Anda di halaman 1dari 89

Update Penatalaksanaan

Pengobatan HIV
Dr. Yanri Wijayanti Subronto, PhD,
SpPD-KPTI
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah
Mada
Topik Bahasan
• Perjalanan alamiah infeksi HIV dan Stadium
Klinis
• Siklus Hidup Virus
• Terapi Antiretroviral
– Golongan Obat-obat Antiretrovirus
– Indikasi Terapi Antiretroviral
• Manajemen lainnya
in Primary Care
• Dalam SKDI:
– HIV AIDS tanpa komplikasi .. 4A
• Permenkes Nomor 5 Tahun 2014 tentang Panduan
Praktik Klinis bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan
Primer
• Permenkes Nomor 87 Tahun 2014 tentang Terapi
Antiretroviral Pasal 5:
– Dimulai di RS minimal tipe C dan lanjut di Puskesmas
– Dimulai di puskesmas di daerah epidemi meluas atau
terkonsentrasi
Perjalanan alamiah Infeksi HIV
• Acute Retroviral
Syndrome
• Window period
• Fase asimtomatik
(stadium klinis 1)
• Fase simtomatik
(stadium klinis 2-4)
Perjalanan alamiah infeksi HIV

5
Perjalanan Alamiah Infeksi HIV dan Komplikasi Umum

 Asimtomatik & AIDS


• Replikasi virus tetap terjadi
• Virus plateau (103-105) untuk
kemudian meningkat lagi di
fase lanjut
• HIV virus ada di kelenjar limfe
& sistem limfoid
• Jumlah CD4 stabil kemudian
secara gradual menurun 70
sel / tahun
• Fase lanjut sering disebut
sebagai Anergi
8
7
Anamnesis Riwayat Penyakit & Faktor Risiko
untuk Infeksi HIV

• Penjaja seks laki-laki atau perempuan


• Pengguna napza suntik
• Laki-laki yang berhubungan seks dengan sesama lelaki (LSL) dan
transgender (waria)
• Pernah berhubungan seks tanpa pelindung dengan penjaja seks
komersial
• Pernah atau sedang mengidap penyakit infeksi menular seksual
(IMS)
• Pernah mendapatkan transfusi darah atau resipien (penerima)
produk darah
• Suntikan, tato, tindik, dengan menggunakan alat tidak steril
Catatan: dalam keadaan generalized epidemic karakteristik risiko
tinggi seperti di atas menjadi tidak relevan
Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV

Keadaan Umum

 Kehilangan berat badan >10% dari berat badan dasar

 Demam (terus menerus atau intermiten, temperatur oral >37,50C) yang lebih dari
satu bulan

 Diare (terus menerus atau intermiten) yang lebih dari satu bulan

 Limfadenopati meluas

Kulit
 PPE (papular pruritic eruption) dan kulit kering yang luas merupakan dugaan kuat
infeksi HIV. Beberapa kelainan seperti kutil genital (genital warts), folikulitis dan
psoriasis sering terjadi pada orang dengan HIV (ODHA) tapi tidak selalu terkait
dengan HIV
Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV

Infeksi
Infeksi jamur  kandidiasis oral

 dermatitis seboroik

 kandidiasis vagina kambuhan


Infeksi viral  herpes zooster (berulang atau melibatkan lebih dari
satu dermatom)

 herpes genital (kambuhan)

 moluskum kontagiosum

 kondiloma
Gejala dan tanda klinis yang patut diduga infeksi HIV

Infeksi
Gangguan  batuk lebih dari satu bulan
pernafasan
 sesak nafas
 tuberkulosis
 pneumonia kambuhan
 sinusitis kronis atau berulang
Gejala neurologis  nyeri kepala yang semakin parah (terus
menerus dan tidak jelas penyebabnya)
 kejang demam
 menurunnya fungsi kognitif
Penilaian & Manajemen Umum untuk Individu
yang suspek terinfeksi
Apakah infeksi HIV sudah pasti? Rujuk ke laboratorium & konseling
Tidak
untuk konfirmasi
Ya
Setelah diagnosis HIV ditegakkan, lakukan:
1. Penilaian Infeksi oportunistik
A. Lakukan pendekatan berdasar sindrom (syndromic approach)
B. Berikan terapi untuk infeksi oportunistik yang aktif (sesuai pedoman tatalaksana
IO)
C. Tentukan adanya Tuberkulosis (lihat tatalaksana ko-infeksi TB-HIV)
2. Berikan terapi pencegahan terhadap beberapa infeksi oportunistik (sesuai
pedoman)
3. Tentukan stadium klinis berdasar infeksi dan keadaan klinis yang didapat
4. (Tentukan jumlah CD4 atau TLC (sesuai pedoman WHO, lihat stadium klinis HIV))

