PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pancasila adalah ideologi dasar dalam kehidupan bagi negara Indonesia.
Nama ini terdiri dari dua kata dari Sansakerta : pañca berarti lima
dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan
pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada
alinea ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila
yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan
pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya
Pancasila
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Wawasan Dasar Ideologi Pancasila ?
2. Bagaimana wawasan sejarah ideologi Pancasila ?
3. Apa pengertian wawasan konseptual ?
4. Apa pengertian wawasan Yuridis ?
5. Apa itu wawasan visi dan misi ?
6. Apa itu wawasan implementatif ?
C. Tujuan
1. untuk mengetahui wawasan dasar ideologi Pancasila
2. untuk mengetahui wawasan sejarah
3. untuk mengetahui wawasan konseptual
4. untuk mengetahui wawasan yuridis
5. untuk mengetahui wawasan visi dan misi
6. untuk mengetahui wawasan implementatif
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. Wawasan kesejarahan
Pancasila dapat dikatakan sebagai lima nilai fundamental
yang diidealisasikan sebagai konsepsi tentang dasar (falsafah)
negara, pandangan hidup, dan ideologi negara bangsa Indonesia.
Dihasilkan melalui penggalian dan pergumulan, sejarah
konseptualisasi Pancasila melintasi rangkaian panjang fase
“perintisan”, fase “perumusan”, dan fase “pengesahan”.
a) Fase perintisan
1
Latif, Yudi. 2018. Wawasan pancasila: bintang penuntut kebudayaan . Bandung: Mizan Media Utama
hal.29
2
Hatta, Mohammad (2015). Politik, Kebangsaan, Ekonomi (1926-1977). Jakarta: Kompas. hlm.
2
Dimulai pada tahun 1920-an dalam bentuk rintisan-rintisan untuk
mencari sintesis antar ideologi dan gerakan seiring dengan
“penemuan”indonesia sebagai kode kebangsaan bersama (civic
nationalism). Sejak tahun 1924, Perhimpunan Indonesia (PI), di
Belanda, mulai merumuskan konsepsi ideologi politiknya, bahwa
tujuan kemerdekaan politik haruslah didasarkan pada empat
perinsip: persatuan nasional, solidartas, nonkooperasi, dan
kemandirian. Konsepsi ideologis PI ini pada hakikatnya merupakan
sentesis dari ideologi-ideologi terdahulu.
Sekitar tahun yang sama, Tan Malaka mulai menulis buku
Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia). Dia
percaya bahwa paham kedaulatan rakyat (demokrasi) memiliki
akar yang kuat dalam tradisi masyarakat nusantara.
Hampir bersamaan dengan itu, Tjokroaminoto mulai
mengidealisasikan suatu sintesis antara islam, sosialisme, dan
demokrasi.
Pada 1926, Soekarno, sebagai tokoh pergerakan pemuda di
Bandung. Dalam pandangan Soekarno, pergerakan rakyat
Indonesia mempunyai tiga sifat:”nasionalistis, islamistis,
marxistis”. Sekitar tahun 1932, Soekarno mulai merumuskan
sintesis dari subtansi ketiga unsur ideologi tersebut dalam
istilah”sosio-nasionalisme” dan “sosio-demokrasi”.
Pada 1934, Soekarno diasingkan ke Ende, daerah terpencil di pulau
Flores, yang memberinya banyak waktu untuk merenung dan
mematangkan konsepsi “sosio-nasionalisme” dan “sosio-
demokrasi” itu. Momen perjumpaan dan pertukaran pikiran itu
memunculkan pertanyaan reflektif, didalam konsepsi soekarno
terdahulu tentang “nasionalisme, islamisme, dan marxisme”, di
mana posisi ibunya sendiri yang notabene beragama Hindu, dan
posisi para pastor katolik yang bersimpati pada perjuangannya.
