera kepala tertutup berat yang membutuhkan
Perdarahan hiperventilasi singkat bila terjadi penurunan keadaan
Muntah-muntah neurologis.
Bahaya Sumbatan
Hematoma leher
Cedera laring, trakea
Stridor
PIPA NASOTRACHEAL dan PIPA
OROTRACHEAL
INDIKASI :

Pasien tidak mampu mempertahankan jalan nafasnya sendiri karena hilangnya


refleks (pasien koma / GCS ≤ 8, henti jantung, henti nafas)

Penolong tidak mampu menyelamatkan jalan nafas dengan metode yang kurang
invasif

Adanya tanda atau gejala sumbatan jalan nafas atau kegagalan pernafasan (trauma
inhalasi, asma berat, PPOK eksaserbasi, edema pulmonal, flail chest berat, atau
kontusio paru.

Pasien memerlukan ventilasi dalam waktu panjang


Kontraindikasi
- Apneu, fraktur wajah dan tulang basiler,
obstruksi nasal atau nasofaring.
- Trauma leher atau cedera tulang belakang
servikal, trauma kepala dengan kecurigaan
↑TIK.
1. Posisikan pasien “Sniffing”, kepala diekstensikan pada leher dgn
sedikit fleksi leher pada dada.
2. Masuk ke dalam nostril dengan bevel tube menghadap lateral,
waspada terhadap aliran darah pada septum anetior.
3. Bila telah mencapai meatus nasi inferior arahkan tube ke caudal
secara perlahan.
4. Hambatan ringan akan terjadi pada faring posterior, putar tube
sehingga bevel menghadap keatas.
5. Setelah masuk nasofaring, kembalikan bevel ke sisi lateral
&lanjutkan sampai bunyi nafas terdengar melalui tube (tube diatas
plica vocalis).
6. Selanjutnya minta pasien untuk menarik nafas dalam, plica
mengalami abduksi selama inspirasi dan tube dimasukan secara
perlahan.
AIRWAY SURGICAL
TRACHEOSTOMY

INDIKASI:
1. Mengatasi obstruksi laring
2. Mempermudah pengisapan sekret
dari bronkus pada pasien yang tidak
dapat mengeluarkan sekret secara
fisiologik (koma)
3.Untuk memasang respirator
4. Untuk mengambil benda asing dari
subglotik, apabila tidak mempunyai
fasilitas untuk bronkoskopi

TRACHEOSTOMY
CRYCOTHYROIDOTOMI

INDIKASI:
1. Digunakan untuk memberi akses
jalan naps darurat jika tindakan
yang lebih aman dan kurang invasif
(Intubasi oral atau nasotracheal)
tidak dapat dilakukan atau
kontraindikasi
2. Untuk anak-anak dibawah 12th,
krikotiroidotomi dengan jarum
adalah pilihan bedah jalan napas.

CRYCOTHYROIDOTOMI
ALOGARITMA AIRWAY
Kecurigaan cedera servikal
(Airway Definitif)

apneic bernafas
Oksigenasi/ventilasi

Intubasi naso/oro
Intubasi orotraceal tracheal dgn imobilisasi
Cedera maksilo-fasial servikal segaris
dgn mobilisasi
berat
servikal segaris
Tidak dapat di intubasi