•Tentukan pemenuhan syarat terapi ARV & Berikan terapi ARV yang sesuai
•(lihat pedoman terapi ARV)
Ya perlu Belum perlu
- Terapi IO - - Terapi IO - Rawatan Pra-ARV
- Terapi ARV- - Terapi ARV-

Monitor CD4 tiap


6 bulan-1 tahun
• Berikan edukasi tentang terapi dan kepatuhan Konseling hidup sehat
• Atur dukungan psikososial, nutrisi, dan komunitas
• Mulai terapi ARV dengan dilakukan konseling
• Atur follow-up dan monitoring
• Dilakukan penilaian kepatuhan tiap kunjungan
• Sediakan layanan prevensi dan kondom
• Berikan profilaksis rutin

Terjadi PERUBAHAN SYARAT pemberian terapi antiretroviral  di slide belakang


ART no 2
Manajemen berdasar sindrom
(syndromic approach)
Diare
Penyebab • Isospora • Shigella
yang umum:
• Cryptosporidiu • Cytomegaloviru
m s
• Giardia • Strongiloides
• Amoeba stercoralis
• Salmonella • Human
Immunodeficien
cy Virus
Isospora belli
Cryptosporidium sp
TROFOZOIT
OOSISTA

OOSISTA
S. Stercoralis

jantan, Betina, Cacing dewasa,


hidup bebas Hidup bebas Parasitik
Manajemen Diare Kronis
Anamnesis & Pemeriksaan Fisik
Kalau pasien mengalami dehidrasi, lakukan koreksi dengan
rehidrasi oral atau cairan parenteral, kemudian:
1. Jaga hidrasi
2. Pertimbangkan makanan suplemen yang dapat ditolerir
3. Pertimbangka suplemen Natrium

Pemeriksaan Feces mikroskopis 3x

Terdapat Sel eritrosit/pus Entamoeba Telur/kista


kelainan atau Giardia cacing

Nalidixic Acid
TMP/SMX Metronidazole Albendazole

Bila dalam 7 hari belum membaik, lakukan kultur


feces dan evaluasi ulang
Limfadenopati
• INFEKSI:
Penyebab yang umum:
– HIV (persistent
generelaized
lymphadenopathy)
– M. Tuberculosis
– Syphilis
– Cryptococcus
• NON-INFEKSI:
– Lymphoma
– Sarkoma kaposi
– Dermatologik
Beberapa limfadenopati

B
A C
Limfadenopati
Anamnesis & Pemeriksaan Fisik

Apakah terdapat tanda infeksi yang dapat


Ya Terapi sesuai
Menjelaskan Penyebab limfadenopati? indikasi
Tidak
Dx berdasar Ax, Px, Ro thoraks & mikrskopis
aspirasi kel getah bening

Papuloskuamous ruam kulit dan atau Ya Presumtif Terapi


riwayat ulkus genitalis Sifilis Sifilis
Tidak
Ya
Adakah: demam, kehilangan BB, Ro thoraks dan atau aspirasi
pembesaran lnn unilateral, fluktuasi lnn untuk BTA --> Curiga TB ?
Tidak Ya
Tidak Terapi TB
Limfadenopati yang tidak diketahui penyebanya
Penurunan berat badan yang berat

INFEKSI:
Penyebab
yang umum: – M. Tuberculosis
– Diare kronis
– Infeksi berulang
– Human immunodeficiency
virus
NON-INFEKSI:
– Lymphoma
Demam berkepanjangan (Prolonged fever)

 INFEKSI:
Penyebab
yang umum: – M. TUBERCULOSIS
– PNEUMONIA
– INFEKSI BERULANG
– PELVIC INFLAMMATORY
DISEASE
– INFEKSI SALURAN KENCING
– CRYPTOCOCCUS
 NON-INFEKSI:
– LYMPHOMA
– DRUG-FEVER
Manajemen demam
Anamnesis & pemeriksaan fisik

