02 Glaucoma
03 Retinaldetachment
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA
KEGAWATAN 04 Epistaksis
3. Glaukoma kongential
• Gangguan penglihatan
4. Glaukoma absolute
• kornea terlihat keruh
• papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa
• Tekanan bola mata sangat tinggi sehingga bola mata menjadi keras bagaikan batu.
• Infeksi siliar
• Edema kornea
• Bilik mata depan yang dangkal
• Pupil lebar, Iris lebar
Patofisiologi
Rongga anterior mata berada didepan dan sedikit kesamping dari lensa, terdapat/ bermuara aqueous
humor, merupakan caira bening yang menunjukan lympha. Aqueous humor diproduksi secara terus-menerus
dalam badan silianis yang terdapat dibagian posterior irisdan mengalir melewatipupil kedalam cameraokuli
anterior. Aqueous humordisalurkan melalui canal Schlemm disekitar mata dan berada pada bagian sudut camera
okuli anterior dimana terjadi pertemuan iris perifer dan kornea dalam keadaan normal terjadi keseimbangan antara
produksi dan penyerapanaqueous humor, akan menyebabkan atau menjadikan tekanan intra okuli relative
konstan. TIO berkisar 10-20mmHg dan rata-rata 16mmHg. Tekanan intra okuler beavariasi dan naik sampai
5mmHg. Glaukoma terjadi dimana adanya peningkatan TIO yang dapat menimbulkan kerusakan dari saraf-saraf
optic. Peningkatan tekanan disebabkan abstruksi/sumbatan dari penyerapan aqueous humor.
TIO ditentukan oleh kecepatan produksi Aqueos humor dan aliran keluar Aqueos humor dari mata.TIO
normal adalah 10- 21 mmHg dan dipertahankan selama terdapat keseimbangan antara produksi dan aliran
Aqueos humor. Aqueos humor diproduksi didalam badan siliar dan mengalir keluar melalui kan al Schelmn
kedalam sistem vena. Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih bad an siliar atau oleh
peningkatan hambatan abnormal terhadap aliran keluar Aqueos humor melalui kamera occuli anterior(COA).
Peningkatan TIO > 23 mmHg memerlukan evaluasi yang seksama. Peningkatan TIO mengurangi aliran darah ke
saraf optik dan retina. Iskemia menyebakan struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap.Kerusakan jaringan
biasanya dimulai dari perifer dan bergerak menuju fovea sentralis. Kerusakan visus da n kerusakan saraf optik
serta retina adalah irreversible dan hal ini be rsifat permanen. Tanpa penanganan, glaukoma dapat menyebabkan
kebutaan.Hilangnya pengelihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang pandang
Pemeriksaan Penunjang
• Tonometri Schiotz, tonometri adalah alat untuk mengukur tekanan intra
okular (TIO)
• Slit-lamp, Lampu-slit digunakan unutk mengevaluasi oftalmik yaitu
memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga memberikan
pandangan oblik kedalam tuberkulum dengan lensa khusus.
• Gonioskopi, Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat
sudut bilik mata dengan goniolens.
• Oftalmoskopi, pemeriksaan oftalmoskopi dilakukan untuk memastikan
diagnosis
• Pemeriksaan lapang pandang
Penatalaksanaan
1. Manajemen Bedah
• Laser trabeculoplasty adalah bedah rawat jalan dengan menggunakan
laser untuk membuka ruangan sempit jaring trabekula.
• Trabeculectomy merupakan prosedur yang dikerjakan dengan general
anestesi/anestesi umum untuk membuat fistula permanen agar
aqueous humor dapat mengalir dari bilik mata depan.
• Photocoagulation (Laser heat) dan Cyclocryotherapy (jaringan yang
dibekukan) dilakukan untuk mengurangi produksi aqueous humor oleh
badan siliaris.
• Laser iriditomy merupakan tindakan laser untuk melubangi iris agar
terjadi peningkatan drainase.
• Iridectomy merupakan prosedur dimana sebagian kecil dari iris
diangkat untuk meningkatkan aliran.
