Anda di halaman 1dari 16

ASAS HUKUM ACARA

PERDATA
Oleh : Cahyaning Nuratih W, SH., MH

DIKLAT KEMENDIKBUD
PELATIHAN PENANGANAN DAN PENYELESAIAN PERKARA PERDATA
JAKARTA, 26 S/D 28 FEBRUARI 2019
ISTILAH DAN PENGERTIAN HUKUM ACARA PERDATA

Sudikno Mertokusumo
• Hukum Acara Perdata adalah peraturan-peraturan hukum yang
mengatur bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata
materiil dengan perantaraan hakim.

Retnowulan Sutantio
• Hukum Acara Perdata disebut juga hukum perdata formil yaitu
kesemuanya kaidah hukum yang menentukan dan mengatur cara
bagaimana melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban perdata
sebagaimana yang diatur dalam hukum perdata materiil.
SUMBER HUKUM ACARA PERDATA

• UU Darurat Nomor 1 Tahun 1951


• HIR (Herziene Indonesisch Reglement / reglemen Indonesia yang
diperbarui : S.1848 No.16. S.1941 No.44) untuk daerah Jawa dan Madura
• RBg (Rechtsglement voor de Buitengewesten / reglemen daerah seberang :
S.1927 No.227) untuk daerah luar Jawa dan Madura
• Rv (Reglement op de Burgerlijke rechtsvordering / reglemen acara
perdata), hukum acara perdata untuk golongan Eropa : S.1847 No.52,
S.1849 No.63)
• RO (Reglement op de Rechterlijke Organisatie in hed beleid der Justitie in
Indonesie / Reglemen tentang Organisasi Kehakiman : S.1847 No.233)
SUMBER HUKUM ACARA PERDATA

• BW (Burgerlijk Wetboek) Buku ke-IV tentang Pembuktian dan


Daluwarsa
• UU Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
• UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
• UU Nomor 49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum
• Yurisprudensi
• Doktrin atau Ilmu Pengetahuan
• Instruksi, Surat Edaran dan Peraturan Mahkamah Agung
ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA

1. Hakim bersifat menunggu

1. Hakim pasif

1. Hakim aktif

1. Sidang pengadilan terbuka untuk umum

1. Mendengar kedua belah pihak


ASAS-ASAS HUKUM ACARA PERDATA

6. Putusan harus disertai alasan-alasan

7. Hakim harus menunjuk dasar hukum putusannya

7. Hakim harus memutus semua tuntutan

7. Beracara dikenakan biaya

10. Tidak ada keharusan mewakilkan


HAKIM BERSIFAT MENUNGGU

• Inisiatif untuk mengajukan gugatan sepenuhnya diserahkan kepada


mereka yang berkepentingan (yang merasa dirugikan). Hakim
bersikap menunggu diajukannya suatu perkara atau gugatan (Pasal
118 HIR/142 RBg).
• Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu
perkara dengan alasan apapun (UU 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman).
HAKIM PASIF

• Hakim dalam memeriksa suatu perkara bersifat pasif.


• Pihak yang merasa haknya dirugikanlah (Penggugat) yang menentukan
apakah ia akan mengajukan gugatan, seberapa besar tuntutannya, siapa
saja para pihak (Penggugat dan/atau Tergugat) dalam perkara tersebut.
• Dalam hal terjadi perdamaian atau pencabutan gugatan, para pihak yang
menentukan apakah perkara tersebut akan dilanjutkan atau dihentikan.
• Hakim terikat pada peristiwa yang menjadi sengketa yang diajukan oleh
para pihak. Dalam pembuktian para pihaklah yang diwajibkan
membuktikan, bukan hakim, karena hakim hanya menilai siapa di antara
para pihak yang berhasil membuktikan kebenaran dalilnya dan apa yang
benar dari dalil yang dikemukakan para pihak.
HAKIM AKTIF

• Hakim aktif memimpin sidang, melancarkan jalannya persidangan,


membantu para pihak dalam mencari kebenaran, penjatuhan
putusan, sampai dengan pelaksanaan putusan (eksekusi).
• Hakim memimpin jalannya sidang agar dapat tercapai peradilan yang
tertib dan lancar sehingga asas peradilan cepat dapat tercapai.
• Dalam menjatuhkan putusan hakim wajib menambahkan dasar
hukum yang tidak dikemukakan oleh para pihak (Pasal 178 (1)
HIR/189 (1) RBg).
• Hakim wajib mengadili seluruh gugatan dan dilarang menjatuhkan
putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih dari
yang dituntut.
SIDANG PENGADILAN TERBUKA UNTUK UMUM

