Anda di halaman 1dari 5

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

PENYAKIT DALAM

GASTROENTERITIS
1. Definisi Gastroenteritis (GE) adalah peradangan
mukosa lambung dan usus halus yang
ditandai dengan diare dengan frekuensi 3
kali atau lebih dalam waktu 24 jam. Apabila
diare > 30 hari disebut kronis.
2. Anamnesis 1. Pasien BAB lembek atau cair
2. Feses dapat bercampur darah atau
lendir
3. Frekuensi 3x atau lebih dalam waktu
24 jam
4. Perut terasa tidak nyaman (nyeri atau
kembung)
5. Mual dan muntah serta tenesmu
3. Pemeriksaan Fisik 1. Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa:
berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta
tekanan darah.
2. Mencari tanda-tanda utama dehidrasi:
kesadaran, rasa haus, dan turgor kulit
abdomen dan tanda-tanda tambahan
lainnya: ubun-ubun besar cekung atau
tidak, mata: cekung atau tidak, ada atau
tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut
dan lidah kering atau basah.
3. Pernapasan yang cepat indikasi adanya
asidosis metabolik.
4. Bising usus yang lemah atau tidak ada
bila terdapat hipokalemia.
5. Pemeriksaan ekstremitas perlu karena
perfusi dan capillary refill dapat
menentukan derajat dehidrasi yang
terjadi.
6. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi
dapat ditentukan dengan cara: obyektif
yaitu dengan membandingkan berat
badan sebelum dan selama diare.
Subyektif dengan menggunakan
kriteria. Pada anak menggunakan
kriteria WHO 1995.
4. Kriteria Diagnosis
1. Laboratoris (pemeriksaan darah)
Peningkatan LED (pada penyakit Chron
dan kolitis). Anemia terjadi pada
penyakit malabsorbsi. Di jumpai pula
hipokalsemia dan avitaminosis D,
peningkatan serum albumin, fosfatase
alkali dan masa protrombin pada klien
dengan malabsorbsi. Penuruna jumlah
serum albumin pada klien penyakit
chron.
2. Radiologi
3. Kolonoskopi
Pemeriksaan ini di anjurkan pada pasien
yang menderita peradangan kolon.
5. Diagnosis Banding 1. Demam tifoid
2. Kriptosporidia (pada penderita HIV)
3. Kolitis pseudomembran
6. Pemerikasaan Penunjang 1. Pemeriksaan Feses
-       Makroskopis dan mikroskopis.
-      pH dan kadar gula dalam tinja
dengan kertas lakmus dan tablet
dinistest, bila diduga terdapat
intoleransi gula.
-   Bila diperlukan, lakukan
pemeriksaan biakan dan uji
resistensi.
- Evaluasi feses terhadap telur cacing
dan parasit
-   Kultur fese (jika anak dirawat di
rumah sakit, pus dalam feses atau
diare yang berkepanjangan), untuk
menentukan patogen
-    Evaluasi volume, warna, konsistensi,
adanya mukus atau pus pada feses
2.          Pemeriksaan Darah
-   pH darah dan cadangan dikali dan
elektrolit ( Natrium, Kalium,
Kalsium, dan Fosfor ) dalam serum
untuk menentukan keseimbangan
asama basa.
-   Kadar ureum dan kreatmin untuk
mengetahui faal ginjal.
-   Darah samar feses, untuk memeriksa
adanya darah (lebih sering pada
gastroenteritis yang berasal dari
bakteri)
- Hitung darah lengkap dengan
diferensial
3. Intubasi Duodenum ( Doudenal
Intubation )
- Untuk mengatahui jasad renik atau
parasit secara kualitatif dan
kuantitatif, terutama dilakukan pada
penderita diare kronik.
-     Aspirasi duodenum (jika diduga
G.lamblia)
4. Uji antigen immunoassay enzim, untuk
memastikan adanya rotavirus
5.  Urinalisis dan kultur (berat jenis
bertambah karena dehidrasi; organisme
Shigella keluar melalui urine)
7. Terapi 1. Memberikan cairan dan diet adekuat
a. Pasien tidak dipuasakan dan
diberikan cairan yang adekuat
untuk rehidrasi.
b. Hindari susu sapi karena terdapat
defisiensi laktase transien.
c. Hindari juga minuman yang
mengandung alkohol atau kafein ,
karena dapat meningkatkan
motilitas dan sekresi usus.
d. Makanan yang dikonsumsi
sebaiknya yang tidak
mengandung gas, dan mudah
dicerna.
2. Pasien diare yang belum dehidrasi
dapat diberikan obat antidiare untuk
mengurangi gejala dan antimikroba
untuk terapi definitif.

Pemberian terapi antimikroba empirik


diindikasikan
pada pasien yang diduga mengalami
infeksi bakteri invasif, traveller’s
diarrhea, dan imunosupresi.
Antimikroba: pada GE akibat infeksi
diberikan antibiotik atau antiparasit,
atau antijamur tergantung penyebabnya.
8. Penatalaksanaan Obat antidiare, antara lain:
1. Turunan opioid: Loperamid,
Difenoksilat atropin, Tinktur opium.
2. Obat ini sebaiknya tidak diberikan pada
pasien dengan disentri yang disertai
demam, dan penggunaannya harus
dihentikan apabila diare semakin berat
walaupun diberikan terapi.
3. Bismut subsalisilat, hati-hati pada
pasien immunokompromais, seperti
HIV, karena dapat meningkatkan risiko
terjadinya bismuth encephalopathy.
4. Obat yang mengeraskan tinja: atapulgit
4x2 tablet/ hari atau smectite 3x1 sachet
diberikan tiap BAB encer sampai diare
stop.
5. Obat anti sekretorik atau anti
enkefalinase: Racecadotril 3x1
Antimikroba, antara lain:
1. Golongan kuinolon yaitu Siprofloksasin
2 x 500 mg/hari selama 5-7 hari, atau
2. Trimetroprim/Sulfametoksazol 160/800
2x 1 tablet/hari.
3. Apabila diare diduga disebabkan oleh
Giardia, Metronidazol dapat digunakan
dengan dosis 3x500 mg/ hari selama 7
hari.
4. Bila diketahui etiologi dari diare akut,
terapi disesuaikan dengan etiologi.

9. Edukasi Pada kondisi yang ringan, diberikan


edukasi kepada keluarga untuk membantu
asupan cairan. Edukasi juga diberikan
untuk mencegah terjadinya GE dan
mencegah penularannya.
10. Prognosis Prognosis sangat tergantung pada kondisi
pasien saat datang, ada/tidaknya
komplikasi, dan pengobatannya, sehingga
umumnya prognosis adalah dubia ad
bonam. Bila kondisi saat datang dengan
dehidrasi berat, prognosis dapat menjadi
dubia ad malam.
11. Kepustakaan Nasution,Sally.,Mardi,
Santoso.,Andhika,Rachman.
(2015). Clinical Pathway. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu 2016 Penyakit Dalam

Surabaya, 26 Agustus 2019


Ketua Komite Medik KSM Spesialis Penyakit Dalam

dr. M.Fathi Ilmawan, SpPD dr. M.Fathi Ilmawan, SpPD

Direktur RS Royal Surabaya

drg. Henny Poeri Margastuti, MARS

Anda mungkin juga menyukai