Lanjutan…
• Miotik, digunakan dalam glaukoma sudut terbuka dan glaukoma
sudut tertutup
• Mydriatic, seperti epinephrine merupakan sympathomimetic
yang melebarkan pupil dan mengurangi produksi serta
meningkatkan absorbsi aqueous humor
• Beta – adrenergic blocker, dapat menurunkan tekanan
intraokuler dengan jalan memperlambat produksi aqueous
humor
• Carbonic anhydrase inhibitor, dapat mengurangi produksi
humor aqueous sehingga tekanan intraokuler menjadi lebih
rendah
Asuhan Keperawatan
1. Identifikasi Klien
• Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, tgl
MRS, diagnosa medis, suku bangsa, status perkawinan.
• Keluhan Utama
• Terjadi tekanan intra okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi,
nyeri hebat di kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata merah
dan bengkak.
• Riwayat Kesehatan
• Pola – pola Fungsi Kesehatan
2. Pemeriksaan Fisik
• Keadaan umum klien
• Tanda dan gejala dari Glaukoma
Diagnosa Keperawatan
• Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisiologis
SLKI SIKI
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pasien tidak mengalami nyeri Manajemen nyerii
dengan K.H: Observasi
Keluhan nyeri menurun Identifikasi karakteristik, lokais, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
Tidak menunjukkan ekspresi meringis, tidak bersikap protektif nyeri
terhadap nyeri Identifikasi skala nyeri
Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuesi, dan tanda Identifikasi skala respon nyeri non verbal
nyeri) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
Merasakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
Tanda vital dalam rentan normal Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
Tidak mengalami gangguan tidur Monitor keberhasilan terapi komplementer dan efek samping
Terapeutik
Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri : missal
TND)
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
Fasilitasi istirahat dan tidur
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dlm pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
Jelaskan penyebab, periode, pemicu, strategi meredakan nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, bila perlu
Diagnosa Keperawatan
• Gangguan persepsi sensori b/d gangguan penglihatan
SLKI SIKI
Tujuan: Kaji dan catat ketajaman penglihatan
SLKI SIKI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan Pencegahan jatuh
tingkat jatuh menurun dengan criteria hasil :
Observasi
Pasien tidak mengalami jatuh
Jatuh dari tempat tidur menurun Identifikasi faktor resiko jatuh
Jatuh saat berdiri menurun Identifikais faktor lingkungan yang meningkatkan resiiko jatuh
Jatuh saat duduk menurun
]jatuh saat berjalan menurun Hitung resiko jatuh dengan skala
Monitor kemampuan berpindah
Terapeutik
memicu cairan
subretina
retina menjadi
terangkat
Patofisologi retina detachment traksi
sentripetal pada
retina
makromolekul ini
Sejalan pada perubahan akan mencair dan badan kaca
pertumbuhan pada badan kolaps menyusut
usia kaca
dislokasi septum
akan memiliki hasil kosmetik dan nasal di luar
fungsional yang jelek. krista maxillaris
Dislokasi septal
Patofisiologi
• Gangguan traumatik os dan kartilago nasal dapat menyebabkan deformitas eksternal dan obstruksi jalan napas
yang bermakna. Jenis dan beratnya fraktur nasal tergantung pada kekuatan, arah, dan mekanisme cedera.
Sebuah benda kecil dengan kecepatan tinggi dapat memberikan kerusakan yang sama dengan benda yang
lebih besar pada kecepatan yang lebih rendah.
• Trauma nasal bagian lateral yang paling umum dan dapat mengakibatkan fraktur salah satu atau kedua os
nasal. Hal ini sering disertai dengan dislokasi septum nasal di luar krista maxillaris Dislokasi septal dapat
mengakibatkan dorsum nasi berbentuk S, asimetri apex, dan obstruksi jalan napas. Trauma frontal secara
langsung pada hidung sering menyebabkan depresi dan pelebaran dorsum nasi dengan obstruksi nasal yang
terkait.
• Cedera yang lebih parah dapat mengakibatkan kominusi pecah menjadi kecil-kecil seluruh piramida 12 nasal.
Jika cedera ini tidak didiagnosis dan diperbaiki dengan tepat, pasien akan memiliki hasil kosmetik dan
fungsional yang jelek. Diagnosis fraktur nasal yang akurat tergantung pada riwayat dan pemeriksaan fisik yang
menyeluruh. Riwayat yang lengkap meliputi penilaian terhadap kekuatan, arah, dan mekanisme cedera
munculnya epistaksis atau rhinorea cairan serebrospinalis, riwayat fraktur atau operasi nasal sebelumnya, dan
obstruksi nasal atau deformitas nasal eksterna setelah cedera. Pemeriksaan fisik yang paling akurat jika
dilakukan sebelum timbulnya edema pasca trauma. Pemeriksaan ini memerlukan pencahayaan yang cukup
lampu kepala atau otoskop, instrumentasi spekulum hidung, dan suction sebaiknya tipe Frasier. Inspeksi pada
bagian dalam hidung sangat penting.
Pemeriksaan radiologis
1. Foto polos kepala tiga posisi,
Hampir 50% dari fraktur nasal akan terjawab dengan foto polos hidung.
Cedera tulang rawan tidak terdeteksi oleh radiografi, oleh karena itu tidak
dianggap rutin dilakukan pemeriksaan foto polos hidung hanya jika fraktur
nasal diduga terisolasi. Walaupun garis patah kadang tidak jelas dengan
membandingan sisi kontralateral, dapat ditemukan diskontinuitas tulang.
Perhatikan pengisian sinus oleh darah.
2. CT-Scan
Computed tomography (CT) scan menyediakan informasi terbaik mengenai
sejauh mana cedera patah tulang di hidung dan wajah, khususnya digital
Volume tomography (DVT). CT-Scan bisa melihat garis patah yang tidak
nampak dengan foto polos.
Komplikasi
• Fraktur nasal memiliki komplikasi segera dan komplikasi lambat.
Komplikasi segera berupa cedera pada ligamen kantus medius, cedera
duktus lakrimalis, nyeri hidung, hematom septum yang bila tidak ditangani
dapat menyebabkan deformitas saddle nose, fraktur lamina kribiformis
yang menyebabkan rinore CSF dan anosmia, epistaksis persisten dan
obstruksi jalan napas.
• Komplikasi lambatnya adalah deformitas hidung, perforasi dan nekrosis
septum saddle nose, kontraktur karena jaringan parut dan nyeri hidung
yang terus menerus.
• Emergensi pada fraktur nasal antara lain perdarahan hebat, sumbatan
hidung pada pasien neonatus, hematom septum pada pasien anak, rinore
CSF, dan gangguan penglihatan. Emergensi fraktur nasal harus segera
ditangani
Penatalaksanaan Kegawatan
Tindakan penyelamatan kegawatdaruratan dengan
memperhatikan jalan nafas, tanda vital, dan perdarahan. Pasien
dengan perdarahan hidung yang hebat biasanya dikontrol
dengan pemberian vasokonstriktor topikal, jika tidak berhasil
pasang tampon pita, katerisasi balon atau ligasi pembuluh darah
mungkin diperlukan walaupun jarang dilakukan. Tampon hidung
dipasang pada daerahperdarahan untuk menekan suplai
pembuluh darah, umumnya dilepaskan 2-5 hari kemudian. Pada
kasus akut pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala
sedikit ditinggikan untuk mengurangi edema. Antibiotika diberikan
untuk mengurangi risiko infeksi dan analgetika berperan
simptomatis mengurangi rasa nyeri
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
• Identitas klien, meliputi nama, usia (bisa terjadi pada semua usia), jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaaan, alamat, agama, suku, nomer
registrasi dan diagnosa masuk.
• Keluhan utama: nyeri pada daerah nasal post trauma
• Riwayat penyakit sekarang: riwayat trauma pada daerah hidung
disertai nyeri dan perdarahan pada hidung.
• Riwayat penyakit dahulu: apakah ada penyakit degeneratif pada tulang
dan riwayat patah tulang pada hidung sebelumnya.
• Psikososial: kaji apakah ada rasa ketakutan akan kecacatan, rasa
cemas, dan gangguan citra diri.
