Anda di halaman 1dari 28

Wawasan Pancasila sebagai Ethico-Spiritus

Negara-Bangsa Indonesia: Beberapa Catatan


untuk Gerakan Nasional Revolusi Mental

Muhammad Sabri
Direktur Pengkajian Kebijakan PIP BPIP RI

Pokok-pokok Pikiran didedikasikan untuk Focus Group Discussion Program Aksi Nyata Gerakan Nasional
Revolusi Mental (“Indonesia Tertib” dan “Indonesia Bersatu”) diselenggarakan Kementerian Koordinator
Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia

Jakarta, 4 Agustus 2022


Wawasan Teleologis Bernegara

• Motif dan cita-cita terbesar suatu negara adalah


KEBAHAGIAAN
• Filsuf Yunani Antik Epicurus, mengandaikan
“Kebahagiaan, adalah satu-satunya tujuan hidup.”
• Filsuf Inggris Jeremy Bentham (Abad ke-18),
“Kebajikan teragung adalah teraihnya
‘kebahagiaan terbesar dari sejumlah besar orang’
(the greatest happiness of the greatest number)”
• John Stuart Mill, mengeritik Bentham, sebagai
pikiran tak etis, lalu menawarkan gagasan “Total
Happiness”
• Pemikiran klasik perihal “kebahagiaan”
lebih merupakan “proyek perburuan
pribadi”.
• Pemikiran kontemporer yang sangat kuat
mengandaikan “kebahagiaan” sebagai
“proyek perburuan kolektif” diwakili oleh
Pembukaan UUD 1945, khususnya di
Alinea kedua: “Dan perjuangan
pergerakan kemerdekaan Indonesia telah
sampailah kepada saat yang berbahagia.”
• Alinea Ketiga Pembukaan UUD 1945: Atas
berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan dengan
didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaanya.
• Hal itu hanya bisa diraih dengan memancangkan
Visi Negara-Bangsa: “Merdeka, Bersatu,
berdaulat, adil dan Makmur” sebagai CITA
MORAL PANCASILA.
Visi Negara-Bangsa Turunan dari
CITA MORAL PANCASILA

• Menjadi “Merdeka” • Menjadi “Berdaulat”


merupakan pancaran merupakan pancaran
cita moral sila cita moral sila
Ketuhanan dan Kerakyatan
Kemanusiaan
• Menjadi “Adil dan
• Menjadi “Bersatu” Makmur” meerupakan
merupakan pancaran
pancaran cita moral
cita moral sila Persatuan
sila Keadilan Sosial
• Pesan “kebahagiaan” juga merembes ke sejumlah
dokumen negara yang dirancang para pendiri
bangsa, antara lain terpatri dalam “seruan moral”
Lagu Kebangsaan Indonesia Raya 3 Stanza gubahan
WR Soepratman
(UU Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang
Negara, serta Lagu Kebangsaan)

• Stanza I: “Marilah kita berseru Indonesia Bersatu”


• Stanza II: “Marilah kita mendoa Indonesia Bahagia”
• Stanza III: “Marilah kita berjanji Indonesia Abadi”
• Moh. Hatta pernah mendaku, “jika meringkas
spirit dari ‘merdeka, Bersatu, berdaulat, adil dan
Makmur’, kita menemukan kata BAHAGIA.”
• Misi Negara: (1) melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
(2) Memajukan kesejahteraan umum, (3)
Mencerdaskan kehidupan bangsa, (4) ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. (Pembukaan UUD 1945)
• “Masyarakat adil dan makmur, cita-cita asli dan
murni dari rakyat Indonesia yang telah berjuang
berkorban berpuluh-puluh tahun. Masyarakat
adil dan makmur tujuan terakhir dari revolusi
kita. […] Beratus-ratus ribu, mungkin jutaan
rakyat kita menderita tak lain tak bukan ialah
mengejar cita-cita terselenggaranya suatu
masyarakat adil dan makmur yang di situ
segenap manusia Indonesia dari Sabang sampai
Merauke mengecap kebahagiaan” (Soekarno,
1959).
270 juta
penduduk
Pancasila, Kepelbagaian, dan
Keindonesiaan
Ketika orang menyebut kata “Indonesia” maka yang muncul dari
asosiasi pikiran kita ada dua hal: pertama, Indonesia adalah
negeri yang memiliki wilayah-teritorial sangat luas yang
terbentang dari ufuk timur ke ufuk barat dan kedua, negeri yang
mempunyai tingkat kepelbagaian masyarakat yang sangat tinggi.
(Wakil Presiden RI Pertama Moh. Hatta)

Agama adalah Cahaya terang bagi bangsa Indonesia melalui


Pancasila. Hal itu menjadi mungkin karena sila Ketuhanan yang
Maha Esa
(Presiden RI ke-4 KH Abdurrahman Wahid)
Wawasan Dasar Filosofi Pancasila sebagai
Ethico-Spiritus Negara-Bangsa Indonesia

• Bertolak dari pidato Bung Karno 1 Juni 1945 di hadapan sidang


BPUPK, Pancasila sebagai Dasar Filosofis Negara (filosofische
gronsdlag).

• Pancasila sebagai Pandangan-Dunia (Weltanschauung) adalah


falsafah hidup berbangsa dan bernegara. Di titik ini Pancasila
adalah ideologi yang mempersatukan juga Bintang Penuntun
Dinamis bagi kemajuan dan meraih cita-cita (telos) nasional.

• Pancasila sebagai Mitsaqan Ghalizhah, Kalimatun Sawa’ Common


Platform: sebagai “Titik Tumpu”, “Titik Temu” dan “Titik Tuju”
bersama seluruh bangsa Indonesia.

• Pancasila sebagai Ethico-Spiritus Negara-Bangsa Indonesia


The Growths of Civilizations
Arnold Joseph Toynbee

SCIENCE & TECHNOLOGY

ETHIC
MORALITY

SPIRITUALITY
Pancasila di Tengah Arus
Perubahan

Di tengah era keterbukaan informasi-digital, ancaman


eksklusivisme, intoleran, radikalisme, kosmopolitanisme,
liberalisme, ideologi transnasional, individualism-hedonistic
dan perpecahan yang dipicu SARA terus mengintai bangsa,
khususnya generasi muda Indonesia. Minimnya pemahaman
terhadap Pancasila sebagai common platform berbangsa dan
bernegara, baik sebagai philosofische grondslag maupun
Weltanschauung membuat warga amat mudah dipecah belah.
Pancasila Rumah Kita

• Pancasila rumah untuk kita semua:


• House is made of BRICKS and
Home is made of LOVE

“Titik Tumpu, Titik Temu, dan Titik


Tuju” Bersama kita selamanya…
Mitsâqan Ghalîzhah, Kalimatun
Sawa’, Dâr al-‘Ahd wa al-Syahâdah,
Ethico-Spiritus

• Dalam pendakuan Bung Karno,


Pancasila sebagai “meja Statis” dan
“Leitstar Dinamis”
Lima Isu Strategis
Pembinaan Ideologi Pancasila (PIP)

• Lima isu strategis untuk upaya-upaya


Kontekstualisasi Nilai-nilai Pancasila dalam PIP
(1) Distorsi Pemahaman Pancasila
(2) Ekslusi sosial
(3) Kesenjangan sosial
(4) Pelembagaan Pancasila
(5) Keteladanan Pancasila.
Penggalian Mutiara-Berlian Pancasila dan
Peneguhan Ethico-Spiritus Negara-Bangsa
Indonesia

• Ikhtiar menggali, menemukenali, dan


kontekstualisasi, nilai-nilai Mutiara-Berlian
Pancasila yang terhampar dalam ladang-ladang
subur kearifan dan samudra tradisi Nusantara
serta tradisi agama-agama, sebagai sumber etik-
spiritual negara-bangsa Indonesia.
• Ini menjadi urgen, khususnya bagi mereka yang
merasakan kegelisahan perihal ancaman eksistensi
dan keberlangsungan negara-bangsa (nation-state)
Indonesia.
PANCASILA

Cita Negara Cita Hukum


(Staatsidee) (Rechtsidee)

• Hakikat yang paling • Pancasila sebagai


dalam dari negara pancaran jiwa terdalam
• “Merdeka, Bersatu, bangsa musti dipandang
sebagai meta-legal yang
berdaulat, adil dan membentuk norma hukum
Makmur” tertinggi:
• Grundnorm (Hans Kelsen)
• Staatsfundamentalnorm
(Hans Nawiasky)
Norm

Religious Norm Ethics Norm Legal Norm


Tatanan Tatanan Tatanan
norma yang norma yang norma hukum
terbangun dari dikonstruk yang dibangun
nilai-nilai dari nilai-nilai dari nilai-nilai
luhur agama tradisi autentik luhur satu
masyarakat-
bangsa melalui
penggalian
prinsi-prinsip
dan asanya.
Dimensi Filsafat Pancasila:
Idealitas Wawasan
Keyakinan- Pengetahuan- Tindakan-
Ontologis Epistemologis Aksiologis
• Menggali hakikat Memberikan Memberikan
nilai-nilai Pancasila kerangka
dalam “semesta
kerangka
kodrat” eksistensi interpretasi operasional dalam
manusia konseptual–teoretik bidang etika dan
• Mencari titik untuk membaca estetika, juga
“Persetujuan” dari Pancasila sebagai dalam ideologi
nilai terdalam dasar negara, yang merupakan
realitas pandangan hidup
Keindonesiaan: wujud “praksis”
CINTA (sosio-
bangsa, dan dari hakikat dan
nasionalisme, sosio- ideologi negara cara berpikir
demokrasi, sosio-
religious) Pancasila
Transformasi Sosial Berbasis
Pancasila
Ranah Mental-Karakter
(Sila 1, 2, 3)
Relasi Ideologi

Masyarakat religius dengan etika-


spiritualisme yang berperikemanusiaan,
egaliter, mandiri, amanah (berintegritas),
beretos kerja yang positif dan kreatif, serta
Tujuan
sanggup menjalin persatuan (gotong royong)
Ranah Institusional Perikehidupan
dengan semangat pelayanan (pengorbanan)
(Sila 4) kebangsaan dan
Negara hukum dalam kewarganegaraan
Transformasi

sistematik kekeluargaan yang yang merdeka,


Pancasila

mengintegrasikan kekuatan bersatu,


nasional melalui demokrasi berdaulat, adil,
permusyawaratan yang dan makmur
Ranah Material berorientasi persatuan dan berdasarkan
(Sila 5) keadilan Pancasila.
Realasi Produksi

Perekonomian merdeka yang


berkeadilan, berlandaskan usaha tolong
menolong, disertai pengasaaan negara
atas “kekayaan bersama” dan sektor
strategis, seraya memberi nilai tambah
dengan input pengetahuan dan teknologi.

Sumber: Yudi Latif (2020:232)


Kontekstualisasi Nilai-nilai Pancasila: Basis
Ethico-Spiritus Negara-Bangsa Indonesia 1
1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Prinsip Ketuhanan! Bukan saja bangsa Indonesia bertuhan, tetapi masing-


masing orang Indonesia hendaknya bertuhan,Tuhannya sendiri. Hendaknya
negara Indonesia adalah negara yang tiap-tiap orangnya dapat menyembah
Tuhannya dengan cara leluasa. Segenap rakyat hendaknya ber-Tuhan secara
kebudayaan, yakni dengan tiada “egoisme agama”. Dan hendaknya negara
Indonesia satu negara ber-Tuhan. (...) ialah Ketuhanan yang berkebudayaan,
Ketuhanan yang berbudi pekerti luhur, Ketuhanan yang hormat menghormati
satu sama lain. Hatiku akan berpesta raya, jikalau saudara-saudara menyetujui
bahwa Negara Indonesia merdeka berasaskan Ketuhanan Yang Maha Esa.
 
(Sukarno, 1 Juni 1945)
• Perspektif Philosophia Perennis

“…in the soul something similar to,


or even identical with, Divine
Reality” — bahwa dalam jiwa
manusia terdapat “sesuatu” yang
identik dengan Kenyataan Ilahi.

Aldous Huxley. The Perennial


Philosophy (New York, London:
Haper Colophon Books, 1970), h.
vii.
Ketuhanan Yang Berkebudayaan dalam Perspektif “Teologi Pembebasan”
Bahwa Ide genial Sukarno tentang Ketuhanan Yang Berkebudayaan (1 Juni 1945)
mendahului gagasan-gagasan keagamaan berciri progresif dan memihak pada masalah-
masalah kemanusiaan yang muncul pada era 1970-an.
a. Gustavo Gutierrez, Liberation Theology.
Agama sejatinya hadir untuk melayani umat secara keseluruhan, tidak terkecuali
golongan miskin dan kaum tertindas. Inti gagasannya, mengandaikan bahwa teologi
atau ide tentang ketuhanan mutlak berpihak pada masalah-masalah kemanusiaan.

b. Hassan Hanafi, Islamic Left (al- Yassar al-Islami)


Gagasan teologi “Kiri Islam” Hanafi adalah sebuah pergerakan yang berusaha untuk
mentransformasikan teologi tradisional yang bersifat “Teosentris” menjadi
“Antroposentris”; dari Tuhan di “langit” ke manusia di “bumi”; dari “tekstual” ke
“kontekstual”; dari “teori” ke “tindakan”; dan dari “keterbelengguan” takdir ke takdir
yang “membebaskan”.
Kontekstualisasi Nilai-nilai Pancasila: Basis
Ethico-Spiritus Negara-Bangsa Indonesia 2
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Tetapi tanah-air kita hanya satu bagian kecil saja daripada dunia!
Ingatlah akan hal ini! Gandhi berkata: “Saya nasionalis, tetapi
kebangsaan saya adalah perikemanusiaan, My nasionalism is
humanity”...
Kita bukan saja mendirikan Negara Indonesia merdeka, tetapi harus
menuju pula kepada kekeluargaan bangsa-bangsa, ialah philosofische
principle nomor dua,...yang boleh saya namakan “internasionalisme”.
Tetapi jikalau saya katakan internasionalisme, bukanlah saya
bermaksud kosmopolitanisme, yang tidak mau adanya kebangsaan.

(Sukarno, 1 Juni 1945)


Kontekstualisasi Nilai-nilai Pancasila: Basis
Ethico-Spiritus Negara-Bangsa Indonesia 3
3. Persatuan Indonesia
Kita hendak mendirikan suatu negara “semua buat semua”. Bukan buat satu orang,
bukan buat satu golongan...Karena itu, jikalau tuan-tuan terima baik, marilah kita
mengambil sebagai dasar negara pertama: Kebangsaan Indonesia. Kebangsaan
Indonesia yang bulat! Bukan kebangsaan Jawa, bukan kebangsaan Sumatera, bukan
kebangsaan Borneo, Sulawesi, Bali, atau lain-lain, tetapi Kebangsaan Indonesia, yang
bersama-sama menjadi dasar nationale staat.

“Persatuan antara orang dan tempat,” tuan-tuan sekalian, persatuan antara manusia
dan tempatnya. Orang dan tempat tidak dapat dipisahkan. Tidak dapat dipisahkan
rakyat dari bumi yang ada di bawah kakinya. Apa tempat itu? Tempat itu yaitu
“Tanah-Air”.
 
(Sukarno, 1 Juni 1945)
Kontekstualisasi Nilai-nilai Pancasila: Basis
Ethico-Spiritus Negara-Bangsa Indonesia 4
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan Perwakilan

Negara Indonesia bukan suatu negara untuk satu orang, bukan satu negara
untuk satu golongan walaupun golongan kaya. Tetapi kita mendirikan
negara “semua buat semua”, “satu buat semua, semua buat satu.” Saya
yakin, bahwa syarat mutlak untuk kuatnya Negara Indonesia ialah
permusyawaratan, perwakilan. ...Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya
bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang memberi hidup...
 
(Sukarno, 1 Juni 1945)
Kontekstualisasi Nilai-nilai Pancasila: Basis
Ethico-Spiritus Negara-Bangsa Indonesia 5
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Sekarang saya usulkan.. yaitu prinsip kesejahteraan.,


prinsip: tidak akan ada kemiskinan di dalam Indonesia
merdeka.... Kalau kita mencari demokrasi, hendaknya
bukan demokrasi Barat, tetapi permusyawaratan yang
memberi hidup, yakni politiek-economische democratie,
yang mampu mendatangkan kesejahteraan soail!
 
(Sukarno, 1 Juni 1945)
 
TERIMA KASIH

DAN

SALAM PANCASILA

Anda mungkin juga menyukai