100%(3)100% menganggap dokumen ini bermanfaat (3 suara)
2K tayangan28 halaman
Dokumen tersebut membahas sejarah berdirinya Kerajaan Samudera Pasai dan Kesultanan Aceh Darussalam. Kerajaan Samudera Pasai didirikan pada tahun 1289 Masehi dan menjadi pusat perdagangan internasional pada abad ke-13 hingga awal abad ke-16. Kesultanan Aceh Darussalam mulai berkuasa ketika Kerajaan Samudera Pasai mulai runtuh pada abad ke-14 akibat serangan dari Kerajaan Majapahit.
Deskripsi Asli:
GEOGRAFI
Judul Asli
PPT Makalah Kerajaan Samudera Pasai Dan Aceh Darussalam
Dokumen tersebut membahas sejarah berdirinya Kerajaan Samudera Pasai dan Kesultanan Aceh Darussalam. Kerajaan Samudera Pasai didirikan pada tahun 1289 Masehi dan menjadi pusat perdagangan internasional pada abad ke-13 hingga awal abad ke-16. Kesultanan Aceh Darussalam mulai berkuasa ketika Kerajaan Samudera Pasai mulai runtuh pada abad ke-14 akibat serangan dari Kerajaan Majapahit.
Dokumen tersebut membahas sejarah berdirinya Kerajaan Samudera Pasai dan Kesultanan Aceh Darussalam. Kerajaan Samudera Pasai didirikan pada tahun 1289 Masehi dan menjadi pusat perdagangan internasional pada abad ke-13 hingga awal abad ke-16. Kesultanan Aceh Darussalam mulai berkuasa ketika Kerajaan Samudera Pasai mulai runtuh pada abad ke-14 akibat serangan dari Kerajaan Majapahit.
Dini Septi Marita 110731407190 Pitria Ayu Soleha N. 110731435514 Winda Nita Lusiana 110731435509 Berdirinya Kerajaan Samudera Pasai Kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan islam yang terletak di pesisir pantai utara Kota Lhouksemawe, wilayah Aceh Utara. Samudera Pasai mulai tumbuh dan berkembang di bawah kekuasaan Marah Silu, dan menjalin hubungan politik de-ngan menikah dengan putri Ganggangsari dari Kerajaan Perlak. Pada tahun 1289 Masehi, Marah Silu mengangkat dirinya sebagai Raja Samudra Pasai dengan gelar Sultan Malik al-Saleh (Wiharyanto, 2006: 14 – 15). Ibu kota Kerajaan Samudera Pasai adalah Pasai dan bahasa yang digunakan masyarakatnya adalah Bahasa Pasai dan Melayu (Sufi & Wibowo, 2006: 50). Di Bidang Pemerintahan :
Menurut Ayatrohaedi (Ayatrohaedi, 1992) Komposisi
masyarakat Samudera Pasai menunjukkan sifat yang berlapis-lapis. Lapisan itu, terdiri atas lapisan atas yaitu Sultan (raja) dan birokrasi kerajaan, sedangkan lapisan bawah adalah hamba sahaya/masyarakat. Pada lapisan birokrasi kerajaan terdiri dari kelompok orang-orang besar mulai dari perdana menteri, menteri, tentara, pegawai, dan kaum bangsawan kerajaan. Pemerintahannya bersifat teokrasi (berdasarkan ajaran Islam). Peran orang Arab sebagai perdana menteri penasehat raja sangat berpengaruh dalam jalannya pemerintahan dan menentukan kebijakan Sultan. Keadaan ini terlihat sejak masa awal terbentuknya Kesultanan Pasai hingga nama kerajaan ini berubah menjadi Kesultanan Samudera Pasai (Ismail, 1997: 39). Pada masa pemerintahan Sultan Malik al-Saleh, Samudra Pasai berhasil memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke pedalaman Aceh, bahkan sampai ke Malaka (jazirah Melayu). Di samping itu, banyak pedagang-pedagang Islam dari Arab, Persia, dan Gujarat (India) yang datang ke Samudra Pasai (Ismail, 1997: 23). Di bawah pimpinan Sultan Muhammad Malikul Zahir, Kerajaan Pasai mengalami masa kejayaan. Sudah digunakannya mata uang yang terbuat dari emas dan perak, sebagai alat transaksi dalam kehidupan ekonomi warga Kerajaan Pasai. Ia Mendirikan pusat studi Islam yang dibangun di lingkungan kerajaan menjadi tempat diskusi antara ulama dan anggota birokrasi kerajaan. Dalam silsilah para penguasa yang memimpin Kesultanan Samudera Pasai, ternyata terdapat sultan perempuan yang pernah bertahta di kerajaan besar tersebut. Sultanah Nahrasiyah (Nahrisyyah) Malikul Zahir bertahta dari tahun 1420 hingga 1428 dan memiliki penasehat sultan yang bernama Ariya Bakooy. Di bidang Perekonomian
Di masa keemasan Sultan Muhammad Malikul Zahir,
Kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan internasional. Dalam kurun abad ke-13 M hingga awal abad ke-16 M, Kerajaan Samudera Pasai merupakan wilayah penghasil rempah-rempah terkemuka di dunia, dengan lada sebagai salah satu komoditas andalannya. Pasai pun merupakan produsen komoditas lainnya seperti sutra, kapur barus, dan emas. Dalam perdagangan, Kesultanan Pasai juga mengeluarkan koin emas dan perak sebagai alat transaksi jual beli. Mata uang emes ini disebut deureuham (dirham) yang dibuat 70% emas murni dengan berat 0.60 gram, diameter 10 mm, dan mutu 17 karat. Keadaan Wilayah dan Penduduk
Pada abad ke-14, Kesultanan Samudera Pasai sudah
memiliki wilayah kekuasaan yang sangat luas, meliputi Samudera Geudong (Aceh Utara), Meulaboh, Bireuen, Rimba Jreum dan Seumerlang (Perlak). Dan beberapa daerah luar yang menjadi negeri taklukan Kesultanan Samudera Pasai antara lain Minangkabau, Palembang, Jambi, Patani, Malaka, bahkan hingga mencapai pesisir pantai di Jawa (Sufi & Wibowo, 2005: 61). Tomi Pires, menyebutkan bahwa Pasai adalah kota terpenting pada masanya untuk seluruh Sumatra, karena tidak ada tempat lain yang penting di pulau itu kecuali Pasai. Kota Pasai, menurut catatan Tomi Pires, ditaksir berpenduduk tidak kurang dari 20.000 orang (Ismail, 1997: 37). Di Bidang Agama dan Budaya
Islam merupakan agama yang dianut oleh
masyarakat Pasai. Dari catatan Ma Huan dan Tomé Pires, telah membandingkan dan menyebutkan bahwa sosial budaya masyarakat Pasai mirip dengan Malaka, seperti bahasa, maupun tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Kesamaan ini memudahkan penerimaan Islam di Malaka dan dipererat oleh adanya pernikahan antara putri Pasai dengan raja Malaka sebagaimana diceritakan dalam Sulalatus Salatin. Peninggalan Budaya yang menunjukkan adanya pengaruh Agama Islam adalah batu nisan Malik al-Saleh yang wafat pada tahun 1297, terbuat dari batu granit atau pualam dari Gujarat. Peninggalan ini menandakan bahwa agama Islam yang masuk ke Indonesia lewat jalur Gujarat (India). Menurut Ibnu Batuthah, menceritakan bahwa sultan di negeri Samatrah (Samudera) pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malikul Zahir, penduduknya menganut Agama Islam bermazhab Syafi'i. Dalam catatan perjalanan berjudul Tuhfat Al- Nazha, Ibnu Batutah menuturkan, pada masa itu Pasai telah menjelma sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara. Dan bangunan terpentingnya ialah Istana Sultan dan masjid (Ismail, 1997: 37). Runtuhnya kerajaan Samudera Pasai disebebkan karena beberapa Faktor, yaitu: Adanya Perang Saudara Ancaman dari Kerajaan Majapahit Kemerosotan peran Samudera Pasai sebagai arus perdagangan di Asia Tenggara Semakin lemahnya posisi Samudera Pasai karena berdirinya Kesultanan Aceh Kerajaan Aceh Darussalam merupakan Kesultanan yang mulai memerintah ketika Kerajaan Samudera Pasai berada di ambang keruntuhan karena diserang oleh Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14 M. dapat diketahui keterangan dari batu nisan Sultan Firman Syah yang menjelaskan bahwa Kesultanan Aceh beribukota di Kutaraja (Banda Aceh). Pendiri sekaligus penguasa pertama Kesultanan Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah yang dinobatkan pada Ahad, 1 Jumadil Awal 913 Hijriah atau tanggal 8 September 1507 Masehi. Di Bidang Pemerintahan Sepanjang riwayat dari awal berdiri hingga keruntuhan Kesultanan Aceh Darussalam tercatat telah berganti sultan hingga lebih dari tigapuluh kali.Berikut adalah beberapa gambaran sekilas dari corak pemerintahan silsilah-silsilah para sultan yang pernah berkuasa di Kesultanan Aceh Darussalam: Pada tahun 1507 M, Sultan Ali Mughayat Syah memproklamirkan berdirinya Kesultanan Aceh Darussalam. Pada masa pemerintahannya, ditandai mulai masuknya Kolonialisme Barat di bawah armada Portugis. Pada bulan Mei 1521, Sultan Ali Mughayat Syah, memimpin perlawanan dan berhasil mengalahkan armada Portugis yang dipimpin Jorge de Britto di perairan Aceh. Pihak Portugis meminta bantuan Sultan Ahmad, Raja Kerajaan Pedir dan mencari perlindungan ke Samudera Pasai. Pasukan Sultan Ali Mughayat Syah meneruskan pengejarannya dan berhasil mematahkan perlawanan Pasai pada tahun 1524 M (Said, 1981: 187). Sultan Ali Mughayat Syah juga meletakkan dasar-dasar politik luar negeri Kesultanan Aceh Darussalam, antara lain: Mencukupi kebutuhan sendiri sehingga tidak tergantung pada pihak lain. Menjalin persahabatan yang lebih erat dengan kerajaan-kerajaan Islam lain di nusantara Bersikap waspada terhadap kolonialisme Barat. Menerima bantuan tenaga ahli dari pihak luar. Menjalankan dakwah Islam ke seluruh kawasan nusantara. Berdasarkan hasil identifikasi dari beberapa sumber yang ada menegaskan bahwa Sultan Iskandar Muda lahir sekitar tahun 1583. (Denys Lombard, 1991: 225-226). Sultan lskandar Muda yang pada masa bayinya sering disebut Tun Pangkat Darma Wangsa, (Zainuddin: 1957, 21) Iskandar Muda dinobatkan sebagai Sultan pada tanggal 29 Juni 1606. Akan tetapi dalam naskah Bustanus-Salatin, ditemukan keterangan bahwa dia diangkat sebagai Sultan pada 6 Zulhijjah 1015 H (awal April 1607 M). (Bustanus-Salatin II, XIII, 23). Untuk menjamin langgengnya Kerajaan Aceh, Sultan Iskandar Muda kemudian menyusun tata negara atas empat bagian. (Ismuha: 1988, 155) 1. Segala persoalan yang menyangkut tentang adat maka kebijaksanaannya diserahkan kepada sultan, penasehat dan orang-orang besarnya. 2. Segala urusan hukum diserahkan kepada para ulama yang pada masa Syekh Nuruddin Ar-Raniry diangkat sebagai qadhi malikuladil. 3. Urusan qanun, majelis adab, sopan santun dan tertib dalarn pergaulan hidup bermasyarakat, termasuk mengenai berbagai upacara adat diserahkan kepada kebijaksanaan Maharani (Putroe Phang). 4. Sedangkan urusan reusam (pertahanan dan keamanan) berada dalam kekuasaan Panglima Kaum atau Bentara pada masing-masing daerah. Dalam makalah bertajuk “Ikhtisar Susunan dan Sistem Keradjaan Aceh pada Zaman Sultan Iskandar Muda” (1961) yang ditulis oleh A. Hasjmy disebutkan pada masa Sultan Iskandar Muda, yang menempatkan Sultan sebagai penguasa tertinggi pemerintahan, baik dalam bidang eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Sebagai penguasa tertinggi, Sultan memiliki hak-hak istimewa, antara lain: Pembebasan orang dari segala macam hukuman. Membuat mata uang. Memperoleh hak panggilan kehormatan “Deelat” atau “Yang Berdaulat”. Mempunyai kewenangan untuk mengumumkan dan memberhentikan perang. Di bidang Perekonomian
Penduduk Aceh sangat gemar berniaga. Mereka
mempunyai banyak pengalaman dan berbakat dalam berdagang. Selain itu, kebanyakan masyarakat Aceh juga ahli dalam sektor pertukangan. Banyak di antara penduduk Aceh yang bermatapencaharian sebagai tukang emas, tukang meriam, tukang kapal, tukang besi, tukang jahit, tukang periuk, tukang pot, dan juga suka membuat berbagai macam minuman. Alat transaksi yang digunakan masyarakat Aceh, pada sekitar abad ke-16, terbuat dari emas, kupang, pardu, dan tahil (Said, 1981: 219) Sultan Iskandar Muda menetapkan qanun seuneubok lada yang memuat tentang berbagai peraturan mengenai pertanian dan peternakan. Dalam hal ini Sultan Iskandar Muda menetapkan beberapa sumber pajak penghasilan sebagai pemasukan devisa kerajaan. Sebagian besar kekayaan negara pada masanya berasal dari hasil sumber daya alam, baik berupa pajak sumbangan hasil pertanian, perikanan maupun dari hasil tambang. Keadaan Wilayah dan Penduduk
Daerah-daerah yang menjadi bagian dari
wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh Darussalam, dari masa awalnya hingga Sultan Iskandar Muda, mencakup hampir seluruh wilayah Aceh, termasuk Tamiang, Pedir, Meureudu, Samalanga, Peusangan, Lhokseumawe, Kuala Pase, dan Jambu Aye. Selain itu, Kesultanan Aceh Darussalam juga berhasil menaklukkan seluruh negeri di sekitar Selat Malaka termasuk Johor dan Malaka. Di Bidang Agama dan Budaya
Agama yang di anut Kerajaan aceh
Darussalam adalah Agama Islam. Pada masa kepemimpinan Sultan Mansur Syah, nuansa agama Islam sangat kental dalam kehidupan masyarakatnya. Sultan Mansur Syah mendatangkan guru-guru agama dan ulama ternama dari luar negeri dan banyak mendirikan masjid dan madrasah. Adat Makuta Alam yang dicetuskan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda adalah adat yang bersendi syara` hukum Islam dan hukum adat yang mengambil aturan- aturan berlandaskan Al-Qur’an dan Al-Hadist. Setelah Sultan Iskandar Muda wafat, Belanda mulai melihat kembali celah untuk mengusik Aceh. Paruh abad 18 Belanda mulai mengancam Aceh. Pada tanggal 26 Maret 1873, Belanda secara resmi menyatakan perang terhadap Aceh. Memasuki abad ke-20, dilakukanlah berbagai cara untuk dapat menembus kokohnya dinding ideologi yang dianut bangsa Aceh Mengutus seorang pakar budaya dan tokoh pendidikan Belanda, Dr. Snouck Hurgronje, menyusup ke dalam masyarakat adat Aceh. Snouck Hurgronje menyarankan agar menyerang kaum ulama. Secara lebih detail, Snouck Hugronje menyimpulkan hal- hal yang harus dilakukan untuk dapat menguasai Aceh, antara lain: Hentikan usaha mendekat Sultan dan orang besarnya. Jangan mencoba-coba mengadakan perundingan dengan musuh yang aktif, terutama jika mereka terdiri dari para ulama. Rebut lagi Aceh Besar. Untuk mencapai simpati rakyat Aceh, giatkan pertanian, kerajinan, dan perdagangan. Membentuk biro informasi untuk staf-staf sipil, yang keperluannya memberi mereka penerangan dan mengumpulkan pengenalan mengenai hal ihwal rakyat dan negeri Aceh. Membentuk kader-kader pegawai negeri yang terdiri dari anak bangsawan Aceh dan membikin korps pangrehpraja senantiasa merasa diri kelas memerintah (Said, 1985:97). Usaha Snouck Hurgronje akhirnya berhasil, Belanda sukses dalam usaha menaklukkan Aceh pada tahun 1903. kekuatan Kesultanan Aceh Darussalam semakin melemah seiring dengan menyerahnya Sultan M. Dawud kepada Belanda. Setahun kemudian, tahun 1904, hampir seluruh wilayah Aceh berhasil dikuasai Belanda Buatlah TTS dar 10 pertanyaan singkat mengenai Samudera Pasai dan Aceh TTS yang sudah selesai ditukarkan ke kelompok lain untuk diisi. SELAMAT MENGERJAKAN Kerajaan Islam di Indonesia diperkirakan tumbuh dan berkembang pada adad akhir ke-12 dan kejayaannya berlangsung antara abad ke-13 sampai dengan abad ke-16. Timbulnya kerajaan-kerajaan tersebut didorong oleh maraknya lalu lintas perdagangan laut antara penduduk Indonesia dengan pedagang-pedagang Islam dari Arab, India, Persia, dan Tiongkok. Berdasarkan wilayah pusat pemerintahan Islam berbentuk Kesultanan di sumatera terdapat dua Kerajaan, yaitu Kerajaan Samudera Pasai dan Kerajaan aceh Darussalam.
Penemuan makam Sultan Malik as-Saleh yang bertarikh 696
H atau 1297 M, dirujuk sejarahwan sebagai tanda telah masuknya agama Islam di Nusantara sekitar abad ke-12 M. Deskripsi Hikaya Raja-raja Pasai turut membantu dalam mengungkap sejarah Kerajaan Samudera Pasai dan Kerajaan Aceh yang berdiri menjelang runtuhannya Samudera Pasai tahun 1524 M. Kejayaan masa lalu kerajaan Samudera Pasai telah menginspirasikan masyarakatnya untuk menggunakan nama pendiri kerajaan ini untuk Universitas Malikussaleh di Lhokseumawe.