Asuhan Keperawatan
2. Pemeriksaan fisik
• B1 (Breathing): adanya perubahan pada sistem pernafasan, karena adanya kerusakan jalan nafas atau
trauma pada nasal, adanya perdarahan pada daerah nasal, dan adanya suara nafas tambahan (ronchi)
pada trakea akibat perdarahan pada hidung.
• B2 (Bleeding) : didapatkan rejanan (syok hipovelemik) dengan intensitas sedang hingga berat akibat
perdarah pada hidung, kulit yang pucat menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah,
hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan menandakan syok hipovolemik.
• B3 (Brain) : kesadaran bisa composmetis sampai koma tergantung pada keparahan trauma pada kepala.
Mengobservasi penampilan tingkah laku, gangguan dalam berbicara dan ekspresi wajah, biasanya pada
fraktur nasal terdapat pembengkakan pada daerah wajah.
• B4 (Bladder) : menkaji keaadan urin meliputi warna, jumlah dan karakteristik.
• B5 (Bowel) : pemenuhan nutrisi biasanya normal bila tidak disertai rasa nyeri saat menelan dan tidak ada
mual muntah, pola defekasi tidak ada kelainan.
• B6 (Bone) : fraktur pada tulang nasal akan mengganggu jalan nafas, adanya deformitas pada nasal dan
kaji adanya rasa nyeri tekan pada daerah nasal, terdapat perubahan warna kulit, warna kebiruan pada
daerah wajah menunjukan adanya sianosis.
3. Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan radiologi dengan foto rongten dari arah lateral dapat menunjang diagnosis fraktur pada nasal.
Intervensi
Diagnosa SLKI SIKI
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Jalan Nafas
hipersekresi jalan nafas diharapkan klien KH: 1) Monitor pola nafas
1) Frekuensi napas meningkat 2) Pertahankan kepatenan jalan napas
2) Pola napas meningkat 3) Posisikan semi fowler/fowler
4) Berikan oksigen
Nyeri akut b.d agen pencedera fisik : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
trauma diharapkan klien KH : 1) Identifikasi skala nyeri
1) Kejadian luka/cedera menurun 2) Identifikasi factor yang memperberat
2) Perdarahan tidak ada nyeri
3) Fraktur membaik 3) Monitor efek samping pemberian
4) Gangguan mobilitas tidak ada alagetik
5) Pola istirahat baik 4) Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
5) Kolaborasi pemberian analgetik
06 Trauma Membrana Timpani
Definisi
Perforasi membran timpani adalah hilangnya sebagian atau
seluruh jaringan dari membran timpani yang menyebabkan
hilangnya sebagian atau seluruh fungsi dari membrane timpani.
Etiologi
Penyebab tersering dari perforasi membrane timpani adalah infeksi sebelumnya.
Infeksi akut pada telinga tengah seringkali menyebabkan terjadinya kurangnya suplai darah
ke membrane timpani yang seringkali berjalan dengan peningkatan tekanan pada telinga
dalam, hal ini mengakibatkan robeknya atau hilangnya jaringan membrane timpani, yang
biasanya diikuti dengan rasa nyeri. Jika robeknya membrane timpani tidak menyembuh
maka akan terjadi hubungan antara telinga tengah dan telinga luar, yang seringkali
menyebabkan infeksi yang berulang dan resistensi terhadap antibiotic yang digunakan
berulang kali
Penyebab lain dari perforasi adalah trauma fisik dari telinga, yang tersering adalah
pukulan yang keras kearah telinga dalam, tenaga yang timbul dapat memecahkan atau
merobek membran timpani. Beberapa trauma yang lain adalah, perubahan tekanan pada
telinga yang berubah secara mendadak, pada contohnya sering pada penyelam, yang
didahului dengan gangguan pada saluran telinga dan mulut, peradangan ataupun infeksi.
Manifestasi klinis
• Penurunan pendengaran
• Sensasi mendengar suara siulan saat meniup telinga atau
bersin
• Cairan yang keluar dari telinga dapat terus menerus
• Tanda-tanda infeksi telinga tengah (demam, nyeri, telinga
berdenging)
• Hilangnya fungsi pendengaran (test pendengaran), hal ini
menentukan apakah penderita membutuhkan alat bantuan
pendengaran atau tidak.
Patofisologi trauma telinga
Gangguan
persepsi sensori Hantaran suara/ Retraksi
udara menurun membran timpani
Nyeri pada
telinga tengah
Komplikasi
Yang paling ditakutkan adalah jika infeksi telah menyebar
kedalam kepala sehingga menimbulkan infeksi di kepala seperti
meningitis dan encephalitis
Pemeriksaan penunjang
1. Otoskopi : prosedur diagnostik untuk memeriksa struktur dalam telinga menggunakan alat khusus
bernama otoskop atau auriskop. Tujuan utamanya adalah mendiagnosis abnormalitas atau kondisi
yang menyerang telinga, khususnya pada telinga tengah, karena strukturnyayang bertanggung
jawab atas pendengaran dan keseimbangan.
2. Timpanometri, : Timpanometri adalah pemeriksaan telinga yang berguna untuk menentukan
keadaan di telinga tengah. Dengan pemeriksaan timpanometri dapat diketahuai adanya cairan di
telinga tengah, adanya kekakuan tulang-tulang pendengaran, tekanan negatif di telinga tengah.
3. Test pendengaran
• swabach, : Tes untuk membandingkan hantaran tulang orang diperiksa dengan pemeriksa
yang pendengarannya normal
• webber, : Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga
kanan
• rinne : Tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pad
telinga yang diperiksa
Penatalaksanaan
1. Terapi
• Bersihkan telinga dan pasang tampon steril
• Tetes telinga hidrokortison
• Antibiotik oral (Amoksisilin 3x500 mg oral atau Eritromisin 3x500 mg oral atau Cefadroxil 3x500
mg oral atau Ciprofloxacin 500 mg setiap 12 jam)
• Dan analgesik
2. Penatalaksanaan kedaruratan trauma telinga
• Pasien diistirahatkan duduk atau berbaring
• Atasi keadaan kritis (tranfusi, oksigen, dsb)
• Bersihkan luka dari kotoran dan dilakukan debridement lalu hentikan perdarahan
• Pasang tampon steril yang dibasahi antiseptik atau salep antibiotic
• Periksa tanda-tanda vital
• Pemeriksaan otoskopi secara steril dan dengan penerangan yang baik, bila mungkin dengan
bantuan mikroskop bedah atau loup untuk mengetahui lokasi lesi
• Pemeriksaan radiologi bila ada tanda fraktur tulang temporal. Bila mungkin langsung dengan
pemeriksaan CT scan
Asuhan Keperawatan
1. Anamnesa
• Nama :
• Umur :
• Pekerjaan :
• Tanggal Masuk RS :
• Riwayat Penyakit :
• KeluhanUtama :
2. Pengkajian Primer
• Airway :
• Circulation :
• Breathing :
3. Pengkajian Sekunder
• Alergi :
• Medikasi :
4. Pemeriksaan Fisik : Telinga nyeri hebat, ketidaktajaman mendengar suara, teresa bergema saat berbicara, vertigo, pusing,
terasa ada letupan saat menguap, suhu meningkat
5. Pemeriksaan Diagnostik :
6. Pemeriksaan Lab :
Analisa Data
• DO : • Dx : Nyeri Akut b.d.
1. Tampak meringis Agen Pencidera
2. Gelisah Fisiologis
3. Frekuensi Meningkat
4. TD meningkat
• DS:
1. Mengeluh Nyeri
Intervensi Keperawatan
Nyeri Akut b.d Agen Pencidera
Fisiologis
SLKI SIKI
Setelah diberikan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 1 x 24
jam dihrapakan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi
klien dapat berkurang nyeri, krakteristik,
dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas,dan
1. Keluhan nyeri menurun skala nyeri
2. Klien sudah tidak 2. Edukasi teknik non
mengeluh nyeri
farmakologis
3. Frekuensi nafas normal
16-20x / menit 3. Kontrol lingkungan
4. Tekanan darah normal pencetus nyeri
110/90 4. Kolaborasi analgetik
jika perlu
Thank you!
T H A N K Y O U