Tidak dapat di intubasi Tidak dapat di intubasi


Tambahan Farmakologi

Intubasi orotarceal

Airway surgical Tidak dapat di intubasi


 Pada dasarnya sama dengan orang dewasa
 Pembebasan jalan napas diusahakan dengan
ekstensi kepala dan mengangkat rahang
bawah pada dagu
 Tentukan ada tidaknya pernapasan
 Denyut nadi di cari dileher atau di a. brakialis
 Pada bayi tersedak dapat dilakukan parasat
heimlich spt pda org dewasa atau dengan
tepukan punggung
Trauma dada akan berlanjut menjadi
signifikan pada respiratori distres akut.
Trauma dada merupakan sebab utama
morbiditas dan mortalitas pada orang muda.
Kontrol jalan pernapasan, oksigenasi, drainase
pada pneumothorax dan hemothorax dan
resusitasi cairan merupakan terapi dasar.
Primary Survey Secondary Survey
 Tension pneumothoraks  Kontusio paru
 Pneumothoraks terbuka  Kontusion jantung
 Flail chest  Fraktur costae dan flail segment
 Haemothorax massif  Luka tumpul aorta
 Tamponade jantung  Trauma oesofagus
 Ruptur diafragma  Ruptur difragma
 Tanda-tanda dari sianosis?
 Dalam dan kecepatan pernafasan?
 Trauma atau benturan pada trakea?
 Dilatasi vena leher?
 Luka yang jelas?
o Fraktur terbuka
o Abrasi, mengakibatkan luka memar yang
dihubungkan dengan luka-luka atau trauma
tumpul.
 Jangan lupa perhatikan posterior dada.
 Posisi trachea- apakah menyimpang ke satu
sisi?
 Adakah kelainan di dinding dada?
 Penyimpangan didnding dada normal?
 Pergerakan di dinding dada asimetris ?
 Flail chest segmen ?
 Adakah krepitasi dari fraktur costae ?
 Sonor – apakah normal ?
 Hiper-sonor – apakah pneumothoraks ?
 Ada bunyi tumpul? Apakah hemothorax?
Atau kolaps?
 Lakukan perubahan perkusi dengan
mengubah posisi dari terlentang sampai
berdiri
 Apakah suara pernafasan ada dan normal ?
 Apakah suara pernafasan ada pada kedua
paru seluruhnya?
Kebocoran udara Masuk ke dalam
rongga pleura Tekanan intrapleural
meningkat

Akan menekan Mediastinum


vena cava superior terdorong ke sisi
dan inferior yang sehat. Paru-paru kolaps

Akan Cardiac output


menghambat menurun.
venous returns
 Dekompresi jarum
 Defek atau luka yang besar pada dinding
dada.
 Masuknya udara luar kedalam rongga
pleura.
 Makin besar lukanya= makin besar
kesmpatan udara luar masuk lewat luka
daripada lewat trachea.
“sucking chest wound”
 Pemberian oksigen (100%)
 Penerapan falp-valve.
 Masukan drainase dada dan menutup luka
dengan kasa penutup yang steril.
 Darah terkumpul dengan cepat didalam
rongga pleura.
 Sering terjadi akibat luka tembus atau
trauma tumpul.
 Luka tembus merusak pembuluh darah
sistemik atau pembuluh darah pada hilus
paru.
 Pemberian O2 100%
 Drainase dada.
 Perawatan dari sirkulasi volume.
 Torakotomi :
 >1500 awalnya sudah keluar.
 >200 ml/jam dalam waktu 2-4 jam.
 >100 ml/jam untuk lebih dari >6jam.
Luka tembus Akumulasi darah
pada rongga Jantung tertekan
Trauma tumpul pericardium.

Aliran darah ke
Cardiac output
jantun g terganggu
menurun.
(diastol)
 Perhatikan airway
 Pemberian O2 konsentrasi tinggi
 Segera rujuk.
 Terapi definitif adalah Pericardiocentesis.
1. Flail Chest
Gerakan paradoksal dari segmen dinding
dada relatif terhadap siklus pernapasan yang
terjadi pada dua atau lebih costae yang
patah berurutan. Hal ini juga dapat terjadi
karena gangguan di daerah costochondral.
Adanya cedera dan pukulan pada
costochondral sternum, lebih sering pada
anak-anak.
 Manajemen
 100% oksigen
 analgesia reguler – mempertimbangkan menggunakan blok
rib dengan anestesi lokal
 chest drain untuk pneumothorax atau haemothorax
 mempertimbangkan bantuan ventilasi jika ada ventilasi
memadai atau pasien lelah

 Indikasi penggunaan ventilasi :


 Segmen flail besar atau yang melibatkan sternum,
 Memar paru luas.
2. Contusion paru
cedera pada parenkim paru sekunder
terhadap trauma tumpul. Anak-anak kecil
memiliki dinding dada lentur dan dapat
mengalami memar paru yang parah tanpa
terjadinya fraktur costae.
Manajemen:
Manajemen diperlukan dalam jangka waktu 3-5
hari
 oksigen tambahan
 analgesia
 fisioterapi untuk menghindari komplikasi yakni
pneumonia.
 Jika memar parah dan ARDS terjadi disertai
gagal napas, bantuan pernapasan lebih lanjut
akan diperlukan, biasanya dengan intubasi dan
ventilasi.
3. Cedera Aorta
Selama cedera mendadak, seperti dalam
kecelakaan kendaraan bermotor atau
jatuh dari ketinggian, sehingga terjadi
pergerakan pada aorta ascenden dan
arcus aorta pada rongga dada; sebagian
besar transeksi karena itu terjadi hanya
dari distal ke arteri subklavia kiri.
Manajemen:
- Resusitasi dengan kontrol tekanan darah.
- Perbaikan bedah melalui endovascular ; by-
pass menurunkan resiko pasca-prosedur
paraplegia .
1. Simple pneumothorax
Terperangkapnya udara di dalam rongga pleura dengan
kolapsnya sebagian dari paru-paru.
Manajemen :
 pada pneumothoraks sederhana diusulkan chest drain tapi
dilakukan setelah survei sekunder,
 Jika pasien sedang transfusi atau anestesi umum maka chest
drain diperlukan,
 pneumotoraks kecil dengan cepat dan meluas ditangani
dengan ventilasi tekanan positif.
2. Fraktur Costae
Patah tulang rusuk yang biasa ditemui dalam trauma dada.
Fraktur costae tidak bermasalah tapi rasa sakit yang timbul
pada saat inspirasi dan ekspirasi, dan mencegah batuk yang
efektif

 Analgesia (Obat anti - inflamasi non-steroid) dan fisioterapi,


 Parasetamol dan obat opiat juga dapat dimanfaatkan jika
diperlukan
 Perhatikan patologi yang mendasari .
 Fraktur costae akan sembuh sendiri tanpa intervensi
tertentu .
 Pasien Controlled Analgesia ( PCA ) dapat digunakan
sebagai tambahan untuk terapi
fraktur costae harus dicurigai untuk cedera yang terkait
dengan organ tetangga, antara lain :
1st rib :apeks paru, pembuluh subklavia
2nd rib : ascending aorta, vena kava superior
Klavikula : apeks paru, pembuluh subklavia
Sternum : memar miokard, pembuluh torakalis interna
10th rib : diafragma, liver, limpa cedera
11 rib : diafragma, liver, limpa cedera
12th rib : cedera ginjal.
3. Memar miokard
Memar jantung biasanya terjadi akibat trauma tumpul
langsung dan parah pada anterior dada. Hal ini disebabkan
oleh cedera mendadak dan cepat. Tidak ada pengobatan
khusus yang diperlukan.

4. Patah vertebra thoraks


Pada pasien yang menderita trauma tumpul dada yang
mengenai vertebra toraks.

5. Cedera esofagus
Cedera esofagus jarang, tetapi dapat didiagnosis; cedera
sering terlewatkan selama penilaian awal.
MANAJEMEN:
 drainase rongga dada di lokasi perforasi atau robek
penggambaran dari adanya cedera
 debridement jaringan nekrotik
 decortikasi ruang pleura yang kotor
 penutupan defek dengan flap
 Menghindari segala kemungkinan.

Mediastinitis dapat berkembang setelah trauma esofagus dan


terutama dengan keterlambatan diagnosis.
INDIKASI
• Penanganan dari tension pneumothorax,
pnumothorax terbuka, pneumothorax sederhana,
haemothorax.
 2008. Advanced Trauma Life Support For
Doctor, Student course Manual Eighth
Edition: American collage of Surgeon
Committe on Trauma
 Dreyer,Jackson,Hannay.2012. Journal Chest
Trauma: Diagnosis and Management of
serious injuries. www.nemj.com

Anda mungkin juga menyukai