Anda di halaman 1dari 9

Kimia organic dibidang

perikanan

NAMA : ZELKA AMELIA DAMAYANTI RAHMAN


NIM : 91801004
BAB I
PENDAHULUN
A. Latar Belakang
Kimia organik adalah percabangan studi ilmiah dari ilmu kimia
mengenai struktur, sifat, komposisi, reaksi, dan sintesis senyawa
organik. Senyawa organik dibangun terutama oleh karbon dan
hidrogen, dan dapat mengandung unsur-unsur lain seperti nitrogen,
oksigen, fosfor, halogen dan belerang.
Ada banyak sekali penerapan kimia organik dalam kehidupan sehari-
hari, diantaranya adalah pada bidang makanan, obat-obatan, bahan
bakar, pewarna, tekstil, parfum, dan lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah
bagaimana kontaminasi senyawa kimia pada ikan yang digunakan
sebagai pangan?

c. Tujuan
Mengetahui kontaminasi senyawa kimia pada ikan yang digunakan
sebagai pangan
BAB II
PEMBAHASAN
Kontaminasi senyawa kimia pada ikan atau produk ikan dapat terjadi secara
alami maupun dalam proses pengolahan. Keberadaan kontaminan senyawa kimia
tersebut dapat mempengaruhi rasa, kenampakan (tampilan), dan yang paling
perlu diperhatikan adalah pengaruhnya terhadap mutu dan keamanannya.
Rasa dari produk perikanan yang tercemar senyawa kimia akan terasa
menyimpang, tergantung dari senyawa kimia yang mencemarinya.
Kenampakan beberapa produk perikanan yang tercemar senyawa kimia dapat
dilihat dengan mudah, seperti kekerangan yang memiliki kemampuan sebagai
filter kimia terhadap logam berat, dagingnya cenderung memiliki kenampakan
merah kehitaman.
Sedangkan dari segi keamanan pangan, kasus yang cukup terkenal akibat
keracunan logam berat adalah keracunan merkuri yang pernah terjadi di Teluk
Minamata Jepang (1953-1960) yang menimbulkan korban hingga 2.265 orang
(1.784 di antaranya telah meninggal). Kasus yang terjadi di Indonesia adalah di
Teluk Buyat, seperti halnya pada kasus Minamata, menimbulkan korban lebih dari
seratus orang menderita cacat dan beberapa meninggal.
Masalah yang berkaitan dengan kontaminasi bahan kimia di lingkungan hampir
semuanya akibat ulah manusia. Bahan-bahan pencemar di lingkungan laut yang
berasal dari berbagai aktifitas manusia telah lama diketahui memiliki dampak buruk
yang tidak diinginkan, memiliki kemampuan untuk merusak ekosistem di lingkungan
lautan.

Laut menampung ratusan juta ton bahan limbah dari prosesing industri, lumpur dari
instalasi pengolahan limbah, bahan kimia yang digunakan dalam pertanian, dan limbah
yang tidak diolah dari populasi perkotaan yang besar, semuanya mengalir ke perairan
dan berkontribusi dalam mencemari lingkungan laut di wilayah pesisir ataupun air
tawar.

Dari sini bahan kimia tersebut mengkontaminasi ikan dan organisme air lainnya.
Peningkatan jumlah bahan kimia yang dapat ditemukan pada spesies predator sebagai
akibat dari biomagnifikasi, yaitu akumulasi bahan pencemar yang bersifat non-
biodegradable pada tingkat tropik tertinggi rantai makanan. Atau akibat dari
bioakumulasi, yaitu peningkatan konsentrasi bahan kimia dalam jaringan tubuh yang
terakumulasi selama rentang kehidupan individu.

Dalam hal ini, ikan yang lebih besar (tua), akan memiliki kandungan bahan kimia yang
lebih tinggi dari pada ikan kecil (muda) dari spesies yang sama. Oleh karena itu
kandungan kontaminan kimia dalam ikan sangat tergantung pada lokasi geografis,
jenis dan ukuran ikan, pola makan, kelarutan kimia dan ketahanan mereka dalam
lingkungan.
Dalam proses pengolahan produk perikanan, harus diciptakan kondisi pengolahan hasil perikanan
yang higienis dengan tujuan akhirnya untuk menghasilkan produk yang higienis.

Untuk itu diterapkan Sanitation Standard Operating Prosedure (SSOP), yaitu prosedur sanitasi
yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh perusahaan, yang merupakan salah satu persyaratan
kelayakan dasar untuk melakukan pengawasan terhadap kondisi lingkungan agar tidak menjadi
sumber kontaminasi terhadap produk yang dihasilkan.

Dalam pelaksanaan SSOP tersebut digunakanlah senyawa kimia sebagai bahan pembersih,
sanitizer dan desinfektan, yang apabila penggunaannya tidak tepat akan menyebabkan
kontaminasi.

Senyawa yang banyak digunakan pada industri pengolahan hasil perikanan yaitu klorin, hipoklorit,
gas klorin, trisodium posphat terklorinasi, kloramin, klorin dioksida, turunan asam isosianurat,
diklorosodium metilidantion, quats, iodhopor.

Namun yang selama ini yang dipakai secara luas adalah klorin karena keunggulanya yaitu aktivitas
spektrumnya luas, efektif terhadap bakteri gram negatif dan positif serta spora bakteri, harga
murah, mudah didapat dan tidak terpengaruh air sadah. Namun memiliki kekurangan yaitu
menyebabkan korosi (pada pH tinggi). Jumlah klorin yang digunakan tidak boleh terlalu sedikit
(tidak bermanfaat), dan tidak boleh terlalu banyak (menimbulkan bau tidak sedap).
Untuk menghindari terjadinya kontaminasi, penggunaan bahan pembersih dan
sanitizer harus mentaati aturan pakai yang dikeluarkan oleh produsen, dan
menghindari melakukan pencampuran berbagai bahan kimia yang tidak dipahami
benar reaksinya.

Bahan kimia harus disimpan dalam ruang terpisah dari ruang penyimpanan produk
olahan dan bahan pengemas. Bahan kimia desinfektan harus dipisah
penyimpanannya dengan bahan kimia yang ditambahkan dalam bahan makanan.

Setiap kemasan bahan kimia harus diberi label yang mempunyai identitas jelas.
Pembasmian serangga dengan pestisida harus mendapat persetujuan dari
lembaga pemerintah terkait, dan penggunaannya harus dalam pengawasan.
BAB III
KESIMPULAN
Dalam proses pengolahan produk perikanan, harus diciptakan kondisi pengolahan hasil
perikanan yang higienis dengan tujuan akhirnya untuk menghasilkan produk yang
higienis.
Untuk itu diterapkan Sanitation Standard Operating Prosedure (SSOP), yaitu prosedur
sanitasi yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh perusahaan, yang merupakan salah
satu persyaratan kelayakan dasar untuk melakukan pengawasan terhadap kondisi
lingkungan agar tidak menjadi sumber kontaminasi terhadap produk yang dihasilkan.
Beberapa jenis kontaminan bahan kimia yang biasa ditemukan yaitu antara lain : (a)
senyawa kimia anorganik: antimon, arsenik, kadmium, timah, merkuri, selenium,
sulfida (digunakan dalam pengolahan udang); (b) senyawa kimia organik:
polychlorinated biphenyls (PCBs), polychlorinated dibenzo-dioxins (PCDDs), pestisida
organoklorin (OCP), polyaromatic hydrocarbons (PAHs); dan (c) senyawa kimia terkait
prosesing: nitrosamin dan kontaminan yang terkait dengan budidaya ikan (antibiotik,
hormon).
Secara geografis, risiko dari residu kimia yang perlu perhatian adalah terhadap hasil
penangkapan ikan dan kerang dari perairan pesisir lebih rentan terhadap pencemaran.
Beberapa negara telah menetapkan maksimum residu kontaminan senyawa kimia,
antara lain DDT 2,0 mg/kg (Denmark), Dieldrin 0,1 mg/kg (Swedia), PCB 2,0 mg/kg
(Swedia), Lead 2,0 mg/kg (Denmark), dan Mercury 0,5 mg/kg (MEE).

Berbagai langkah perlu dilakukan untuk mengendalikan terjadinya kontaminasi kimia


dan risikonya terhadap kesehatan masyarakat. Peraturan pencegahan pencemaran
untuk meminimalkan kontaminasi bahan kimia dan biologis ke lingkungan perairan
harus diperkuat dan ditegakkan.

Institusi yang terkait harus mampu mencegah atau mengurangi tingkat konsumsi
organisme air dengan tingkat kontaminan yang relatif tinggi (dari perairan yang
tercemar), serta secara aktif mendukung penelitian untuk menentukan risiko dari
konsumsi kontaminan pada makanan laut dan mengembangkan pendekatan untuk
mengurangi risikonya.

Negara harus bertanggung-jawab dalam pemantauan lingkungan, penutupan daerah


penangkapan yang tercemar, mengeluarkan petunjuk pemeliharaan kesehatan
terhadap akibat kontaminasi, serta mengembangkan program pendidikan publik
tentang bahaya spesifik kontaminan kimia melalui lembaga pemerintah dan profesi
kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai