Anda di halaman 1dari 30

ASPEK HUKUM PENYAKIT

MENULAR
SHALAHUDIN S
Aspek Hukum penyakit menular :
1. Yang termasuk UU Wabah penyakit menular
→ masalah epidemiologi
2. Yang termasuk penyakit hubungan seksual
(PHS/Sexually Transmitted Diseases-STD,
termasuk HIV-AIDS)
UU WABAH PENYAKIT MENULAR
SECARA HIRARQI DI ATUR DALAM :

UU No 6 Tahun 1962 tentang Wabah


UU No 7 Th 1968 ttg perub Psl 3 UU 6/1962
→wabah didasarkan perjalanan pyk yg cepat
→mewabahnya pyk : epidemi/pandemi
UU No 4 Tahun 1984 tentang Wabah, wabah sbg
kejadian berjangkitnya suatu pyk menular dlm
masy yg jumlah penderitanya meningkat secara
nyata melebihi pada keadaan lazim pada waktu
dan daerah ttt serta dapat menimbulkan
malapetaka
Aspek hukum dlm penanggulangan yg perlu
diketahui kalangan kedokteran/kesehatan adh ttg
kewajiban orang-orang yang mempunyai tanggung
jawab dalam lingkungannya melaporkan kepada
kepala desa/lurah dan/atau Kepala Unit Kesehatan
terdekat dalam waktu secepatnya.
Dalam penjelasan : yg di maksud orang2 adalah,
bukan setiap orang ttp dlm pengertian terbatas spt
kepala keluarga, ketua RT, kepala sekolah, kepala
asrama, direktur perusahaan dll.
Peraturan No 560/Menkes/per/VIII/1989
ttg jenis pyk tertentu yang dapat menimbulkan
wabah,tatacara menyampaikan laporan, dan tatacara
penanggulang seperlunya, bahwa yang diharuskan
menyampaikan laporan kewaspadaan termasuk :
dokter, petugas kesehatan yang memeriksa
penderita, dokter hewan yang memeriksa hewan
tersangka menderita.
Termasuk wabah : Kolera, Pes, Demam kuning,
Demam Bolak balik, Tifus bercak wabah, Demam
Berdarah Dengue/DBD, Campak, Polio, Difteri,
Pertusis, Rabies, Malaria, Influenza, Hepatitis,
Tifoid Perut, Meningitis, Ensefalitis dan Antrax.
Pelaporan penderita/ tersangka (Lap kewaspadaan)
meliputi :
a. Nama penderita/ yang meninggal
b. Golongan umur
c. Tepat/ alamat kejadian
d. Waktu kejadian
e. Jumlah yang sakit/ meninggal
UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
BAB X
PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULAR
Bagian Kesatu Penyakit Menular
Pasal 152
(1)Pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat
bertanggung jawab melakukan upaya
pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan
penyakit menular serta akibat yang
ditimbulkannya.
(2)Upaya pencegahan, pengendalian, dan
pemberantasan penyakit menular sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk
melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit,
menurunkan jumlah yang sakit, cacat dan/atau
meninggal dunia, serta untuk mengurangi
dampak sosial dan ekonomi akibat penyakit
menular.
(3)Upaya pencegahan, pengendalian, dan
penanganan penyakit menular sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif bagi individu atau masyarakat.
(4)Pengendalian sumber penyakit menular
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan
terhadap lingkungan dan/atau orang dan sumber
penularan lainnya.
(5)Upaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan harus berbasis wilayah.
(6)Pelaksanaan upaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dilakukan melalui lintas sektor.
(7)Dalam melaksanakan upaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat
melakukan kerja sama dengan negara lain.
(8) Upaya pencegahan pengendalian, dan
pemberantasan penyakit menular sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 153
Pemerintah menjamin ketersediaan bahan imunisasi
yang aman,bermutu, efektif, terjangkau, dan merata
bagi masyarakat untuk upaya pengendalian penyakit
menular melalui imunisasi.
Pasal 154
(1)Pemerintah secara berkala menetapkan dan
mengumumkan jenis dan persebaran penyakit
yang berpotensi menular dan/atau menyebar
dalam waktu yang singkat, serta menyebutkan
daerah yang dapat menjadi sumber penularan.
(2)Pemerintah dapat melakukan surveilans terhadap
penyakit menular sebagaimana dimaksud pada
ayat (1).
(3)Dalam melaksanakan surveilans sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Pemerintah dapat
melakukan kerja sama dengan masyarakat dan
negara lain.
(4)Pemerintah menetapkan jenis penyakit yang
memerlukan karantina, tempat karantina, dan
lama karantina.
Pasal 155
(1)Pemerintah daerah secara berkala menetapkan
dan mengumumkan jenis dan persebaran
penyakit yang berpotensi menular dan/atau
menyebar dalam waktu yang singkat, serta
menyebutkan daerah yang dapat menjadi
sumber penularan.
(2)Pemerintah daerah dapat melakukan surveilans
terhadap penyakit menular sebagaimana
dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam melaksanakan surveilans sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), pemerintah daerah
dapat melakukan kerjasama dengan masyarakat.
(4)Pemerintah daerah menetapkan jenis penyakit yang
memerlukan karantina, tempat karantina, dan lama
karantina.
(5)Pemerintah daerah dalam menetapkan dan
mengumumkan jenis dan persebaran penyakit yang
berpotensi menular dan/atau menyebar dalam waktu
singkat dan pelaksanaan surveilans serta menetapkan
jenis penyakit yang memerlukan karantina, tempat
karantina, dan lama karantina berpedoman pada
ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 156
(1)Dalam melaksanakan upaya pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan penyakit menular
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 154 ayat
(1),Pemerintah dapat menyatakan wilayah dalam
keadaan wabah, letusan, atau kejadian luar biasa
(KLB).
(2)Penentuan wilayah dalam keadaan wabah, letusan,
atau kejadian luar biasa (KLB) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan berdasarkan
hasil penelitian yang diakui keakuratannya.
(3)Pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat
melakukan upaya penanggulangan keadaan
wabah,letusan, atau kejadian luar biasa sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(4) Penentuan wilayah dalam keadaan wabah,
letusan, atau kejadian luar biasa dan upaya
penanggulangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (3), dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 157
(1)Pencegahan penularan penyakit menular wajib
dilakukan oleh masyarakat termasuk penderita
penyakit menular melalui perilaku hidup bersih
dan sehat.
(2)Dalam pelaksanaan penanggulangan penyakit
menular, tenaga kesehatan yang berwenang
dapat memeriksa tempat-tempat yang dicurigai
berkembangnya vektor dan sumber penyakit lain.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai penyakit
menular sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menteri.
Penyakit Hubungan Seksual
Aspek dalam penanganan holistik yg menjadi
permasalahan adh aspek hukum pd pasien yg
telah menikah, anak di bawah umur,
→anjuran tdk menularkan pyk pada P blm
menikah/ PSK
→terhadap pasangan, wajib simpan rahasia
kedokteran, rahasia jabatan dan pekerjaan →
Malpraktek
→bila pasangan diduga telah tertular tanpa
disadarinya, dr mengobati pasangan tanpa harus
menyatakan bhw ia tertular, membuka rahasia
pasien,biarpun dlm hub suami istri harus diindari
dokter
HIV/AIDS

