Anda di halaman 1dari 76

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KEGAWATAN MATA


DAN TELINGA
PIPIT TINA SARI / 11161040000008
P S I K 2 0 1 6 A
01 Trauma pada Mata

02 Glaucoma

03 Retinaldetachment
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA
KEGAWATAN 04 Epistaksis

05 Fraktur Tulang Hidung

06 Trauma Membrana Timpani


01 Trauma pada Mata
Definisi

Trauma mata adalah tindakan sengaja


maupun tidak yang menimbulkan perlukaan mata.

Trauma mata adalah cidera mata yang dapat


mengakibatkan kerusakan pada jaringan mata dan
kelainan mata.
Etiologi
• Trauma tumpul atau kontusio yang dapat disebabkan oleh benda tumpul,
benturan dan ledakan dimana terjadi pemadatan udara.
• Trauma tajam, yang mungkin perforatif atau non perforatif, disertai dengan
adanya corpus aleneum atau tidak, corpus aleneum dapat intra okuler
atau ekstra okuler.
• Trauma Thermis oleh jilatan api atau kontak dengan benda yang terbakar.
• Trauma kimia oleh zat yang bersifat asam atau basa.
• Trauma listrik oleh listrik bertegangan rendah, sedang atau tinggi.
• Trauma Barometrik misalnya pada pesawat terbang atau penyelam.
• Trauma radiasi oleh gelombang pendek atau partikel-partikel atom
Klasifikasi Kegawat Daruratan
1. Sight threatening condition, Dalam situasi ini mata akan mengalami kebutaan atau
cacat yang menetap dengan penurunan penglihatan yang berat dalam waktu beberapa
detik sampai beberapa menit saja bila tidak segera mendapatkan pertolongan yang
tepat. Cedera mata akibat bahan kimia basa (alkali) termasuk dalam keadaan ini.
Oklusi arteria sentralis retina merupakan keadaan bukan trauma yang termasuk dalam
kelompok ini.
2. Mayor condition, Dalam situasi ini pertolongan harus diberikan tetapi dengan batasan
waktu yang lebih longgar, dapat beberapa jam sampai beberapa hari. Bila pertolongan
tidak diberikan maka penderita akan mengalami hal yang sama seperti disebutkan
pada sight threatening condition.
3. Monitor condition, Situasi ini tidak akan menimbulkan kebutaan meskipun mungkin
menimbulkan suatu penderitaan subyektif pada pasien bila terabaikan pasien mungkin
dapat masuk kedalam keadaan ”mayor condition”
Patofisiologi

Benturan benda tumpul dan


tajam pada mata

Rongga Orbita Palpebra Konjungtiva Kornea Retina

Hematom, Edema, keruh, Edema


Fraktur orbita robekan
edema erosi/abrasi,laserasi makula
pembuluh darah

Proptosis Ptosis Penglihatan kabur


lapang pandang
Edema dan perdarahan terganggu
subkonjungtiva
Kebutaan
Manifestasi Klinis
1. Ekstra Okular
• Mendadak merasa tidak enak ketika mengedipkan mata
• Ekskoriasi kornea terjadi bila benda asing menggesek kornea, oleh kedipan bola
mata.
• Lakrimasi hebat.
• Benda asing dapat bersarang dalam torniks atas atau konungtiva
• Bila tertanam dalam kornea nyeri sangat hebat.
2. Infra Okuler
• Kerusakan pada tempat masuknya mungkin dapat terlihat di kornea, tetapi benda
asing bisa saja masuk ke ruang posterior atau limbus melalui konjungtiva maupun
sklera.
• Bila menembus lensa atau iris, lubang mungkin terlihat dan dapat terjadi katarak.
• Masalah lain diantaranya infeksi skunder dan reaksi jaringan mata terhadap zat kimia
yang terkandung misalnya dapat terjadi siderosis
Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan radiology foto orbita, Untuk melihat adanya benda asing yang radioopak
2. Slit lamp: untuk melihat kedalaman cedera di segmen anterior bola mata.
3. Tes fluoresin: digunakan untuk mewarnai kornea, sehingga cedera kelihatan jelas.
4. Tonometri: untuk mengetahui tekakan bola mata.
5. Pemeriksaan fundus yang di dilatasikan dengan oftalmoskop indirek : untuk mengetahui
adanya benda asing intraokuler.
6. Tes Seidel: untuk mengetahui adanya cairan yang keluar dari mataPemeriksaan ct-scan dan
USG B-scan: digunakan untuk mengetahui posisi benda asing.
7. Electroretinography (ERG): untuk mengetahui ada tidaknya degenerasi pada retina.
8. Kartu snellen: pemeriksaan penglihatan dan penglihatan sentral mungkin mengalami
penurunan akibat dari kerusakan kornea, vitreous atau kerusakan pada sistem suplai untuk
retina.
9. Pengukuran tekanan IOL dengan tonography: mengkaji nilai normal tekanan bola mata
(normal 12-25 mmHg).
10. Pengkajian dengan menggunakan optalmoskop: mengkaji struktur internal dari okuler,
papiledema, retina hemoragi
11. Pemeriksaan VER: Untuk melihat fungsi jalur penglihatan pusat penglihatan
Penatalaksanaan
Palpebra
a. Hematoma palpebra, pengobatan dilakukan dengan pemberian kompres dingin untuk
menghentikan perdarahan dan menghilangkan rasa sakit.
b. Abrasi dan laserasi palpebra, pengobatan dilakukan apabila terjadi abrasi karena partikel benda
asing harus segera dikeluarkan dengan irigasi.
Konjungtiva
a. Edema konjungtiva, pengobatan dilakukan dengan pemberian dekongestan untuk mencegah
pembendungan cairan di dalam selaput lendir konjungtiva.
b. Hematoma subkonjungtiva, pengobatan dini ialah dengan kompres hangat.
Kornea
a. Edema kornea, pengobatan dilakukan dengan pemberian larutan hipertonik seperti NaCl 5% atau
garam hipertonik 2-8 %, glukosa 40% dan larutan albumin.
b. Erosi kornea, pengobatan dilakukan dengan pemberian anestesi topikal dapat diberikan untuk
memeriksa tajam penglihatan dan menghilangkan rasa sakit.
Lanjutan…
Uvea
a. Hifema, pengobatan dilakukan dengan parasentesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata
depan dilakukan pada pasien dengan hifema bila terlihat tanda-tanda imbibisi kornea,
glaukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila 5 hari tidak terlihat tanda-
tanda hifema akan berkurang
b. Iridodialisis, pengobatan dilakukan dengan pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal
iris yang terlepas.
c. Iridoplegia, pengobatan dilakukan dengan tirah baring untuk mencegah terjadinya kelelahan
sfingter.
d. Iridosiklitis, bila terjadi uveitis anterior diberikan tetes mata midriatik dan steroid topikal. Bila
terjadi infeksi berat, maka dapat diberikan steroid sistemik.
Lensa
a. Luksasi lensa anterior, penatalaksanaan awal berupa azetasolamida untuk menurunkan tekanan
bola mata dan ekstraksi lensa.
b. Luksasi lensa posterior, pengobatan dilakukan dengan ekstraksi lensa.
c. Katarak trauma, pengobatan katarak traumatik tergantung pada saat terjadinya.
Lanjutan…
Trauma kimia
a. Trauma asam, pengobatan dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena
secepatnya dan selama mungkin untuk menghilangkan larutan bahan yang
mengakibatkan trauma
b. Trauma basa, pengobatan dilakukan dengan secepatnya melakukan irigasi
dengan garam fisiologik.
Trauma radiasi
a. Trauma sinar infra merah, pengobatan dilakukan dengan steroid sistemik dan
lokal diberikan untuk mencegah terbentuknya jaringan parut pada maukla atau
untuk mengurangi gejala radang yang timbul
b. Trauma sinar ultra violet, pengobatan dilakukan dengan siklopgia, antibiotik
lokal, analgetik, dana mata ditutup selama 2-3 hari.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
• Data umum: nama, umur, pekerjaan, alamat, jenis kelamin, status
• Kaji perubahan okuler seperti oedema, penurunan ketajaman visual,
ketidaknyamanan.
• Kaji riwayat klien (kesehatan mata) trauma mata, DM, Hipertensi
• Tanyakan riwayat nyeri pada mata, foto fobia, rasa terbakar, air mata
berlebihan, diplopia.
• Kapan terakhir periksa mata, apakah klien mengenakan kaca mata
• Kaji pengobatan yang sudah dipakai untuk menangani
• Pemeriksaan fisik: konjungtiva , sklera, kornea, pupil, dan fundus
okuli.tekanan intra okuler.
Diagnosa Keperawatan
DX SLKI SIKI
1. Nyeri Akut Manajemen nyeri
1. Gelisah menurun 1. Identifikasi loaksi,karakteristik,duarasi,frekuensi,kualitas,intensitas nyeri.
2. Frekuensi nadi membaik
2. Identifikasi sekala nyeri
3. Melaporkan nyeri terkontrol
4. kemampuan mengenali onset dan penyebab nyeri 3. Idntifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5. Keluhan tidak nyaman menurun 4. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
5. Monitor efek samping penggunaan analgetik
6. Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
7. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis : pencahayaan)
8. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Fungsi Sensori Minimalisasi Rangsangan


1. Ketajaman penglihatan meningkat 1. Periksa status mental,status sensori, dan tingkat kenyamanan (mis ;nyeri)
2. Status Neurologis 2. Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori (mis ; Terlalu terang)
3. Tingkat kesadaran membaik 3. Batasi stimulasi lingkungan (mis; cahaya dan aktivitas)
4. Sakit kepala menurun 4. Ajarkan cara meminimalisasi stimulus ( mis.Mengatur pencahayaan
5. Tekanan darah membaik ruangan)
5. Kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/tindakan
6. Kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus.
02 Glaucoma
Definisi
Glaukoma berasal dari kata Yunani “glaukos” yang berarti
hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada
pupil penderita glaukoma.

Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai


gejala peningkatan tekanan intra okuler (TIO), dimana dapat
mengakibatkan penggaungan atau pencekungan pupil syaraf
optik sehingga terjadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang
pandang dan penurunan tajam pengelihatan.
Klasifikasi
1. Glaukoma Primer, glaukoma yang tidak diketahui
penyebabnya
• Glaukoma sudut terbuka / simplek (kronis), karena humor aqueous
mempunyai pintu terbuka ke jaringan trabekular
• Glaukoma sudut tertutup / sudut semut (akut), karena ruang anterior
secara otomatis menyempit sehingga iris terdorong ke depan,
menempel ke jaringan trabekuler dan menghambat humor aqueos
mengalir ke saluran schlemm
2. Glaukoma Sekunder, Adalah glaukoma yang diakibatkan
oleh penyakit mata lain atau trauma didalam bola mata, yang
menyebabkan penyempitan sudut /peningkatan volume cairan
dari dalam mata
Lanjutan…
3. Glaukoma Kongenital, Adalah perkembangan abnormal dari
sudut filtrasi dapat terjadi sekunder terhadap kelainan mata
sistemik jarang ( 0,05 %) manifestasi klinik biasanya adanya
pembesaran mata (bulfamos), lakrimasi
4. Glaukoma absolute, Merupakan stadium akhir glaukoma (
sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat
tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut
Etiologi
1. Glaukoma Primer, Glaukoma yang tidak diketahui penyebabnya
• Glaukoma sudut terbuka / simplek (kronis), Penyebab glaukoma tipe ini masih
belum diketahui. Peningkatan tekanan bola mata berlangsung perlahan. Glaukoma
sudut terbuka biasanya di turunkan dari orang tua ke anak
• Glaukoma sudut tertutup / sudut semut (akut), Terjadi karena sudut aliran antara
iris dan kornea menyempit atau menutup
2. Glaukoma Sekunder, yang diakibatkan oleh penyakit mata lain atau trauma didalam
bola mata, yang menyebabkan penyempitan sudut /peningkatan volume cairan dari
dalam mata. Glaukoma sekunder disebabkan oleh obat – obatan, seperti kortikosteroid,
penyakit mata seperti uveitis, dan penyakit sistemik lainnya
3. Glaukoma Kongenital, Penyebabnya karena gangguan pembentukan saluran
pengeluaran cairan bola mata pada janin di dalam kandungan
4. Glaukoma absolute, Merupakan stadium akhir glaukoma ( sempit/ terbuka) dimana
sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi
lanjut
Manifestasi Klinis
1. Glaukoma primer
a) Glaukoma sudut terbuka
• Kerusakan visus yang serius
• Perjalanan penyakit progresif lambat
• Penyempitan lapang pandang tepi
• Sakit kepala ringan
• Gangguan penglihatan yag tidak jelas
b) Glaukoma sudut tertutup
• Nyeri hebat didalam dan sekitar mata
• Timbulnya halo/pelangi disekitar cahaya
• Pandangan kabur
• Sakit kepala
• Mual, muntah
• Kedinginan
• Kelopak mata membengkak, mata berair dan merah.
• Pupil melebar dan tidak mengecil jika diberi sinar yang terang
Lanjutan…
2. Glaukoma sekunder
• Pembesaran bola mata
• Gangguan lapang pandang
• Nyeri didalam mata

3. Glaukoma kongential
• Gangguan penglihatan

4. Glaukoma absolute
• kornea terlihat keruh
• papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa
• Tekanan bola mata sangat tinggi sehingga bola mata menjadi keras bagaikan batu.
• Infeksi siliar
• Edema kornea
• Bilik mata depan yang dangkal
• Pupil lebar, Iris lebar
Patofisiologi
Rongga anterior mata berada didepan dan sedikit kesamping dari lensa, terdapat/ bermuara aqueous
humor, merupakan caira bening yang menunjukan lympha. Aqueous humor diproduksi secara terus-menerus
dalam badan silianis yang terdapat dibagian posterior irisdan mengalir melewatipupil kedalam cameraokuli
anterior. Aqueous humordisalurkan melalui canal Schlemm disekitar mata dan berada pada bagian sudut camera
okuli anterior dimana terjadi pertemuan iris perifer dan kornea dalam keadaan normal terjadi keseimbangan antara
produksi dan penyerapanaqueous humor, akan menyebabkan atau menjadikan tekanan intra okuli relative
konstan. TIO berkisar 10-20mmHg dan rata-rata 16mmHg. Tekanan intra okuler beavariasi dan naik sampai
5mmHg. Glaukoma terjadi dimana adanya peningkatan TIO yang dapat menimbulkan kerusakan dari saraf-saraf
optic. Peningkatan tekanan disebabkan abstruksi/sumbatan dari penyerapan aqueous humor.
TIO ditentukan oleh kecepatan produksi Aqueos humor dan aliran keluar Aqueos humor dari mata.TIO
normal adalah 10- 21 mmHg dan dipertahankan selama terdapat keseimbangan antara produksi dan aliran
Aqueos humor. Aqueos humor diproduksi didalam badan siliar dan mengalir keluar melalui kan al Schelmn
kedalam sistem vena. Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih bad an siliar atau oleh
peningkatan hambatan abnormal terhadap aliran keluar Aqueos humor melalui kamera occuli anterior(COA).
Peningkatan TIO > 23 mmHg memerlukan evaluasi yang seksama. Peningkatan TIO mengurangi aliran darah ke
saraf optik dan retina. Iskemia menyebakan struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap.Kerusakan jaringan
biasanya dimulai dari perifer dan bergerak menuju fovea sentralis. Kerusakan visus da n kerusakan saraf optik
serta retina adalah irreversible dan hal ini be rsifat permanen. Tanpa penanganan, glaukoma dapat menyebabkan
kebutaan.Hilangnya pengelihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang pandang
Pemeriksaan Penunjang
• Tonometri Schiotz, tonometri adalah alat untuk mengukur tekanan intra
okular (TIO)
• Slit-lamp, Lampu-slit digunakan unutk mengevaluasi oftalmik yaitu
memperbesar kornea, sclera dan kornea inferior sehingga memberikan
pandangan oblik kedalam tuberkulum dengan lensa khusus.
• Gonioskopi, Pemeriksaan gonioskopi adalah tindakan untuk melihat
sudut bilik mata dengan goniolens.
• Oftalmoskopi, pemeriksaan oftalmoskopi dilakukan untuk memastikan
diagnosis
• Pemeriksaan lapang pandang
Penatalaksanaan
1. Manajemen Bedah
• Laser trabeculoplasty adalah bedah rawat jalan dengan menggunakan
laser untuk membuka ruangan sempit jaring trabekula.
• Trabeculectomy merupakan prosedur yang dikerjakan dengan general
anestesi/anestesi umum untuk membuat fistula permanen agar
aqueous humor dapat mengalir dari bilik mata depan.
• Photocoagulation (Laser heat) dan Cyclocryotherapy (jaringan yang
dibekukan) dilakukan untuk mengurangi produksi aqueous humor oleh
badan siliaris.
• Laser iriditomy merupakan tindakan laser untuk melubangi iris agar
terjadi peningkatan drainase.
• Iridectomy merupakan prosedur dimana sebagian kecil dari iris
diangkat untuk meningkatkan aliran.
Lanjutan…
• Miotik, digunakan dalam glaukoma sudut terbuka dan glaukoma
sudut tertutup
• Mydriatic, seperti epinephrine merupakan sympathomimetic
yang melebarkan pupil dan mengurangi produksi serta
meningkatkan absorbsi aqueous humor
• Beta – adrenergic blocker, dapat menurunkan tekanan
intraokuler dengan jalan memperlambat produksi aqueous
humor
• Carbonic anhydrase inhibitor, dapat mengurangi produksi
humor aqueous sehingga tekanan intraokuler menjadi lebih
rendah
Asuhan Keperawatan
1. Identifikasi Klien
• Nama, umur, jenis kelamin, agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, tgl
MRS, diagnosa medis, suku bangsa, status perkawinan.
• Keluhan Utama
• Terjadi tekanan intra okuler yang meningkat mendadak sangat tinggi,
nyeri hebat di kepala, mual muntah, penglihatan menurun, mata merah
dan bengkak.
• Riwayat Kesehatan
• Pola – pola Fungsi Kesehatan
2. Pemeriksaan Fisik
• Keadaan umum klien
• Tanda dan gejala dari Glaukoma
Diagnosa Keperawatan
• Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisiologis
SLKI SIKI
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pasien tidak mengalami nyeri  Manajemen nyerii
dengan K.H: Observasi
 Keluhan nyeri menurun  Identifikasi karakteristik, lokais, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
 Tidak menunjukkan ekspresi meringis, tidak bersikap protektif nyeri
terhadap nyeri  Identifikasi skala nyeri
 Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuesi, dan tanda  Identifikasi skala respon nyeri non verbal
nyeri)  Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
 Merasakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang  Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
 Tanda vital dalam rentan normal  Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
 Tidak mengalami gangguan tidur  Monitor keberhasilan terapi komplementer dan efek samping
Terapeutik
 Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri : missal
TND)
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dlm pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode, pemicu, strategi meredakan nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgetik, bila perlu
Diagnosa Keperawatan
• Gangguan persepsi sensori b/d gangguan penglihatan
SLKI SIKI
Tujuan:  Kaji dan catat ketajaman penglihatan

Setelah dilakukan tindakan keperawatan ,Peningkatan persepsi sensori dapat


 Kaji tingkat deskripsi fugnsional terhadap penglihatan dan perawatan
berkurang kriteria hasil :
 Respons sesuai stimulus  Sesuaikan lingkungan dengan kemampuan penglihatan.
 Konsentrasi dan orientasi baik
 Kaji jumlah dan tipe rangsangan yang dapat diterima Klien.

 klien dapat meneteskan obat mata dengan benar  Observasi TTV.


 Kooperatif dalam tindakan
 Menyadari hilangnya pengelihatan secara permanen  Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi.
 Tidak terjadi penurunan visus lebih lanjut
 Minimalisasi rangsangan
Observasi
 Periksa status sensori dan tingkat kenyamanan
Terapeutik
 Diskusikan tingkat toleransi terhadap beban sensori
 Batasi stimulus lingkungan
 Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat
Edukasi
 Ajarkan cara meminimalkan stimulus
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian terapi
Diagnosa Keperawatan
• Resiko jatuh b/d gangguan penglihatan

SLKI SIKI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam diharapkan  Pencegahan jatuh
tingkat jatuh menurun dengan criteria hasil :
Observasi
 Pasien tidak mengalami jatuh
 Jatuh dari tempat tidur menurun  Identifikasi faktor resiko jatuh
 Jatuh saat berdiri menurun  Identifikais faktor lingkungan yang meningkatkan resiiko jatuh
 Jatuh saat duduk menurun
 ]jatuh saat berjalan menurun  Hitung resiko jatuh dengan skala
 Monitor kemampuan berpindah

Terapeutik

 Orientasikan ruangan pada pasien dan keluarga


 Pastkan roda tempat tidur terkunci
 Pasang handrall tempat tidur
 Gunakan alat bantu berjalan
 Tempatkan pasien beresiko tinggi jatuh dekat dengan nurse station
03 Retinal Detachment
Definisi
Retinal detachment adalah suatu keadaan terpisahnya sel
kerucut dan sel batang retina dengan sel epitel pigmen retina.
Hal ini disebabkan karena sesungguhnya tidak ada perlekatan
struktural antara sel batang dan kerucut dengan epitel
berpigmen, sehingga merupakan titik lemah yang mudah
terlepas.
Klasifikasi
1. Retinal Detachment Regmatogenosa, Pada tipe ini detachment timbul akibat adanya
robekan pada retina sehingga cairan masuk ke belakang antara sel epitel berpigmen
dengan sel batang dan sel kerucut. Terjadi pendorongan retina oleh badan kaca cair
(fluid vitreous) yang masuk melalui robekan pada retina menuju rongga subretina
2. Retinal Detachment Traksi, Tipe ini biasanya timbul akibat retinopati diabetika,
proliferasi vitreoretinopati, retinopati akibat prematuritas, atau trauma okuli. Pada retinal
detachment ini lepasnya jaringan retina terjadi akibat tarikan jaringan parut pada badan
kaca yang akan melepaskan tautan retina.
3. Retinal Detachment Eksudatif, terjadi tanpa adanya robekan atau traksi vitreoretina.
Detachment terjadi akibat penimbunan cairan pada ruang subretina akibat penyakit
primer pada epitel berpigmen dan koroid. Kelainan ini terjadi pada skleritis, koroiditis,
tumor retrobulber, uveitis, atau idiopatik
Patofisologi Retinal Detachment Eksudatif

skleritis, eksudat dan transudat


koroiditis,tumor, terkumpul dalam celah
retrobulbar, radang potensial
uvean idiopati, toksemia keluarnya cairan
gravidarum pembuluh darah retina
dan koroid (ekstravasasi

memicu cairan
subretina

retina menjadi
terangkat
Patofisologi retina detachment traksi

akibat adanya menarik


jaringan fibrotik tenaga jaringan retina

sentripetal pada
retina

terlepas dari lapisan epitel


berpigmen tanpa adanya
robekan.

akibat perdarahan profuse,


trauma, pembedahan, infeksi,
atau inflamasi
proliferatif diabetic retinopathy
Patofisologi Retinal Detachment Regmatogenosa

makromolekul ini
Sejalan pada perubahan akan mencair dan badan kaca
pertumbuhan pada badan kolaps menyusut
usia kaca

vitreus terlepas dari


PVD dapat terjadi robekan permukaan retina
retina atau pembentukan disebuut posterior timbul daya tarik atau
lubang karena penarikan oleh vitreus detachment
vitreus (PVD) traksi vitreus
cairan vitreus
memasuki ruang
subretina

Sejalan dengan waktu daerah


yang terlepas bertambah luas
karena semakin banyak cairan
yang tertimbun
Manifestasi Klinis
• Flashes (photopsia),muncul pada saat suasana gelap. Gejala ini
cenderung terjadi terutama sebelum tidur malam. Kilatan cahaya (flashes)
biasanya terlihat pada lapangan pandang perifer. Gejala ini harus
dibedakan dengan yang biasanya muncul padamigrain, yang biasanya
muncul sebelum nyeri kepala
• Floaters, Titik hitam yang melayang di depan lapangan pandang adalah
gejala yang sering terjadi
• Penurunan visus, Gejala ini dapat terjadi jika retina detach melibatkan
makula dan kadang kadang benda terlihat seperti bergetar atau disebut
pula metamorphopsia.
• Defek lapangan pandang, Gejala ini adalah merupakan gejala lanjut dari
retinal detachment
Pemeriksaan diagnostic
Slit lamp biomicroscopy dimana biasanya kamera okuli anterior
ditemukan dalam batas normal. Pada pemeriksaan badan kaca
kadang-kadang ditemukan adanya pigmen yang terlihat sebagai
tobacco dust. Hal ini merupakan tanda patognomonik untuk
robekan retina pada 70 % kasus tanpa riwayat penyakit mata
atau pembedahan sebelumnya.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan oftalmoskopi. Direct
oftalmoscopy dapat mendeteksi perdarahan vitreus dan detach
retina yang luas. Daerah detach ditandai dengan daerah abu-abu
dengan warna pembuluh darah lebih gelap yang terletak pada
daerah yang melipat
Asuhan Keperawatan
1. Anamnesa : identitas klien (nama, usia, jenis kelamin, agama, pekerjaan dll)
2. Keluhan utama : Pada awal penyakit biasanya penderita mengeluh melihat kilatan cahaya (fotopsia) maupun
melihat adanya bercak bercak yang bergerak pada lapangan penglihatanya (floaters).
3. Riwayat penyakit terdahulu : pasien pernah menderita penyakit yang menjadi faktor resiko timbulnya retinal
dethacment seperti myopia, retinopati, trauma pada mata.
4. Riwayat psikososial dan spiritual : Apakah pasien mengalami kecemasan, rasa takut, kegelisahan karena
penyakit yang dideritanya dan bagaimana pasien menggunakan koping mekanisme
5. Pola aktivitas : bagaimana aktivitas psien setelah mengalami tanda dan gejala dari retinal dethacment, apakah
terjadi penurunan tau tidak.
6. Pemeriksaan Fisik
• Lakukan pemeriksaan segmen luar untuk menilai tanda-tanda trauma
• Periksa pupil dan tentukan ada atau tidaknya defek pupil aferen
• Periksa ketajaman penglihatan
• Periksa konfrontasi lapangan pandang
7. Diagnosa Keperawatan
• Resiko jatuh b/d gangguan penglihatan
Intevensi
Diagnosa SLKI SIKI
Resiko jatuh b/d gangguan Setelah dilakukan asuhan Pencegahan jatuh
penglihatan keperawatan selama 1x 24 jam 1. Identifikasi faktor resiko
diharapkan pasien tingkat jatuh (gangguan penglihatan)
pasien menurun dengan kriteia 2. Orientasi ruaanga kepada
hasil : pasien dan keluarga
1. Jatuh saat berjalan menurun 3. Pastika bed rel terpasangan dan
roda di tempat tidur terkunci
4. Gunakan alat bantu berjalan
5. Edukasi keselamatan
lingkungan
04 Epistaksis
Definisi
Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari
lubang hidung, rongga hidung atau nasofaring. Epistaksis bukan
suatu penyakit, melainkan gejala dari suatu kelainan yang mana
hampir 90 % dapat berhenti sendiri. Epistaksis dapat terjadi pada
segala umur, dengan puncaknya terjadi pada anak-anak dan
orang tua
Klasifikasi
1. Lokal
• Trauma. Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan, misalnya mengorek hidung,
benturan ringan, bersin atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagai akibat trauma
yang lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas.
• Infeksi. Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik, seperti
lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.
• Neoplasma. biasanya sedikit dan intermiten, kadang-kadang ditandai dengan mukus yang
bernoda darah,
• Kelainan kongenital. Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah
perdarahan telangiektasis herediter (hereditary hemorrhagic telangiectasia / Osler's disease).
• Deviasi Septum. terjadi peralihan posisi dari septum nasi dari letaknya yang berada di garis
medial tubuh.
• Pengaruh lingkungan. sering terjadi pada udara yang kering dan saat musim dingin yang
disebabkan oleh dehumidifikasi mukosa nasal
Lanjutan…
2. Sistemik
a) Kelainan darah. trombositopenia, hemofilia dan leukemia.
b) Penyakit Kardiovaskuler
• Hipertensi. kerapuhan
• Arterioklerosis.
c) Diabetes Melitus
d) Infeksi akut (demam berdarah)
e) Gangguan Hormonal
f) Alkoholisme
Manifestasi
• Darah yang berwarna merah cerah yang keluar dari lubang
hidung, berasal dari hidung anterior
• Darah yang berwarna merah gelap atau cerah dari bagian
belakang tenggorokan, berasal dari hidung posterior
• Pusing, dan sedikit sulit bernapas
• Perembesan dibelakang septum nasal, ditelinga tengah dan
dissudut mata
• Hemoragi parah : HIpotensi, denyut nadi cepat, dyspnea, dan
pucat.
Patofisiologi
Epistaksis terjadi karena adanya erosi pada mukosa
rongga hidung yang memiliki banyak pembuluh darah.
Patofisiologi erosi mukosa ini menyebabkan pembuluh darah
menjadi terpapar, kemudian pecah, dan terjadi perdarahan.
Secara normal, perdarahan akan segera berhenti oleh
mekanisme pembekuan darah dan vasokonstriksi. Adanya
gangguan pada salah satu mekanisme tersebut akan
memperpanjang proses perdarahan.
Epistaksis dibedakan menjadi anterior dan posterior
berdasarkan letak perdarahannya
Lanjutan…
1. Epistaksis Anterior
• Epistaksis anterior merupakan jenis epistaksis yang paling sering
terjadi. Perdarahan anterior paling sering berasal dari pleksus
Kiesselbach. Pleksus Kiesselbach berlokasi di septum nasi dan
merupakan lokasi di mana cabang dari arteri Carotis Interna (arteri
ethmoidal anterior dan posterior) dan cabang dari arteri carotis
eksterna (arteri sphenopalantine dan cabang dari arteri maksilaris
interna) bertemu.
2. Epistaksis Posterior
• Sekitar 10% epistaksis berasal dari rongga hidung posterior.
Perdarahan dari posterior biasanya lebih hebat dan sulit dikontrol,
serta memiliki risiko sumbatan jalan nafas yang lebih besar.
Perdarahan biasanya berasal dari cabang arteri sphenopalantine di
rongga hidung posterior atau di nasofaring
Pemeriksaan Penunjang
1. Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali
neoplasma atau infeksi. Endoskopi hidung untuk melihat atau
menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya.
2. Skrining terhadap koagulopati. Tes-tes yang tepat termasuk
waktu protrombin serum, waktu tromboplastin parsial, jumlah
platelet dan waktu perdarahan.
Penatalaksanaan di Rumah Sakit
Lanjutan…
Farmakologi
• Vasokontriktor topical. Bekerja pada reseptor alfa adrenergic
pada mukosa nasal yang menyebabkan vasokonstriksi. Seperti
Oxymetazoline.
• Anestesi topical. Lidokain, mengurangi permeabilitas ion
natrium di membrane neuronal sehingga menghambat
depolarisasi dan menghambat transmisi impuls saraf. Diberikan
bersamaan dengan vasokonstriktor.
• Salep antibiotic. Untuk mencegah infeksi local dan memberikan
kelembapan local.
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
• Biodata : Nama, Usia, Jenis kelamin, Alamat, Suku, bangsa, Pendidikan dan
Pekerjaan
• Riwayat penyakit sekarang: Keluhan utama dan riwayta penyakit dahulu
• Riwayat penyakit keluarga
• Riwayat psikososial: intrapersonal dan interpersonal
• Pola fungsi kesehatan: pola persepsi dan tata laksana hidup sehat, pola nutrisi dan
metabolism, pola istirahat dan tidur, pola persepsi dan konsep diri, dan pola sensorik
• Pemeriksaan fisik
2. Diagnosa Keperawatan
• DX.1 Bersihan jalan napas tidak efektif b.d benda asing dalam jalan napas
• DX.2 Resiko perdarahan
Intervensi Keperawatan
DIAGNOSA SLKI SIKI
DX. I Bersihan Jalan Napas Manajemen bersihan jalan napas
1. Dispnea menurun 1. Kaji bunyi atau kedalaman napas dan
2. Gelisah menuru gerakan dada
3. Frekuensi napas membaik 2. Kaji dan dokumentasikan kemampuan
4. Pola napas membaik batuk efektif
3. Posisikan fowler atau semi fowler
4. Bersihkan benda asng dari mulut dan
trakea
5. Pertahankan masuknya intake cairan
6. Kolaborasi pemberian farmakologi

DX. II Tingkat cedera Manajemen perdarahan


1. Perdarahan menurun 1. Monitor keadaan umu
2. TD membaik 2. Monitor TTV
3. Frekuensi nadi membaik 3. Monitor jumlah perdaraha
4. Pola istorahat/tidur membaik 4. Kolaborasi dengan pmberian farmakologi
05 Fraktur Tulang Hidung
Definisi
Fraktur hidung adalah terjadinya diskontinuitas jaringan
tulang (patah tulang) yang biasanya disebabkan benturan keras.
Fraktur tulang hidung dapat mengakibatkan terhalangnya jalan
pernafasan dan deformitas pada hidung. Jenis dan kerusakan
yang timbul tergantung pada kekuatan, arah dan mekanismenya.
Jenis-jenis Fraktur Hidung
1. Fraktur lateral, Adalah kasus yang paling sering terjadi,
dimana fraktur hanya terjadi pada salah satu sisi saja,
kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu parah
2. Fraktur bilateral, Merupakan salah satu jenis fraktur yang
juga paling sering terjadi selain fraktur lateral, biasanya
disertai dislokasi septum nasal atau terputusnya tulang
nasal dengan tulang maksilaris
3. Fraktur direct frontal, Yaitu fraktur os nasal dan os frontal
sehingga menyebabkan desakan dan pelebaran pada
dorsum nasalis. Pada fraktur jenis ini pasien akan
terganggu suaranya
4. Fraktur comminuted, Adalah fraktur kompleks yang terdiri
dari beberapa fragmen. Fraktur ini akan menimbulkan
deformitas dari hidung yang tampak jelas.
Etiologi
1. Cedera Traumatik
• Cedera langsung berarti pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang patah secara spontan.
Pemukulan biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit di atasnya
• Cedera tidak langsung berarti pukulan langsung berada jauh dari lokasi benturan, misalnya jatuh dengan
tangan berjulur dan menyebabkan fraktur klavikula.
• Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak dari otot yang kuat.
2. Fraktur Patologik, Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur dapat juga terjadi pada berbagai keadaan berikut :
• Tumor Tulang ( Jinak atau Ganas ) : pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali dan progresif.
• Infeksi seperti osteomielitis : dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau dapat timbul sebagai salah satu
proses yang progresif, lambat dan sakit nyeri
• Rakhitis : suatu penyakit tulang yang disebabkan oleh defisiensi Vitamin D yang mempengaruhi semua
jaringan skelet lain, biasanya disebabkan kegagalan absorbsi Vitamin D atau oleh karena asupan kalsium
atau fosfat yang rendah.
3. Secara Spontan Disesbabkan oleh stress tulang yang terus menerus misalnya pada penyakit polio dan orang
yang bertugas dikemiliteran.
Patofisologi fraktur tulang hidung

Jika cedera lebih Trauma nassal dorsum nasi


parah berbentuk S,
asimetri apex,
kominusi pecah dan obstruksi
menjadi kecil- jalan napas
kecil seluruh fraktur salah satu
piramida 12 Tidak tertangani atau kedua os
nasal nasal

dislokasi septum
akan memiliki hasil kosmetik dan nasal di luar
fungsional yang jelek. krista maxillaris
Dislokasi septal
Patofisiologi
• Gangguan traumatik os dan kartilago nasal dapat menyebabkan deformitas eksternal dan obstruksi jalan napas
yang bermakna. Jenis dan beratnya fraktur nasal tergantung pada kekuatan, arah, dan mekanisme cedera.
Sebuah benda kecil dengan kecepatan tinggi dapat memberikan kerusakan yang sama dengan benda yang
lebih besar pada kecepatan yang lebih rendah.
• Trauma nasal bagian lateral yang paling umum dan dapat mengakibatkan fraktur salah satu atau kedua os
nasal. Hal ini sering disertai dengan dislokasi septum nasal di luar krista maxillaris Dislokasi septal dapat
mengakibatkan dorsum nasi berbentuk S, asimetri apex, dan obstruksi jalan napas. Trauma frontal secara
langsung pada hidung sering menyebabkan depresi dan pelebaran dorsum nasi dengan obstruksi nasal yang
terkait.
• Cedera yang lebih parah dapat mengakibatkan kominusi pecah menjadi kecil-kecil seluruh piramida 12 nasal.
Jika cedera ini tidak didiagnosis dan diperbaiki dengan tepat, pasien akan memiliki hasil kosmetik dan
fungsional yang jelek. Diagnosis fraktur nasal yang akurat tergantung pada riwayat dan pemeriksaan fisik yang
menyeluruh. Riwayat yang lengkap meliputi penilaian terhadap kekuatan, arah, dan mekanisme cedera
munculnya epistaksis atau rhinorea cairan serebrospinalis, riwayat fraktur atau operasi nasal sebelumnya, dan
obstruksi nasal atau deformitas nasal eksterna setelah cedera. Pemeriksaan fisik yang paling akurat jika
dilakukan sebelum timbulnya edema pasca trauma. Pemeriksaan ini memerlukan pencahayaan yang cukup
lampu kepala atau otoskop, instrumentasi spekulum hidung, dan suction sebaiknya tipe Frasier. Inspeksi pada
bagian dalam hidung sangat penting.
Pemeriksaan radiologis
1. Foto polos kepala tiga posisi,
Hampir 50% dari fraktur nasal akan terjawab dengan foto polos hidung.
Cedera tulang rawan tidak terdeteksi oleh radiografi, oleh karena itu tidak
dianggap rutin dilakukan pemeriksaan foto polos hidung hanya jika fraktur
nasal diduga terisolasi. Walaupun garis patah kadang tidak jelas dengan
membandingan sisi kontralateral, dapat ditemukan diskontinuitas tulang.
Perhatikan pengisian sinus oleh darah.
2. CT-Scan
Computed tomography (CT) scan menyediakan informasi terbaik mengenai
sejauh mana cedera patah tulang di hidung dan wajah, khususnya digital
Volume tomography (DVT). CT-Scan bisa melihat garis patah yang tidak
nampak dengan foto polos.
Komplikasi
• Fraktur nasal memiliki komplikasi segera dan komplikasi lambat.
Komplikasi segera berupa cedera pada ligamen kantus medius, cedera
duktus lakrimalis, nyeri hidung, hematom septum yang bila tidak ditangani
dapat menyebabkan deformitas saddle nose, fraktur lamina kribiformis
yang menyebabkan rinore CSF dan anosmia, epistaksis persisten dan
obstruksi jalan napas.
• Komplikasi lambatnya adalah deformitas hidung, perforasi dan nekrosis
septum saddle nose, kontraktur karena jaringan parut dan nyeri hidung
yang terus menerus.
• Emergensi pada fraktur nasal antara lain perdarahan hebat, sumbatan
hidung pada pasien neonatus, hematom septum pada pasien anak, rinore
CSF, dan gangguan penglihatan. Emergensi fraktur nasal harus segera
ditangani
Penatalaksanaan Kegawatan
Tindakan penyelamatan kegawatdaruratan dengan
memperhatikan jalan nafas, tanda vital, dan perdarahan. Pasien
dengan perdarahan hidung yang hebat biasanya dikontrol
dengan pemberian vasokonstriktor topikal, jika tidak berhasil
pasang tampon pita, katerisasi balon atau ligasi pembuluh darah
mungkin diperlukan walaupun jarang dilakukan. Tampon hidung
dipasang pada daerahperdarahan untuk menekan suplai
pembuluh darah, umumnya dilepaskan 2-5 hari kemudian. Pada
kasus akut pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala
sedikit ditinggikan untuk mengurangi edema. Antibiotika diberikan
untuk mengurangi risiko infeksi dan analgetika berperan
simptomatis mengurangi rasa nyeri
Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
• Identitas klien, meliputi nama, usia (bisa terjadi pada semua usia), jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaaan, alamat, agama, suku, nomer
registrasi dan diagnosa masuk.
• Keluhan utama: nyeri pada daerah nasal post trauma
• Riwayat penyakit sekarang: riwayat trauma pada daerah hidung
disertai nyeri dan perdarahan pada hidung.
• Riwayat penyakit dahulu: apakah ada penyakit degeneratif pada tulang
dan riwayat patah tulang pada hidung sebelumnya.
• Psikososial: kaji apakah ada rasa ketakutan akan kecacatan, rasa
cemas, dan gangguan citra diri.
Asuhan Keperawatan
2. Pemeriksaan fisik
• B1 (Breathing): adanya perubahan pada sistem pernafasan, karena adanya kerusakan jalan nafas atau
trauma pada nasal, adanya perdarahan pada daerah nasal, dan adanya suara nafas tambahan (ronchi)
pada trakea akibat perdarahan pada hidung.
• B2 (Bleeding) : didapatkan rejanan (syok hipovelemik) dengan intensitas sedang hingga berat akibat
perdarah pada hidung, kulit yang pucat menandakan adanya penurunan kadar hemoglobin dalam darah,
hipotensi menandakan adanya perubahan perfusi jaringan dan menandakan syok hipovolemik.
• B3 (Brain) : kesadaran bisa composmetis sampai koma tergantung pada keparahan trauma pada kepala.
Mengobservasi penampilan tingkah laku, gangguan dalam berbicara dan ekspresi wajah, biasanya pada
fraktur nasal terdapat pembengkakan pada daerah wajah.
• B4 (Bladder) : menkaji keaadan urin meliputi warna, jumlah dan karakteristik.
• B5 (Bowel) : pemenuhan nutrisi biasanya normal bila tidak disertai rasa nyeri saat menelan dan tidak ada
mual muntah, pola defekasi tidak ada kelainan.
• B6 (Bone) : fraktur pada tulang nasal akan mengganggu jalan nafas, adanya deformitas pada nasal dan
kaji adanya rasa nyeri tekan pada daerah nasal, terdapat perubahan warna kulit, warna kebiruan pada
daerah wajah menunjukan adanya sianosis.
3. Pemeriksaan penunjang
• Pemeriksaan radiologi dengan foto rongten dari arah lateral dapat menunjang diagnosis fraktur pada nasal.
Intervensi
Diagnosa SLKI SIKI
Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Jalan Nafas
hipersekresi jalan nafas diharapkan klien KH: 1) Monitor pola nafas
1) Frekuensi napas meningkat 2) Pertahankan kepatenan jalan napas
2) Pola napas meningkat 3) Posisikan semi fowler/fowler
4) Berikan oksigen

Nyeri akut b.d agen pencedera fisik : Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nyeri
trauma diharapkan klien KH : 1) Identifikasi skala nyeri
1) Kejadian luka/cedera menurun 2) Identifikasi factor yang memperberat
2) Perdarahan tidak ada nyeri
3) Fraktur membaik 3) Monitor efek samping pemberian
4) Gangguan mobilitas tidak ada alagetik
5) Pola istirahat baik 4) Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
5) Kolaborasi pemberian analgetik
06 Trauma Membrana Timpani
Definisi
Perforasi membran timpani adalah hilangnya sebagian atau
seluruh jaringan dari membran timpani yang menyebabkan
hilangnya sebagian atau seluruh fungsi dari membrane timpani.
Etiologi
Penyebab tersering dari perforasi membrane timpani adalah infeksi sebelumnya.
Infeksi akut pada telinga tengah seringkali menyebabkan terjadinya kurangnya suplai darah
ke membrane timpani yang seringkali berjalan dengan peningkatan tekanan pada telinga
dalam, hal ini mengakibatkan robeknya atau hilangnya jaringan membrane timpani, yang
biasanya diikuti dengan rasa nyeri. Jika robeknya membrane timpani tidak menyembuh
maka akan terjadi hubungan antara telinga tengah dan telinga luar, yang seringkali
menyebabkan infeksi yang berulang dan resistensi terhadap antibiotic yang digunakan
berulang kali
Penyebab lain dari perforasi adalah trauma fisik dari telinga, yang tersering adalah
pukulan yang keras kearah telinga dalam, tenaga yang timbul dapat memecahkan atau
merobek membran timpani. Beberapa trauma yang lain adalah, perubahan tekanan pada
telinga yang berubah secara mendadak, pada contohnya sering pada penyelam, yang
didahului dengan gangguan pada saluran telinga dan mulut, peradangan ataupun infeksi.
Manifestasi klinis
• Penurunan pendengaran
• Sensasi mendengar suara siulan saat meniup telinga atau
bersin
• Cairan yang keluar dari telinga dapat terus menerus
• Tanda-tanda infeksi telinga tengah (demam, nyeri, telinga
berdenging)
• Hilangnya fungsi pendengaran (test pendengaran), hal ini
menentukan apakah penderita membutuhkan alat bantuan
pendengaran atau tidak.
Patofisologi trauma telinga

Melalui tuba Infeksi telinga Teknan udara tengah


Bakteri masuk
eustachi tengah tidak ada

Gangguan
persepsi sensori Hantaran suara/ Retraksi
udara menurun membran timpani

Demam Edema pada inflamasi


membrane
timpani

Nyeri pada
telinga tengah
Komplikasi
Yang paling ditakutkan adalah jika infeksi telah menyebar
kedalam kepala sehingga menimbulkan infeksi di kepala seperti
meningitis dan encephalitis
Pemeriksaan penunjang
1. Otoskopi : prosedur diagnostik untuk memeriksa struktur dalam telinga menggunakan alat khusus
bernama otoskop atau auriskop. Tujuan utamanya adalah mendiagnosis abnormalitas atau kondisi
yang menyerang telinga, khususnya pada telinga tengah, karena strukturnyayang bertanggung
jawab atas pendengaran dan keseimbangan.
2. Timpanometri, : Timpanometri adalah pemeriksaan telinga yang berguna untuk menentukan
keadaan di telinga tengah. Dengan pemeriksaan timpanometri dapat diketahuai adanya cairan di
telinga tengah, adanya kekakuan tulang-tulang pendengaran, tekanan negatif di telinga tengah.
3. Test pendengaran
• swabach, : Tes untuk membandingkan hantaran tulang orang diperiksa dengan pemeriksa
yang pendengarannya normal
• webber, : Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga
kanan
• rinne : Tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan hantaran melalui tulang pad
telinga yang diperiksa
Penatalaksanaan
1. Terapi
• Bersihkan telinga dan pasang tampon steril
• Tetes telinga hidrokortison
• Antibiotik oral (Amoksisilin 3x500 mg oral atau Eritromisin 3x500 mg oral atau Cefadroxil 3x500
mg oral atau Ciprofloxacin 500 mg setiap 12 jam)
• Dan analgesik
2. Penatalaksanaan kedaruratan trauma telinga
• Pasien diistirahatkan duduk atau berbaring
• Atasi keadaan kritis (tranfusi, oksigen, dsb)
• Bersihkan luka dari kotoran dan dilakukan debridement lalu hentikan perdarahan
• Pasang tampon steril yang dibasahi antiseptik atau salep antibiotic
• Periksa tanda-tanda vital
• Pemeriksaan otoskopi secara steril dan dengan penerangan yang baik, bila mungkin dengan
bantuan mikroskop bedah atau loup untuk mengetahui lokasi lesi
• Pemeriksaan radiologi bila ada tanda fraktur tulang temporal. Bila mungkin langsung dengan
pemeriksaan CT scan
Asuhan Keperawatan
1. Anamnesa
• Nama :
• Umur :
• Pekerjaan :
• Tanggal Masuk RS :
• Riwayat Penyakit :
• KeluhanUtama :
2. Pengkajian Primer
• Airway :
• Circulation :
• Breathing :
3. Pengkajian Sekunder
• Alergi :
• Medikasi :
4. Pemeriksaan Fisik : Telinga nyeri hebat, ketidaktajaman mendengar suara, teresa bergema saat berbicara, vertigo, pusing,
terasa ada letupan saat menguap, suhu meningkat
5. Pemeriksaan Diagnostik :
6. Pemeriksaan Lab :
Analisa Data
• DO : • Dx : Nyeri Akut b.d.
1. Tampak meringis Agen Pencidera
2. Gelisah Fisiologis
3. Frekuensi Meningkat
4. TD meningkat
• DS:
1. Mengeluh Nyeri
Intervensi Keperawatan
Nyeri Akut b.d Agen Pencidera
Fisiologis
SLKI SIKI
Setelah diberikan tindakan Manajemen Nyeri
keperawatan selama 1 x 24
jam dihrapakan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi
klien dapat berkurang nyeri, krakteristik,
dengan kriteria hasil : frekuensi, kualitas,dan
1. Keluhan nyeri menurun skala nyeri
2. Klien sudah tidak 2. Edukasi teknik non
mengeluh nyeri
farmakologis
3. Frekuensi nafas normal
16-20x / menit 3. Kontrol lingkungan
4. Tekanan darah normal pencetus nyeri
110/90 4. Kolaborasi analgetik
jika perlu
Thank you!
T H A N K Y O U

Anda mungkin juga menyukai