Anda di halaman 1dari 10

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

PENYAKIT DALAM

HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV)/


ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME (AIDS)
1. Pengertian (Definisi) Infeksi HIV adalah suatu spektrum penyakit yang menyerang sel-sel kekebalan
tubuh (dari infeksi primer, dengan atau tanpa sindrom akut, stadium
asimtomatik, hingga stadium lanjut) yang disebabkan oleh Human
Immunodeficirncy Virus.
2. Anamnesis Anamnese
 Kemungkinan sumber infeksi HIV
 Gejala dan keluhan pasien saat ini
 Riwayat penyakit sebelumnya, diagnosis dan pengobatan yang diterima
termasuk infeksi oportunistik
 Riwayat penyakit dan pengobatan tuberculosis (TB) termasuk
kemungkinan kontak dengan TB sebelumnya
 Riwayat kemungkinan infeksi menular seksual (IMS)
 Riwayat dan kemungkinan adanya kehamilan
 Riwayat penggunaan terapi anti retroviral [Anti Retroviral Therapy
(ART)] termasuk riwayat rejimen untuk PMTCT (prevention of mother
to child transmission)
 Riwayat pengobatan dan penggunaan kontrasepsi oral pada perempuan
 Kebiasaan sehari-hari dan riwayat perilaku seksual
 Kebiasaan merokok
 Riwayat Alergi
 Riwayat vaksinasi
 Riwayat penggunaan NAPZA suntik

3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi tanda-tanda vital, berat badan, tanda-tanda yang
mengarah kepada infeksi oportunistik sesuai dengan stadium klinis HIV seperti
yang terdapat pada table dibawah ini. Pemeriksaan fisik juga bertujuan untuk
mencari faktor risiko penularan HIV dan AIDS seperti needle track pada
pengguna NAPZA suntik, dan tanda-tanda IMS.

4. Kriteria Diagnosis Stadium WHO


 Stadium 1 :
- asimtomatik, limfadenopati generalisata
 Stadium 2 :
- Berat badan turun <10%
- Manifestasi mukokutan minor (dermatitis seboroik, prurigo,
infeksi jamur kuku, ulkus oral rekuren, cheilitis angularis)
- Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir
- Infeksi saluran nafas atas rekuren
 Stadium 3 :
- Berat badan turun >10%
- Diare yang tidak diketahui penyebab, > 1 bulan
- Demam berkepanjangan (intermiten atau konstan), > 1 bulan
- Kandidiasis oral
- Oral hairy leucoplakia
- Tuberkulosis paru
- Infeksi bakteri berat (pneumonia, piomiositis)
 Stadium 4
- HIV wasting syndrome
- Pneumonia Pneumocystis carinii
- Toksoplasma serebral
- Kriptosporidiosis dengan diare > 1 bulan
- Sitomegalovirus pada organ selain hati, limpa atau kelenjar getah
bening (misalnya retinitis CMV)
- Infeksi herpes simpleks, mukokutan (>1bulan) atau visceral
- Progressive multifocal leucoencephalopathy
- Mikosis endemic diseminata
- Kandidiasis esophagus, trakea, dan bronkus
- Mikobakteriosis atipik, diseminata atau paru
- Septikemia salmonella non-tifosa
- Tuberculosis ekstrapulmonar
- Limfoma
- Sarcoma Kaposi
- Ensefalopati HIV

5. Diagnosis -
6. Diagnosis Banding Penyakit Imunodefisiensi primer
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan darah untuk Skrining HIV
 Anti HIV rapid

Pemeriksaan darah untuk diagnosis HIV


 Anti-HIV ELISA 3 x
 Anti-HIV Western Blot 1 x

Pemeriksaan darah lainnya


 DPL dengan Diff Count.
 Total Limfosit Count (TLC) atau hitung limfosit total: % limfosit x
jumlah Leukosit (dengan catatan jumlah dalam batas normal)
 Prediksi Hitung CD4+ Berdasarkan Hitung Limfosit Total
CD4+ = 0,3 limfosit – 8,2

Persamaan ini digunakan bila tidak didapatkan faktor perancu seperti infeksi
CMW dan Tuberkulosis.

CD4+ = 0,3 limfosit – 41 CMW + 37 antiretrovirus - 16

Persamaan diatas dapat membantu dokter untuk mengestimasi hitung CD4+


pada penderita infeksi HIV dimana sudah diketahui ada infeksi oportunistik
seperti infeksi CMV atau tuberculosis.
 Hitung CD4
 Jumlah virus HIV dengan RNA-PCR

Pemeriksaan HIV dipertimbangkan pada keadaan bawah ini :


 Infeksi menular secara seksual (IMS)
 Pasangan atau anak :
- Diketahui positif HIV
- Mengidap HIV atau penyakit yang terkait dengan HIV
 Kematian pasangan muda yang tidak jelas penyebabnya
 Penggunaan NAPZA suntikan
 Pekerjaan yang berisiko tinggi
 Aktif secara seksual dan mempunyai banyak mitra seksual

Berikut merupakan strategi penyaringan tes HIV menurut WHO dan UNAIDS

8. Terapi/Tindakan  Konseling
 Suportif
 Terapi infeksi oportunistik dan pencegahan infeksi oportunistik
Pada ODHA yang mengalami resistensi pada lini pertama maka kombinasi obat
yang digunakan adalah :

(TDF atau ZDV + 3TC atau FTC+ (LPV/RTV)


Penatalaksanaan Penanganan Pajanan HIV di tempat kerja
 Pertolongan pertama diberikan segera setelah cedera: luka dan kulit yang
terkena darah atau cairan tubuh di cuci dengan sabun dan air; dan
permukaan mukosa dibilas dengan air
 Penilaian pajanan tentang potensi penularan infeksi HIV (berdasarkan
cairan tubuh dan tingkat berat pajanan)
 PPP(profilaksis pasca pajanan) untuk HIV dilakukan pada pajanan
bersumber dari ODHA (atau sumber yang kemungkinan terinfeksi
dengan HIV)
 Sumber pajanan perlu dievaluasi tentang kemungkinan adanya infeksi
HIV. Pemeriksaan HIV atas sumber pajanan hanya dapat dilaksanakan
setelah diberikan konseling pra-tes dan mendapatkan persetujuan
(informed consent), dan tersedia rujukan untuk konseling, dukungan
selanjutnya serta jaminan untuk menjaga konfidensialitas
 Edukasi tentang cara mengurangi pajanan yang berisiko terkenana HIV
perlu dilaksanakan setelag diberikan konseling dan dengan persetujuan
(informed consent)
 Edukasi tentang cara mengurangi pajanan yang berisiko terkena HIV
perlu diberikan oleh konselor yang menilai urutan kejadian pajanan
dengan cara yang penuh perhatian dan tidak menghakimi.
 Harus dibuat laporan pajanan

Pemberian PPP dan ARV


PPP harus dimulai sesegera mungkin setelah pajanan, sebaiknya dalam waktu
2 – 4 jam. Pemberian PPP setelah 72 jam dilaporkan tidak efektif.
Direkomendasikan pengobatan kombinasi dua atau tiga jenis obat ARV.
Pilihan jenis obat ditetapkan berdasarkan pengobatan ARV pada sumber
pajanan sebelumnya dan informasi tentang kemungkinan resistensi dari obat
yang pernah digunakan. Pilihan juga berdasarkan tingkat keseriusan pajanan dan
ketersediaan ARV.
Pemberian ARV tersebut didasarkan pada pedoman yang ada, dan
disediakan satu “kit” yang berisi ARV yang direkombinasi, atau berdasarkan
konsultasi dengan dokter ahli. Konsultasi dengan dokter sangat penting dalam
hal adanya resistensi teerhadap ARV. Perlu tersedia jumlah ARV cukup untuk
pemberian satu bulan penuh sejak awal pemberian PPP.
Efek Samping :
Efek Samping yang paling sering terjadi pada pemerian ARV adalah mual dan
rasa tidak enak. Pengaruh yang lainnya kemungkinan sakit kepala, ellah, mual
dan diare. Efek samping lain yang berat pada pemberian ARV adalah seperti di
bawah ini
 NVP : pernah dilaporkan hepatotoksisitas berat pada PPP (NVP tidak
dianjurkan untuk rejimen kombinasi pada PPP)
 Ddl : pancreatitis yang fatal
 IDV/NFV : diare, hiperglikemia, lipodistrofi

Pemeriksaan Tindak lanjut dan konseling


Orang yang mendapatkan ARV untuk PPP perlu dievaluasi dan ditindak
lanjuti dalam 72 jam setelah pajanan serta perlu dipantau terhadap timbulnya
gejala toksisitas obat untuk sedikitnya selama 2 minggu. Pemeriksaan antibodi
HIV sebagai data dasar dapat dilakukan dalam 8 hari pascapajanan dan
selanjutnya dievaluasi secara berkala setidaknya selama 6 bulan pascapajanan,
misalnya pada minggu ke 6, bulan ke 3 dan bulan ke 6, namun apabila timbul
gejala penyakit yang sesuai dengan sindrom retroviral akut maka pemeriksaan
antibody HIV perlu dilakukan segera. Perlu diberikan konseling dukungan dan
juga anjuran untuk melakukan pencegahan terhadap penularan sekunder HIV
sedapat mungkin selama masa pemantauan.
Penatalaksanaan Infeksi HIV pada kehamilan
Semua ARV diketahui memiliki toksisitas terhadap kehamilan, namun tetap
diperlukan dalam keadaan seperti :
 Terapi kombinasi poten bagi penyakit HIV maternal, atau
 Sebagai profilaksis untuk mencegah infeksi HIV ke janin

9. Edukasi -
10. Prognosis Pemberian terapi ARV kepada orang dengan HIV/AIDS (ODHA) dapat
menularkan penyebaran Human Immunodefficiency Virus (HIV) hingga 92%.
11. Kepustakaan Sudoyo , AW., et al. 2006. Buku Ajar ILMU PENYAKIT DALAM Jilid II Edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI

Surabaya, 26 Agustus 2019


Ketua Komite Medik KSM Spesialis Penyakit Dalam

dr. M.Fathi Ilmawan, SpPD dr. M.Fathi Ilmawan, SpPD

Direktur RS Royal Surabaya

drg. Henny Poeri Margastuti, MARS

Anda mungkin juga menyukai