Selain asas “sosio-nasionalisme” dan “sosio-demokrasi” yang telah
ia rumuskan selama di Bandung, pada masa di ende mulai
terpikirkan mengenai asas “sosio-religius”. Pada titik ini,
kandungan Pancasila menemukan bentuk awalnya.
3
b) Fase perumusan
Pada pidato 1 juni 1945, Soekarno menyerukan “bahwa kita harus
mencari persetujuan, mencari persetujuan faham”:
Kita bersama-sama mencari persatuan Philosophische
grodslag, mencari satu “Weltanschauung” yang kita
semuanya setuju. Saya katakan lagi setuju! Yang saudara
Yamin setujui, yang Ki Bagoes setujui, yang Ki Hadjar
3
setujui, yang saudara Sanoesi setujui, yang saudara
Abikoesno setujui, yang saudara Lim Koen Hian setujui,
pendeknya kita semua mencari satu modus.
Kemudian, ia mengajukan lima prinsip yang menurutnya menjadi
titik temu segenap elemen bangsa. Kelima prinsip tersebut adalah:
3
Latif, Yudi. 2018. Wawasan pancasila: bintang penuntut kebudayaan . Bandung: Mizan Media
Utama hal.43
4
permusyawaratan, perwakilan. … Apa-apa yang belum
memuaskan, kita bicarakan di dalam perusyawaratan.
4
Latif, Yudi. 2018. Wawasan pancasila: bintang penuntut kebudayaan . Bandung: Mizan Media Utama
hal.44
5
Juli 1945). Panitia kecil (Panitia Delapan) yang resmi ini
beranggotakan dibawah pimpinan Soekarno terdiri dari enam orang
wakil golongan kebangsaan dan dua orang wakil golongan islam:
M. Hatta, M.Yamin, A. Maramis, M. Sutarjo Kartohadikoesoemo,
Otto Iskandar Dinata (golongan kebangsaan), Ki Bagoes
Hadikoesmo, dan K.H. Wachid Hasjim (golongan islam). 5
Di ujung pertemuan pada 22 juni, soekarno mengambil inisiatif
informal lainnya, yakni membentuk panitia kecil (“tidak resmi”)
berangotakan sembilan orang yang bertugas merumuskan Pancasila
sebagai dasar negara dalam suatu rancangan teks proklamasi.
Kesembilan orang tersebut adalah:
-Soekarno (Ketua)
-Mohammad Hatta
-Muhammad Yamin
-A,A. Maramis
-Soebarjo (golongan kebangsaan)
-K.H.Wachid Hasjim
-K.H. Kahar Moezakir
-H. Agoes Salim,dan
-R. Abikusno Tjokrosoejoso (golongan islam)
6
penyempurnaan menjadi “kemanusiaan yang adil dan beradab”.
Prinsip “kebangsaan Indonesia” berubah posisinya dari sila
pertama menjadi sila ketiga. Bunyinya menjadi “persatuan
indonesia”. Prinsip “mufakat atau demokrasi” berubah posisinya
dari sila ketiga menjadi sila keempat. Bunyinya menjadi
“kerakyatan oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan-
perwakilan”. Prinsip “kesejahteraan sosial” berubah posisinya dari
sila keempat menjadi sila kelima. Bunyinya menjadi “keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Hasil rumusan Piagam Jakarta dan berbagai usulan yang
berhasil dihimpun selama reses itu kemudian dilaporkan dan
didiskusikan pada masa persidangan kedua BPUPK(10-17 Juli
1945). Ketika melaporkan hasil-hasil yang dilakukan panitia kecil
(resmi) pada 10 juli, Soekarno menyadari bahwa kegiatan
pertemuan dan rumusan-rumusan yang dihasilkannya itu
melanggar formalitas. Bukan hanya tempat dan mekanismenya
yang tidak resmi, meliankan melampaui kewenangannya.
Hasil rumusan Piagam Jakarta itu menimbulkan perdebatan
yang tajam menyangkut penyantuman “tujuh kata” sebagai anak
kalimat dari sila ketuhanan, dengan segala turunannya. Keberatan
terhadap pencantuman “tujuh kata” tersebut bukan hanya datang
dari golongan kebangsaan, melainkan juga ada variasi pandangan
di kalangan golongan islam sendiri.
6
c) Fase pengesahan
Sejak 18 Agustus 1945, Pancasila menjadi dasar filsafat
negara (Philosophische grondslag), pandangan hidup
(weltanschauung) bangsa, dan ideologi negara Indonesia. Dalam
rangkaian perubahan konstitusi tersebut, rumusan redaksional
Pancasila memang mengalami beberapa perubahan tetapi urutan
silanya tetap. Dalam pembukaan konstitusi Republik Indonesia
Serikat (RIS), rumusannya adalah:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Perikemanusiaan
3) Kebangsaan
4) Kerakyatan
5) Keadilan sosial
6
Latif, Yudi. 2018. Wawasan pancasila: bintang penuntut kebudayaan . Bandung: Mizan Media Utama
hal.49
7
Adapun dalam pembukaan Undang-Undang Dasar
Sementara (UUDS 1950) rumusannya adalah:
1) Ketuhanan Yang Maha Esa
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab
3) Persatuan Indonesia
4) Kedaulatan rakyat
5) Keadilan sosial
7
Kaelan, H. 2013. Negara kebangsaan pancasila. Yogyakarta:pradigma
8
Latif, Yudi. 2018. Wawasan pancasila: bintang penuntut kebudayaan . Bandung: Mizan Media Utama
8
2. Wawasan Konseptual
Sejak 18 Agustus 1945, Pancasila menjadi dasar falsafah
negara (Philosophische grondslag), ideologi negara, dan pandangan
hidup bangsa (Weltanschauung), serta kaidah fundamental negara
Indonesia
Tentang istilah “Philosophische grondslag”, ia definisikan
sebagai “fundamen, filsafat, pikiran yang sedalam-dalamnya untuk
di atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka”. Fase “untuk di
atasnya didirikan gedung Indonesia Merdeka” menjelaskan bahwa
Pancasila sebagai Philosophische grondslag merupakan pandanan
dari istilah “dasar negara”, pengertian Pancasila sebagai “dasar
negara” tidak lain adalah Pancasila sebagai “dasar filsafat/falsafah
negara”.
Secara umum bisa dijelaskan bahwa filsafat sebagai filsafat
tidak otomatis menjadi Weltanschauung. Pemikiran filsafat itu
harus dijadikan sikap dan pendirian orang/sekelompok orang
tentang dunia kehidupan.
Pancasila yang sejak awal ditawarkan Bung Karno sebagai
dasar filsafat (Philosophische grondslag) negara, mengalami
beberapa proses metodologis yang bisa dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, filsafat pancasila adalah sebuah wawasan
dunia (Weltanschauung) politis, bukan wawan dunia
keagamaan atau etno-kultural.
Kedua, filsafat Pancasila bukanlah sebuah
artifisialitas politis, melainkan artikulasi suatu dunia-
kehidupan (Lebenswelt).
Pancasila sebagai falsafah, pandangan hidup, dan ideologi
kenegaraan Indonesia itu mengandung konsepsi hukumnya
(Rechtsidee) tersendiri. Bahwa nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa
bangsa menempati sebagai norma dasar bernegara
(Grundnorm/Staatsfundamentalnorm) yang menjadi sumber dari
segala sumber hukum di Indonesia.
3. Wawasan Yuridis
Grundnorm (norma dasar) merupakan kaidah tertinggi,
fundamental, dan menjadi inti (kern) setiap tatanan hukum dan
negara, yang bertitik tolak pada volksgeist (jiwa bangsa). Sebagai
pancaran dari jiwa bangsa, norma dasar ini tidak dibentuk oleh
9
suatu norma yang lebih tinggi lagi, tetapi bersifat “ditetapkan
terlebih dahulu” (presupposed) oleh masyarakat dalam suatu
negara dan selanjutnya menjadi tempat bergantungnya norma-
norma hukum di bawahnya.
10
Yang Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang
adil dan beradab.
Untuk mewujudkan empat pokok pikiran tersebut
pembukaan konstitusi proglamasi juga menggariskan empat
fungsi negara (sistem pemerintahan negara), yang tertuang
dalam alinea keempat:
1) Melindungi segenap bangsa indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia;
2) Memajukan kesejahteraan umum;
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa;
4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial.
Keempat pokok pikiran dan fungsi negara tersebut
merupakan pancaran dari keyakinan filsafati, keyakinan historis,
keyakinan religius, dan misi suci yang harus menjiwai seluruh
pasal-pasal pada batang tubuh UUD.
Dalam perkembangan lebih lanjut, berdasarkan UU Nomor
10 tahun 2004, sebagai pengganti TAP MPR Nomor
III/MPR/2000, kedudukan pancasila sebagai sumber segala sumber
hukum negara tetap diakui. Ditambahkan pula dalam penjelasan
Pasal 2 UU 10/2004, penempatan Pancasila sebagai sumber hukum
dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan pembukaan
UUD 1945, yang menempatkan Pancasila sebagai dasar negara dan
ideologi negara, sekaligus dasar filosifis bangsa dan negara.
Selanjutnya, UU Nomor 10/2004 ini diganti dengan UU
Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-
undangan. Dalam UU 12/2011, kedudukan Pancasila sebagai
sumber segala sumber hukum negara tetap dikukuhkan. Pasal 2 UU
12 tahun 2011 menyatakan bahwa Pancasila merupakan sumber
segala sumber hukum negara. Penjelasan pasal 2 UU 12/2011
9
kemudian menjabarkan apa maksud dari sumber dari segala
sumber hukum negara.
9
Latif, Yudi. 2011. Negara paripurna: Historitas, rasionalitas, dan aktualitas pancasila. jakarta: Gramedia
pustaka Utama.
11
Di bawah norma dasar pancasila, jenis dan hierarki
peraturan perundang-udangan menurut pasal 7 ayat 1 UU 12/2011
adalah sebagai berikut:
a. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. Ketetapan MPR;
c. UU/Peraturan Pemerintah Pengganti UU;
d. PERATURAN Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan daerah provinsi; dan
g. Peraturan daerah kabupaten/kota.
12
Menjadi “adil dan makmur” merupakan pancaran cita
moral sila keadilan sosial. Hal itu ialah perwujudan khusus
kemanusiaan melalui cara mencintai sesama manusia dengan
berbagai kebutuhan jasmaniah secara fair. Untuk itu, disamping
kemerdekaan (emansipasi) politik, perlu juga ada kemerdekaan
(emansipasi) ekonomi.
Dalam rangka merealisasikan visi negara merdeka tersebut,
segenap elemen negara-bangsa dituntut untuk mengemban misi
negara, sebagaimana tertuang dalam alenia keempat pembukaan
UUD 1945.
Pertama, melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia.
Kedua, memajukan kesejahteraan umum.
Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa.
Keempat, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial.
13
besar untuk menjalin persaudaraan dalam pergaulan antarsesama
anak negri berlandaskan nilai-nilai keadilan dan keadaban, yang
memuliakan hak-hak asasi manusia.
5. Wawasan implementatif
14
Implementasi Pancasila menghendaki aktualisasi tiga
demensi filsafat (ontologi, epistemologi, dan aksiologi) yang
bertaut dengan tiga lapis ideologi (keyakinan, pengetahuan, dan
tindakan).
Sebagai kajian filsafati, Pancasila mengandung dasar-dasar
ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
A. Dimensi keyakinan-Ontologis
Alam pikir Pancasila merumuskan ontologi
Pancasila dalam konteks struktur makna terdalam dari idea
yang mendasari pancasila.
Dalam pandangan dunia Pancasila, konsepsi
kemaslahatan hidup bersama itu dicari pendasarannya pada
keyakinan akan kodrat keberadaan manusia sebagai
makhluk dengan sifat-sifat “kehanifan” (kecendrungan
pada kebaikan) religiositas, humanitas, nasionalitas,
sovereihnitas, dan sosiolitas.
Secara esensial, setiap sila Pancasila mencerminkan
suatu prespektif keyakinan akan keutuhan integritas kodrat
kemanusiaan. Bahwa kodrat manusia pada dasarnya bisa
dikerucutkan kedalam lima unsur.
Sila pertama meyakini bahwa kodrat keberadaan
manusia merupakan perwujudan istimewa dari semesta
sebagai kristalisasi dari cinta kasih Tuhan (yang tidak
terhingga), yang dengan keistimewaanya itu tidaklah
menghadirkan kerusakan (fasad) bagi kebersamaan,
melainkan harus dapat menjaga harmoni (maslahat-
manfaat) bagi kebersamaan.
Dengan prinsip persamaan manusia di hadapan
tuhan (yang tidak terhingga), tiap-tiap manusia dimuliakan
kehidupan, kehormatan, hak-hak, dan kebebasannya, yang
dengan kemerdekaan pribadinya itu manusia menjadi
makhluk moral yang harus bertanggung jawab atas pilihan-
pilihannya. Demi mewujudkan prinsip persamaan dan
persaudaraan sesama makhluk yang beragam jenis dan
bentuknya, manusia sebagai kristalisasi dari cinta Tuhan
(yang tidak terhingga) perlu mengembangkan semangat
ketuhanan yang welas asih, ketuhanan yang
berperikemanusiaan, serta ketuhanan yang berkebudayaan
dan berkeadaban.
15
Sila kedua meyakini bahwa keberadaan manusia
merupakan ada bersama. Manusia tidak bisa berdiri sendiri,
untuk ada bersama dengan yang lain, manusia tidak bisa
tidak harus ada-bersama-dengan-cinta, dengan
mengembangkan rasa kemanusiaan yang adil dan beradab.
Sila ketiga meyakini manusia sebagai makhluk
sosial memerlukan ruang hidup yang konkret dan pergaulan
hidup dalam realitas kemajemukan. Cara menghidupkan
cinta kasih dalam kebinekaan manusia yang mendiami
tanah-air sebagai geopolitik bersama itulah manusia
mengembangkan rasa kebangsaan.
Sila keempat meyakini bahwa dalam
mengembangkan kehidupan bersama, cara mengambil
keputusan yang menyangkut masalah bersama di tempuh
dengan semangat cinta kasih, ukuran utama dari cinta
adalah saling menghormati. Cara menghormati manusia
dengan memandangnya sebagai subjek yang berdaulat,
bukan objek manipulasi, eksploitasi, dan eksklusi, itulah
yang disebut demokrasi dalam arti sejati.
Sila kelima meyakini bahwa keberadaan manusia
adalah roh yang jasmani. Secara jasmaniah, manusia
memerlukan papan, sandang, pangan, dan berbagai
kebutuhan materil lainnya. Perwujudan khusus
kemanusiaan melalui cara mencintai sesama manusia
dengan berbagai
kebutuhan jasmaniah secara fair itulah yang disebut dengan
keadilan sosial (Driyarkara, 2006: 831-865).
Dengan demikian, semua sila dipersatukan oleh cinta kasih.
Semangat cinta kasih untuk bekerja sama, tolong-
menolong, dan saling menghormati itulah yang dalam kata
kerjanya disebut Bung Karno dengan iatilah “gutong
royong”.
16
B. Dimensi pengetahuan-epistemologis
Secara kultural, wawasan epistemologi Pancasila
merupakan pantulan dari sistem mental primordial budaya
nusantara, yang bersenyawa dengan pandangan hidup dari
luar yang sejalan.
Spiritualitas-ketuhanan adalah jantung budaya
nusantara, dengan kaum cendikiawan (guru) keagamaan
sebagai agen budaya terpentingnya. Berbeda dengan filsafat
barat yang lebih objektif dengan kecendrungan
mengarahkan kesadaran pada dunia di luar dirinya, filsafat
nusantara lebih reflektif-introspektif dengan mengarah
kesadaran pada dirinya sendiri.
Dalam pandangan dunia “tritangtu” (tiga kepastian)
“Aji Luhung” (asah keluhuran ketuhanan)
“Aji Komara” (asah aura antarmanusia)
“Aji Wiwaha” ( asah perawatan alam semesta)
17
Pandangan hidup modren, yang berbasis pada
logika Aristotelian, menolak entitas kontradiktif yang
mengakui adanya kebenaran pada kedua sisi yang saling
bertentangan. Akan tetapi, dalam logika primordial suku-
suku bangsa di Indonesia, segala sesuatu itu bersifat mono-
dualisme atau mono-pluralisme.
C. Dimensi tindakan-aksiologis
Tindakan sebagai karakter budaya kewargaan
a. Sila ketuhanan yang maha Esa
Percaya dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa sesuai dengan
agama dan kepercayaannya masing-
maisng menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
Hormat dan menghormati serta
bekerjasama antara pemeluk agama
dan penganut-penganut kepercayaan
yang berbeda-beda sehingga terbina
kerukunan hidup.
Saling menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan
agama dan kepercayaan masing-
masing
Tidak memaksakan suatu agama atau
kepercayaannya kepada orang lain.
18
Gemar melakukan kegiatan
kemanusiaan.
Berani membela kebenaran dan
keadilan.
Bangsa Indonesia merasa dirinya
sebagai bagian dari seluruh umat
manusia, karena itu dikembangkan
sikap hormat-menghormati dan
bekerja sama dengan bangsa lain.
19
Musyawarah dilakukan dengan akal
sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat
dipertanggung jawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha
Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia serta nilai-nilai
kebenaran dan keadilan.
Mengembangkan perbuatan-
perbuatan yang luhur yang
mencerminkan sikap dan suasana
kekeluargaan dan gotong-royong.
Bersikap adil.
Menjaga keseimbangan antara hak
dan kewajiban.
Menghormati hak-hak orang lain.
Suka memberi pertolongan kepada
orang lain.
Menjauhi sikap pemerasan terhadap
orang lain.
Tidak bersifat boros.
Tidak bergaya hidup mewah.
Tidak melakukan perbuatan yang
merugikan kepentingan umum.
Suka bekerja keras.
Menghargai hasil karya orang lain.
Bersama-sama berusaha
mewujudkan kemajuan yang merata
dan berkeadilan sosial.
11
11
https://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila
20
A. Kesimpulan
Yang diuraikan di atas memberikan semacam wawasan dasar, yang
berisi cakupan, kerangka konseptual, kerangka interpretatif, dan kerangka
operatif dalam usaha memahami dan mengamalkan Pancasila.
Dengan memahami wawasan dasar ideologi Pancasila diharapkan
bisa membantu menemukan titik-titik kesamaan dan kepaduan dalam
usaha membudayakan Pancasila.
Daftar Pustaka
21
Latif, Yudi. 2018. Wawasan pancasila: bintang penuntut kebudayaan . Bandung:
Mizan Media Utama
Latif, Yudi. 2011. Negara paripurna: Historitas, rasionalitas, dan aktualitas
pancasila. jakarta: Gramedia pustaka Utama
Kaelan, H. 2013. Negara kebangsaan pancasila. Yogyakarta:pradigma
. Hatta, Mohammad (2015). Politik, Kebangsaan, Ekonomi (1926-1977). Jakarta:
Kompas. Hlm
https://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila
22