Anda di halaman 1dari 2

benteng Stelsel pembawa petaka

Perkembangan Perang Diponegoro semakin meluas hal ini membuat


Belanda kebingungan. Untuk menghadapi pasukan Diponegoro yang
bergerak dari daerah satu ke daerah yang lain, Jenderal de Kock
menerapkan strategi sistem “Benteng Stelsel”

Dengan sistem “Benteng Stelsel” ruang gerak pasukan Diponegoro dari


waktu ke waktu semakin sempit. Para pemimpin yang membantu
Diponegoro mulai banyak yang tertangkap. Penyerangan di berbagai
daerahpun dapat digagalkan oleh Belanda, tetapi pasukan Diponegoro di
bawah Sentot Prawirodirjo justru berhasil menyerang benteng Belanda di
Nanggulan (daerah di Kulon Progo ). Dalam penyerangan ini berhasil
menewaskan Kapten Ingen. Peristiwa penyerangan benteng di Nanggulan
ini mendapat perhatian para pemimpin tempur Belanda, sehingga
Belanda berusaha untuk mengajukan banding kepada sentot
prawirodirjo.
Pada tanggal 17 Oktober 1829 ditandatangani Perjanjian Imogiri antara Sentot
Prawirodirjo dengan pihak Belanda. Isi perjanjian itu antara lain:
1. Sentot Prawirodirjo diizinkan untuk tetap memeluk agama Islam,
2. Pasukan Sentot Prawirodirjo tidak dibubarkan dan ia tetap sebagai
komandan
3.Sentot Prawirodirjo dengan pasukannya diizinkan untuk tetap memakai
sorban,
4. Sebagai kelanjutan perjanjian itu, maka pada tanggal 24 Oktober 1829
Sentot Prawirodirjo dengan pasukannya memasuki ibu kota negeri Yogyakarta
untuk secara resmi menyerahkan diri.

Penyerahan diri atau tertangkapnya para pemimpin pengikut Pangeran


Diponegoro, merupakan pukulan berat bagi perjuangan Pangeran
Diponegoro. Namun pasukan di bawah komando Diponegoro terus berjuang
mempertahankan tanah tumpah darahnya.

Anda mungkin juga menyukai