• Pada asasnya sidang pemeriksaan perkara di pengadilan adalah terbuka


untuk umum.
• Setiap orang dibolehkan menghadiri dan mendengarkan pemeriksaan
perkara di persidangan.
• Asas ini bertujuan untuk memberikan perlindungan hak-hak asasi manusia
dalam bidang peradilan serta menjamin objektivitas peradilan dengan
pertanggungjawabkan pemeriksaan yang fair, tidak memihak, serta
putusan yang adil kepada masyarakat (Pasal 13 (1) UU 48/2009).
• Merupakan syarat mutlak (Pasal 13 ayat (2) UU 48/2009),.
• Tidak dipenuhinya persyaratan tersebut mengakibatkan putusan tidak sah
dan tidak mempunyai kekuatan hukum dan akibatnya putusan adalah batal
demi hukum.
MENDENGAR KEDUA BELAH PIHAK (audi et alteram
partem)
• Dalam hukum acara perdata pihak-pihak berperkara harus sama-
sama diperhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil serta
masing-masing harus diberi kesempatan untuk memberikan
pendapatnya.
• Hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak
sebagai benar apabila pihak lawan tidak didengar atau tidak diberi
kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya.
• Pengajuan alat bukti harus dilakukan di muka sidang yang dihadiri
oleh kedua belah pihak (Pasal 158 (1) (2) HIR).
PUTUSAN HARUS DISERTAI ALASAN-ALASAN

• Semua putusan hakim harus memuat alasan-alasan putusan yang


dijadikan sebagai dasar untuk mengadili (Pasal 23 UU 14/1970, Pasal
184 (1) HIR/195 RBg).
• Alasan-alasan tersebut dimaksudkan sebagai pertanggungjawaban
hakim dari pada putusannya terhadap masyarakat, para pihak, dan
pengadilan yang lebih tinggi sehingga mempunyai nilai objektif.
• Putusan yang tidak lengkap atau kurang pertimbangannya
(onvoldoende gemotiveerd) merupakan alasan untuk kasasi dan
dapat dibatalkan. (MA tanggal 22 Juli 1970 No. 638 K/Sip/1969 dan
tanggal 16 Desember 1970 No. 492 K/Sip/1970).
HAKIM HARUS MENUNJUK DASAR HUKUM
PUTUSANNYA
• Ius curia novit.
• Hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu
perkara dengan alasan apapun sebab hakim dianggap tahu akan
hukumnya.
• Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum
yang hidup dalam masyarakat (Pasal 27 UU 14/1970).
• Hakim harus mengadili menurut hukum (Pasal 5 (1) UU 14/1970).
HAKIM HARUS MEMUTUS SEMUA TUNTUTAN

• Hakim harus memutus semua tuntutan dari pihak (Pasal 178 (2)
HIR/189 (2) RBg).
• Ditolak atau dikabulkannya tuntutan-tuntutan tersebut tergantung
dari terbukti atau tidaknya hal-hal yang dituntut tersebut.
• Hakim tidak boleh memutus lebih atau lain dari pada yang dituntut
(Pasal 178 (3) HIR/189 (3) RBg).
BERACARA DIKENAKAN BIAYA

• Pada asasnya seseorang yang akan berperkara di pengadilan


dikenakan biaya (Pasal 182, 183 HIR/193 RBg).
• Biaya perkara meliputi biaya kepaniteraan dan biaya untuk panggilan,
pemberitahuan para pihak, serta biaya materai.
• Bagi yang tidak mampu membayar biaya perkara dapat mengajukan
perkara secara Cuma-Cuma (prodeo) dengan mendapatkan izin untuk
dibebaskan dari membayar biaya perkara (Pasal 237 HIR) dan dengan
melampirkan surat keterangan tidak mampu yang dibuat oleh
pejabat setempat (Camat).
TIDAK ADA KEHARUSAN MEWAKILKAN

• HIR/RBg tidak mewajibkan orang untuk mewakilkan kepada orang


lain apabila hendak berperkara di pengadilan, baik sebagai penggugat
maupun sebagai tergugat.
• Pemeriksaan di persidangan dapat terjadi secara langsung terhadap
para pihak yang berkepentingan.
• Apabila dikehendaki para pihak dapat dibantu atau diwakili oleh
kuasanya (Pasal 123 HIR/147 RBg).
• Hakim tetap akan memeriksa perkara yang diajukan meskipun para
pihak tidak mewakilkannya kepada seorang kuasa.

Anda mungkin juga menyukai