Ichsan Syuhudi,SH.MH
LANDASAN PENDIDIKAN PANCASILA
Landasan Historis
Nilai-nilai yg terkandung dalam setiap sila Pancasila
sebelum dirumuskan dan disyahkan menjadi dasar
negara Indonesia secara obyektif historis telah dimiliki
oleh bangsa sendiri.
Landasan Kultural
Nilai-nilai Pancasila diambil dari nilai-nilai kultural
yang dimiliki bangsa Indonesia sendiri melalui proses
refleksi filosofis para pendiri negara.
Landasan Yuridis
UU No.20 Tahun 2003 ttg Sistem Pendidikan Nasional
PP No. 60 Tahun 1999 ttg Pendidikan Tinggi
UU No.12 Tahun 2012 ttg Pendidikan Tinggi, Pasal 35 ayat (3) : “Kurikulum PT
wajib memuat mata kuliah “:
a. agama
b. Pancasila
c. Kewarganegaraan
d. Bhs Indonesia
Landasan Filosofis
-Bangsa Indonesia dalam hidup bermasyarakat dan bernegara mendasarkan
pada nilai-nilai yang tertuang dalam sila-sila Pancasila.
-nilai-nilai Pancasila merupakan dasar Filsafat Negara
TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA :
PROGRESIF KONSERVATIF
ETIS
Pancasila mrpkn representasi dr nilai politik orang Indonesia. Kelima nilai yg terkandung dlm Pancasila
sepadan dgn lima moral dasar yg didefenisikan oleh Haidt[1]. (lihat: Jonathan Haidt, Jesse Graham & Craig
Joseph. (2009). 'Above and Below Left-Right: Ideological Narratives and Moral Foundations.' Psychological Inquiry,
20:110-119.
10
Moral
PANCASILA Dasar Kebajikan
Heidt dkk
Ketuhanan yang maha esa Afinitas thd kehidupan beragama Purity • Chastity
• Piety
• Self-control
Kemanusiaan yang adil dan Soal hak asasi individual Human right • Nurturance
beradab • Kebebasan mutlak—Keterpimpinan • Care
mutlak • Peace
• Kemanusiaan utk Keadilan—Keadilan
utk Kemanusiaan
Persatuan Indonesia Soal hidup bersama dlm masyarakat dan In group • Loyalty
negara • Self sacrifice for
• Tradisionalisme—Modernisme group
• Eksistensi individu dlm negara
• Eksistensi identitas kolektif dlm
negara
Kerakyatan yang dipimpin Soal kebebasan ekspresi, kerjasama dan Authority • Respect
oleh hikmah kebijaksanaan musyawarah mufakat • Tradition
dlm permusyawaratan • Soal kebebasan ekspresi, • Honor
perwakilan musyawarah/gotong royong,
keterpimpinan mutlak
Keadilan sosial bagi seluruh Soal kehidupan ekonomi yang Fairnes • Justice
rakyat Indonesia berkeadilan • Reciprocity
• Kesejahteraan individu— • Karma
Pembahasan Pancasila Secara Ilmiah :
Syarat-syarat Ilmiah :
Berobyek
Bermetode
Bersistem
Bersifat universal
Berobyek :
Obyek dalam filsafat ilmum pengetahuan :
obyek forma
obyek materia
1. Pengetahuan Deskriptif
Suatu jenis pengetahuan yang memberikan suatu
keterangan, penjelasan secara obyektif tanpa adanya unsur
subyektifitas.
Kajian Pancasila secara deskriptif :
Berkaitan dgn kajian sejarah perumusan Pancasila, nilai-
nilai Pancasila serta kajian ttg kedudukan dan fungsi
Pancasila
Misal : Pancasila sbg pandangan hidup bangsa
Pancasila sbg kepribadian bangsa
Pancasila sbg dasar negara RI
2. Pengetahuan Kausal
Suatu pengetahuan yg memberikan jawaban ttg sebab
dan akibat
Kajian proses kausalitas terjadinya Pancasila meliputi
empat kausa :
Kausa materialis
Kausa formalis
Kausa effisien
Kausa finalis
3. Pengetahuan normatif
berkaitan dgn suatu ukuran, parameter serta norma-
norma
normatif realisasi/pengamalan Pancasila yg
seharusnya dilakukan/das sollen dari Pancasila dan
realisasi Pancasila dlm kenyataan faktual/ das sein
dari Pancasila yg berkaitan dengan dinamika
kehidupan serta perkembangan zaman
4. Pengetahuan Essensial
Tingkatan pengetahuan utk menjawab suatu pertanyaan yg
terdalam yaitu suatu pertanyaan ttg hakikat segala sesuatu.
-) kajian Pancasila secara essensial pada hakikatnya :
utk mendapatkan suatu pengetahuan ttg inti sari/makna
yg terdalam dari sila-sila Pancasila atau secara ilmiah
filosofis utk mengkaji hakikat sila-sila Pancasila.
*) Tingkatan pengetahuan ilmiah dalam pembahasan
Pancasila yuridis kenegaraan meliputi :
tingkatan pengetahuan deskriptif, kausal dan
normatif
1. Secara Etimologis :
Tri Sila :
Sosio Nasional
Sosio Demokrasi
Ketuhanan Yg Maha Esa
c).Piagam Jakarta ( 22 Juni 1945 )
Rumusan :
Ketuhanan dgn kewajiban menjalankan syari’at Islam
bagi pemeluk-pemeluknya
Kemanusiaan yang adil dan beradab
Persatuan Indonesia
Kerakyatan yg dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dlm permusyawaratan perwakilan
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
3. Terminologis
Etika umum :
Mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi
setiap tindakan manusia.
Etika khusus :
membahas prinsip-prinsip tersebut dalam
hubungannya dalam pelbagai aspek kehidupan
manusia.
Etika khusus dibedakan 2 (dua):
Etika individual :
membahas tentang kewajiban manusia sebagai
individu terhadap dirinya sendiri serta melalui suara
hati terhadap Tuhannya.
Etika sosial :
Membahas kewajiban serta norma-norma moral yg
seharusnya dipatuhi dalam hubungan dgn sesama
manusia, masyarakat, bangsa dan negara.
Etika sosial memuat banyak etika misalnya : etika
keluarga, etika profesi, etika lingkungan, etika
pendidikan, etika seksual, etika politik.
Etika dapat dikelompokkan 3 ( tiga ) macam :
Etika deskriptif :
Menjelaskan pengalaman moral dengan cara deskriptif
Etika normatif :
Membahas tentang pertimbangan yang dapat diterima
ttg apa yang harus ada dalam pilihan dan penilaian.
Metaetika :
Menekan pada analisis, istilah, bahasa yang dipakai
utk membenarkan tindakan2 dan peryataan2 etika.
Aliran-aliran dalam bidang Etika :
Golongan penekan
Tokoh-tokoh politik
Rincian Struktural ketentuan-ketentuan yang berkaitan
dengan demokrasi menurut UUD 1945 :
1. Konsep Kekuasaan :
A. Kekuasaan di Tangan Rakyat :
1) Pembukaan UUD 1945 Alinea IV
2) Pokok Pikiran dlm Pembukaan UUD 1945 :
“Negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan
atas kerakyatan dan permusyawaratan perwakilan”
( Pokok Pikiran III ).
3) Pasal 1 ayat (1) UUD 1945
4) Pasal 1 ayat (2) UUD 1945
B. Pembagian Kekuasaan
Kekuasaan Eksekutif Presiden ( Pasal 4 ayat (1)
UUD 1945
Kekuasaan Legislatif DPR, Presiden dan DPD (
Pasal 5 ayat (1), Pasal 19, Pasal 20 (1) dan Pasal 22 C,
Pasal 22 D UUD 1945
Kekuasaan Yudikatif MA ( Pasal 24 ayat (1), (2)
UUD 1945
Kekuasaan Inspektif / pengawasan BPK dan DPR (
Pasal 20A ayat (1) UUD 1945, Pasal 23 E
C. Pembatasan kekuasaan :
Dapat dilihat melalui proses atau mekanisme 5 tahunan
kekuasaan :
Pasal 2 ayat (1) UUD 1945