Pertimbangkan antipiretik & pertahankan hidrasi

Ya
Daerah endemis Malaria Terapi Malaria
Tidak
Tidak
Perbaikan
Cari kausa demam dengan:
Anamnesis, Pemeriksaan Fisik Ya
Ro thoraks, Folow up
Mikroskopik sputum & BTA
Pemeriksaan Urine
Mikroskopik LCS : BTA, India Ink, cells

Terapi sesuai hasil pelacakan


Gangguan Paru / Pernapasan
 INFEKSI:
Penyebab – M. Tuberculosis
yang umum:
– Pneumonia
– Cryptococcus
– Candida
– Cytomegalovirus
– Herpes
– PCP (jarang)
 NON-INFEKSI:
– Lymphoma
– Sarkoma kaposi
A B
Manajemen gangguan pernapasan
Anamnesis & Pemeriksaan Fisik

Sesak nafas berat dan atau Ya Rujuk ke perawatan


Respiratory distress suportif atau intensif
Tidak
Anamnesis, Pemeriksaan Fisik
Sputum mikroskopik: BTA 3x
Ro thoraks

Ro & sputum curiga Ro & sputum Ro & sputum curiga


infeksi bakterial curiga PCP Tuberkulosis

Tx: Penicillin atau


Tx: TMP/SMX Tx: antituberkulosis
antibiotik spektrum luas
Penyakit neurologik pada pasien HIV

• Toxoplasmosis • Meningitis Aseptik


• Kriptokokosis • Kompleks Dementia AIDS
• Leukoensefalopati • Mielopati : Mielopati
multifokal progresif Vacuoler, Ataksia sensorik
• Cytomegalovirus murni, Pasrestesi
• Sifilis a/disestesia
• M. tuberculosis • Neuropati perifer:
polineuropati
• Limfoma SSP Primer demyelinating akut
• Sarkoma Kaposi • Mononucleosis multipleks
• Miopati
Manifestasi Neurologis pada HIV

Sindroma Manifestasi Klinis Penyebab

Meningitis Nyeri kepala, demam, mual/muntah, kaku kuduk, Kriptokokus,


kronis gangguan kesadaran Tuberkulosis (TB),
Sifilis

Focal Cerebral Nyeri kepala, focal neurological deficit, kejang Toksoplasmosis, TB,
Lesions PMLE Cysticercosis,

Encefalitis Gangguan kognitif, gangguan psikiatri, gangguan Sitomegalovirus (CMV)


kesadaran

Dementia Gangguan kognitif, perlambatan psikomotor, HIV


gangguan perilaku

Mielopati Paraparesis, perubahan sensoris, gangguan CMV


sfingter
HIV
B

A
Organisme dan gambaran Likuor Cerebrospinalis

Organisme Sel Hasil kimia Mikrobiologi


LCS
Pneumococcus Limfositik, sedikit Peningkaran Media kultur
meningkat protein, Glukosa Lowenstein-
normal Jensen
Cryptococcus Limfositik, sekitar Protein tinggi, VDRL positif
100 sel Glukosa rendah
Tuberculosis Limfositik, jumlah Protein normal, Cat Gram positif
normal glukosa rendah Kultur LJ bisa
positif
Syphilis Neutrofilik, >1000 Protein sedikit Indian Ink, tes
sel naik, glukosa antigen, VDRL
normal
Algoritme Gejala klinis fokal

positif negatif

CT-scan kepala CT= computed


tomography
Multiple ring Meningitis basal Normal LCS= likuor
Enhancing lesions Atau Infark cerebrospinalis

Terapi Toksoplasmosis Analisis LCS

Perbaikan klinis 2 minggu Periksa BTA, kriptokokus

positif negatif
positif negatif

Terapi sesuai hasil Pertimbangkan diagnosis lain


Lanjut Terapi
Anti Jamur
Anti Tuberkulosis
Penyebab manifestasi kulit:
• INFEKSI:
– HERPES ZOSTER
– HERPES SIMPLEX
– MOLUSCUM CONTAGIOSUM
– IMPETIGO
– CANDIDA
– TINEA
• NON-INFEKSI:
– DRUG ERUPTIONS
– LYMPHOMA
– SARKOMA KAPOSI
• PSORIASIS LAIN:
– EXTENSIVE SEBORRHOIC DERMATITIS
– MACULO-PAPULAR DERMATOSES
Stadium Infeksi HIV
• Stadium klinis I:
– Tanpa gejala
– Limfadenopati generalisata yang persisten

• Stadium klinis II:


– Kehilangan BB < 10%
– Gambaran mukokutaneus minor
– Herpes zoster
– Angular cheilitis
– Recurrent oral ulceration
– Papular pruritic eruption (PPE)
– Seborrhoeic dermatitis
– Fungal nail infection

42
Stadium Klinis III
• Kehilangan BB > 10% tanpa diketahui penyebabnya
• Diare kronis > 1 bulan tanpa diketahui penyebabnya
• Demam berkepanjangan > 1 bulan
• Kandidiasis mulut persisten
• Oral hairy leukoplakia
• Tuberkulosis paru
• Infeksi bakteri yang parah (pneumonia, empiema,
meningitis, dan lain-lain)
• Acute necrotizing
• Anemia yang tidak dapat diterangkan sebabnya,
trombositopenia, neutropenia

43
Stadium klinis IV
• Sindroma wasting HIV • Mikobakteriosis
• PCP • Herpes simpleks kronis
• Penumonia bakterial • TB luar paru
berulang • Sepsis berulang
• Toksoplasmosis otak • Limfoma
• CMV • Sarkoma kaposi
• Kandidiasis esofagus, • Ensefalopati HIV
trakea, bronkus, atau • Kriptokokosis ekstra paru
paru • Progressive multifocal
• Karsinoma serviks invasif leukoencephalopathy
• Nefropati atau (PML)
kardiomiopati yang • Kriptosporidiosis kronis
berhubungan dengan HIV • Isosporiasis kronis
• Mikosis diseminata

44
ART no 3
Tatalaksana & Terapi Infeksi
Oportunistik yang ditemukan
Pedoman Tatalaksana Infeksi
Oportunistik sebelum mulai terapi
ARV
Tatalaksana Infeksi Oportunistik
sebelum memulai terapi ARV
Penyakit Tindakan
Semua infeksi aktif yang tidak terdiagnosis pada Buat diagnosis dan terapi, baru dimulai
pasien dengan demam atau sakit terapi ARV

Tuberkulosis Terapi TB; mulai terapi ARV sesuai


protokol TB-HIV
PCP Terapi PCP; mulai terapi ARV segera
setelah terapi PCP lengkap
Infeksi Sitomegalovirus (CMV) Obati bila tersedia obatnya, bila tidak
mulai terapi ARV
Pneumonia bakterial Terapi pneumonia dulu; mulai terapi
setelah terapi lengkap
Kelainan kulit seperti PPE dam dermatitis Mulai terapi ARV (terapi ARV dapat
seboroik, psoriasis, dermatitis eksfoliatif terkait meredakan penyakit)
HIV
57
Tatalaksana Infeksi Oportunistik
sebelum memulai terapi ARV

Infeksi jamur invasif; Terapi kandidiasis esofageal dulu; mulai terapi ARV
kandidiasis esofageal segera setelah pasien mampu menelan dengan normal

Terapi meningitis kriptokokal, penisilosis, histoplasmosis


terlebih dahulu; mulai terapi ARV setelah terapi lengkap
Malaria Terapi malaria dulu; mulai terapi ARV setelah terapi
lengkap
Reaksi obat Jangan mulai terapi ARV

Diare akut yang mungkin dapat Diagnosis dan terapi diare dulu; mulai terapi setelah diare
menghambat penyerapan ARV mereda atau terkendali

Anemia tidak berat (Hb <8g/dl) Mulai terapi ARV bila tidak ada penyebab lain dari anemia;
hindari AZT (Zidovudine)

Diduga MAC, kriptosporidiosis Mulai terapi ARV (terapi ARV dapat meredakan penyakit)
dan mikrosporidiosis

58
Berikan terapi pencegahan
terhadap beberapa infeksi
oportunistik
Pedoman Pencegahan beberapa
Infeksi Oportunistik
Pedoman Pencegahan Infeksi Oportunistik

Infeksi CD4 untuk Pilihan obat CD4 untuk CD4 untuk


Oportunistik memulai menghentikan menghentikan
profilaksis profilaksis profilaksis
primer [a] primer [b] sekunder [b]
PCP <200/mm3[a] TMP-SMX 1 tab > 200/mm3 > 200/mm3
forte per hari
Toksoplasmosis <200/mm3 TMP-SMX 1 tab > 200/mm3 > 200/mm3
forte per hari
Meningitis Tidak ada Flukonasol > 100/mm3 > 100/mm3
kriptokokal indikasi CD4
[a] Kotrimoksasol profilaksis dapat dimulai dalam dua konteks berbeda. Profilaksis klasik, yaitu untuk mencegah PCP (P. carinii
pneumonia) dan toksoplasmosis, dianjurkan kepada semua ODAH dengan stadium klinis 2-3 dan 4 atau dengan CD4 <200/mm3.
Bila pencegahan ditujukan juga untuk mencegah kematian dan kesakitan infeksi bakterial dan malaria juga maka dianjurkan pada
ODHA dewasa dengan CD4 <350/mm3 atau stadium klinis 2,3, dan 4
[b] Dihentikan apabila dua kali berturut-turut hasil tes CD4 seperti dalam tabel di atas, sudah mendapat terapi ARV lebih dari 6 bulan
lamanya dengan kepatuhan yang tinggi. Profilaksis harus diberikan kembali apabila jumlah CD4 turun di bawah tingkat awal

59
Anjuran profilaksis untuk infeksi kriptokokus

Saat Memulai Obat Saat menghentikan

Profilaksis CD4 <100/mm3 Flukonasol 400 Kenaikan CD4>


primer atau stadium 4 mg sekali sehari 100/mm3 secara
terus menerus
setelah 6 bulan
terapi ARV
Profilaksis Setelah selesai Flukonasol 200 Bila tidak ada CD4
sekunder pengobatan mg sekali sehari maka berikan
kriptokokosis profilaksis sekunder
seumur hidup
ART no 4
Terapi Antiretroviral
Siklus Hidup Virus
1 Binding & Fusion: memulai siklus hidup
ketika berikatan dengan reseptor CD4 &
ko-reseptor. Kemudian fuse dg sel inang
dan melepaskan materi genetiknya RNA
ke sel inang

2 Reverse Transcription: enzim HIV, reverse


trancriptase merubah RNA rantai tunggal
menjadi DNA rantai ganda

3 Integration: DNA HIV masuk ke inti sel


dan mengintegrasikan dirinya dengan
DNA inang. DNA terintegrasi ini disebut
sbg provirus (bisa tinggal inaktif selama
bbrp tahun)

52
Siklus Hidup Virus
4 Transcription: bila sel inang
menjadi aktif, provirus akan
menciptakan kopian materi
genetik RNA

5 Assembly: enzim protease


memotong protein HIV
menjadi kecil-kecil

6 Budding: virus yang baru


diassembly

53
Obat-obat Antiretroviral
Golongan Obat-obatan

Nucleoside Reverse Transcriptase Zidovudine


Inhibitor Lamivudine
Tenofovir
Stavudine
Abacavir
Emtricitabine
Non-nucleoside Reverse Transcriptase Nevirapine
Inhibitor Efavirenz
Protease Inhibitor Lopinavir/ritonavir
Integrase Inhibitor Raltegravir
Entry Inhibitor Fuzeon
Maraviroc (CCR5 antgonist)
Golongan baru
Apa yang dulu dan apa yang sekarang?
• Paduan / Rejimen Obat ARV
• Persiapan Inisiasi Terapi ARV (Permenkes
nomor 87 Tahun 2014)
• Monitoring laboratorium selama terapi ARV
Paduan Terapi ARV
• Pedoman Nasional Infeksi HIV dan Terapi
Antiretroviral 2011
• Zidovudine + Lamivudine + Nevirapine
• Zidovudine + Lamivudine + Efavirenz
• Tenofovir + Lamivudine (Emtricitabine) +
Nevirapine
• Tenofovir + Lamivudine (Emtricitabine) + Efavirenz
• Zidovudine + Lamivudien = Duviral
• Tenovofir + Emtriciatbine = Truvada
Paduan ARV untuk anak usia 5 tahun ke atas dan dewasa,
termasuk obu hamil dan menyusui, ODHA dengan koinfeksi
hepatitis B, dan ODHA dengan TB
Paduan ART lini pertama pada anak
usia kurang dari 5 tahun
Persiapan Inisiasi Terapi ARV
(Permenkes 87 tahun 2014)
lanjutan
catatan
a. Jika tidak tersedia CD4, gunakan stadium klinis
WHO
b. Jika memungkinan, tes HbsAg harus dilakukan
untuk mengidentifikasi orang dengan HIV dan
konfeksi Hep B dan siapa ODHA yang perlu inisiasi
ARV dengan TDF
c. Direkomendasikan pada ODHA yang mempunyai
riwayat terpapar Hepatitis C, atau dari populasi
dengan prevalensi tinggi hep C (penasun, LSL,
pasangan hep C, transdusi berulang – hemodialisis,
talasemi)
d. Dapat dipertimbangkan jiga tersedia fasilitas
pemeriksaan antigen kriptokokus (LFA)
e. Pertimbangkan penilaian ada tidaknya penyakit kronis
lain misal hipertensi, penyakit kardiovaskuler, dan
diabetes
f. Terapi ARV dapat dimulai sambil menunggu hasil CD4.
g. Untuk ODHA dengan ririsko tinggi mengalami efek
samping TDF: penyakit ginjal, usia lanjut, IMT rendah,
diabetes, hipertensi, penggunaan PI atau obat
nefrotoksik lainnya. Dipstik urin digunakan untuk
mendeteksi glikosuria pada ODHA non diabetes
h. Untuk anak dan dewasa yang berisiko tinggi
mengalami efek samping terkait AZT (CD4 rendah
atau Indeks Massa Tubuh rendah)
i. Untuk ODHA dengan risiko tinggi efek samping NVP,
misalnya ARV naif, wanita dengan CD4 >250
sel/mm3 dan koinfeksi HCV. Namun enzim hati awal
memiliki nilai prediktif yang rendah untuk
memonitor toksisitas NVP
START - Rekomendasi Inisiasi Terapi ARV pada
dewasa dan anak
Catatan
a. Pengobatan TB harus dimulai lebih dahulu,
kemudian obat ARV diberikan dalam 2-8 minggu
sejak mulai OAT, tanpa menghentikan terapi TB.
Pada ODHA dengan CD4 kurang dari 50 sel/mm3,
ARV harus dimulai dalam 2 minggu setelah mulai
pengobatan TB. Untuk ODHA dengan meningitis
kriptokokus, ARV dimulai setelah 5 minggu
pengobatan kriptokokus.
b. Dengan memperhatikan kepatuhan
c. Bayi umut <18 bulan yang didiagnosis terinfeksi HIV
dengan cara presmtif, maka harus segera mendapat
terapi ARV. Bila dapat segera dilakukan diagnosis
konfirmasi (mendapat kesempatan pemeriksaan
PCR DNA sebelum umur 18 bulan atau menunggu
sampai umur 18 bulan untuk dilakukan
pemeriksaan antibodi HIV ulang), maka perlu
dilakukan penilaian ulang apakah anak pasti
terdiagnosis HIV atau tidak. Bila hasilnya negatif,
maka pemberian ARV dihentikan
Permenkes no 87 Tahun 2014
(Pasal 2)
Pengobatan antiretroviral diberikan kepada:

a. Penderita HIV dewasa dan anak usia 5 (lima)


tahun ke atas yang telah menunjukkan
stadium klinis 3 atau 4 atau jumlah sel
Limfosit T CD4 kurang dari atau sama dengan
350 sel/mm3
b. Ibu hamil dengan HIV
c. Bayi lahir dari ibu dengan HIV
d. Penderita HIV bayi atau anak usia kurang dari
5 (lima) tahun
e. Penderita HIV dengan tuberkulosis
f. Penderita HIV dengan hepatitis B dan
hepatitis C
g. Penderita HIV pada populasi kunci
h. Penderita HIV yang pasangannya negatif; dan
/ atau
i. Penderita HIV pada populasi umum yang
tinggal di daerah epidemi HIV meluas
Penggunaan Obat Antiretroviral
• Orang dengan infeksi HIV
– Yang memenuhi kriteria jumlah CD4 sesuai ketentuan
dalam WHO tahun 2010 (cut-off : 350 sel/mmk)
– Adanya koinfeksi antara HIV dengan Hepatitis B , tanpa
melihat jumlah CD4 (atau terlepas berapapun jumlah CD4)
– Adanya koinfeksi antara HIV dengan Tuberkulosis, tanpa
melihat jumlah CD4 (atau terlepas berapapun jumlah CD4)
– Perempuan dengan HIV yang hamil
– Orang dari populasi kunci (terlepas jumlah CD4) : Pekerja
Seks, Lelaki seks dengan Lelaki, Waria
Penggunaan Obat Antiretroviral
• Pencegahan paska pajanan (post exposure
prophylaxis)
– Terutama pada keadaan di fasilitas kesehatan
– Pada keadaan di luar pekerja, misal kondom pecah saat
berhubungan seksual (untuk yang ini belum masuk dalam
ketentuan secara tertulis dalam pedoman tatalaksana HIV
– Diberikan dalam 3x24 jam sejak kejadian
– Berikan 2 atau 3 obat selama 28 hari
– Rejimen: Tenofovir + Lamivudin / Emtricitabine
– Atau Tenofovir + Lamivudin/Emtricitabine +
Lopinavir/ritonavir
Alur
Tatalaksana
Infeksi HIV
Terapi Antiretroviral lebih baik dilakukan secara
komprehensif, yaitu:
1. Pemberian Kotrimoksasol pencegahan 1x960 mg untuk
ODHA denganCD4 < 200 sel/mmk
2. Layanan TB dan kolaborasi TB-HIV
3. Beberapa IO perlu diterapi sebelum memulai ARV atau ada
beberapa IO yang membaik dengan terapi ARV
4. Layanan PPIA / PMTCT
5. Layanan IMS
6. Dukungan Nutrisi
7. Dukungan keluarga
8. Konseling pencegahan: kondom, program pertukaran jarum,
metadon, dan lain-lain
Rekomendasi Pengobatan Pencegahan
Kotrimoksazol
Rekomendasi Pengobatan Pencegahan
Kotrimoksazol
Rekomendasi Pengobatan Pencegahan
Kotrimoksazol
• Kotrimoksazol diberhentikan jika terjadi:
– Sindroma Stevens-Johnson
– Penyakit hati berat (hepatotoksik)
– Anemia atau pansitopenia berat
• Kontraindikasi Kotrimoksazol:
– Alergi sulfa
– Penyakit hati berat
– Penyakit ginjal berat
– Defisiensi G6PD
• Pada wilayah dengan prevalensi infeksi bakteri tinggi atau
endemis malaria, batasan CD4 yang digunakan adalah <350
sel/mm3
Skrining Gejala dan Tanda TB
1. Apakah ada batuk, terutama yang berlangsung lebih
dari dua minggu
2. Apakah ada demam
3. Apakah terdapat penurunan berat badan
4. Apakah ada keringat malam
5. Apakah ada riwayat kontak dengan penderita TB
lain
• Apabila tidak ada jawaban Ya pada pertanyaan
diatas maka bisa langsung diberikan terapi
Antriretroviral
• Pada bulan ke-3 ARV perlu dilakukan skrining
ulang (atau setiap datang)

• Apabila ada jawaban Ya pada minimal salah


satu pertanyaan diatas maka perlu masuk ke
alur tatalaksana TB pada HIV
Alur diagnosis TB Paru pada ODHA di Fasyankes dengan
akses ters cepat Xpert MTB/RIF
Alur skrining dan diagnosis TB tanpa fasilitas MTB/RIF
12 collaborative TB/HIV activities
A. To manage collaboration
• TB/HIV coordinating body
• HIV surveillance in TB cases
• Joint TB/HIV planning
• Monitoring and evaluation

B. For the HIV programme (Three I’s)


• Intensified TB case finding (ICF)
• TB preventive therapy (IPT)
• TB infection control (IC)

C. For the TB programme


• HIV testing and counselling
• HIV prevention
• HIV/AIDS care and support
• Co-trimoxazol Prophylaxis (CTXp)
• Antiretroviral therapy (ART)
Using a combination of measures to reduce the
burden of TB among HIV infected individuals…

• ART
Mengurangi Beban HIV pada
• CTXp Pasien TB

• ICF
• IPT Mengurangi Beban TB pada Pasien
HIV
• IC
Pengobatan Pencegahan INH (PP INH)
• Bila tegak tidak ada koinfeksi TB-HIV  PP INH
• Diberikan pada:
 Tidak ada TB saat terdiagnosis HIV
 Pada pasien Koinfeksi Tb-HIV yang telah selesai terapi OAT
• PP INH adalah pemberian INH 300 mg/hari selama 6
bulan
• Untuk mengurangi efek samping INH maka perlu
diberikan Vitamin B6 dengan dosis 25 mg/ hari atau 50
mg/dua hari
• Efek proteksi PP INH adalah sampai dengan 3 tahun
sehingga diulang pemberian PP INH setelah 3 tahun
Pemantauan setelah memulai terapi ARV

• Pemantauan laboratoris dan efek samping


• Pemantauan klinis: paling mudah adalah berat
badan dan stadium klinis
• Pemantauan Imunologis: jumlah CD4
• Pemantauan virologis: jumlah virus (viral load)
Pemantauan Laboratoris
Pemantauan efek samping obat
Obat Efek samping Tatalaksana

Zidovudine Mual, anemia Pantau Hb (minggu 2, 4,


tiap 3-6 bulan)
Lamivudine Tidak banyak -
Nevirapine Ruam kulit tingan sampai Stevens- Pantau ruam kulit
Johnson syndrome
Hepatotoksisk Fungsi liver (utamanya
GPT)
Efavirenz Efek samping pada Sistem saraf pusat Pantau gejala insomnia,
halusinasi dll
Tenofovir Fanconi syndrome / Gangguan fungsi Pantau kadar Kreatinin
ginjal
Protease Hipertliseridemia, hiperglikemi, dll Pantau profil lipid
Inhibitor sindroma metabolik
Pemantauan terjadinya IRIS – Immune
Reconstitution Inflammatory Syndrome
(Sindrom Pulih Imun)

• IRIS – sindrom inflamasi yang menyebabkan


keadaan inflamasi yang semuanya disebabkan /
berbarengan dengan pulihnya imunitas
• Sering terjadi keadaan paradoks (perburukan
klinis yang tidak diharapkan)
Pemantauan Gagal Terapi – minimal 6 bulan
dalam ARV dengan kepatuhan yang baik

• Gagal Klinis:
• Gagal imunologis
• Gagal virologis

Dalam Keadaan Gagal Terapi maka perlu


dilakukan SWITCH, pergantian obat ARV
ke golongan lain
Definisi Gagal Terapi Klinis
Definisi Keterangan

Pada dewasa dan remaja: Kondisi klinis harus dibedakan dengan


Munculnya infeksi oportunistik baru IRIS yang muncul setelah memulai
atau berulang (stadium kinis WHO 4) terapi ARV.

Pada anak: Untuk dewasa, beberapa stadium


Munculnya infeksi oportunistik baru klinis WHO 3 (TB paru atau infeksi
atau berulang (stadium klinis WHO 3 bakteri berat lainnya) atau munculnya
atau 4, kecuali TB) erupsi papular pruritik kembali dapat
mengindikasikan gagal terapi
Definisi Gagal Imunologis
Definisi Keterangan

Pada dewasa dan anak > 5 tahun Tanpa adanya infeksi lain yang menyebabkan
CD4 turun ke snilai awal atau lebih rendah penurunan jumlah CD4.
lagi Kriteria klinis dan imunologis memiliki
Atau sensitivitas rendah untuk mengedentifikasi
CD4 persisten dibawah 100 sel / mm3 gagal virologis, terlebih pada kaus yang
setelah satu tahun pengobatan memulai ARV dan mengalami gagal terapi
Atau pada jumleh CD4 yang tinggi.
CD4 turun > 50% dari jumlah CD4 tertinggi Namun saat ini belum ada alternatif yang
valid untuk mendefinisikan gagal imunologis
Anak usia dibawah 5 tahun selain kriteria ini.
CD4 persisten dibawah 200 sel/mm3 atau
<10%
Definisi Gagal Virologis
Definisi Keterangan

Pada ODHA dengan kepatuhan yang baik, Batasan untuk mendefinisikan kegagalan
viral load diatas 1000 kopi/mL virologis dan penggantian paduan ARV
berdasarkan 2x pemeriksaan HIV RNA belum dapat ditentukan
dengan jawak 3 – 6 bulan
Alur pemeriksaan HIV RNA untuk evaluasi terapi
ARV
Gagal terapi dan penggantian ARV
• Sebagai standar: 2 NRTI + 1 NNRTI
• Kalau NRTI memulai dengan:
Tenofovir (TDF) + 3TC (Lamivudin)
Maka bila gagal terapi kita ganti dengan:
Zidovudine (ZDV) + 3 TC (Lamivudin)
• NNRTI diganti dengan Protease Inhibitor
Paduan ARV lini kedua pada remaja dan
dewasa
Matur Nuwun

Sugeng Rawuh dateng


Klinik Edelweis
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai