Anda di halaman 1dari 92

Toksikologi Forensik

Saebani
Definisi
Toksikologi : Ilmu yang mempelajari tentang efek merugikan berbagai
bahan kimia dan fisika pada semua sistem kehidupan.

Toksikologi kedokteran didefinisikan sebagai efek merugikan pada


manusia akibat paparan bermacam obat dan unsur kimia lain serta
penjelasan keamanan atau bahaya yang berkaitan dengan
penggunaan obat dan bahan kimia tersebut.

Toksikologi Forensik : Ilmu yang mempelajari tentang penerapan Ilmu


toksikologi, yang berguna untuk membantu proses peradilan.
Toksikologi forensik tidak hanya untuk mengidentifikasi / mengetahui
jumlah / kuantitas dari obat, racun atau bahan-bahan dalam tubuh
manusia tapi juga dapat menentukan akibat-akibatnya.

Paracelsus menyebutkan “ semua substansi adalah racun; tiada yang


bukan racun. Dosis yang tepat membedakan racun dari obat (dosis
sola facit venenum)”.
Keracunan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah terkena racun, termakan racun. Racun adalah zat
(gas dan sebagainya) yang dapat menyebabkan sakit atau
mati kalau dimakan, dihirup, dan sebagainya.

Selain itu racun adalah unsur dalam bentuk apapun yang


dimasukkan dalam tubuh dengan cara apapun yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, atau
kematian.

Menurut Panut Djojosumarto dalam “Pestisida dan


Aplikasinya”, racun adalah suatu zat yang bekerja dalam
tubuh secara kimiawi dan secara faali, yang dalam dosis
toksik selalu menyebabkan gangguan fungsi tubuh, hal ini
dapat berakhir dengan penyakit atau kematian.
Toksisitas didefinisikan sebagai kemampuan bahan kimia untuk
menyebabkan kerusakan atau injuri, istilah toksisitas merupakan istilah
kualitatif, terjadi atau tidak terjadinya kerusakan tergantung pada
jumlah unsur kimia yang terabsopsi.

Hazard adalah kemungkinan kejadian kerusakan pada suatu situasi


atau tempat tertentu; kondisi penggunaan dan kondisi paparan menjadi
pertimbangan utama. Untuk menentukan bahaya, perlu diketahui
dengan baik sifat bawaan toksisitas unsur dan besar paparan yang
diterima individu.

Toksikokinetik merujuk pada absopsi, distribusi, ekskresi, dan


metabolisme toksin, dosis toksin dari bahan terapeutik dan berbagai
metabolitnya.

Toksikodinamik digunakan untuk merujuk berbagai efek kerusakan


unsur tersebut pada fungsi vital
Klasifikasi Keracunan
Menurut Cara Terjadinya
1. Self poisoning : Pada keadaan ini pasien makan obat dengan
dosis berlebihan tetapi dengan pengetahuan bahwa dosis ini tidak
membahayakan. Self poisoning biasanya terjadi karena kekurang
hati-hatian dalam penggunaan.

2. Attempted poisoning : Dalam kasus ini , pasien memang ingin


bunuh diri, tetapi bisa berakhir dengan kematian atau pasien
sembuh kembali karena salah tafsir dalam penggunaan dosis.

3. Accidental poisoning : Kondisi ini merupakan suatu kecelakaan


tanpa adanya unsur kesengajaan sama sekali. Kasus ini banyak
terjadi pada anak dibawah umur 5 tahun, karena kebiasaannya
memasukkan segala benda ke dalam mulut.

4. Homicidal poisoning : Keracunan ini terjadi akibat tindak kriminal


yaitu seseorang dengan sengaja meracuni seseorang.
Menurut Waktu Terjadinya
Keracunan kronis
Diagnosis keracuna ini sulit dibuat, karena gejala timbul perlahan dan
lama sesudah pajanan. Gejala dapat timbul secara akut setelah
pemajanan berkali-kali dalam dosis yang relatif kecil.

Keracunan akut
Terjadi secara mendadak setelah makan atau terkena sesuatu. Pada
keracunan akut biasanya mempunyai gejala hampir sama dengan
sindrom penyakit, oleh karena itu harus diingat adanya kemungkinan
keracunan pada sakit mendadak.
Metode Kontak
Tertelan
Efeknya bisa lokal pada saluran cerna dan bisa juga sistemik. Contoh
kasus: over dosis obat, pestisida.

Topikal (melalui kulit, mata, dll)


Efeknya iritasi lokal, tapi bisa berakibat keracunan sistemik. Kasus ini
biasanya terjadi di tempat industri. Contoh : soda kaustik, pestida
organofosfat.

Inhalasi
Iritasi pada saluran nafas atas dan bawah, bisa berefek pada absopsi
dan keracunan sistemik. Keracunan melalui inhalasi juga banyak
terjadi di tempat-tempat industri. Contoh : atropin, gas klorin, CO
(karbonmonoksida).

Injeksi
Efek sistemik, iritasi lokal dan bisa menyebabkan nekrosis. Masuk ke
dalam tubuh bisa melalui intravena, intramuskular, intrakutan maupun
intrademal.
Efek Biologis
Potensiasi : satu dari dua bahan tidak menimbulkan toksik, namun
ketika terjadi paparan kedua bahan tersebut, efek toksik dari bahan
yang aktif akan meningkat.

Sinergistik : Dua bahan yang mempunyai sifat toksik sama atau salah
satu bahan memperkuat bahan yang lain, maka efek toksik yang
dihasilkan lebih bahaya.

Antagonistik : dua bahan toksik yang mempunyai kerja berlawanan,


toksik yang dihasilkan rendah/ringan.

Toleransi: Merupakan keadaan yang ditandai oleh menurunnya reaksi


terhadap efek toksik suatu bahan kimia tertentu. Biasanya efek toksik
campuran bahan kimia bersifat adiktif.
Berasal dari kata “Pest” yang berarti hama dan “ Cide” yang berarti
membunuh.

Menurut Food and Agricultural Organization (FAO.1986) dan Peraturan


Pemerintah RI No. 7 th 1973 pestisida adalah:
“Semua campuran bahan kimia yang digunakan untuk membunuh,
mencegah, mengusir, merangsang, mengatur, dan mengendalikan
hama”

Dinegara berkembang, inseden keracunan pestisida 13 kali lebih tinggi


dibandingkan negara industri yang menggunakan 85% dari produk
dunia. Hal ini memicu tingginya angka kematian disebabkan karena
keracunan pestisida.
Definisi Pestisida oleh Environmental Protection Agency (EPA)
Amerika: suatu bahan atau campuran bahan untuk mencegah,
membasmi, menolak, atau mengurangi hama,
Istilah hama digunakan untuk binatang, tumbuhan, atau
mikroorganisme yang berbahaya, merusak, atau mengganggu.

Efek keracunan yang ditimbulkan bermacam-macam mulai dari efek


sistemik, neurologik, sampai kematian.

Golongan Pestisida:
1. Golongan Organoklorin ( organochlorine)
misalnya DDT, Dieldrin, Endrin, dll.
2. Golongan Organofosfat ( organophosphats)
misalnya Parathion, Malathion, dll.
3. Golongan Karbamat ( carbamats)
termasuk baygon, bayrusil, Propoxur, dll.
Departemen kesehatan pada 1998 menyatakan bahwa urutan
pemakaian pestisida yang terbanyak adalah:
Insektisida sebanyak 55,42%
Herbisida 12,25%
Fungisida 12,05%
Rodentisida 2,81%

Tingginya angka kejadian keracunan dipicu


oleh pemakaian secara “Cover Blanket
System” oleh para pengguna terutama
petani.
Organoklorin
Memiliki nama dagang Genitox, Anofex, Detoxan, Dicophane,
Pentachlorine, dan Gesarol.

DDT (Dikloro difenil trikloro = klorofenotan) mengandung DDD (1,1-


dichloro-2,2-bis(p-chlorophenyl)ethane) dan DDE (1,1-dichloro-2,2-
bis(p-chlorophenyl)ethane) sebagai kontaminan. DDT adalah bubuk
putih amorfous yang meleleh pada suhu 80-94°C.

Senyawa-senyawa organoklorin, seperti chlorinated hydrocarbon


sebagian besar menyebabkan kerusakan pada komponen-komponen
selubung syaraf (schwann cells) menyebabkan fungsi syaraf
terganggu. Organoklorin sukar terurai oleh faktor-faktor lingkungan dan
persifat persisten, cenderung menempel pada lemak dan partikel tanah
sehingga dalam tubuh dapat terjadi penimbunan.
DDT lambat diabsorbsi melalui saluran cerna. Dalam bentuk bubuk
tidak diabsorbsi melalui kulit, kecuali bila dilarutkan dalam solven
organik.

Dalam bentuk aerosol absorbsi dapat melalui pernafasan bila terhirup.


Setelah diabsorbsi DDT dalam jumlah besar akan ditimbun di jaringan
lemak. DDT mengalami degradasi dengan lambat menjadi DDA (Asam
dikloro difenil asetat).

Didalam urin DDT sedikit sekali atau bahkan tidak ada dalam bentuk
tetap. Sekresi klorin organik melalui saluran kemih meningkat,
mencapai puncaknya dalam 24 jam kemudian lama-lama menurun
sampai 10 hari. Sebagian besar klorin ini terdapat dalam bentuk DDA.
DDT merupakan stimulator SSP yang kuat dengan efek
eksitasi langsung pada neuron, yang mengakibatkan
kejang-kejang dengan mekanisme yang belum jelas.
Derajat kejang sebanding dengan kadar DDT dalam otak.
Kejang bersifat epileptifor dengan interval kejang yang
makin lama makin meningkat. Kematian terjadi akibat
depresi pernafasan atau akibat fibrilasi ventrikel. Selain itu
paparan dapat menghambat kerja enzim hepar.
Organofosfat
Organofosfat adalah salah satu jenis insektisida yang mengandung
fosfat organic. Zat ini pertama kali disintesis oleh Lassaigne dengan
mereaksikan alkohol dan asam fosfat di Jerman pada awal perang
dunia ke II.

Insektisida golongan ini terdiri dari:


Tetraethyl pyrophosphate
Palathion
Malathion
Diazinon
Chlorpyrifos

Semua organofosfat efektif untuk serangga tetapi juga berefek


toksik bila tertelan mamalia.
Organofosfat diserap secara cepat melalui kulit, paru, pencernaan dan
membran mukosa lain. Kecepatan penyerapan tergantung dari tempat
masuk, kadar, potensi insektisida, kelarutan dalam lemak dan
kecepatan metabolisme. Gejala akan muncul dalam beberapa jam
setelah penelaan, dan akan muncul dengan segara setelah
penghirupan.
Gejala berupa:
Hipersekresi disemua kelenjar: Hipersekresi dapat berupa lakrimasi,
hipersalivasi, hipersekresi bronkus, hingga udem paru.
Bradicardia: adanya bradicardi dapat terjadi hipotensi.
Gejala otot: gejala otot berhubungan dengan aktivitas reseptor
nikotinik, berupa kelemahan umum, paralisis, dan fasikulasi.
Gejala susunan saraf pusat: Reseptor nikotinik neural
bertanggungjawab terhadap terjadinya kejang, tremor, atau depresi
susunan saraf pusat berupa hilangnya refleks-refleks.
Setelah masuk kedalam tubuh akan bekerja berupa blok pada system
pseudokolinesterase pada plasma dan kolinesterase pada darah
merah dan sinaps saraf (neuromusculer junction). Enzim tersebut
secara normal menghidrolisis asetilkholin menjadi asetat dan kholin.
Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetilkholin
meningkat dan berkaitan dengan reseptor muskarinik.

Takaran fatal untuk golongan organofosfat:


Malation 1-5 gram
Parathion 10 mg/kgBB
Systtox 100mg
Tetraetilpirifosfat 0,4 mg/kgBB

Pada kasus keracunan organofosfat dari pemeriksaan laboratorium


ditemukan leukositosis (sebagai reaksi stress tubuh), hemokonsentrasi
(akibat kehilangan cairan), asidosis (akibat anoksia sel), hiperglikemi,
hipokalemia, hipomagnesia (akibat pelepasan katekolamin)
Rasio antara dosis yang menyebabkan kematian dan dosis yang
menimbulkan gejala minimal keracunan jelas lebih besar pada
karbamat daripada organofosfat dan organoklorin.

Pada laki-laki dewasa, dosis 1,5 mg/kg dari sudah mengalami


penghambatan enzim kolinesterase dijumpai mual, muntah,
pandangan kabur, takikardi, keringat berlebihan. Gejala ini
menghilang dan mengalami penyembuhan 3 jam setelah terpapar.
Kematian disebabkan kegagalan pernafasan dan blok jantung, dosis,
atau takaran fatal untuk golongan karbamat (propoxur) adalah 95
mg/kgBB
Jika dicampur dengan pelarut etanol, Propoxur mempunyai nama
dagang Baygon selain itu disebut juga:
Blattanex, Sendran, Suncide, Unden, Tendex, atau Aprocarb

Struktur kimia
Oral LD50:
Pada tikus jantan 116.0 mg/kg
Pada tikus betina 95.0 mg/kg

Kontak kulit LD50:


Pada tikus betina maupun jantan >2400 mg/kg

Propoxur berupa kristalin putih bubuk yang memiliki aroma khas dan
titik lebur 86-91,5ºC. Senyawanya tidak terakumulasi di jaringan.
Merupakan insektisida non-sistemik yang biasa digunakan untuk
membasmi nyamuk pada area terbuka, lalat pada area agrikultur, kutu
pada hewan piaraan dan kecoa.
Golongan karbamat biasanya mudah diserap lewat kulit, mukosa,
saluran pernapasan, dan saluran pencernaan, tetapi ditemukan
beberapa perkecualian. Pada studi In vivo diketahui karbamat
semuanya diserap selama perjalanan melalui saluran cerna.

Menurut penelitian Ahdaya et al. Pada tikus, semua jenis karbamat


akan didistribusikan dengan cepat ke jaringan-jaringan dan organ.
Waktu paruh untuk masuk jaringan dan organ antara 8-17 menit.

Hidrolisis karbamat dikatalisis oleh suatu kelompok enzim yang dikenal


sebagai A-esterase atau arilesterase . Residu karbamat hasil reaksi
hidrolisis akan mengalami reaksi konjugasi sehingga dapat dieliminasi
lewat urin atau fases.
Pengahambatan asetilkolin esterase oleh ester karbamat akan
menyebabkan peninggian konsentrasi asetilkolin. Hal ini akan
menyebabkan perangsangan berlebihan pada reseptor-reseptor
asetilkolin dan akan mengakibatkan manifestasi muskarinik dan
nikotinik, serta sistem saraf pusat.

Manifestasi muskarinik berupa sekresi bronkus meningkat, keringat


yang berlebihan, sekresi kelenjar ludah dan lakrimasi yang meningkat,
pupil mengecil, bronkokonstriksi, kejang perut, muntah, dan diare.

Manifestasi nikotinik menyebabkan fasikulasi otot, pada kasus berat


diafragma dapat terkena, dan takikardi.
Manifestasi dari efek toksik propoxur:
Keracunan kulit akut dengan derajat ringan-sedang kecuali pada
aldicarb. Pada derajat berat terjadi hiperpigmentasi.
Iritasi mata sedang
Pada sistem hemopoetik
Degenerasi testis; abnormalitas sperma
Gangguan sistem endokrin
Manifestasi nikotinik : fasikulasi otot pada diafragma, takikardi.
Manifestasi muskarinik: peningkatan sekresi bronkial, keringat,
salivasi, dan lakrimasi, bronkokonstriksi, pinpoint pupil, diare, muntah,
dan bradikardi.
Manifestasi sistem saraf pusat: cemas, sakit kepala, pusing, kejang
dan koma, depresi nafas.
Keterangan unsur
Lambang : As, Nomor Atom 33
Masa Atom : 74,9216 g/mol
Masa Jenis (sekitar suhu kamar) : 5,727 g/cm³
titik Lebur : 817ºC
Arsenik secara kimiawi memiliki karakteristik yang serupa dengan
Fosfor.
Ketika dipanaskan, arsenik akan cepat teroksidasi menjadi oksida
arsenik, yang berbau seperti bau bawang putih.
Arsenik dan beberapa senyawa arsenik juga dapat langsung
tersublimasi, berubah dari padat menjadi gas tanpa menjadi cairan
terlebih dahulu. Zat dasar arsenik ditemukan dalam dua bentuk padat
yang berwarna kuning dan metalik.

Arsenik dan senyawa arsenik digunakan sebagai pestisida, herbisida,


dan insektisida serta beragam alloy.
Arsen terdapat pada :
1. Tanah : Hati-hati dalam penyimpulan kasus dugaan keracunan
Arsen dari jenasah yang telah dikuburkan.
2. Air : Sering menyebabkan keracunan kronik pada pengguna
sumber air alami.
3. Bir : Berasal dari ion pyrites yang digunakan pada pembuatan
glukosa dalam bir.
4. Kerang : Sering disebabkan karena pencemaran yang terdapat dari
air laut sehingga terjadi biomagnifikasi pada keong, kepiting, dan
kerang serta ikan. Kerang bahkan bisa mengandung 3,7 ppm
arsen.
5. Tembakau : Asap tembakau mengandung 8,3-50 ppm, asap
sigaret 3,3-10,5 ug/l dan asap cerutu 0,2-3,0 ug/l.
6. Obat-obatan : umumnya merupakan arsen organik turunan
benzene.
7. Lewisite (klorvinil dikloro-arsin) : gas beracun, sering dipakai dalam
peperangan.
Masuk melalui mulut, inhalasi, dan melalui kulit. Setelah diabsorpsi
melalui mukosa usus, kemudian tertimbun dalam hati, ginjal, kulit,
tulang. Pada keracunan kronik, arsen juga ditimbun dalam jaringan-
jaringan lain misalnya kuku, rambut yang banyak mengandung keratin
sulfida. Ekskresi sangat lambat melalui feses dan urin sehingga bisa
terjadi akumulasi dalam tubuh.
Nilai ambang batas:
1. Dalam air minum 0,2 ppm
2. Organ dewasa, kadar normal urin 100 ug/L, rambut 0,5 mg/kg,
kuku 0,5 mg/kg.
3. Kadar dalam rambut pada keracunan 0,75 mg/kg dan pada kuku 1
mg/kg atau lebih.
4. Kadar dalam darah normal anak-anak 30 ug/l, urin 100 ug/24 jam.
5. Takaran fatal AS2o3 adalah 200-300 mg, sedangkan arsin 1/20.000
dalam udara.
Gejala klinik:
Keracunan akut:
Terjadi bila dosis arsen yang memasuki tubuh dalam jumlah sangat
besar (130-300mg), sehingga gejala keracunannya akan segera muncul
setelah terpapar.

Menimbulkan rasa terbakar di daerah mulut dan tenggorokan, diikuti


nyeri didaerah perut dan kram, diare dan muntah. Diare awalnya seperti
air cucian beras, kemudian disertai perdarahan, feses dan bau nafas
seperti bawang putih.

Gejala lain berupa vertigo, delirium, koma, dan seringkali kejang.

Keracunan akut dalam bentuk gas mengakibatkan sakit kepala, lemas,


pusing, sesak nafas diikuti gejala gastrointestinal. Efeknya muncul 2-24
jam setelah paparan. Hemolisis terjadi setelah 4-6 jam setelah gejala
klinik terlihat seperti urin berwarna merah gelap. Ikterus berkembang 24-
48 jam berikutnya.
Gejala klinik:
Keracunan kronis:
Terjadi bila terpapar arsen dalam dosis kecil namun dalam jangka waktu lama
(min. 2 mgg).

Korban tampak lemah, melanosis arsenik berupa pigmentasi kulit yang berwarna
kuning cokelat, lebih jelas didaerah fleksor, puting susu, dan perut sebelah
bawah serta aksila. Rambut tumbuh jarang.

Pigmentasi berbintik halus berwarna coklat, umumnya pada pelipis, kelopak


mata dan leher tetapi mukosa mulut tidak terkena. Keratosis dapat ditemukan
pada telapak tangan dan kaki.

Gejala lain yang tidak khas : malaise, BB menurun, mata berair, fotofobi, pilek
kronis, mulut kering, lidah menunjukkan bulu-bulu halus berwarna putih perak
diatas jaringan berwarna merah.

Gejala neurologik berupa neuritis perifer, mula-mula rasa tebal kemudian


kesemutan pada tangan dan kaki , kelemahan otot, kram.
Pada otopsi korban keracunan arsen akut dijumpai pembendungan
selaput lendir dan esophangus serta adanya bercak perdarahan
(esofagitis dan gastroenteritis hamoragika). Pada korban yang
meninggal dalam 1-2 hari setelah keracunan, kelainan tersebut
meluas ke seluruh usus halus, bahkan kadang disertai adanya
pseudomembran diatasnya. Jika korban meninggal lebih lama lagi dari
itu, akan dijumpai deposit lemak pada jaringan hati/nekrosis
hepatoselular, acute tubular necrosis/ATN, dan miokarditis interstisial.

Selain itu ditemukan juga perdarahan subserosa terutama pada


jantung, jaringan longgar mesenterium dan daerah retroperitoneal.
Sub endokardium ventrikel kiri merupakan tempat predileksi
perdarahan yang jelas dan kecil berupa flame like hemorrhage atau
efusi perdarahan yang luas.
Jika korban menelan arsen padat, secara makroskopik akan
ditemukan kristal putih melekat pada mukosa lambung dan esofagus.
Jika diotopsi setelah pembusukan, kristal putih arsen trioksida akan
berubah warna menjadi kuning karena bereaksi dengan H2S yang
terbentuk karena pembusukan, membentuk sulfida kuning As2S3 atau
jingga / AsS/realgar.

Sementara itu, terjadi perubahan warna pada mukosa gaster dari


merah menjadi hijau keunguan sampai hijau kecoklatan.
Jika korban bertahan lebih lama sebelum meninggal dunia,
kemungkinan akan ditemukan efusi pada rongga serosa serta ulkus
pada saluran cerna. Degenerasi lemak yang tidak khas dapat dijumpai
pada jaringan hati, jantung, dan ginjal.

Secara umum, semakin lama interval survival korban, semakin jelas


kelainan anaotomi yang terjadi.
Ditemukannya arsen dalam jaringan belum tentu menunjukkan
adanya intoksikasi kecuali jika data anamnesis, sindroma klinis,
pemeriksaan fisik antemortem dan temuan laboratorium sangat
memungkinkan adanya keracunan arsen yang menunjukkan
dosis intoksikasi

Pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk mendeteksi


arsen dengan sensitivitas yang baik adalah dengan metoda NAA
(Neutron Activation Analysis)
Korban mati karena keracunan Arsin
Bila korban cepat meninggal setelah menghirup arsin, akan
terlihat tanda-tanda kegagalan kardio respirasi akut. Bila
meninggalnya lambat, dapat ditemukan ikterus dengan anemia
hemolitik, tanda-tanda kerusakan ginjal berupa degenerasi lemak
dengan nekrois fokal serta nekrosis tubuli.

Korban mati akibat keracunan kronik:


Pada pemeriksaan luar tampak keadaan gizi buruk, pada kulit
terdapat pigmentasi coklat (melanosis arsenik), keratosis telapak
kaki dan tangan (keratosis arsenik), kuku memperlihatkan garis-
garis putih (Mee’s line) pada bagian kuku yang tumbuh dan dasar
kuku.
Pemeriksaan Toksikologis

Pada korban meninggal sampel yang diambil adalah semua


organ, darah, urin, isi usus, isi lambung, rambut, kuku, kulit, dan
tulang
Pada korban hidup meliputi muntahan, urin, tinja, bilas lambung,
darah, rambut, dan kuku.

Rambut kepala:
1. Normal : 0,5 mg/kg
2. Curiga keracunan : 0,75 mg/kg
3. Keracunan akut : 30 mg/kg

Kuku
1. Normal : 1 mg/kg
2. Curiga keracunan : 1 mg/kg
3. Keracunan akut : 80 mg/kg
Uji Reinsch
1. Campurkan 100 cc darah + 10 cc HCl pekat
2. Panaskan hingga terbentuk AsCl3
3. Celupkan batang tembaga hingga terbentuk endapan kelabu
sampai hitam pada permukaan batang tembaga tersebut.
4. Endapan yang menempel tersebut merupakan indikator
adanya Arsen secara kualitatif.

Uji konfirmasi:
1. Uji Gutzeit : noda coklat sampai hitam pada kertas saring
2. Uji marsh : zat + HCl + Zn (logam) cermin As
3. Fisika : Arsen menunjukkan nyala api khas
Rumus kimia : KCN
Berat Molekul : 65,12 g/mol
Bentuk : Kristal putih padat
Berat Jenis : 1,52 g/cm³
Titik Leleh : 634ºC
Titik Lebur : 1625ºC
Daya larut air : 71,6 g/100 ml (25ºC)
Flash point : Tidak dapat terbakar
LD50 : 5-10 mg/kg oral pada tikus, mencit, kelinci.
Sangat toksik karena memiliki dosis letal yang sangat rendah. Di
alam dapat ditemukan dalam berbagai bentuk. Yang paling
berbahaya adalah hidrogen sianida (HCN) dan derivat garamnya
(KCN dan NaCN)

Secara luas, potasium sering digunakan dalam proses


metalurgi/pembuatan logasm seperti penyepuhan emas, perak,
dan juga dalam bidang fotografi. Selain itu nelayan juga sering
menggunakannya dalam penangkapan ikan.
Patofisiologi

Walaupun sianida dalam KCN dapat menginaktifkan beberapa


enzim, tapi yang mengakibatkan kematian / anoksia histotoksik
adalah karena sianida mengikat bagian aktif dari enzim sitokrom
oksidase sehingga akan menghentikan metabolisme sel secara
aerobik. Akibatnya, dalam beberapa menit akan langsung terjadi
gangguan transmisi neural.

Proses yang paling berperan dalam pembuangan sianida adalah


pembentukan dari sianomethemoglobin (CNMetHb) sebagai hasil
dari reaksi antara ion sianida (CN-) dan MetHb.

Selain itu, pembuangan dapat melalui:


1. Ikatan dengan endothelial-derived relaxing faktor (EDRF),
dalam hal ini adalah nitrit.
2. Bahan metal seperti emas, melibdenum atau komponen
organik seperti hidrokobalamin sangat efektif mengeliminasi
sianida dari dalam sel
3. Albumin dapat merangsang kerja enzim dan memakai sulfur
untuk mengikat sianida.
KCN cepat diabsorbsi melalui saluran pencernaan, kemudian masuk
ke sirkulasi darah sebagai CN bebas dan tidak berikatan dengan hb
kecuali dalam bentuk metHb yang kemudian akan terbentuk
sianometHb. Enzim oksidatif seluruh jaringan menjadi inaktif terutama
sitokrom oksidase dengan mengikat bagian ferric heme group dari
oksigen yang dibawa darah.

Dengan demikian proses oksidase reduksi dalam sel tidak dapat


berlangsung dan oksi Hb tidak dapat berdisosiasi melepaskan oksigen
ke sel jaringan sehingga timbul anoksia histotoksik. Hal ini merupakan
keadaan paradoksal karena karbon meninggal akibat hipoksia tetapi
dalam darahnya kaya akan oksigen.

KCN setelah ditelan menghasilkan perubahan warna membran


mukosa gaster menjadi merah darah yang perlahan menjadi coklat
muda kemudian coklat tua akibat pembentukan hematin alkali.
Perubahan ini karena komponen basa kuat dari garam yang
memproduksi korosi basa yang singkat namun kuat.
Efek dari keracunan timbul secara cepat dari beberapa detik hingga
beberapa menit setelah terjadinya paparan hingga menyebabkan
kematian.

Gejala awal keracunan KCN sebagai akibat paparan jangka pendek


(kurang dari 8 jam) meliputi sakit kepala ringan, pusing, laju
pernapasan cepat, nausea, vomitus, perasaan adanya konstriksi leher
dan kekurangan napas, disorientasi, gelisah, kecemasan.

Penumpukan cairan paru dapat merupakan komplikasi berat dari


intoksikasi. Pernapasan cepat akan segera diikuti depresi pernapasan
atau henti napas. Keracunan KCN berat berkembang menjadi stupor,
koma, kejang otot, dilatasi pupil dan kematian.
SSP adalah organ paling sensitif terhadap keracunan KCN. Efek
kardiovaskuler baru akan muncul dengan dosis sianida yang
lebih tinggi dari pada yang mempengaruhi SSP. Pada orang
yang keracunan KCN, kulit berwarna merah muda sampai
merah. Pada keracunan yang lebih parah, kulit akan berubah
menjadi dingin, lembab, dan berkeringat. Perubahan kulit
menjadi biru merupakan akibat lanjut dari kekurangan oksigen.

Pada keracunan kronik, pasien tampak pucat, keringat dingin,


pusing, rasa tidak enak dalam perut, mual, kolik, rasa tertekan
pada dada, sesak napas. Keracunan kronik dapat menyebabkan
goiter dan hipotiroid akibat terbentuknya sulfosianat.
Pemeriksaan Penunjang
Metode asam pikrat:
1. Teteskan isi lambung atau darah korban, keringkan.
2. Tetesi dengan Na2CO3 10% 1 tetes
3. Hasil positif berwarna ungu.

Metode Prussin Blue:


1. Isi lambung / jaringan didestilasi
2. 5 ml destilat + 1 ml NaOH 50% + 3 tetes FeSO4 10% + 3 tetes
FeCl3 5%
3. Panaskan sampai hampir mendidih, dinginkan, tambahkan
HCl pekat tetes demi tetes sampai terbentuk endapan Fe(OH)3
4. Teruskan sampai endapan larut kembali dan terbentuk biru
berlin.
1. Kulit : Pigmentasi kulit menjadi merah terang. Karena sifatnya
yang korosif, pada kulit juga bisa ditemukan berbagai lesi,
tergantung dari paparan sianida. Sianosis bisa ditemukan pada
beberapa bagian tubuh, biasanya pada wajah dan bibir.
2. Kepala : ditemukan kerusakan pada otak meliputi daerah globus
pallidus dan putamen.
3. Mata : bisa ditemukan iritasi dan ulserasi mata jika terpapar
secara eksternal.
4. Hidung : Bisa ditemukan iritasi mukosa hidung, pendarahan,
obstruksi, sampai perforasi septum.
5. Mulut : dapat ditemukan sianosis, tercium bau khas sianida
terutama pada penekanan dada.
6. Leher : Dapat ditemukan pembesaran kelenjar tiroid, biasanya
pada keracunan kronis.
7. Sal cerna : pada lambung dengan keracunan ingasi dapat
ditemukan korosi, perdarahan, serta bau khas sianida.
8. Paru dan Jantung : Perubahan warna menjadi merah terang.
Alkohol sering dipakai untuk menyebut etanol, yang juga disebut
grain alcohol; dan kadang untuk minuman yang mengandung
alkohol. Hal ini disebabkan karena memang etanol yang
digunakan sebagai bahan dasar pada minuman tersebut, bukan
metanol, atau group alkohol lainnya. Begitu juga dengan alkohol
yang digunakan dalam kehidupan dunia farmasi. Alkohol yang
dimaksud adalah etanol.

Rumus Bangun:
H H H
H C O H H C C O H
H H H
Metanol Etanol
Dalam kimia, alkohol (atau alkanol) adalah istilah yang umum
untuk senyawa organik apapun yang memiliki gugus hidrogasi (-
OH) yang terikat pada atom karbon, yang ia sendiri terikat pada
atom hidrogen dan/atau atom karbon lain. Gugus fungsional
alkohol adalah gugus hidrogasi yang terikat pada karbon
hibridisasi sp.

Ada tiga jenis utama alkohol. Nama-nama ini merujuk pada


jumlah karbon yang terikat pada karbon C-OH.

1. Etanol dan metanol adalah alkohol primer.


2. Alkohol sekunder yang paling sederhana adalah propan-2-
ol.
3. Alkohol tersier sederhana adalah 2-metilpropan-2-ol.

Gugus hidroksil mengakibatkan alkohol bersifat polar


Alkohol secara umum
1. Isopropil Alkohol (sec-propil alcohol, propan-2-ol, 2 propanol)
H3C-CH(OH)-CH3, atau alkohol gosok.
2. Etilena Glikol (Etana-1, 2-diol) HO-CH2-CH2-OH , yang
merupakan komponen utama dalam antifreeze.
3. Gliserin (atau gliserol, propana-1,2,3-triol) HO-CH2-CH(OH)-
CH2-OH yang terikat dalam minyak dan lemak alami, yaitu
trigliserida (triasilgliserol).
4. Fenol adalah alkohol yang gugus hidroksilnya terikat pada
cincin benzena.
Penggolongan Alkohol menurut Permenkes
No. 86/Men/Kes/Per/IV/77
Gol. C
Kadar Etanol 20-55%
Gol. B
Kadar Etanol 5-20%

Gol. A
Kadar Etanol 1-5%

Dosis fatalnya sulit ditentukan karena adanya toleransi individual


akibat kebiasaan, tetapi ekuivalensi dari sekitar 400 ml etil
alkohol murni yang diminum dalam satu jam bisa mematikan.

Etil alkohol cepat diabsorpsi dari saluran cerna bagian atas dan
tersebar dalam jaringan-jaringan sesuai dengan kandungan
airnya, seperti metil alkohol. Efek utamanya adalah depresi
saluran napas pusat.
Sejak dalam mulut, alkohol diabsorpsi oleh selaput lendir mulut.
Karena mudah menguap, alkohol juga masuk melalui paru-paru walau
dalam jumlah sedikit. Selanjutnya absorpsi terjadi di saluran cerna
terutama pada usus halus. Kecepatan sampai ke aliran darah
bergantung banyak faktor, antara lain:
1. Banyak dan macam makanan dalam lambung.
2. Jenis dan kadar alkohol dalam minuman tersebut.
3. Faktor konstitusi peminum.

Bila kadar alkohol terlalu tinggi akan terjadi hipersekresi mukus pada
lambung dan pilorus menutup. Keadaan yang demikian akan
memperlambat absorpsi dan menghalangi pengaliran alkohol ke
dalam usus. Setelah sampai di darah, alkohol akan diedarkan ke
seluruh tubuh mencapai semua jaringan dan sel. Karena alkohol larut
dalam air, jaringan yang mengandung banyak air akan mendapat
alkohol yang banyak pula.
Alkohol dimetabolisme di hepar menjadi karbondioksida, air,
asetaldehid, yang selanjutnya menjadi asetat. 10% alkohol yang
dikonsumsi, akan disekresi melalui urin tanpa melalui
perubahan, sedangkan selebihnya dioksidasi dan menghasilkan
energi dan panas.

Metabolisme alkohol dalam hepar oleh hepatosid melalui 2 jalur


metabolik yang masing-masing terletak pada struktur hepar yang
berlainan yaitu:
1. Jalur alkohol dehidrogenase : Terletak pada sitosol atau
bagian cairdari sel. ADH memecah alkohol menjadi hidrogen
dan asetaldehid yang selanjutnya diurai menjadi asetat.
Asetat akan diuraikan lagi menjadi H2O dan CO2.
2. Jalur microsomal ethanol oxydizing system / MEOS :
Terletak pada retikulum endoplasma. Dengan bantuan
ketiga komponen mikrosom (sitokrom P-450, reduktase,
lesitin) alkohol akan diurai menjadi asetaldehid.
Keracunan Akut Alkohol
Terdiri dari 3 tahap:
1. Tahap euphoria : Pasien sadar dan merasa senang karena
penekanan pada pusat hambatan di otak (release
phenomenon). Tahap ini bisa berlangsung lama dan dapat
terlihat pada semua kasus. Tanda-tanda: muka merah,
banyak bicara, kehilangan kendali diri, gangguan
pengendalian gerakan halus, inkoordinasi, pupil sedikit
mengalami dilatasi, napas berbau alkohol.
2. Tahap kebingungan : Akibat penekanan pada pusat-pusat
lainnya pada otak sehingga berkaitan dengan inkoordinasi
gerakan/ataksia/melambatnya gerakan, pasien tidak dapat
berjalan lurus, percakapan tidak jelas, inkoheren, sengau,
penglihatan kabur.
3. Tahp koma : Pernapasan lambat, mendengkur, denyut nadi
cepat dan halus, pasien tidak dapat dibangunkan walau
dalam guncangan keras, suhu tubuh dibawah normal, pupil
mengalami konstriksi.
Keracunan Kronis Alkohol
Terjadi karena mengkonsumsi alkohol secara menahun.
Biasanya dialami penderita psikosis atau neurosis.

Gejala :
1. Nafsu makan menurun, mual, muntah, diare.
2. Tremor pada lidah dan tangan.
3. Gangguan daya ingat dan kemampuan menilai.
4. Jika berlangsung lama, bisa menyebabkan hipoproteinemia
yang mengakibatkan edema anasarka.
5. Selain mengalami stress psikis, juga mengalami neuritis
perifer dan demensia yang akan semakin nyata pada tahap
akhir.
6. Pasien kemudian secara tiba-tiba mengalami koma dan
pingsan hingga kematian.
1. 0,1 % Orang akan merasa gembira
2. 0,15 % Batas keamanan mengemudikan kendaraan
3. 0,2 % Tingkat intoksikasi menengah
4. 0,2%-0,4% Kesadaran menurun, delirium dan stupor.
5. 0,5% Koma
6. 0,6% Asfiksia darah
Mekanisme kematian alkoholisme kronik terutama akibat gagal hati
dan ruptur varises esofagus akibat hipertensi portal. Kelainan yang
ditemukan pada korban mati tidak khas. Mungkin ditemukan gejala
yang sesuai dengan asfiksia. Seluruh organ menunjukkan tanda
pembendungan, darah lebih encer, merah gelap. Mukosa lambung
menunjukkan pembendungan, kemerahan tanda inflamasi tapi kadang
tidak ada kelainan.

Organ termasuk otak dan darah berbau alkohol. Pada pemeriksaan


histopatologi dapat dijumpai edema dan pelebaran pembuluh darah
otak dan selaput otak, degenerasi bengkak keruh pada bagian
parenkim organ.
Keracunan Alkohol Akut
Pemeriksaan Luar:
1. Kaku mayat dan pembusukkan lebih lambat terjadi. Mayat
penderita bisa bertahan lebih lama.
2. Kongesti pada konjungtiva sangat jelas.

Pemeriksaan Dalam:
1. Bau alkohol bisa tercium dari isi lambung dan organ tubuh
lainnya.
2. Dinding lambung hiperemis, merah, dan isi lambung coklat.
3. Organ tubuh lainnya mengalami kongesti.
4. Edema otak sangat jelas terlihat dari jarak antara girus otak
yang semakin sempit.
Pada kasus keracunan kronik yang meninggal, jantung dapat
memperlihatkan fibrosis intersisial, hipertrofi, hipertrofi serabut
otot jantung, sel-sel radang kronik pada beberapa tempat,
gambaran serat lintang otot jantung menghilang, hialinasi,
edema, dan vakuolisasi serabut otot jantung. Selain itu terlihat
adanya miopati alkoholik akut dengan miohemoglobinuria yang
disebabkan nekrisis tubuli ginjal dan kerusakan miokardium.

Gambaran post mortem keracunan alkohol kronik:


1. Mukosa lambung tampak menunjukkan hiperemia dan
hipertrofi.
2. Hati dan ginjal mengalami kongesti.
3. Pada hati terdapat infiltrasi lemak dan perubahan menuju
sirosis.
4. Jantung membesar dan adanya infiltrasi lemak.
Merupakan akronim dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya.

Menurut surat edaran BNN No. SE/03/IV/2002/BNN, narkoba


merupakan bahan atau zat ataupun obat yang bila masuk ke dalam
tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terutama otak (susunan
saraf pusat) sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis,
dan fungsi sosialnya oleh karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi),
serta ketergantungan.

Istilah NAPZA sering juga digunakan oleh sektor pelayanan kesehatan


yang menitikberatkan pada upaya penanggulangan dari sudut
kesehatan fisik, psikis, dan sosial.

Pengkatagorian penyalahgunaan obat:


1. Misuse : mempergunakan obat yang tidak sesuai fungsinya.
2. Overuse : Penggunaan obat yang tidak sesuai aturan dan
berlebihan.
Menurut UU Narkotika No. 22 Th. 1997 dan UU Psikotropika No.
5 Th. 1997, narkotika digolongkan menjadi:
1. Narkotika Golongan I : Morfin, heroin, kokain,
canabis,dll.
2. Narkotika Golongan II : Memiliki ketergantungan yang
kuat, seperti petidin, metadon, dll.
3. Narkotika Golongan III : Memiliki ketergantungan kecil,
seperti codein, doveri, dll.

Psikotropika dibedakan menjadi 4 golongan:


1. Psikotropika yang tidak digunakan untuk tujuan pengobatan
dengan potensi ketergantungan yang sangat kuat,
contohnya LSD (Lysergic Acid Dyethylamide), MDMA,
Mascalin.
2. Psikotropika yang berkhasiat terapi, tetapi dapat
menimbulkan ketergantungan seperti amfetamin.
3. Psikotropika dari kelompok hipnotik sedatif seperti barbiturat,
efek ketergantungannya sedang.
4. Psikotropika dengan efek ketergantungan ringan seperti
diazepam, nitrazepam.
Secara farmakologi, yang termasuk narkotika hanya opioida tapi
menurut UU No. 22 Th. 1997 yang dimaksud dengan narkotika
meliputi opioida (alamiah, semi sintetik, sintetik, turunan, dan
garamnya), ganja dan kokain. Sedangkan menurut UU No. 5 Th
1997 yang dimaksud dengan psikotropika adalah zat yang
bekerja sebagai halusinogen (LSD), stimulansia (amfetamin),
sedatif hipnotik. Dengan demikian yang dimaksud dengan “zat
lainnya” adalah:
1. Alkohol
2. Solven dan inhalansia
3. Nikotin
4. Kafein
1. OPIOID
Merupakan nama segolongan zat, baik alamiah, semisintetik,
ataupun sintetik yang berkhasiat seperti morfin. Manfaat opioid
dalam dunia kedokteran sebagai analgesik

Menurut asalnya dibagi dalam 3 golongan:


1.Alamiah : seperti opium, morfin, dan kodein.
2.Semi sintetik : opioid yang diperoleh melalui pengolahan/proses
perubahan kimiawi. Contoh: heroin (diasetil-morfin), dan
hidromorfin.
3.Sintetik : dibuat di pabrik misalnya meperidin, propoksifen,
levorvanoi dan levelorfan.

Selain berkhasiat analgesic, juga berkhasiat hipnotik (menidurkan)


dan euforia (menimbulkan rasa gembira)
Macam-macam opioid:
1. Opium : Getah Papaver Somnivorum, mengandung macam-
macam alkaloida (fenantern dan gol. Bensilisokuinolin).
Dosis fatal 300 mg.
2. Morfin : merupakan prototype analgesic yang kuat, tidak
berbau, pahit, kristal putih. Ditemukan dalam urin 2-5 hari
sesudah penggunaan terakhir. Dosis fatal 200 mg.
3. Kodein : Antitusif kuat, merupakan analgesic lemah, sekitar
1/12 dari morfin. Dosis fatal 800 mg.
4. Tebain : Merupakan opioida alamiah, terdapat dalam opium
walaupun sedikit.
5. Heroin : Merupakan opioda semisintetik yang paling banyak
disalahgunakan. Disebut juga asetilmorfin. Berfungsi
sebagai analgesic, menimbulkan rasa kantuk, euforia. Dosis
fatal 200mg. Ditemukan dalam urin 1-2 hari setelah
pemakaian terakhir.
Macam-macam opioid:
6.Dilaudid : Disebut juga sebagai hidromorfin, semisintetik,
berbentuk tablet, dan injeksi. Bekerja lebih pendek dari pada
morfin, efeknya delapan kali morfin, efek sedasinya juga lebih
kuat.
7.Perkodan : Disebut juga oksikodon, disintesis dari tebain,
kekuatan sama dengan morfin, bisa mengatasi nyeri, antitusif
lebih kuat dari kodein.
8.Etorfin : Dibuat dari tebain. Analgesic, sedatif dan menekan
pernapasan lebih kuat dari morfin. Biasa dipakai membius
hewan besar oleh dokter hewan.
9.Meperidin (Demerol, Petidin) : opioida sintetik setengah kali
kekuatan analgesic morfin. Berefek hipotensif karena
mengakibatkan dilatasi. Pada dosis tinggi bisa menyebabkan
kejang. Dosis fatal 1 g.
10.Metadon : Disebut juga dolofin. Opioida sintetik yang
mempunyai kerja lebih lama dari morfin dan secara oral
penggunaannya lebih efektif dari morfin. Banyak dipakai untuk
detoksifikasi ketergantungan morfin atau heroin.
Macam-macam opioid:
11. Propoksifen : Opioida sintetik mirip metadon yang berkhasiat
menghilangkan nyeri ringan atau sedang.
12. Fentanil : Opioida sintetik yang mempunyai kekuatan
analgesic 50-100 kali lebih kuat dari morfin. Pada dosis
tinggi bisa menyebabkan rigiditas otot yang segera
menyebabkan kematian.
13. Buprenorfin : Analgesic kuat yang digunakan secara
sublingual (diletakkan dibawah lidah). Kekuatan
analgesicnya 70 kali lebih kuat dari morfin. Digunakan untuk
terapi substitusi heroin dalam program rumatan buprenorfin.
14. Pentazosin (Talwin) : Mempunyai efek antagonis opioida
yang lemah. Dosis fatal 300 mg.
15. Siklazosin : Efek analgesic tinggi, masa kerja lama.
Macam-macam opioid:
16. Siklorfan : Punya efek antagonis kuat, Efek analgesic kira-
kira 40 kali kekuatan morfin.
17. Nalorfin : Sering digunakan untuk menentukan apakah
seseorang mengalami ketergantungan opioida atau tidak.
18. Nalokson : Antagonis murni, tidak berkhasiat seperti opioida,
sering dipakai sebagai antidotum opioida. Dipakai pada
detoksifikasi cepat terhadap opioida yang dilaksanakan
dibawah anestesi umum.
19. Naltrekson : Antagonis murni yang bermasa kerja lama.
Digunakan dalam program naltrekson untuk mencegah
kambuhnya pasien yang telah terlepas dari ketergantungan
opioida.
Opioida akan menekan korteks otak, pusat pernapasan dan pusat
batuk. Selain itu juga merangsang pusat muntah, nervus vagus,
dan saraf spinalis
Kontraksi pupil atau dilatasi pupil karena anoksia akibat overdosis
berat dan satu atau lebih tanda berikut yang timbul selama atau
segera setelah pemakaian opioid yaitu mengantuk, koma, cadel,
gangguan konsentrasi dan daya ingat.

Perilaku maladaptiye/perubahan psikologis yang bermakna secara


klinis, misalnya euforia awal diikuti oleh apatis, retardasi psikomotor,
gangguan pertimbangan, gangguan fungsi sosial atau pekerjaan yang
berkembang segera setelah pemakaian opioid.
Gejala putus obat:

Dimulai 6-8 jam setelah pemakaian terakhir, biasanya setelah


periode satu minggu pemakaian kontinyu atau pemberian
antagonis narkotik, sindroma ini memuncak intensitasnya
selama hari kedua dan ketiga dan menghilang selama 7-10 hari,
tetapi beberapa gejala mungkin menetap selama 6 bulan atau
lebih lama. Gejala itu antara lain: kram otot parah dan nyeri
tulang, diare berat, kram perut, rinorea lakrimasi, disfungsi
ereksi, menguap, demam, dilatasi pupil, takikardi, disregulasi,
temperature (hipotermi dan hipertermi).

Gejala residual seperti insomnia, bradikardi, disregulasi


temperature dan kecanduan opioid mungkin menetap selama
seminggu setelah putus obat.

Pada tiap waktu selama sindroma abstinensia, suatu suntikan


tunggal morfin atau heroin menghilangkan semua penyerta
putus opioid seperti kegelisahan, iritabilitas, seprei, tremor, mual,
muntah.
2. Kokain
Merupakan suatu alkaloida yang berasal dari daun
Erythroxylon Coca L. yang merangsang saraf pusat seperti
amfetamin, kafein, dan nikotin. Menyebabkan euforia,
menghilangkan lelah, mengurangi kebutuhan tidur,
meninggalkan sensasi seksual, mengurangi nafsu makan,
menambah energi.

Jenis:
1. Kokain HCl : Berasa sedikit pahit dan mudah larut dalam
air.
2. Kokain Freebase : Berasal dari kokain HCl yang
diekstraksi alkalinya. Tidak berbau, berasa pahit, kristal
tidak berwarna atau berwarna putih, tidak mengalami
perubahan kimiawi saat dibakar sehingga dapat
digunakan dengan dibakar dan diisap seperti merokok.

Dikonsumsi melalui suntikan intravena, disedot melalui hidung


(intranasal), atau inhalasi seperti merokok.
Kokain menghambat re-uptake depomin dari sinaps, menghambat re-
up-take norepineprin dan serotonin. Penggunaan kokain yang lama
menyebabkan perubahan sensitifitas mekanisme transduksi sinyal
dopamine. Perubahan ini menyebabkan toleransi dan gejala putus
obat.

Kokain menyekat inisiasi dan akonduksi inpuls pada syaraf tepi


dengan cara mencegah meningkatnya permiabilitas membran sel
terhadap ion sodium.

Sebanyak 90%-95% kokain dimetabolisme oleh kolinesterase di hati


dan plasma menjadi ecgocnin methyl-ester, benzolecgocnine,
norcocain, dan ecgocnin. Metabolit ini diekskresi melalui urine. Hanya
5%-10% kokain diekskresi dalam air seni dalam bentuk yang tidak
berubah.
Efek:
 Pada sistem kardiovaskuler kokain dosis kecil
memperlambat denyut jantung akibat perangsangan pusat
nervus vagus. Pada dosis sedang denyut jantung meningkat
karena perangsangan pada sistem simpatis. Pada dosis
besar menyebabkan gagal jantung.
 Pada syaraf simpatis, kokain mengadakan potensi respon
terhadap norepineprin, epineprin, dan memacu syaraf
simpatis.
 Pada otot skelet, tidak ada bukti yang mendukung bahwa
kokain meningkatkan kekuatan kontraksi otot.
 Memiliki kemampuan memblokade konduksi syaraf sehingga
menyebabkan mati rasa.

Kecepatan absorpsi pada kokain melebihi kecepatan detoksikasi


dan ekskresi sehingga kokain menjadi sangat toksik
Ciri eksternal pengguna kokain:
1. Perforasi septumnasi
2. Cocaine track : Bekas suntikan yang baru berwarna sama
dengan jernih pada tengah, bekas suntikan lama berwarna
kuning dan biru, tukak pada lambung yang lambat sembuh
berwarna merah sampai abu-abu.
3. Crack thumb : terbentuk callus pada tengah jempol tangan
akibat sering bergesekan dengan roda pemantik.
4. Crack hand : telapak tangan lebih hitam, menebal, dan
adanya bekas luka bakar akibat sering memegang pipa
crack panas.
5. Crack teeth : erosi pada email gigi, dijumpai pada pengguna
secara oral atau inhalasi.
6. Ulserasi pada gingiva
3. Ganja
Berasal dari tanaman canabis yang berfamili Cannabis Sativa,
Cannabis indica, dan cannabis Ameicana. Tumbuh pada
daerah beriklim sedang.

Bentuk-bentuk ganja:
Berbentuk lintingan rokok atau biasa disebut reefer.
Dicampur tembakau untuk dirokok
Campuran daun, tangkai, dan biji untuk dirokok.
Berbentuk bubuk dan damar untuk dihisap melalui hidung.
Berbentuk damar hasbish berwarna coklat kehitaman.
Ganja mengandung persenyawaan terpen (kanabioid) seperti:
• Tetrahidrokanabirol (THC)
• Asam Konabinol (Canabine Acid)

Sifat psikotropiknya disebabkan karena kandungan THC. Paling


banyak didapat dari tangkai, daun, dan bunga ganja.

kandungan THC:
•Hashish : Getah tanaman ganja yang dikeringkan dan
dimampatkan sehingga berbentuk bulat. Kandungan THC: 4%-
10%.
•Minyak hashish : Ekstrak kanabis yang memiliki kadar THC
antara 15%-30%.
•Ganja : kumpulan pucuk bunga tanaman betina mengandung
2%-3% THC.
•Bhang : Kumpulan daun besar berikut cabang dari tanaman
betina. THC 15%.
THC terutama berpengaruh pada otak, sistem kardiovaskuler dan
paru. Bersifat akut dan reversibel. THC bekerja pada reseptor B1 dan
B2 yang terdapat pada seluruh otak terutama korteks serebri,
hipokampus, sefrebelum, dan striatum. Tubuh menghasilkan agonis
THC endogen yaitu anandamida (derivate asam arakidonat) dan N-
palmito etanolamida.

Bila reseptor B1 dan B2 distimulasi oleh THC atau agonis endogen


akan merubah jumlah noreprineprin (NE) dan dopamin (DA) pada
korteks prefrontal dan mesolimbik termasuk pada nucleus accumbens
Nac. THC juga mempengaruhi reseptor pada sistem opioid dan
mengubah GABA reseptor sehingga pengguna ganja berpotensi untuk
menggunakan psikoaktif lain. THC terdeteksi dalam urine sampai 7
hari setelah penggunaan terakhir.
Setiap batang rokok ganja mengandung THC 5-20 mg tapi
hanya 50% saja yang diabsorpsi. Pada pemakaian oral, hanya
3%-6% yang diabsorpsi THC cepat meninggalkan plasma dan
masuk ke jaringan yang mengandung lemak terutama otak dan
testis. THC dimetabolisme dalam hepar dan diekskresi melalui
feses dan urin. Waktu paruh THC 2-7 hari.
Gejala yang timbul akibat pemakaian:
•Ataxia, hilang/kurangnya kedipan mata, nafsu makan bertambah,
denyut jantung bertambah cepat 50% tremor, kulit terasa dingin,
tekanan darah sedikit menurun, melebarnya bronkus.

Efek akibat pemakaian:


•Timbulnya sensasi psikis, euforia, lalai, malas, terganggunya daya
sensasi dan persepsi khususnya ruang dan waktu, lemahnya daya
pikir dan daya ingat, cemas, dan sensitif.
Terbagi dalam:
1. Amfetamin
2. Barbiturat dan benzodiazepin
3. LSD (Lysegic Acid Dyethylamid)
4. PCP (Phenylcyclohexyl piperidin)
Secara makroskopis berbentuk bubuk kristal putih, tidak berbau,
berasa pahit, sedikit larut dalam alkohol tetapi ada juga jenis tertentu
yang mudah larut dalam air ataupun alkohol (metilamfetamin).

Ada 3 jenis amfetamin:


1. Laevoamfetamin (benzendrin)
2. Dekstroamfetamin
3. Metilamfetamin (metedrin)

Derivate amfetamin yang sering disalahgunakan adalah 3,4 metilen-di-


oksi met-amfetamin (MDMA)/ ekstasy dan met-amfetamin/ sabu-sabu
Pelepasan norepinefrin, dopamin, dan serotonin dari neuron sinapsis
Menghambat re-uptake norepinefrin dan dopamin
Peningkatan aktivitas neuron dopaminergik pasca sinaps

Euforia dan stimulansia

Amfetamin juga berpengaruh pada neuritransmitter lainnya seperti


asetil kolin (Ach), opioida endogen, dll. Hal ini akan menimbulkan
perubahan metabolisme dan aliran darah dalam otak (prefrontal,
frontal, temporal, dan subkortikal) yang memicu euforia dan
stimulansia.
Kegunaan dalam medis:
• Narkolepsi
• Untuk gangguan pemusatan perhatian dan hipersensitivitas
pada anak.
• Gangguan depresi.
• Penghilang rasa lelah.
• Mencegah serta menghilangkan shock dan menjaga
kestabilan tekanan darah pada pembedahan.
• Mengurangi nafsu makan.
Merupakan golongan sedatif-hipnotik yang bekerja dengan menekan
susunan syaraf pusat sama seperti alkohol dan inhalan. Dalam dosis
kecil dapat mengatasi ansietas, dalam jumlah besar dapat
menginduksi tidur.

Benzodiazepin lebih banyak digunakan daripada barbiturat karena


memiliki dosis letal yang jauh diatas dosis terapeutik.
Barbiturat

Berdasarkan onset dan lama kerjanya, dibagi dalam 4 golongan:


1. Ultra Short Acting : Golongan ini mempunyai onset dan
waktu kerja satu menit pada penggunaan intravena. Onset
dan waktu kerja yang sangat pendek menyebabkan
golongan ini jarang digunakan. Contoh golongan ini:
heksibarbital, metoheksital, tiamital, dan thiopental.
2. Short Acting : memiliki onset dan waktu kerja 15 menit.
Misalnya asam alilbarbiturat (sandoptal), sekobarbital
(sekonal) siklobarbital dan hepta barbital.
3. Intermediate Acting : Onset dan waktu kerja antara 30-45
menit. Contoh : metabarbital, probarbital, apobarbital,
pentobarbital.
4. Long Acting : Onset sekitar 1 jam dan waktu kerja sampai 16
jam. Golongan ini sering dipakai sebagai obat antikejang,
sedatif-hipnotik. Contoh: barbital (veronal), fenobarbital
(luminal)
Banyak didistribusikan ke jaringan lemak dan otot sehingga kadar
dalam darah berkurang. Barbiturat dimetabolisme oleh enzim hepar
dan diekskresi oleh ginjal. Pemberian akut akan berpengaruh terhadap
biotransformasi senyawa lain oleh enzim mikrosoma. Akibatnya
metabolisme etanol, hormon steroid, vitamin larut lemak dan
antikoagulan akan meningkat.

Bila terjadi kerusakan hepar berat, hampir semua barbiturat diekskresi


dalam air seni tanpa perubahan. Dalam dosis tinggi menyebabkan
bradikardi dan hipotensi serta menghambat pernapasan hingga koma
karena kemampuannya menekan medulla oblongata.
Benzodiazepin

Golongan yang sering disalahgunakan adalah nitrazepam,


bromazepam, flunitrazepam, klonazepam.

Farmakokinetik dan farmakodinamik:

Dimetabolisme oleh enzim mikrosoma di hepar menjadi


metabolit inaktif (diglukoronida). Karena sifat lipifiliknya,
benodiazepin terikat pada plasmaprotein bervariasi antara 70%
sampai 99%. Pada pasien dengan gangguan fungsi hati
oksazepam, yang terutama dimetabolisasi di ginjal, merupakan
obat pilihan utama bila diperlukan sedatif-hipnotik.

Karena dimetabolisme di hepar, adanya penyakit hepar seperti


alkoholisme, benzodiazepin akan terakumulasi di darah.

Gejala putus zat pada ketergantungan barbiturat berjangka


pendek timbul 12-24 jam setelah penggunaan terakhir. Puncak
gejala 1-3 hari kemudian.
Gejala dan Tanda
5’-10’ : Denyut nadi naik, berdebar-debar, pupil mata melebar, pupil
mata melebar, banyak berkeringat, suhu naik, mual, pusing gemetar,
lemah, gangguan koordinasi motorik.

15’-20 : Perubahan perasaan, gangguan persepsi, gangguan proses


berfikir, gangguan perilaku, euforia, kecurigaan, waham, panik, timbul
pikiran bunuh diri.

2-3 jam : Halusinasi penglihatan dan ilusi ( pseudohalusinasi dan


pseudoilusi ), distoral ruang dan waktu.
 Berpengaruh melalui neuron serotonergik karena LSD dan
halusinogen mirip LSD mempunyai struktur kimia mirip serotonin.

 Absororpsi : Saluran cerna dan mukosa mulut → Gejala klinis


setelah 5’-10’

 Waktu paruh 2-3 jam, efek sampai 12 jam

 Metabolisme di hepas → proses diroksilasi dan glukoronidasi

 Ekskresi melalui empedu

 Deteksi dalam urine sampai 5 hari setelah pemakaian terakhir


Gejala dan Tanda
 Segolongan dengan petidin yang mempunyai sifat analgesik baik

 Dosis tinggi bisa menyebabkan konvulsi ( kejang )

 Bila dosis berlebih menyebabkan keracunan serius, koma Depresi


kuat pada pernapasan dan menyebabkan kematian

 Pada penggunaan dosis rendah, dan pemakaian terus menerus


dapat menyebabkan akizophrenia

 Berbentuk kristal putih yang mudah larut dalam air

 Dengan dosis 1-5 mg akan bekerja sebagai anestetik


• Persians melayang, berat badan terasa ringan

• Bentuk tubuh terasa berkurang

• Disorientasi ruang dan waktu

• Halusinasi pendengaran dan penglihatan

• Paranoid

• Tatapan mata kosong, gerakan cepat

Anda mungkin juga menyukai