AIDS atau Acquired Immunodeficiency Syndrome


sekumpulan gejala penyakit yang timbul karena
turunnya kekebalan tubuh manusia
HIV atau Human Immunodeficiency Virus adalah
virus yang menurunkan kekebalan pada tubuh
manusia
HIV/AIDS
Ditularkan melalui 3 cara yaitu :
1. Lewat cairan darah (transfusi darah, pemakaian
jarum suntik yang tercemar HIV),
2. Lewat cairan sperma dan cairan vagina
(hubungan seks), dan
3. Lewat air susu ibu (ibu hamil yang HIV positif
dan menyusui bayinya)
Khusus mengenai pelaporan penderita ODHA,
kebijakan Depkes c/q Dirjen Pemberantasan Penyakit
Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman
(P2M & PLP) :
Identitas penderita harus dirahasiakan, dimana nama
penderita cukup ditulis dg inisial

Di pihak lain masyarakat dilindungi terhadap bahaya


penularan, terutama melalui Komunikasi, Informasi
dan Edukasi (KIE) tentang masalah HIV AIDS
Dalam Strategi Nasional Penanggulangan HIV AIDS
a. Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi
yang baru mengenai HIV/AIDS, baik utk melindungi
diri sendiri / mencegah penularan kepada orang lain
b. Tetap menghormati harkat dan martabat para
penderita HIV /AIDS dan keluarganya
c. Mencegah perlakuan diskriminatif kepada
penderita HIV/AIDS dan keluarganya
d. Setiap upaya diarahkan utk mempertahankan dan
memperkuat ketahan keluarga yg menjadi salah satu
pilar dari kesejahteraan keluarga
e.Dalam jangka panjang membentuk perilaku bertanggung
jawab khususnya dalam kesehatan reproduksi
yg mampu menangkal penyebaran virus HIV
Saat ini HIV/AIDS telah menyebar di 32 Propinsi.
Sejak ditemukan tahun 1978, jumlah penderita
AIDS secara kumulatif s/d September 2008
mencapai 15.136 kasus dan penderita yang
terinfeksi HIV sebanyak 6015 kasus

Sedangkan selama periode Juli – September 2008,


terdapat 2450 kasus AIDS dari 32 propinsi di
Indonesia

[laporan triwulan ketiga tahun 2008 yang diterima Pusat Komunikasi Publik dari Sub
Direktorat AIDS dan Penyakit Menular Seksual Ditjen Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (PP &PL) Depkes]
Penularan
melalui heteroseksual (47%)
pengguna napza suntik/penasun (43%)
homoseksual (4%)
Usia penderita
20-29 th (51%),
penderita usia 30-39 th (29%)
usia 40-49 th (8%)
Jumlah penderita AIDS yang meninggal 3197
orang (21,12.%)

[laporan triwulan ketiga tahun 2008 yang diterima Pusat Komunikasi Publik dari Sub
Direktorat AIDS dan Penyakit Menular Seksual Ditjen Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (PP &PL) Depkes]
AIDS
Ratio AIDS laki-laki : perempuan 3,08:1.
15.136 kasus (11.367 laki-laki,3.684 perempuan,
85 kasus tidak diketahui jenis kelaminnya)

o DKI Jakarta penderita 2.727 orang, 440 meninggal dunia


o Jawa Barat (2.603 kasus,503 meninggal),
o Jawa Timur (2.525 kasus,575 meninggal),
o Papua (2.294 kasus, 353 meninggal),
o Bali (869 kasus, 145 meninggal),
o Kalimantan Barat (730 kasus, 110 meninggal),
o Sumatera Utara (670 kasus, 135 meninggal),
o Jawa Tengah (409 kasus, 171 meninggal),
o Riau (364 kasus, 116 meninggal), dan
o Kepulauan Riau (271 kasus, 114 meninggal).
Sampai dengan 31 Maret 2008 insiden rate AIDS
secara nasional mencapai 6,66 per 100.000
penduduk (berdasarkan data Biro Pusat Statistik
tahun 2005, jumlah penduduk Indonesia sebanyak
227.132.350 jiwa). Dibandingkan dengan angka
nasional, incidence rate jumlah penderita di Papua
mencapai 18,7 kali lipat lebih banyak, disusul DKI
Jakarta 4,5 kali, Bali 3,7kali, Kepulauan Riau 3,4
kali, dan Kalimantan Barat 2,7 kali angka nasional.
HIV
Kasus terbanyak di Propinsi Papua (1650), kmd DKI
Jakarta (1181), Bali (968), Sumatera Utara (820),
Jawa Barat (376), dan Sumatera Selatan (179).

Hasil estimasi populasi rawan tertular HIV pada tahun


2006 terbanyak ditemukan pada penasun (90.000
orang). Kelompok lain yang rawan tertular adalah
pelanggan wanita pekerja seks/WPS (28.340 orang),
masyarakat umum (27.470 orang), pasangan IDU
(12.810 orang), lelaki suka lelaki/LSL (9.160 orang),
wanita penjaja seks (8.910 orang), pasangan
pelanggan WPS (5.200 orang), warga binaan
pemasyarakatan/WBP (5.190 orang), waria (3.760
orang) dan pelanggan waria (2.230 orang).
Estimasi populasi rawan terbanyak ditemukan di
DKI Jakarta (26.810), selanjutnya Papua (22.220),
Jawa Barat (20.980), Jawa Timur (19.920), dan
Sumatera Utara (11.840).
Sampai saat ini HIV/AIDS belum ada vaksin maupun
obatnya. Obat yang ada (ARV=Anti Retroviral Virus)
hanyalah untuk menekan perkembangan virus.
Pengobatan HIV/AIDS sangat mahal karena harus
diminum seumur hidup. Karena itu, cara yang paling
efektif adalah pencegahan yaitu menghindari hubungan
seks di luar nikah, bagi kelompok risiko tinggi
menggunakan kondom bila berhubungan seks, tidak
menggunakan narkoba suntik.

Data Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Departemen Kesehatan.


telepon/faks: 021-52907418 atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.id.
Contoh: SIFAT RAHASIA

LAPORAN PENDERITA POSITIF AIDS


No surat :
1. Sumber laporan : R.S ……………………………………
1. Alamat ……………………………….
2. Nama Penderita : (contoh A,B,C,D)
3. Umur : ………………………………………
4. Jenis Kelamin :
5. Kebangsaan :
6. Pekerjaan :
7. Alamat (Kabupaten) :
8. Tanggal dirawat :
9. Keadaan sekarang :
10.Diagnosa kerja :
11.Gejala klinis :
12.Spesimen yang diambil :
13.Hasil pemeriksaan Lab/ tanggal :
14.Faktor risiko :
15.Tanggal/tempat kejadian kontak:
………………..20……
Kepala Rumah Sakit/Lab/Dokter praktek

(……………………….)
Tembusan Kepada Yth: 1. Kepala Dinas Kesehatan Kab./kota
2. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi

Anda mungkin juga menyukai