Anda di halaman 1dari 55

ARSITEKTUR TRADISIONAL I

OBSERVASI BANGUNAN CAGAR BUDAYA


ASTANA AL NURSARI
KOTAWARINGIN LAMA
KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
TANGGAL 23 OKTOBER 2015

FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
KELOMPOK A
ISTININGTYAS NURDZAHABIYYAH DBB 114 030

IKRAMAH HIDAYAH DBB 114 004


M. ADE KURNIAWAN DBB 114 023
FIRMAN HIDAYAT DBB 114 013
DESRIVAL ARIA MEGA DBB 114 002

YULIO SEMPATI SUSILO DBB 114

MUSTAIN DBB 114


REZA KURNIAWAN DBB 114
DEDY PRIANTONI DBB 114
VERIBERTUS HATU DBB 114
SAMUEL TAMUEI DBB 114
LINGSHON DBB 114
JEAN DBB 114
DAVID NATALIS DBB 114 075
KRISHTHEOREN MEYURA VINDI DBB 114

NINA OKTAVIA DBB 114 069


NISA ARISMA DBB 114 031
ETRYA LEONY A. DBB 114 006
MELISSA FEBRIANY GARA DBB 114
OBJEK I (UTAMA) :
BANGUNAN CAGAR BUDAYA , ASTANA AL NURSARI , KOTAWARINGIN LAMA,
KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
OBJEK II :
MASJID BESAR KIYAI GEDE KOTAWARINGIN
BAHAN AMATAN
• OBJEK I (UTAMA) :
BANGUNAN CAGAR BUDAYA , ASTANA AL NURSARI , KOTAWARINGIN
LAMA, KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT
I. Bentuk Bangunan
II. Konstruksi (Sambungan, Sistem Struktur)
III. Teknologi Konstruksi

• OBJEK II :
MASJID BESAR KIYAI GEDE KOTAWARINGIN
I. Bentuk Bangunan
II. Ruang Dalam
III. Ruang Luar
IV. Konstruksi (Sambungan, Sistem Struktur)
V. Material
VI. Teknologi Konstruksi
VII. Sosial Budaya
OBJEK I (UTAMA) :
BANGUNAN CAGAR BUDAYA , ASTANA AL NURSARI , KOTAWARINGIN LAMA,
KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

I. Bentuk Bangunan
II.Konstruksi
Bentuk bangunan
• Susunan Fasade
• Urutan Fasade
• Batas / Geometri
• Filosofi Bentuk Bangunan
• Elemen Pembentuk Fasade
Susunan Fasade

2
1
Urutan Fasade

ATAS

TENGAH

BAWAH
Batas / Geometri
1

Berdasarkan proses pembangunannya


Urutan pembangunan yakni :
1. Pemasangan kaki (kolom-kolom).
2. Pemasangan lantai yang akan membentuk
badan. 3
3. Pemasangan atap, yang akan membentuk
kepala.
Batas / Geometri
1

Kaki berbatasan dengan lantai


yang membentuk badan,
kemudian badan berbatasan 2
langsung dengan bagian atap,
dalam bangunan ini tidak
terdapat plafond.
3
Filosofi Bentuk Bangunan
Filosofi, bentuk rumah melambangkan
perpaduan antara dunia atas dan bawah,
sedangkan penghuninya berada di antara kedua
dunia tersebut.
Filosofi ini lahir dari kepercayaan
Kaharingan pada suku Dayak bahwa alam
semesta terdiri dari dua bagian yaitu alam atas
dan bawah.
Elemen Pembentuk Fasade
Elemen pembentuk fasade berdasarkan
proses membangunnya, yaitu membuat
konstruksi bagian bawah (kaki), konstruksi
bagian tengah (badan), dan yang terakhir
konstruksi bagian atas (kepala)

1 2 3
OBJEK I (UTAMA) :
BANGUNAN CAGAR BUDAYA , ASTANA AL NURSARI ,
KOTAWARINGIN LAMA, KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

• BENTUK BANGUNAN
Konstruksi
• Konstruksi Bawah
• Konstruksi Tengah
• Konstruksi Atas
KONSTRUKSI
CIRI-CIRI BANGUNAN
• Atap Sindang Langit tanpa plafond
• Tangga naik selalu ganjil
• Pamedangan diberi lapangan kelilingnya dengan “Kandang Rasi” berukir
• Konstruksi bagunan yaitu bahan utamanya “Kayu Ulin” karena faktor alam
kalimantan yang penuh dengan hutan rimba, telah memberikan bahan konstruksi
yang melimpah (.. : kayu)
• Bagian konstruksi pokok
a) Tubuh bangunan yang memanjang lurus kedepan merupakan Bangunan
Induk.
b) Bangunan yang menempel dikiri dan kanan disebut “Anjung”
c) Bubungan atap yang tinggi melancip disebut “Bubungan Tinggi”
d) Bubungan atap sengkuap yang memanjang kedepan disebut “Atap Sindang
Langit”
e) Bubungan atap yang memanjang kebelakang disebut “Atap Hambin Awan”.

JADI TUBUH BANGUNAN INDUK YANG MEMANJANG LURUS


KEDEPAN DIBAGI ATAS RUANGAN-RUANGAN YANG BERJENJANG
LANTAINYA.
KONSTRUKSI BAWAH
SISTEM SAMBUNGAN
SISTEM SAMBUNGAN

SISTEM SAMBUNGAN YANG DIGUNAKAN ADALAH SISTEM PASAK


DENAH TIANG

8
9

7 6 5 4 3 2 1
1
2
3
4
5 6
DENAH TIANG
ASLI
DENAH TIANG
SETELAH
PEMUGARAN
• Total Keseluruhan Tiang
Tiang lama : 66
Tiang Tambahan : 461
Total : 527
• Jarak Antar Tiang
Tiang Lama : 1.50 M - 3.00 M ±
Tiang Tambahan : 80 Cm – 1.00 M ±
Ukuran Rata-Rata Tiang
Tiang lama : 50 Cm – 55 Cm (Diameter) ±
Tiang Tambahan : 5/10 (Balok Ulin)

Tinggi Tiang
Tinggi Keseluruhan Tiang : 1.90 m

Pada Bangunan 1 ada 6 Tiang yang berbeda dengan


ketinggian yaitu 5.90 m
KONSTRUKSI BADAN
KONSTRUKSI BADAN
• Ketebalan Dinding Papan ± 5.00 (ulin)
• Ketinggian Dinding ± 4 m
KONSTRUKSI ATAP
DENAH
RENCANA ATAP
A. Kemiringan Atap : Jenis atap merupakan Atap
Bubungan Tinggi bentuknya menjulang
tinggi dengan kemiringan 600 .

B. Bahan Atap : Daun rumbia atau sirap.

C. Proses Pemasangan Atap :


1. Membuat Kerangka Atap
2. Pemasangan Kasau dan Usuk
3. pemasangan daun rumbia / sirap
4. Pengikatan dengan Tali Dari Banban
5. Pemasangan Kayu pemberat pada bagian atas
daun Rumbia \Sirap.
• KONSTRUKSI (SAMBUNGAN, SISTEM STRUKTUR)
• KONSTRUKSI (SAMBUNGAN, SISTEM STRUKTUR)
OBJEK II :
MASJID BESAR KIYAI GEDE KOTAWARINGIN

I. Bentuk Bangunan
II. Ruang Dalam
III. Ruang Luar
IV. Konstruksi (Sambungan, Sistem
Struktur)
V. Material
VI. Teknologi Konstruksi
VII. Sosial Budaya
Bentuk bangunan
• Susunan Fasade
• Urutan Fasade
• Batas / Geometri
• Filosofi Bentuk Bangunan
• Elemen Pembentuk Fasade
Bentuk Bangunan

MASJID BESAR KIYAI GEDE KOTAWARINGIN MASJID AGUNG DEMAK

MASJID BESAR KIYAI GEDE KOTAWARINGIN MEMILIKI KESAMAAN


BENTUK DENGAN MASJID AGUNG DEMAK, HAL INI DAPAT TERLIHAT PADA
BENTUK ATAP KEDUA MESJID YANG BERUPA ATAP TUMPANG SARI.
Atap Tumpang Sari

Bagian konstruksi inti dan ciri khas rangka atap pada bangunan rumah tradisional
Joglo adalah terletak pada susunan struktur rangka atap “brunjung” (bentuk piramida
terbalik, yaitu makin ke atas makin melebar dan terletak di atas ke-empat tiang “soko guru”
disusun bertingkat sampai dengan posisi “dudur dan iga-iga”) dan susunan rangka “uleng”
(susunan rangka atap berbentuk piramida yang disusun diatas ke-empat tiang “soko guru” ke
arah bagian dalam).
Atap Tumpang Sari
Kedua struktur ini kita kenal dengan nama
“Tumpang sari” bagian dalam dan bagian luar.
Kedua struktur rangka ini merupakan ciri khas yang
hanya dimiliki oleh bangunan tradisional bentuk
Joglo.
Pemasangan keseluruhan balok kayu
rangka ini dengan menggunakan sistim “cathokan”
atau saling berkaitan dengan sistim tarik, sehingga
fungsinya mengikat konstruksi secara rigid. Sistim
pengunci pada bagian rangka brunjung atau
“tumpang” bagian atas adalah dengan sistim
“sundhuk” dengan “emprit gantil”. Posisi pengunci
terletak pada tumpang terakhir yang juga merupakan
tempat menopang “dudur” dan “iga-iga” untuk
menopang konstruksi rangka usuk dan reng atap.
“Emprit Ganthil ini terdang dibentuk polosan atau
diukir dengan bentuk ornament jenis “nanasan”.
Dalam hal ini, jenis atap tumpang sari
merupakan jenis atap yang digunakan pada rumah
joglo.
RUMAH JOGLO
Penghawaan Pada Rumah Joglo.

Penghawaan pada rumah joglo ini


dirancang dengan menyesuaikan dengan lingkungan
sekitar. rumah joglo, yang biasanya mempunyai
bentuk atap yang bertingkat-tingkat, semakin ke
tengah, jarak antara lantai dengan atap yang semakin
tinggi dirancang bukan tanpa maksud, tetapi tiap-tiap
ketinggian atap tersebut menjadi suatu hubungan
tahap-tahap dalam pergerakan manusia menuju ke
rumah joglo dengan udara yang dirasakan oleh
manusia itu sendiri. Saat manusia berada pada rumah
joglo paling pinggir, sebagai perbatasan antara ruang Efek volume sebenarnya
luar dengan ruang dalam, manusia masih merasakan memanfaatkan prinsip bahwa
hawa udara dari luar, namun saat manusia bergerak volume udara yang lebih besar
semakin ke tengah, udara yang dirasakan semakin akan menjadi panas lebih lama
sejuk, hal ini dikarenakan volume ruang di bawah apabila dibandingkan dengan
atap, semakin ke tengah semakin besar. Seperti teori volume udara yang kecil.
yang ada pada fisika bangunan,
Saat manusia kembali
ingin keluar, udara yang
terasa kembali mengalami
perubahan, dari udara sejuk
menuju udara yang terasa
diluar ruangan. Dapat dilihat
kalau penghawaan pada
rumah joglo, memperhatikan
penyesuaian tubuh manusia
pada cuaca disekitarnya.
SEJARAH
MASJID AGUNG DEMAK
Masjid Agung Demak merupakan Masjid tertua di
Pulau Jawa, didirikan Wali Sembilan atau Wali Songo. Lokasi
Masjid berada di pusat kota Demak, berjarak ± 26 km dari
Kota Semarang, ± 25 km dari Kabupaten Kudus, dan ± 35 km
dari Kabupaten Jepara.
Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya
kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak. Struktur bangunan
Masjid mempunyai nilai historis seni bangun arsitektur
tradisional khas Indonesia. Wujudnya megah, anggun, indah,
karismatik, mempesona dan berwibawa.
Kini Masjid Agung Demak difungsikan sebagai
tempat peribadatan dan ziarah. Penampilan atap limas
piramida masjid ini menunjukkan Aqidah Islamiyah yang
terdiri dari tiga bagian ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di
Masjid ini juga terdapat “Pintu Bledeg”, bertuliskan “Condro
Sengkolo”, yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, dengan
makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.
SEJARAH
MASJID BESAR KIYAI GEDE
Masjid ini dibangun pada tahun 1632 Miladiyah atau tahun 1052
Hijriyah, tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Mustain Billah (1650-1678
M), raja keempat dari Kesultanan Banjarmasin. Nama Kiai Gede untuk masjid
ini diambil dari nama seorang ulama yang telah berjasa besar dalam
menyebarkan ajaran Islam di Pulau Kalimantan, khususnya di wilayah
Kotawaringin. Ulama tersebut adalah Kiai Gede, seorang ulama asal Jawa yang
diutus oleh Kesultanan Demak untuk menyebarkan ajaran Islam di Pulau
Kalimantan. Kedatangan Kiai Gede tersebut ternyata disambut baik oleh
Sultan Mustainubillah.
Oleh sang Sultan, Kiai Gede kemudian ditugaskan menyebarkan
Islam di wilayah Kotawaringin, sekaligus membawa misi untuk merintis
kesultanan baru di wilayah ini. Berkat jasa-jasanya yang besar dalam
menyebarkan Islam dan membangun wilayah Kotawaringin, Sultan
Mustainubillah kemudian menganugerahi jabatan kepada Kiai Gede sebagai
Adipati di Kotawaringin dengan pangkat Patih Hamengkubumi dan bergelar
Adipati Gede Ing Kotawaringin.
Namun, hadiah yang paling berharga dari sang Sultan bagi Kiai
Gede adalah dibangunnya sebuah masjid yang kelak bukan sekedar sebagai
tempat beribadah, melainkan juga sebagai pusat kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan bagi Kiai Gede dan para pengikutnya. Bersama para
pengikutnya, yang waktu itu hanya berjumlah 40 orang, Kiai Gede kemudian
membangun Kotawaringin dari hutan belantara menjadi sebuah kawasan
permukiman yang cukup maju. Kalaupun wilayah Kotawaringin sekarang ini
menjadi salah satu kota yang terbilang maju di Kalimantan, hal itu tidak dapat
dipisahkan dari jasa besar Kiai Gede dan para pengikutnya.
Susunan fasade

ATAS

TENGAH
BAWAH
Urutan fasade
• Kaki
• Badan
• Kepala
Bentuk Bangunan
Bangunan berdenah bujursangkar tipe joglo
dikelilingi pagar kayu, kini diganti batu bata. Untuk
masuk ke ruangan dalam digunakan tangga kayu.
Masjid terdiri dari 4 tiang utama segi delapan sisinya
penuh dengan ukiran bermotif sulur-sulur dan spiral di
tengah ruangan berdiri di atas umpak berbentuk kelopak
bunga teratai. 12 tiang bulat tanpa ukiran lebih kecil dari
tiang sokoguru. Pada bagian tengah bulatannya lebih
kecil dari bagian dan lebih kecil dari tiang 12 pada
deretan kedua mengelilingi sokoguru sebagai penguat
dinding yang letaknya menempel pada dinding dalam
masjid. Di ruang utama terdapat mihrab, mimbar, dan
bedug. Bangunan tambahan di bagian belakang sebagai
tempat jamaah. Dinding dari kayu berventilasi udara di
atasnya. Atap ketiga bentuk kerucut dan dipuncaknya
terdapat hiasan bunga tiga tangkai. Atap bagian bawah
ujungnya ada hiasan sulur. Pada ujung bawah dinding
atap tingkat dua terdapat tiang penyangga atap teratas
dan alat pengeras sura adzan.
Ruang Dalam
• Bentuk Ruang
• Ukuran Ruang
• Susunan Ruang
• Urutan Ruang
• Orientasi Ruang
• Hirarki Ruang
• Elemen Pembentuk Ruang
• Filosofi Ruang
• Nilai Ruang
• Ornament Ruang Dalam
• Sifat Ruang
Ruang Luar
• Batas Ruang Luar
• Ukuran Ruang
• Pola Permukiman
• Pola Vegetasi / Landscape
• Ornament Ruang Luar
• Symbol
• Susunan Ruang Luar
• Tekstur
• Skala
• Ruang Negatif Dan Ruang Positif
Konstruksi (Sambungan, Sistem
Struktur)
• Konstruksi Kaki
• Konstruksi Badan
• Konstruksi Kepala
OBJEK II :
MASJID BESAR KIYAI GEDE KOTAWARINGIN

• KONSTRUKSI (SAMBUNGAN, SISTEM STRUKTUR)

Anda mungkin juga menyukai