Anda di halaman 1dari 25

KELOMPOK 7

KASUS 1
1. Rizky Fuji Pratama (030.16.135)
2. Anindya Citra (030.17.010)
3. Bimo Wahyu Prabowo (030.17.023)
4. Dhika Dwi Wahyuni (030.17.033)
5. Fairuz Syafa Zahira ( 030.17.048)
Nama Anggota 6. Hutami Hasbila A (030.17.060)
7. Komang Widyantara (030.17.071)
8. Nur Najmi Raina (030.17.089)
9. Tiffany Gita Yunilia S (030.17.117)
10. Nhemu Viana (030.17.150)
TOPIK: IMMUNODEFISIENSI

Seorang pria berusia 30 tahun pingsan setelah mengalami trauma


capitis dan disertai kejang menderita edema cerebri. Di rumah sakit
terpasang endotracheal tube, infus vena sentralis dan kateterisasi
KASUS uretra. Diberikan steroid dan fenitoin intra vena. Dua minggu
kemudian dia pulih dari episode neurologiknya tetapi menderita
pneumonia oleh Pneumocystis jiroveci.

Key Words: trauma capitis, steroid, fenitoin


Trauma capitis
Edema serebri
Trauma mekanik pada kepala
yang menyebabkan fungsi Terjadinya akumulasi cairan di
neurologis dalam rongga otak

Klarifikasi
Istilah
Imunodefesiensi
Fenitoin
Defisiensi respon imun atau
Antikonvulsan digunakan
gangguan yg ditandai dengan
untuk mengatasi berbagai
respon imun yg berkurang
epilepsy atau kejang
 Pria 30 tahun pingsan setelah mengalami trauma capitis disertai
kejang dan edema serebri
IDENTIFIKASI  Dipasang endotracheal tube, infus vena sentralis, dan kateterisasi
uretra
MASALAH  Diberi steroid dan fenitoin secara intra vena
 2 minggu kemudian neurologi pulih & menderita pneumonia
Brainstorming
Brainstorming Patogenesis HIV

Trauma capitis Primer Sekunder


Pria 30 tahun

Kortikosteroid Edema Pingsan Kejang Anti


serebri konvulsan

Klasifikasi

Endotracheal Kateterisasi Infus vena


tube urin sentralis Faktor-faktor

Infeksi
opotunistik
Imunodeficiency
Obat-obat yang
mempengaruhi
1. Klasifikasi imunodefisiensi
2. Faktor yang mempengaruhi imunodefisiensi
3. Dosis steroid
Learning 4. Dosis fenitoin
Objektif 5. Infeksi oportunistik
6. Patogensis imunodefisiensi sekunder yang paling sering
(HIV)
7. Obat-obat yang mempengaruhi imunodefisiensi
Klasifikasi Imunodefisiensi
Berdasarkan penyebab ada dua, yaitu :
1. Primer
2. Sekunder  disebabkan berbagai penyebab, yang penting itu HIV karena menyebabkan imunodefisiensi yang
berat.
Faktor : usia, penggunaan obat-obatan, nutrisi buruk, stress

Menurut unsur sistem imun yang mengalami kelainan :


- Limfosit T
- Limfosit B (antibodi)
- Fagosit
- Komplemen
Faktor – faktor penyebab Imonodefisiensi

 Imunodefisiensi Primer
Penyebabnya dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Mutasi : jarang terjadi, dapat mengenai setiap unsur sistem imun, dan biasanya
menimbulkan sakit yang berat.
2. Polimorfisme :
Sangat sering menimbulkan kecenderungan kelainan genetik diantara populasi
normal, dapat mengenai berbagai sistem imun, dan menybabkan peningkatan risiko
terjadinya infeksi.
3. Poligenik : relatif cukup sering, terutama mengenai antibodi.
Imunodefisiensi Sekunder
Disebabkan oleh berbagai penyebab, tapi yang paling penting adalah HiV, kerena
insidennya tinggi dan menyebabkan imunodefisiensi yang berat. Faktor penyebab lain
yaitu :
1. Usia Ekstrim
a. Usia Dini
Selam usia bayi, sistem imun spesifik masih matur. Meski memiliki jumlah sel T
tinggi, namun semuanya naïve dan tidak memberikan respons yang baik terhadap
antigen. Kadar IgG dewasa baru tercapai sekitar usia 5 tahun.
b. Usia Lanjut
Thymus diperkirakan mengerut sekitar 3% per tahun, menyebabkan menurunnya
produksi naïve T cells. Jumlah sel T ditubuh dipertahankan oleh proliferasi sel T di
perifer.
Telomer yang semakin memendek dengan bertambahnya usia membuat sel tidak
dapat membelah diri. Replicative senescence ini mengenai sel T setelah 40 kali
pembelahan.
Oleh karena itu pada usia lanjut terjadi defisiensi imunologik ringan, terutama
berkaitan dengan sel T.
2. Obat-obatan
pasien yang mengalami terapi obat-obatan sitotoksik/kemoterapi untuk keganasan,
sering mengalami neutropenia.kerusakan pada sel T dan sel B, merupakan efek
samping dari obat-obat sitotoksik,kortikosteroid dan obat imunosupresan lain pada
pasien kelainan autoimun dan profi laksis penolakan transplantasi. Obat lain yang
menyebabkan defisiensi antibodi adalah anti konvulsan.
3. Keganasan sel B
Mieloma dan leukimia limfositik kronik, meskipun memproduksi sejumlah besar
imuno globulin monoklonal (paraprotein), tetapi memiliki kadar antibodi yang rendah
terhadap patogen.
4. Nutrisi
Defisiensi Zn dan Mg mengganggu imunitas seluler, terutama sekresi sitokin
Th1. Defisiensi mikronutrien ini sering terjadi pada pasien pasca operasi.
5. Stres
Pengaruh stress besar terhadap sistem imun adaptif. Limfosit memiliki reseptor,
baik untuk epinefrin/adrenalin, juga untuk kortokosteroid . Hormon-hormon
tersebut di sekresikan sebagai respon terhadap stress. Epinephrine
menimbulkan efek cepat tetapi singkat, sedangkan kortikosteroid menimbulkan
efek untuk jangka waktu lama, keduanya menghambat respons imun terhadap
infeksi.
6. Kelainan ginjal
Sindrom nefrotik ditandai dengan hilangnya protein lewat ginjal,dan penurunan
kaga IgG dan IgA dalam serum ,meski IgM normal.
 1. pasien lebih sering menderita infeksi
Infeksi yang dibandingkan orang normal.
terjadi pada  2. infeksi cenderung menjadi kronis
Imunodefisiensi  3. infeksi yang diderita biasanya disebabkan
memiliki ciri oleh mikroorganisme yang umumnya tidak
menimbulkan masalah pada individu normal.
khas
Obat selain steroid
yang dapat menganggu
sistem imun
 Methotrexate (MTX)
 Siklosporin (inhibitor kalsineurin)
 Mikofenolat (IMDH inhibitor)
 Muromonab (antibodi monoklonal)
Dosis terapi pemberian obat oral fenitonin pada orang dewasa 3-
5 mg/KgBB/hari dengan dosis awal dewasa, 3-4 mg/kg/hari dapat
di berikan dalam 2 atau 3 kali pemberian dengan dosis terbagi,
selanjutnya dosis disesuaikan perorangan maksimum 300-400
mg perhari.
DOSIS Dosis pasien dewasa yang belum pernah di terapi dapat dimulai
FENITONIN dengan dosis 100 mg, dengan pemberian 3 kali sehari, lalu dosis
kemudian di sesuaikan dengan kebutuhan perorangan.
Pada bagian besar orang dewasa, dosis pemeliharaan yang
direkomendasikan 4-8 mg/kg/hari atau 3-4 kapsul sehari (300-
400 mg), dan bila perlu dapat dinaikkan menjadi 6 kapsul sehari
 Dosis tinggi untuk mengurangi edema serebri
 Bila terus menerus di berikan akan menekan sel T dan
antibodi

Dosis Steroid
Patogenesis Infeksi awal
Penyebab  Terjadi ketika cairan tubuh dari yang terinfeksi HIV terpapar oleh
Defisiensi yang belum terinfeksi. Lewat persetubuhan, jarum suntik bekas
yang tercemar HIV, atau ibu yang terinfeksi HIV ke anaknya
Sekunder  Setelah 2–8 minggu, 80% pasien menderita viremia akut, yang
Paling Sering gejalanya mirip influenza dan akan reda sendiri 1–4 minggu
(HIV) setelah infeksi awal
Infeksi primer
 Akan terjadi “letupan” replikasi virus, terutama di sel-sel T CD4+ usus dan
penurunan jumlah sel-sel T CD4+ di peredaran darah
 Hal ini membuat respon spesifik oleh sel-sel T CD8+ terbangkit untuk
membunuh sel-sel yang terinfeksi virus dan kemudian akan memproduksi
antibodi spesifik anti-HIV
 Lonjakan virus dalam darah akan menurun dan sel T CD4+ akan meningkat,
tapi belum dalam jumlah normal
Fase latensi klinik (tidak ada gejala/gejala ringan)
 Replikasi virus akan terus berlanjut, demikian dengan
fungsi&jumlah sel-sel T CD4+ yang kian menurun
 Dalam 2–15 tahun, sel-sel T CD4+ yang berfungsi akan kurang
dari batas ambangnya (< 400 sel/µl, normalnya: 1200 sel/µl)
 Maka infeksi-infeksi oportunistik dapat mulai muncul (seperti
penyakit tuberculosis pada AIDS)
 Jika sel-sel T CD4+ yang berfungsi jumlahnya <200 sel/µl, maka
pasien tersebut mengalami AIDS
 Infeksi oportunistik adalah infeksi yang disebabkan oleh organisme patogen (bakteri,
virus, jamur, atau protozoa) yang memanfaatkan peluang yang biasanya tidak tersedia,
seperti inang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.

 Banyak patogen ini tidak menyebabkan penyakit pada inang yang sehat yang memiliki
sistem kekebalan normal. Namun, bagi orang yang sistem kekebalan tubuhnya lemah,
dapat memberikan kesempatan bagi patogen ini untuk menginfeksi.
 Subowo. Immunologi Klinik. Jakarta: Sagung Seto, 2010
DAFTAR  Weir, DM. Segi Praktis Imunologi. Jakarta: Binarupa aksara, 1990
PUSTAKA  Wiradharma D, Pusparini, Alvina. Konsep Dasar Imunologi.
Jakarta: Sagung Seto, 2015.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai