Anda di halaman 1dari 167

OPERASI SISTEM TENAGA LISTRIK

POKOK BAHASAN
1 Pengoperasin Generator
2 Operasi ekonomis : Konsep optimasi, persamaan biaya bahan bakar, daya
guna maksimum
3 Operasi ekonomis unit-unit pembangkit dalam satu stasiun pembangkit
4 Operasi ekonomis antara stasiun pembangkit
5 Pengaturan frekuensi/daya aktif : Governor,pengaturan primer dan
sekunder, perhitungan speed drop
6 Statisme dan Pengaruh perubahan frekuensi terhadap beban
7 Latihan
8 UTS
9 Load shedding : faktor yang mempengaruhi pelepasan beban
10 Under Frekuensi Relay
11 Pengaturan tegangan/daya reaktif : eksitasi generator
12 Pengaturan tegangan/daya reaktif : tapping trafo dan bangku kapasitor
13 Keandalan sistem pembangkit (LOLP)
14 Lanjutan LOLP
15 Latihan
16 UAS
PENGOPERASIAN GENERATOR
Pengasutan generator :
• Berikan arus eksitasi awal yang nilainya relatif
kecil.
• Atur penggerak mula sampai kecepatan
putaran generator manghasilkan frekuensi
nominal
• Atur arus eksitasi hingga dicapai tegangan
nominal
OPERASI PARALEL
R S T

ωt

R S T
U V W

ωt

• Sinkronisasi : penyamaan urutan fasa, frekuensi, & magnitude tegangan


• Penggerak mula dan exitasi generator diatur hingga nilainya
sama/mendekati nilai frekuensi dan tegangan sistem.
Hub. Terang-Gelap
Hub. Gelap
Hub. Terang

Synchronoscope
• Setelah proses sinkronisasi selesai, langkah berikutnya
adalah mengatur aliran daya dan tegangan pada
sistem.
• Tegangan dan daya reaktif diatur melalui arus eksitasi
sedangkan daya aktif diatur melalui penggerak mula.
• Dalam pengaturan tersebut harus diperhatikan agar
operasi generator tetap berada dalam batas-batas
kapabilitasnya
KAPABILITAS GENERATOR
Kemampuan generator dalam mensuplai daya dibatasi oleh :
• Arus stator (arus beban)
• Arus rotor (arus exitasi)
• Kestabilan : arus eksitasi generator harus cukup dan tidak boleh terlalu
kecil agar generator tidak kehilangan kestabilan.
PENGUATAN WAJAR
• Arus eksitasi yang dibutuhkan untuk tegangan terminal dan
daya tertentu dikatakan wajar jika memenuhi : E cos( )  Vt
E

 IaRa IaXs
q Vt
Ia

E x Vt
• Nilai  tergantung dari aliran daya aktif (P): P sin(  )
XS
Jadi :
Vt 2
Vt cos Vt P sin( 2 )
P sin(  ) 2X S
XS
Vt 2  2X S P 
P cos(  ) sin(  ) sin 1
2

XS   Vt 
2
OPERASI EKONOMIS
(ECONOMIC DISPATCH)
OPERASI EKONOMIS
(ECONOMIC DISPATCH)
• Optimasi
• Biaya bahan bakar pembangkit.
• Operasi ekonomis dalam sebuah stasiun
• Operasi ekonomis antara stasiun
OPTIMASI
• Optimasi : memperoleh nilai minimum atau
maksimum
• Fungsi tujuan (objective)
• Fungsi kekangan (constraint) :
– Kekangan linier (persamaan atau pertidaksamaan)
– Kekangan nonlinier (persamaan atau pertidaksamaan)
• Batas minimum dan batas maksimum
Contoh
• Tentukan nilai X agar diperoleh nilai Y yang
minimum dari
Y  X12  2X32  3 X3

• Dengan syarat :
0  X1  10 3 X1  2 X2  X3  30
2  X 2  10  2 X1  3 X2  X3  20
5  X 3  30 X1  2 X22  100
• Fungsi tujuan (objective) :
Y  X12  2X32  3 X3
• Fungsi kekangan (constraint) :
– Kekangan linier :
3 X1  2X2  X3  30  2X1  3 X2  X3  20

 X1   X1 
3 2  1 X2   30  2 3  1 X2   20
 X3   X3 
 
A eq  
X  beq A X  b
Equality Inequality

– Kekangan nonlinier (equality)


X1  2X22  100  X1  2X22  100  0
• Batas minimum dan maksimum :
0  X1  10
Xmin  0 2 5
2  X 2  10
Xmaks  10 10 30
5  X 3  30
METODE PENYELESAIAN
• Penyelesaian optimasi dapat diperoleh dengan
berbagai macam metode matematis maupun
metode heuristik
– Metode matematis : Konsep differensiasi, metode
numerik (iteratif), dll
– Heuristik : GA, PSO
• Dengan menggunakan tools optimasi pada
matlab (fmincon).
OPTIMASI DENGAN MATLAB
[X,Y] = fmincon(fun_tujuan,nilai_awal,A,b,Aeq,beq,X_min,X_maks,nonlcon)

nilai_awal : nilai awal untuk proses iterasi

nonlcon : kekangan equality dan inequlity yang berhubungan dengan


kondisi nonlinier. Keduanya harus didefinisikan sebagai fungsi dan
digabung dengan perintah deal.
clear all
clc
fun_tujuan = @(X) ( X(1)^2 - 2* X(2) ^3 + 3*X(3) )
nilai_awal=[0 0 0];
A = [-2 3 -1]
b = 20
Aeq = [3 2 -1]
beq = 30
X_min=[0 2 5];
X_maks=[10 10 30];
ceq = @(X) ( X(1) + 2* X(2) ^2 - 100)
nonlcon = @(X) deal([],ceq(X));
[X,Y] = fmincon(fun_tujuan,nilai_awal,A,b,Aeq,beq,X_min,X_maks,nonlcon)
BIAYA BAHAN BAKAR
F  a.P2  b.P  c biaya/jam (juta rupiah/jam )

Persamaan biaya bahan bakar dapat doperoleh


melalui analisis numerik dengan menggunakan
data penggunaan bahan bakar dan energi yang
dibangkitkan.
Contoh : pola pengoperasian suatu unit pembangkit adalah :
Lama Operasi Daya Energi Penggunaan BBM Biaya Biaya/Jam
(Jam) (MW) (MWh) (Liter) (Juta Rupiah) (Juta Rupiah/Jam)
2 15 30 7500 45 22.5
5 20 100 21000 126 25.2
7 45 315 56000 336 48
6 60 360 69000 414 69
3 75 225 48000 288 96
1 80 80 17500 105 105
Asumsi harga bbm = Rp 6000/liter

Daya Biaya/Jam 120


(MW) (Juta Rupiah/Jam)
100
15 22.5
80
20 25.2 60
45 48 40
60 69 20
75 96 0
0 20 40 60 80 100
80 105
close
clear all
daya=[15 20 45 60 75 80]
biayaperjam=[22.5 25.2 48 69 96 105]
konstanta = polyfit(daya, biayaperjam,2)
daya = 0 : 100;
biayaperjam = konstanta(1)*daya.^2 + konstanta(2).*daya + konstanta(3);
plot(daya, biayaperjam)
Atau dengan menggunakan fasilatas curve fitting (cftool) pada matlab

Juta rupiah
F  0,012 P  0,1326 P  17,7515
2

jam
Juta rupiah
F  0,012 P2  0,1326 P  17,7515
jam
DAYA GUNA MAKSIMUM
Daya guna maksimum diperoleh jika pembangkit dioperasikan pada
daya yang memberikan biaya per MWh yang minimum.

Juta rupiah
F  0,012 P  0,1326 P  17,7515
2

jam
Juta 1.06
MW Juta rupiah/MWh
Rupiah/jam
… … … 1.059
35 37.0925 1.05979
1.058
36 38.0771 1.0577
37 39.0857 1.05637 1.057
38 40.1183 1.05574
1.056
39 41.1749 1.05577
40 42.2555 1.05639 1.055
… … … 34 36 38 40 42
PERUBAHAN BIAYA BAHAN BAKAR ()

• Perubahan biaya pembangkitan untuk setiap perubahan


daya adalah :

dF

dP
Juta rupiah
F  0,012 P2  0,1326 P  17,7515
jam

dF Juta rupiah
  0,024 P  0,1326
dP MWh

• Jika pembangkit beroperasi pada daya 38 MW,


perubahan biaya bahan bakar untuk kenaikan atau
penurunan daya sebesar 1 MW adalah

Juta rupiah
  0,024 x 38  0,1326  1,04
MWh
Juta rupiah
F  0,012 P2  0,1326 P  17,7515
jam

dF Juta rupiah
 0,024 P  0,1326
dP MWh
OPERASI EKONOMIS DALAM SATU
STASIUN

• Bagaimana pembagian daya agar diperoleh operasi


yang ekonomis ?
Contoh :
• Dua unit pembangkit bekerja untuk melayani
beban sebesar 900 MW. Persamaan biaya
bahan bakar setiap unit adalah :
$
F1  0,004 P  8 P1
1
2

jam
$
F2  0,0048 P  6,4 P2
2
2
jam
Untuk jumlah daya pembangkitan yang tetap, kenaikan pembangkitan pada
salah satu unit dan penurunan pembangkitan pada unit lain harus
memberikan penurunan pada biaya total.

DAYA BIAYA
TOTAL BIAYA
UNIT 1 UNIT 2 UNIT 1 UNIT 2
405 495 3896.10 4344.12 8240.22
404 496 3884.86 4355.28 8240.14
403 497 3873.64 4366.44 8240.08
402 498 3862.42 4377.62 8240.04
401 499 3851.20 4388.80 8240.01
400 500 3840.00 4400.00 8240.00
399 501 3828.80 4411.20 8240.01
398 502 3817.62 4422.42 8240.04
397 503 3806.44 4433.64 8240.08
396 504 3795.26 4444.88 8240.14
395 505 3784.10 4456.12 8240.22
Bagaimana  setiap unit ?
$ dF1 $
F1  0,004 P  8 P1
2 1   0,008 P1  8
1
jam dP1 MWh
$ dF2 $
F2  0,0048 P  6,4 P2
2
2
2   0,0096 P2  6,4
jam dP2 MWh

DAYA BIAYA TOTAL BIAYA LAMDA


P1 P2 F1 F2 F1 + F2 1 2
403 497 3873.64 4366.44 8240.08 11.22 11.17
402 498 3862.42 4377.62 8240.04 11.22 11.18
401 499 3851.20 4388.80 8240.01 11.21 11.19
400 500 3840.00 4400.00 8240.00 11.20 11.20
399 501 3828.80 4411.20 8240.01 11.19 11.21
398 502 3817.62 4422.42 8240.04 11.18 11.22

Biaya minimum diperoleh jika setiap unit bekerja pada


 yang sama.
Lamda tersebut disebut sebagai  stasiun.
LATAR BELAKANG MATEMATIS
(Pengali Lagrange)
Differensiasi parsial biaya total = 0

Perubahan daya = 0 (daya total pembangkitan = tetap)

Pers. 9.4 dikali lamda


DAYA MINIMUM & DAYA MAKSIMUM
PEMBANGKIT
Jika terdapat unit pembangkit yang bekerja diluar
batas daya minimum dan maksimumnya maka :
• Unit pembangkit yang dayanya < daya
minimumnya,
– unit tersebut beroperasi pada daya minimumnya atau
– tidak dioperasikan
Pilih yang memberikan biaya minimum
• unit yang dayanya > daya maksimumnya, maka
unit tersebut harus dioperasikan pada daya
maksimumnya.
Persamaan biaya bahan bakar dua unit pembangkit
adalah :
$ $
F1  0,004 P  8 P1
1
2
F2  0,0048 P  6,4 P2
2
2
jam jam

Daya minimum dan maksimum kedua unit adalah 100


MW dan 625 MW. Hitung pembangkitan setiap unit
agar diperoleh biaya opersai yang ekonomis dan berapa
biaya operasinya ?
• beban = 900 MW
• beban = 300 MW
• beban = 1150 MW
dF1 $
1   0,008 P1  8
dP1 MWh
dF2 $
2   0,0096 P2  6,4
dP2 MWh
1   2
0,008 P1  8  0,0096 P2  6,4
P1  P2  900
P1  900  P2

0,008900  P2   8  0,0096 P2  6,4


7,2  0,008P2  8  0,0096 P2  6,4
8,8  0.0176P2
P2  500
P1  400
1   2   stasiun  0,008x 400  8  11,2
dst
Persamaan biaya bahan bakar dua unit pembangkit
adalah :
$
F1  0,004 P12  8 P1
jam
$
F2  0,0048 P22  6,4 P2
jam

Jika beban = 900 MW, Berapa P1 dan P2 agar biaya


minimum ?

P1 = 6400 P2 = -5500 ???????????


OPTIMASI DENGAN fmincon

Persamaan biaya bahan bakar dua unit pembangkit adalah :


$ $
F1  0,004 P12  8 P1 F2  0,0048 P22  6,4 P2
jam jam

Daya minimum dan maksimum kedua unit adalah 100 MW dan 625 MW. Hitung
pembangkitan setiap unit agar diperoleh biaya opersai yang ekonomis dan berapa
biaya operasinya ?
• beban = 900 MW
• beban = 300 MW
• beban = 1150 MW
• Fungsi tujuan/objektif adalah persamaan
biaya total
FT  F1  F2
FT  0,004 P12  8 P1  0,0048 P22  6,4 P2

• Fungsi kekangan (linier)


P1  P2  900
P1 
1 1   900
P2 
A eq  1 1
b eq  900
• Batas minimum dan maksimum :
Pmin  100 100
Pmaks  625 625
pers_biaya = @(P) ( 0.004 * P(1)^2 + 8*P(1) +...
0.0048*P(2)^2 + 6.4*P(2) )
Aeq = [1 1]
beq = 900
daya_min=[100 100]
daya_maks=[625 625]
nilai_awal=[0 0]
[daya,biaya] = fmincon(pers_biaya, nilai_awal,[ ],[ ],Aeq,beq, daya_min, daya_maks,[ ])
PERBEDAAN KARAKTER BIAYA UNIT-UNIT PEMBANGKIT

Unit 1

1
Unit 2
Unit 3
stasiun

4 Unit 4

P1 P2 P3 P4
Beban Stasiun Pembangkit = P1 + P2 + P3 + P4
Persamaan biaya bahan bakar dua unit pembangkit
adalah :
$ $
F1  0,004 P  8 P1
1
2
F2  0,004 P  12 P2
2
2

jam jam

Pembangkit mana yang biayanya lebih murah ?


Persamaan biaya bahan bakar dua unit pembangkit
adalah :
$ $
F1  0,004 P  8 P1
1
2
F2  0,006 P  7 P2
2
2

jam jam
Daya minimum dan maksimum unit 1 : 100 MW dan 800 MW,
unit dua : 150 MW dan 900 MW
• Jika beban = (280 + (NIM TERAKHIR X 10) ) MW, Berapa P1 dan P2 agar
biaya minimum ? Berapa biaya pembangkitannya?
• Jika beban = (1000 + (NIM TERAKHIR X 10) ) MW, Berapa P1 dan P2 agar
biaya minimum ? Berapa biaya pembangkitannya?
Persamaan biaya bahan bakar dua unit pembangkit adalah :

$ $
F1  0,004 P12  8 P1 F2  0,0048 P22  6,4 P2
jam jam

$ $
F3  0,004 P  8 P1
1
2
F4  0,006 P  7 P2
2
2

jam jam

Daya minimum setiap unit adalah 100 , 150, 100 dan 200 MW.
Daya maksimumsetiap unit adalah 625 , 625, 625 dan 800 MW.
beban :
• 400 MW
• 600 MW
• 1500 MW
• 2500 MW
PENYELESAIAN SOAL BAB 9 BUKU AST STEVENSON

$
F1  0,004 P  8 P1
1
2

jam
$
F2  0,0048 P  6,4 P2
2
2

jam
clear all
pers_biaya = @(P) ( 0.004 * P(1)^2 + 8*P(1) +...
0.0048*P(2)^2 + 6.4*P(2) )
Aeq = [1 1]
beban=[250 300 350 600 900 1175 1200 1250]
daya_min=[100 100]
daya_maks=[625 625]
nilai_awal=[0 0]
for i=1:8;
beq=beban(i);
[daya,biaya] = fmincon(pers_biaya, nilai_awal,[ ],[ ],Aeq,beq, daya_min, daya_maks,[ ]);
unit_1(i)=daya(1);
unit_2(i)=daya(2);
biaya_total (i)= biaya(1);
end
clc
disp ('===================================')
disp (' beban unit 1 unit 2 biaya total')
disp ('===================================')
for i=1:8
fprintf (' %8.2f %8.2f %8.2f %10.0f\n',beban(i),unit_1(i),unit_2(i),biaya_total(i))
end
Daya Unit Daya Unit
Beban Biaya Total
1 2
200 100 100 1528
300 100 200 2312
350 100 250 2740
600 236.36 363.64 5076
900 400 500 8240
1175 550 625 11485
1200 575 625 11797
1250 625 625 12437
Pembebanan Pembangkit
(Djiteng V.2)
• PLTD : tidak bermasalah dengan daya min.
tetapi jika berbeban rendah, ruang bakar
cepat kotor karena pembakaran kurang
sempurna
• Kendala suhu : tidak dapat mencapai kapasitas
maksimum.
• Reaksi terhadap beban : cepat. 0 sd 100 %
kurang dari 10 menit
PLTU
• Beban maksimum : bisa lebih dari
kapasitasnya tetapi dalam waktu yang singkat
• Beban minimum : 25 %, karena kendala
pengontrolan. Pada beban rendah, nyala api
kurang stabil & mudah padam
• Reaksi thd penambahan beban : lambat &
perlu beberapa tahapan.
PLTG
• Beban maksimum dapat melebihi
kapasitasnya tetapi dalam waktu yang relatif
singkat
• Beban min : biaya operasi yang mahal jika
beban terlalu rendah
• Perubahan beban : relatif cepat, 0 sd 100 %
dalam waktu 15 menit
PLTA
• Beban minimum dibatasi oleh masalah
kavitasi
• Beban maksimum sesuai kapasitasnya
• Reaksi terhadap perubahan beban sangat
cepat. 0 sd 100%, kurang dari ½ menit
OPERASI EKONOMIS ANTARA STASIUN

PL P2
P1
1 2

Beban1 Beban2

• Operasi ekonomis antara stasiun perlu memperhitungkan rugi


daya pada saluran.
• Rugi daya pada saluran (PL) dipengaruhi diantaranya oleh
• pembangkitan daya aktif (P) pada setiap stasiun,
• beban,
• Rugi daya pada saluran (PL) dapat dinyatakan sebagai fungsi
pembangkitan (P) setiap stasiun dan koofisien rugi daya pada
saluran (koofisien B)
KOOFISIEN RUGI DAYA

• Jika rentang beban tidak terlalu besar, koofisien tersebut


memberikan hasil yang cukup akurat.
• Untuk variasi beban yang besar, diperlukan beberapa nilai
koofisien B. Setiap nilai digunakan untuk mewakili rentang
beban tertentu.
Bagaimana cara memperoleh koofisien B ? (hal 228)
RUGI DAYA SEBAGAI FUNGSI PEMBANGKITAN

PL  P B PT

B11 B12  B1k  P1 


B B  B  P 
PL  P1 P2 ... Pk   21 22 2k   2 

     
   
 k1
B B k2  B kk  Pk 

PL : Rugi daya
P : Daya pembangkitan setiap stasiun
B : Koofisien kehilangan daya

Persamaan rugi daya pada saluran adalah persamaan nonlinier


CONTOH
Koofisien rugi daya saluran dari suatu jaringan yang terdiri dari 3
stasiun pembangkit adalah :

3 1 
B  10 x 
-4

1 2 

Stasiun 1 menyuplai daya 130 MW, stasiun 2 menyuplai daya 80


MW.
• Bagaimana persamaan rugi daya pada saluran ?
• Hitung beban dan rugi daya pada sistem tersebut !
OPTIMASI DAN PENYELESAIAN
• Fungsi tujuan/objektif (persamaan biaya total) :
k
FT   Fn  F1  F2  F3  F4  ...  Fk
n1

• Fungsi kekangan/constraint
k

P
k

n  PL  PB  0 P
n1
n : Jumlah daya pembangkitan
n1
PL : Rugi daya
PB : Daya beban

kekangan : nonlinier
• Penyelesaian dapat diperoleh dengan metode iteratif (file
operasi ekonomis.pdf) atau dengan optimasi menggunakan
matlab.
CONTOH
Persamaan biaya bahan bakar 3 stasiun pembangkit adalah :
$
F1  0,004686 P12  23,76P1  1683 150 MW  P1  600 MW
jam
$
F2  0,00582 P22  23,55 P2  930 100 MW  P1  400 MW
jam
$
F3  0,01446 P32  23,7 P3  234 50 MW  P1  200 MW
jam

Beban = 850 MW

Koofisien B untuk beban 850 :

3 0 0 
B  10-5 x 0 9 0 
 
0 0 12

Berapa pembangkitan setiap stasiun ?


clear all
clc
pers_biaya = @(P) ( 0.004686 * P(1)^2 + 23.76*P(1) + 1683 + ...
0.00582 * P(2)^2 + 23.55*P(2) + 930 + ...
0.01446 * P(3)^2 + 23.7*P(3) + 234 );
daya_min=[150 100 50];
daya_maks=[600 400 200];
nilai_awal=[0 0 0];
beban = 850;
B = 1e-5*[3 0 0;0 9 0; 0 0 12] ; %matriks B
ceq = @(P) P(1)+P(2)+P(3) - P*B*P'- beban; % kekangan nonlinier (equality)
nonlcon = @(P) deal([],ceq(P)); % penggabungan kekangan nonlinear(inequality & equality)
[daya,biaya] = fmincon(pers_biaya,nilai_awal,[ ],[ ],[ ],[ ],daya_min,daya_maks,nonlcon)
OPTIMASI UNIT-UNIT ANTARA STASIUN-STASIUN
PEMBANGKIT

UNIT 1

UNIT 2

UNIT K UNIT 1
STASIUN 1 JARINGAN SISTEM UNIT 2
TENAGA LISTRIK
UNIT K
UNIT 1
STASIUN K
UNIT 2

UNIT K
STASIUN 2 UNIT 1

UNIT 2

UNIT K
STASIUN 3
CONTOH
Persamaan biaya bahan bakar untuk unit-unit dari 3 stasiun pembangkit adalah :

Stasiun 1 (terdiri dari 3 unit) :


$
F1  0,0013 P12  20P1  1000 100 MW  P1  600 MW
jam
$
F2  0,0015 P22  20 P2  500 100 MW  P2  600 MW
jam
$
F3  0,0017 P32  18 P3  200 50 MW  P3  700 MW
jam

Stasiun 2 (terdiri dari 2 unit) :


$
F4  0,0013 P42  20P4  1000 100 MW  P4  600 MW
jam
$
F5  0,0015 P52  20 P5  500 100 MW  P5  600 MW
jam

Stasiun 3 (terdiri dari 2 unit) :


$
F6  0,0015 P62  20 P6  500 100 MW  P6  600 MW
jam
$
F7  0,0017 P72  18 P7  200 50 MW  P7  700 MW
jam
Beban = 3000 MW

Koofisien B untuk beban 3000 MW :

 4 1 2
B  10-5 x  1 5 3
 
2 3 6

Berapa pembangkitan setiap stasiun ?


Berapa pembangkitan setiap unit pada setiap stasiun ?
clear all;clc
pers_biaya = @(P) ( 0.0013 * P(1)^2 + 20*P(1) + 1000 + ...
0.0015 * P(2)^2 + 20*P(2) + 500 + ...
0.0017 * P(3)^2 + 18*P(3) + 200 + ...
0.0013 * P(4)^2 + 20*P(4) + 1000 + ...
0.0015 * P(5)^2 + 20*P(5) + 500 + ...
0.0015 * P(6)^2 + 20*P(6) + 500 + ...
0.0017 * P(7)^2 + 18*P(7) + 200 );
daya_min=[100 100 50 100 100 100 50];
daya_maks=[600 600 700 600 600 600 700];
nilai_awal=[0 0 0 0 0 0 0];
beban = 3000;
B = 1e-5*[4 1 2;1 5 3;2 3 6];
ceq = @(P) P(1)+P(2)+P(3)+P(4)+P(5)+P(6)+P(7) - ...
[ P(1)+P(2)+P(3) P(4)+P(5) P(6)+P(7)] * B * ...
[ P(1)+P(2)+P(3) P(4)+P(5) P(6)+P(7)]' - beban;
nonlcon = @(P) deal([],ceq(P));
[daya,biaya] = fmincon(pers_biaya,nilai_awal,[ ],[ ],[ ],[ ],daya_min,daya_maks,nonlcon)
TUGAS
• CARI DAN REVIEW JURNAL TENTANG OPERASI
EKONOMIS (ECONOMIC DISPATCH)
PENGATURAN DAYA AKTIF DAN
FREKUENSI
PENGATURAN DAYA AKTIF DAN
FREKUENSI
• Governor
• Pengaturan primer : speed drop/free governor
dan pengaturan sekunder
• Energi pengaturan & Statisme
• Pengaruh frekuensi terhadap beban
GOVERNOR
• Daya aktif berhubungan dengan frekuensi
• Sistem tenaga harus menyediakan tenaga
listrik dengan frekuensi pada rentang tertentu
• Pengaturan frekuensi →pengaturan daya aktif
→ Pengaturan bahan bakar →pengaturan
governor
Penyetelan
N0/F0 N0/F0

N1/F1 N1/F1
fSISTEM= f1 = f2 fSISTEM= f1 = f2

fB
fA S1
S2 S2

S1

P1 P2 P2 P1
Isochronous
Isoch. Ok

Speed Drop > 0


Isoch. Quite Ok

Limited Ok

Limited
Speed Drop > 0

Speed Drop > 0 Quite Ok

Isoch. and LFC Speed Drop > 0

Isoch. and LFC Ok

Isoch. and LFC


• Perubahan beban mengharuskan setiap generator menyesuaikan daya
mekaniknya melalui aksi governor.
• Governor tidak bisa seketika menyesuaikan daya mekanik, butuh waktu
untuk penyesuaian daya tersebut.
P2
N0/F0

N0/F0
P1

F1

F2

N1/F1

N1/F1
Speed Drop
(Pengaturan Primer : Governor Free)
• Sifat governor yang tidak dapat mengembalikan nilai frekuensi
ke frekuensi semula dikenal dengan : speed drop (merupakan
pengaturan primer)
Frekuensi perubahan frekuensi f
speed drop  
perubahan beban P

f Speed drop : kemiringan/gradien


garis daya terhadap frekuensi
f
speed drop  (bernilai negatif)
P

Daya
P
fSISTEM= f1 = f2

• S1 > S2
• Beban pada frek fA, PA = P1(A) + P2(A)
fA
fB • Beban pada frek. fB, PB = P1(B) + P2(B)
S2

S1

P1(A)P2(A) P1(B) P2(B)


PENGARUH SPEED DROP TERHADAP
fSISTEM= f1 =f
2 PERUBAHAN BEBAN

fA
fB • Beban A = P1(A) + P2(A)
S2
• Beban B = P1(B) + P2(B)
P1 • Beban B > Beban A
S1 • S2 < S1  ΔP2 > Δ P1
P2

P1(A)P2(A) P1(B) P2(B)

Jika terjadi perubahan beban, pembangkit dengan speed drop yang lebih
kecil akan menanggung perubahan beban yang lebih besar
PERUBAHAN PEMBAGIAN BEBAN
AKIBAT PERUBAHAN SPEED DROP
fSISTEM= f1 = f2 fSISTEM= f1 = f2

fB
fA

P1 P2 P2 P1

Speed drop unit 1 dikurangi


P1 + P2 = konstan, fB > fA
PENGATURAN SEKUNDER
• Jika aksi speed drop menghasilkan frekuensi yang terlalu
rendah/tinggi, untuk mengembalikan frekuensi sistem
kefrekuensi semula tanpa mengubah speed drop, diperlukan
pengaturan sekunder untuk menambah daya ke sistem.
• Dilakukan secara manual atau otomatis (LFC: Load Frequency
Control)
Frekuensi

fA

fB

PENGATURAN SEKUNDER

P1 P2 Daya
fB fB

fA fA

P1 P2 P1 P2 P1 P2

Pengaturan Sekunder Unit 1 & 2

P1 + P2 = konstan, fB > FA
fB
fA

P1 P2 P2 P1

PENGATURAN SEKUNDER UNIT 1


P1 + P2 = konstan, fB > fA
PENGATURAN PRIMER & SEKUNDER
f f

C C1
S1
C2
S2 S
C3
S
S3 S

P P
CONTOH

• Bagaimana pengaturan governor


unit 1 untuk beban 200 sd 350 ?
• Load limit unit 1 = 100
• Speed drop unit 2 = 0.
CONTOH
• Speed drop unit 1 = 5 % kapasitas : 30 MW
• Speed drop unit 2 = 2 % kapasitas : 50 MW
• Kondisi awal : beban = 25 MW,
• Dengan pengaturan sekunder, daya unit 1 diatur
sebesar 10 MW, unit 2 : 15 MW, dan f = 50,5 Hz,
– Jika beban dinaikkan menjadi 40 MW berapa daya
unit 1 dan 2 ? Frekuensi ?
– Jika speed drop unit 1 diubah menjadi 4 %, berapa
daya unit 1 dan 2 ? Frekuensi ?
f1  S1P1  C1 f1  f2  50,5 f1  0,05P1  51
f1  0,05P1  C1 P1  10 f2  0,02P2  50,8
f2  0,02P2  C2 P2  15 f1  f2
diperoleh  0,05P1  51  0,02P2  50,8
C1  51 P1  P2  40
C 2  50,8 f1  f2  f  50,29 Hz
P1  14,29 MW
52
P2  25,71 MW
51.5

51

50.5

50

49.5

49

48.5

48
0 10 20 30 40 50
52

51.5
f1  0,04P1  51
51
f2  0,02P2  50,8
50.5
f1  f2
50
 0,04P1  51  0,02P2  50,8
49.5
P1  P2  40
49

f1  f2  f  50,33 Hz 48.5

P1  16,7 MW 48
0 10 20 30 40 50
P2  23,3 MW
52

51.5

51

50.5

50

49.5

49

48.5

48
0 10 20 30 40 50
PERHITUNGAN SPEED

TENTUKAN RENTANG BEBAN YANG


MEMBERIKAN PERUBAHAN BEBAN HITUNG PERUBAHAN BEBAN SETIAP
YANG SAMA PADA SETIAP UNIT UNIT
(PERBANDINGAN PERUBAHAN BEBAN : TETAP)

TENTUKAN BATAS MINIMUM DAN HITUNG PERUBAHAN FREKUENSI


MAKSIMUM FREKUENSI f1  f2  ...  fsistem

HITUNG SPEED DROP SETIAP UNIT


f1 f
S1  , S 2  2 ...
P1 P2
• Bagaimana pengaturan speed drop untuk beban 350
CONTOH sd 1175 jika frekuensi dibatasi antara 49,5 sd 50,5
Hz ?
• Pada rentang beban tersebut, perbandingan
perubahan beban pada setiap unit memiliki nilai
yang sama, yaitu : P1  1,2 P2

perubahan beban setiap unit


P1  536,37  100  436,37
P2  613,63 - 250  363.63

f1  f2  fsistem
f1  f2  fsistem  50,5  49,5  1
f1 1
S1    0,002292  0,229%
P1 436,36
f2 1
S2    0,00275  0,275%
P2 363,63
Setelan governor dan perbedaannya terlalu kecil, sebaiknya ubah rentang beban.
CONTOH

P1  54,5454
P2  45,4545

f1  f2  fsistem
Bagaimana pengaturan speed
f1  f2  fsistem  1
drop governor untuk beban 350 sd
450 jika frekuensi dibatasi antara f1 1
49,5 sd 50,5 Hz ? S1    1,83%
P1 54,5454
f2 1
S2    2,2%
P2 45,4545
f1  0,0183 P1  52,33
f2  0,0220 P2  56
55

54

53

52

51

50

49

48
Unit 1
47
Unit 2
46

45
100 150 200 250 300
PENGATURAN PRIMER DAN SEKUNDER
• Apa yang harus dilakukan jika beban melebihi 450
MW?
• Frekuensi semakin turun, perlu dilakukan
pengaturan sekunder.
• Speed drop harus tetap agar pembagian beban
tidak berubah.
• Speed drop : untuk perubahan kecil pada beban
• Pengaturan sekunder : untuk perubahan beban
yang lebih besar yang frekuensinya tidak bisa
ditanggulangi oleh speed drop.
ENERGI PENGATURAN (Kf)
• Energi pangaturan : perubahan daya sistem untuk
setiap Hz perubahan frekuensi sistem (MW/Hz)

Psistem
Kf  MW/Hz
f sistem

1 1 1
Kf     ...
S1 S2 S3
S1, S2, S3, … : speed drop pembangkit
STATISME
• Statisme : speed drop yang mewakili gabungan sejumlah
pembangkit yang terinterkoneksi.
• Statisme : perubahan frekuensi untuk setiap MW perubahan
beban sistem (Hz/MW)
Frekuensi
sistem
perubahan frekuensi sistem
statisme 
perubahan beban sistem f1
f 1 f2 Statisme
statisme  sistem 
Psistem K F

P1 P2 Beban
sistem
Jumlah unit dan statisme

S1 Statisme
S1 S2
Statisme
S2 S3

• Semakin banyak unit yang beroperasi, statisme semakin baik


55 Dari soal sebelumnya, bagaimana
f1  0,0183 P1  52,33
54 statisme dan energi pengaturan sistem
f2  0,0220 P2  56
53
52 Psistem 1 1
Kf     100 MW/Hz
51 fsistem S1 S1
50 1
Statisme   0,01 Hz/MW
49 Kf
48
Unit 1 Beban 400, f : 50
47
Unit 2
46 fsistem  0,01Psistem  54
45
100 150 200 250 300
51
50.5
50
49.5
49
fsistem  0,01Psistem  54
48.5
48
47.5
47
46.5
46
350 370 390 410 430 450
CONTOH
• Stasiun 1 :
– Unit 1 Speed drop = 15 % kapasitas : 30 MW
– Unit 2 Speed drop = 10 % kapasitas : 50 MW
• Stasiun 2 :
– Unit 3 Speed drop = 12 % kapasitas : 40 MW
– Unit 4 Speed drop = 12 % kapasitas : 40 MW
• Kondisi awal : beban = 70 MW, f = 50 Hz
– daya unit 1 : 10 MW,
– daya unit 2 = unit 3 = unit 4 = 20 MW,
• Daya nominal beban dinaikkan menjadi 120 MW,
• Berapa frekuensi sistem ?
• Berapa daya pada setiap unit ?

Frekuensi = 48.5 Hz
Daya pada setiap unit :
• unit 1 = 20 MW
• unit 2 = 35 MW
• unit 3 dan unit 4 = 32,5 MW
PENGARUH PERUBAHAN FREKUENSI
TERHADAP BEBAN
• Beban-beban seperti peralatan yang mengandung motor
listrik sangat dipengaruhi oleh frekuensi.
• Jika frekuensi turun, daya yang digunakan akan turun dan
lebih kecil dari daya nominalnya.

Garis
beban P
D (MW/Hz)
f f
Statisme 1
f beban  Pbeban  C
D

P
Garis Garis
beban 1 beban 2

fnominal
fB
Statisme

P1 P’2 P2

• Daya beban berubah dari P1 menjadi P2


• Karena penurunan frekuensi ,beban pada P2 bergeser ke P2’
• Daya pada beban 2 < dari daya nominalnya akibat penurunan
frekuensi
PENGATURAN SEKUNDER UNTUK MENGATASI
PERUBAHAN BEBAN AKIBAT PERUBAHAN FREKUENSI

Garis
beban 2

fnominal
f
fB

P

P1 P’2 P2

• ΔP dipengaruhi oleh karakter beban. Nilainya dijadikan sebagai acuan untuk penambahan
daya melalui pengaturan sekunder agar frekuensi dan beban kembali ke nilai nominalnya
• Penambahan daya dilakukan secara bertahap dan dikoordinir oleh pusat pengatur beban
CONTOH
• Sebuah sistem tenaga listrik terdiri dari 2 pusat listrik, yaitu
PLTD dan PLTG. Didalam PLTD terdapat 4 unit yang sama, yaitu
4 x 5 MW, sedangkan dalam PLTG terdapat dua unit yang
sama yaitu 2 x 15 MW. Sebuah unit PLTG tidak siap beroperasi
karena sedang menjalani pemeliharaan
• Penyetelan governor dari unit yang beroperasi menghasilkan
energi pengaturan sebesar 3 MW/Hz. Kalau unit-unit PLTD
berbeban 4 x 4 MW dan PLTG berbeban 10 MW dengan
frekuensi sistem 50 HZ, sedangkan karakteristik beban
menunjukkan penurunan beban 1 MW untuk penurunan
frekuensi 1 Hz, maka apabila beban sistem naik 5 MW, tanpa
ada pengaturan sekunder frekuensi sistem menjadi berapa ?
• Jika dilakukan pengaturan sekunder sedemikian hingga terjadi
penambahan daya yang dibangkitkan sebesar 1 MW, hitung
frekuensi sistem
(Operasi sistem tenaga listrik, Djiteng Marsudi)
1 1
Statisme    0,333 MW/Hz Beban naik 5 MW f  0,333 P  58,67
Kf 3
Pbeban  26  5  31 f  P  19
fsistem  0,333 Psistem  C f beban  Pbeban  C diperoleh
Psistem  4 x 4  10  26 C  50  31  19 P  29,75
fsistem  50 f beban  Pbeban  19 f  48,75

diperoleh
C  58,67

Garis beban
(kondisi awal) Garis beban
fbeban  Pbeban  24 setelah penambahan beban
D  1 MW/Hz fbeban  Pbeban  19
fA
Pada beban 26 MW, frekuensi 50 Hz. fB
Persamaan garis beban kondisi awal : Statisme

1
f beban  Pbeban  C
D P=29,75
f beban  Pbeban  24 f=48,75

P1 P’2 P2
Jika dilakukan pengaturan sekunder sedemikian hingga terjadi
penambahan daya yang dibangkitkan sebesar 1,25 MW, hitung
frekuensi sistem

P=31 MW karakter beban  1 MW/Hz


f=50 Hz
P  1,25
fC
fB
f B  48,75
f f c  48,75
 1
1,25 MW
P 1,25
diperoleh
P’2 P2
f c  50 Hz
LATIHAN
• Stasiun 1 :
– Unit 1 Speed drop = 15 % kapasitas : 30 MW
– Unit 2 Speed drop = 10 % kapasitas : 50 MW
• Stasiun 2 :
– Unit 3 Speed drop = 12 % kapasitas : 40 MW
– Unit 4 Speed drop = 12 % kapasitas : 40 MW
• Kondisi awal : beban = 70 MW, f = 50 Hz
– daya unit 1 : 10 MW,
– daya unit 2 = unit 3 = unit 4 = 20 MW,
• Karakter beban : beban berkurang 3 MW jika frekuensi turun 1 Hz (D=3 MW/Hz) .
• Daya nominal beban dinaikkan menjadi 120 MW,
– Berapa daya pada setiap unit pembangkit
– Berapa daya yang harus ditambahkan melalui pengaturan sekunder pada
setiap unit agar frekuensi dan beban kembali kenilai nominalnya? (speed drop
tetap)
– Dari soal sebelumnya :
• Kf = 33,333 MW/Hz
• Statisme = 0,03 Hz/MW
– Persamaan statisme : f sistem  0,03Psistem  52.1
– Persamaan garis beban : f beban  0.333Pbeban  10
– Diperoleh :
• daya beban = 115.8716 MW
• frekuensi sistem = 48,62 Hz
– Daya pada setiap unit :
f  50  48.62  1.38 Garis beban
f
Pi  50 Hz
Si 48.62 Hz

– unit 1 = 19.17431 MW
– Unit 2= 33.76147 MW Statisme

– Unit 3= 31.46789 MW
– Unit 4= 31.46789 MW
P1 P’2
– Daya yang harus ditambahkan melalui pengaturan sekunder pada setiap unit agar
frekuensi dan beban kembali kenilai nominalnya
• Kekurangan daya ΔPsistem = 120 – 115.8716 = 4.12844 MW.
• Kf = 33,333 MW/Hz

f '
P

fnominal
f
fB P
Kf 
f '
4.12844
P
33,333 
f '
f '  0.12385
P’2 P2
0.12385
Penambahan daya pada setiap unit melalui pengaturan sekunder : Pi 
Si
Unit 1 = 0.8257MW
Unit 2 = 1.2385MW
Unit 3 = 1.0321MW
Unit 4 = 1.0321MW
Daya pada setiap unit setelah dilakukan pengaturan sekunder :
unit 1 = 20 MW
unit 2 = 35 MW
unit 3 dan unit 4 = 32,5 MW

50
48,62

4,13

115,9 120

Penambahan daya sebesar 4,1284 MW mengubah frekuensi dari


48,62 Hz menjadi 50,12385 Hz.
Karena pengaruh aksi governor melalui speed drop, daya sebesar
4,1284 MW menyebabkan frekuensi turun sebesar 0,12385 menjadi
50 Hz
PENGATURAN ALIRAN DAYA AKTIF
• Perubahan pola pembangkitan
• Transformator penggeser fasa
UTS
LOAD SHEDDING
• Ketika ada unit pembangkit yang terganggu, daya
pembangkitan berkurang.
• Daya pembangkitan < daya beban. Rotor mengalami
perlambatan sehingga kecepatan putaran & frekuensi juga
semakin berkurang
– Pembangkit : Dapat merusak turbin, Power system protection
(PM Anderson) bab 20
– Beban, terutama yang menggunakan motor listrik, mengalami
penurunan daya.
• Untuk menjaga frekuensi, pelepasan sebagian beban harus
dilakukan.
• Rele untuk pelepasan beban : Under Frequency Relay (UFR)
• Turbin uap dirancang untuk beroperasi pada rentang frekuensi
tertentu
• Contoh :
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PELEPASAN BEBAN
• Kecepatan penurunan frekuensi (df/dt):
– Selisih daya pembangkitan (Pm) dan beban (Pe) : daya
perlambatan
– Energi mekanik (kinetik) yang tersimpan pada unit-
unit yang tidak terganggu : kelembaman sistem (H)
– Pengaruh perubahan beban akibat perubahan
frekuensi (D)
• Waktu untuk reaksi governor
• Setelan UFR :
– Setelan frekuensi
– waktu tunda (delay)
• Jika penurunan frekuensi semakin Frekuensi

Reaksi Governor
lambat maka semakin lama waktu
yang tersedia bagi governor untuk
f (UFR)
menyesuaikan daya pembangkitannya
sebelum UFR memberikan reaksi Pelepasan beban

sehingga pelepasan beban tidak perlu


dilakukan t1 t2 Waktu

t1 = waktu pelepasan beban


t2 = Waktu yang dibutuhkan agar governor bereaksi

Frekuensi

Catatan : Reaksi Governor

pengaturan primer governor


membutuhkan waktu kira-kira 4 detik f (UFR)

(djiteng hal 268), pengaturan sekunder


dengan LFC, t > 6 detik (djiteng hal
287).
t1 t2 Waktu

t1 = Waktu yang dibutuhkan agar governor bereaksi


t2 = waktu pelepasan beban
PENGARUH PENGURANGAN DAYA
PEMBANGKITAN TERHADAP df/dt
wtws Tm
• Semakin besar kekurangan daya pada tetap
sistem maka penurunan kecepatan dan
frekuensi semakin cepat. Te
-T sebanding dengan daya unit yang terganggu
J
• Laju penurunan frekuensi :
dwm Ta Tm  Te wt
   T berkurang
dt J J
Tm
Pm  Pe
T  T
wms
Te
dwm Pm  Pe df Pm  Pe
 
dt Jwms dt 2Jwms
J
PENGARUH KELEMBAMAN TERHADAP df/dt

• Bagian-bagian yang berputar dari pembangkit menyimpan


energi kinetik.
• Energi kinetik yang tersimpan tergantung dari dimensi
turbin/rotor (momen kelembaman (J ) Kg.m2)
• Energi kinetik tersebut dapat diketahui dari data konstanta H
pembangkit :
1 Jwm( s )
2
Energi kinetik
H (detik) H pu
Rating generator (MVA) 2 Sbase
– Nilainya berkisar antara 1 sd 9 detik (tergantung dari jenis, dimensi &
kecepatan putaran pembangkit (stevenson hal. 355)
• Semakin besar konstanta H sistem, maka penurunan frekuensi
semakin lambat
PERHITUNGAN KONSTANTA H SISTEM

Dua unit pembangkit,


• pembangkit 1 : kapasitas 200 MVA, H = 2 detik
• pembangkit 2 : kapasitas 300 MVA, H = 5 detik
Hitung H setiap pembangkit dan H sistem pada
dasar 1000 MVA
Energi kinetik
H (detik) H1 
400 MJ
 0,4 detik
Rating generator (MVA) 1000
EK1  400 MJ 1500 MJ
H2   1,5 detik
1000
EK 2  1500 MJ
1900 MJ
EK  1900 MJ Hsistem   1,9 detik
1000
Daya Daya beban
PENGARUH PERUBAHAN BEBAN (Pe)
Daya unit yang
tidak terganggu
AKIBAT PERUBAHAN FREKUENSI (D) (Pm)

TERHADAP df/dt
• Turunnya frekuensi menyebabkan daya Daya
perlambatan
yang digunakan beban berkurang. (Pm-Pe)

P
D (MW/Hz) 1 2 3 4 5 Waktu
f 0.5 0.3 0.2 0.1 0 Pm-Pe (perunit)
50 49,5 49 48,5 48 frekuensi
• Nilai D berkisar 1% sd 2 % (imam robandi) Daya Daya beban

• Semakin besar D, maka penurunan (Pe) Daya unit yang


tidak terganggu
frekuensi akan semakin lambat. (Pm)

Daya
perlambatan
(Pm-Pe)

1 2 3 Waktu
0.5 0.25 0 Pm-Pe (perunit)
50 49,7 49,4 frekuensi
Daya

Pe0
Pe Pe(t) Daya beban pada waktu t :
P
D (MW/Hz)
f

P  Df

Pe  Pe0  Pe  Pe0  Df


t Waktu
ANALISIS (LAMPIRAN 1)
dfs t  Dfs0  fs0 
 fs t   Pm  Pe  Lampiran 1
dt 2H 2H

Penyelesaian :

f s t  
Pm  Pe  
Pm  Pe  e 
Df s  0 
2H
t

D D
Kondisi mantap Kondisi peralihan

fs t   fs t   fs 0 
ANALISIS DENGAN MODEL
SYSTEM FREQUENCY RESPONSE (SFR)
• Pengaruh governor, turbin, jaringan dapat dianalisis
untuk memperoleh hasil yang lebih akurat (SFR model)
: Power system protection (PM Anderson) bab 20
• Tetapi model pers. diff. orde 1 (exp) memberikan hasil
yang lebih aman (mengurangi resiko terburuk)
Contoh (djiteng marsudi hal 281)
• Sebuah sistem terdiri dari beberapa unit pembangkit. Kapasitas
sistem 2000 MW. Konstanta H sistem 5 s (dasar 2000 MVA). Kondisi
beban sistem 1800 MW dengan frekuensi 50 Hz.
• Salah satu unit pembangkit mengalami gangguan. Kapasitas unit
tersebut 250 MW, dan saat terganggu menyuplai daya 200 MW.
Kontanta H unit tersebut 5 detik (atas dasar kapasitas pembangkit)
• Pengaruh frekuensi terhadap daya beban (D) dianggap 1800
MW/50 Hz = 36 MW/Hz.
• Jika pengaruh governor diabaikan (tidak bereaksi) :
– Akan menjadi berapa frekuensi sistem ?
– Berapa frekuensi sistem setelah 6 detik ?
– Pada detik keberapa frekuensi sistem menjadi 48 Hz?
– Berapa beban yang harus dilepaskan agar frekuensi dapat dijaga pada
nilai 49,5 Hz ?
• Dasar 2000 MVA
• Frekuensi sinkron awal (fs(0)) = 50 Hz
• Beban (Pe) = 1800/2000 = 0,9 pu
• Pembangkitan (Pm) = (1800-200)/2000 = 0.8 pu
• D = 36/2000 = 0,018 pu
• H sistem (awal) = 5
• H sistem unit yang terganggu = 5 s (atas dasar 250 MW).
atas dasar 2000 MVA :
– Ek = 250 x 5 = 1250 MJ,
– H = 1250/2000 = 0,625 s
• H sistem (tanpa unit yang terganggu) = 5 – 0.625 = 4.375 s

t   Pm  Pe   Pm  Pe  e
Df s  0 
 t
f s 2H
D D
fs t   fs t   fs 0 
Frekuensi sistem menjadi : 44,44
Frekuensi setelah 6 detik : f = 47.44 Hz
Frekuensi sistem sebesar 48 Hz setelah 4,339 detik
% Djiteng hal 281
close;clear all;
dasar_daya =2000; fs0 = 50; H=5-0.625
Pm = 1600/dasar_daya; Pe = 1800/dasar_daya ; D= 36/dasar_daya
t = [0:0.1:10] ;
perubahan_frekuensi = (Pm-Pe)/D - (Pm-Pe)/D * exp (-D*fs0/(2*H)*t)
frekuensi = perubahan_frekuensi + fs0
plot(t,frekuensi);legend 'Frekuensi ';grid on
TUGAS/LATIHAN
• Sebuah sistem terdiri dari beberapa unit pembangkit.
Kapasitas sistem 3000 MW. Konstanta H sistem 6 s (dasar
3000 MVA). Kondisi beban sistem 2500 MW dengan frekuensi
50 Hz.
• Salah satu unit pembangkit mengalami gangguan. Kapasitas
unit tersebut 850 MW, dan saat terganggu menyuplai daya
500 MW. Konstanta H unit tersebut 1 detik (dasar 3000 MVA)
• Pengaruh frekuensi terhadap daya beban (D) adalah 0,04 pu
(atas dasar 1000 MVA).
• Pada detik keberapa frekuensi sistem menjadi 48 Hz ?
Detik ke 2.6153
UFR
• UFR mendeteksi frekuensi untuk melepaskan
sebagian beban.
• Pelepasan sebagian beban akan mengurangi
laju penurunan frekuensi sehingga waktu
untuk reaksi governor dapat tercapai.
• Pelepasan beban dilakukan pada beban-beban
yang bukan beban vital.
• Setelan UFR : setelan frekuensi dan time delay. Contoh
setelan UFR (djiteng marsudi) frekuensi nominal 50 Hz, 3
step :
– 48 Hz, tanpa delay
– 48,5 Hz, delay 1 detik
– 49 Hz, delay 2 detik

• Tahap, daya pelepasan beban, frekuensi dan time


delay disesuaikan dengan kondisi operasi
• UFR minimal harus dapat melepaskan beban
dengan kapasitas sesuai dengan unit terbesar
dalam sistem.
• Jika selisih daya pembangkitan dan beban
tidak terlalu besar, ada kemungkinan frekuensi
dapat dipertahanakan pada rentang yang
diijinkan tanpa pelepasan beban
• Batas frekuensi yang terlalu tinggi
memberikan resiko bahwa pelepasan beban
sesungguhnya tidak perlu dilakukan.
• Batas frekuensi yang terlalu rendah
memberikan resiko pelepasan beban
terlambat dan bisa mengakibatkan gangguan
yang lebih besar.
CONTOH
• Setelan UFR :
– Step 1 : 49 Hz, delay 1 detik
– Step 2 : 48,5 Hz, delay 1 detik
– Step 3 : 48 Hz, tanpa delay
• Jika pada soal sebelumnya pengaruh governor diabaikan :
– Pada detik keberapa pelepasan beban step 1 ?
– Jika beban yang dilepaskan pada step 1 sebesar 100 MW, apakah
masih terjadi pelepasan beban untuk step 2 ? Detik keberapa
pelepasan beban untuk step 2 ?
– Jika beban yang dilepaskan pada step 2 sebesar 50 MW, apakah masih
terjadi pelepasan beban untuk step 3 ? Detik keberapa pelepasan
beban untuk step 3 ?
• Bagaimana frekuensi sistem jika terjadi penambahan daya pada detik ke 5
sebesar 50 MW
PENYELESAIN
dfs t  Dfs0  fs0 
 fs t   Pm  Pe 
dt 2H 2H

dfs t  fs0  Df
 Pm  Pe   s0  fs t 
dt 2H 2H

function df_dt = persamaan_differensial(t,delta_f)


global fs0 H Pm Pe Pe_1 D t1 t2 t3 t4 Pm_1
global pelepasan_beban1 pelepasan_beban2 pelepasan_beban3 penambahan_pembangkitan
if t <= t1 ; Pe = Pe_1 ; end
if t > t1 & pelepasan_beban1>0; Pe = Pe_1 - pelepasan_beban1 ; end
if t > t2 & pelepasan_beban2>0; Pe = Pe_1 - pelepasan_beban1 - pelepasan_beban2 ; end
if t > t3 & pelepasan_beban3>0; Pe = Pe_1 - pelepasan_beban1 - pelepasan_beban2 - pelepasan_beban3; end
if t <= t4 ; Pm=Pm_1 ; end
if t > t4 & penambahan_pembangkitan>0 ; Pm=Pm_1 + penambahan_pembangkitan ; end
df_dt = [ fs0/(2*H)*(Pm -Pe) - D*fs0/(2*H) * delta_f];
close;clc;clear all
global fs0 H Pe_1 D t1 t2 t3 t4 Pm_1
global pelepasan_beban1 pelepasan_beban2 pelepasan_beban3 penambahan_pembangkitan
dasar_daya =2000; fs0 = 50;
H=5-0.625
D= 36/dasar_daya
Pm_1 = 1600/dasar_daya
Pe_1 = 1800/dasar_daya
pelepasan_beban1 = 100/dasar_daya
pelepasan_beban2 = 50/dasar_daya
pelepasan_beban3 = 0/dasar_daya
penambahan_pembangkitan = 50/dasar_daya
t1 = 2.929 %waktu pelepasan beban1 (termasuk delay)
t2 = 4.5734 %waktu pelepasan beban2 (termasuk delay)
t3 = 0 %waktu pelepasan beban3
t4 = 7 %waktu penambahan pembangkitan
nilai_awal_delta_f =0
t = [0:0.001:10] ;
[t,delta_f] = ode45('persamaan_differensial', t,nilai_awal_delta_f);
plot(t,delta_f + 50);legend 'frekuensi';grid on
Step 1

Step 2 Gov.
PENGATURAN TEGANGAN
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JATUH TEGANGAN
• Tegangan rel-rel pada jaringan harus dijaga agar berada pada batas-
batas normal pengoperasian.
• Perubahan tegangan pada rel disebakan oleh jatuh tegangan pada
saluran, trafo dll
• Semakin besar arus yang melewati saluran, jatuh tegangan semakin
besar.
• Kuat arus dipengaruhi oleh daya aktif (P) dan daya reaktif (Q)
• Jatuh tegangan oleh daya P dipengaruhi oleh resistansi (luas
penampang) penghantar.
• Jatuh tegangan oleh daya Q dipengaruhi oleh reaktansi penghantar
(jarak antar penghantar). Reaktansi penghantar dapat diperkecil
dengan konfigurasi jarak penghantar yang lebih dekat, tetapi
dibatasi oleh kemampuan penghantar untuk menahan tegangan
(isolasi).
• Jatuh tegangan dapat diperbaiki dengan menyalurkan daya pada
tegangan tinggi
VTT VTT
TT _
_22
TT _
_11

S2  PB  jQB
P  jQ PB  P1  PR
S11  P11  jQ11 ITT  ** V2  V1  V
S1  P1  jQ1
TT
VTT
TT QB  Q1  QR
P11  jQ11
ITR  P ** jQ1 PRR  I2TT
2
ITR  V1TR
TR TTR
TR *
VTR
QR  I2TT X

V  R  jX ITT
PENGATURAN TEGANGAN
Karena perubahan beban maka diperlukan pengaturan
tegangan, melalui :
• Pengaturan sadapan (tapping) tranformator, autotrafo
• Pengaturan daya reaktif :
– Eksitasi generator
– Kapasitor
• Fixed capasitors
• Switched capasitors
– Flexible AC Transmission Systems (FACTS) :
• Paralel (shunt), seri, shunt & parelel
• Static Compensator(STATCOM), Thyristor Controlled Series
Capacitors (TCSC), dll (handbook : Flexible AC Transmission
Systems (Xiao-Ping Zhang, Christian Rehtanz, Bikash Pal
SADAPAN (TAPPING) TRAFO
• Akibat pengaruh beban yang selalu berubah-ubah, tegangan primer
trafo juga akan berubah-ubah.
• Agar tegangan pada sisi beban trafo berada dalam batas yang
diijinkan, maka tapping trafo harus disesuaikan dengan tegangan
primer.
• Tapping trafo dapat diubah secara manual (tanpa beban) atau
dalam keadaan berbeban dengan menggunakan On Load Tap
Changer (OLTC)
• Pada jaringan radial : tegangan pada sisi sumber akan semakin kecil

TT
TR
Sebelum pengaturan tapping
Setelah pengaturan tapping
AUTOTRAFO
• Autotrafo : trafo satu satu kumparan
• Auto trafo digunakan jika kenaikan/penurunan
tegangan yang diinginkan tidak terlalu besar.
• Jumlah lilitan dan kapasitas trafo akan lebih
kecil dibandingkan jika menggunakan trafo 2
kumparan.
N2
N2

V1 N1 V2 V1 N1 V2

V1 N1  N2 V1 N1  N2
 
V2 N1 V2 N1
PENURUN PENAIK
TEGANGAN TEGANGAN
PENGATURAN TEGANGAN MELALUI PENGATURAN
ARUS EKSITASI GENERATOR

• Pada kondisi tanpa beban, tegangan terminal stator sama dengan


tegangan internal yang dibangkitkan oleh kumparan-kumparan
stator, yaitu :
E=CN
E : tegangan terminal tanpa beban
N : kecepatan putaran generator (rpm)
C : konstanta generator
 : fluks yang dihasilkan oleh arus eksitasi
E

If / 
KONDISI BERBEBAN (MEDAN PUTAR STATOR)
• Arus stator (arus beban) juga menghasilkan fluks, yaitu jumlah fluks dari
setiap fasa.
• Penjumlahan fluks tersebut menghasilkan fluks yang berputar disekeliling
stator dengan frekuensi sama dengan frekuensi sinkron.

• Fluks tersebut akan berikatan dan mempengaruhi fluks yang dihasilkan


rotor (REKASI JANGKAR)
• Gandengan fluks rotor (fluks utama) dengan fluks yang
dihasilkan stator, bisa semakin kuat atau semakin lemah.
Pengaruh fluks yang dihasilkan stator terhadap fluks utama
dikenal dengan REAKSI JANGKAR
• Jika beban bersifat induktif, reaksi jangkar akan memperlemah
fluks utama sehingga tegangan terminal akan turun.
• Jika beban bersifat kapasitif maka reaksi jangkar akan
memperkuat fluks utama dan tegangan terminal akan naik.
Reaksi Jangkar
(Pengaruh Beban Induktif)
Fluks arus eksitasi/fluks rotor
Tegangan akibat fluks rotor
Arus stator/beban
Fluks akibat arus beban
Resultan fluks

Tegangan oleh fluks resultan


(tegangan terminal)

Perubahan tegangan akibat


reaksi jangkar
Sudut beban (tertinggal) :
beban induktif
Bagaimana cara menaikkan tegangan terminal ?
Tambah arus eksitasi
Reaksi Jangkar
(Pengaruh Beban Kapasitif)
Fluks arus eksitasi/fluks rotor
Tegangan akibat fluks rotor
Arus stator/beban
Fluks akibat arus beban
Resultan fluks

Tegangan oleh fluks resultan


(tegangan terminal)

Perubahan tegangan akibat


reaksi jangkar
Sudut beban (tertinggal) :
beban induktif
Bagaimana cara menurunkan tegangan terminal ?
Kurangi arus eksitasi
V1 V2
V  jX I

S  PB  jQB
S  P  jQ

V1 V2

S  PB  jQB
S  P  jQ

IF

• Penyebab jatuh tegangan adalah daya reaktif saluran (reaktansi saluran)


sehingga daya reaktif yang dibutuhkan beban berkurang.
• Sumber daya reaktif (eksitasi generator) berada jauh dari beban,
meningkatkan rugi daya.
• Daya reaktif yang bisa diberikan generator dibatasi oleh arus rotor (arus
eksitasi)
PENGARUH KOMPENSASI DAYA REAKTIF TERHADAP
TEGANGAN
– Daya reaktif beban disuplai dari kapasitor yang diletakkan
pada sisi beban, sehingga daya reaktif dari sumber
berkurang.
– Kapasitor
• Fixed capasitors
• Switched capasitors
– Jika jumlah kapasitor terbatas, lokasi dan ukuran kapasitor
harus dianalisis agar diperoleh hasil optimal.

S  PB  jQB
jQC
KEANDALAN SISTEM PEMBANGKIT
(LOLP)
Forced Outage Rate (FOR)
• FOR adalah peluang suatu pembangklit tidak dapat beroperasi (unavailability
/ketidaktersediaan), diukur untuk masa satu tahun (8760 jam).
• FOR dipengaruhi oleh jumlah gangguan dan waktu untuk perbaikan gangguan.

xMTTR
FOR 
xMTTR   8760
–  : rata-rata jumlah gangguan per tahun
– MTTR : rata-rata waktu perbaikan setiap gangguan

• FOR tahunan untuk PLTA berkisar 1%, PLTG 7%, PLTU (minyak) 9%, PLTU (batubara)
10 %.
PROBABLITAS KETERSEDIAAN
(availability)
• Peluang ketersediaan dianalisis berdasarkan nilai FOR
(ketidaktersediaan)
Ketersediaan = 1 - ketidaktersediaan
• INGAT KEMBALI MATERI PROBABILITAS
PROBABLITAS KETERSEDIAAN
(availability)
• Tiga unit pembangkit dengan data :
UNIT DAYA F.O.R.
1 500 0.01
2 1000 0.03
3 1000 0.02

• Berapa kemungkinan cara pengoperasian pembangkit.


• Berapa peluang setiap cara pengoperasian ?
• Berapa daya total yang bisa disediakan dari setiap cara
pengoperasian pembangkit ?
KEMUNGKINAN CARA PENGOPERASIAN
NO Daya total PROBABILITAS
UNIT 1 UNIT 2 UNIT 3
Pembangkitan
1 1 1 1 2500 0.9410940
2 0 1 1 2000 0.0095060
3 1 0 1 1500 0.0291060
4 1 1 0 1500 0.0192060
5 0 0 1 1000 0.0002940
6 0 1 0 1000 0.0001940
7 1 0 0 500 0.0005940
8 0 0 0 0 0.0000060
1.0000000

Berapa peluang daya pembangkitan total : 1000


Cara pengoperasian 5 atau 6, atau 7 atau 8,
peluangnya :
= 0.000488 + 0.0005940 + 0.0000060 =
0.001088
PROBABILITAS KOMULATIF
• Jika terdapat dua atau lebih kejadian yang tidak bisa terjadi
bersamaan, maka peluang terjadinya paling kurang (minimal)
salah satu kejadian adalah komulatif dari peluang setiap
kejadian
PENGOPERASIAN
Daya Total Daya PROBABILITAS
NO PROBABILITAS
Pembangkit UNIT 1 UNIT 2 UNIT 3 Pembangkit (KOMULATIF)

1 2500 1 1 1 0.9410940     1.0000000


2 2000 0 1 1 0.0095060    0 0.0589060
3 1 0 1
1500 0.0483120     0.0494000
4 1 1 0
5 0 0 1
1000 0.0004880     0.0010880
6 0 1 0
7 500 1 0 0 0.0005940    0.0006000
8 0 0 0 0 0.0000060  0.0000060
FREKUENSI HARAPAN
• Kemungkinan banyak kali suatu kejadian berlangsung
= peluang x jumlah semua kejadian
• Dadu dilempar 100 kali, berapa jumlah kejadian yang
diharapkan untuk munculnya mata dadu 4 ?
• Dadu dilempar 100 kali, berapa jumlah kejadian yang
diharapkan untuk munculnya mata dadu kurang dari
4?
LOLP
• Terdapat kemungkinan unit-unit pembangkit
tidak dapat beroperasi sehingga daya
pembangkitan total tidak mampu melayani
seluruh beban.
• Angka yang menggambarkan jumlah hari unit-
unit pembangkit tidak mampu melayani sebagian
beban disebut "loss of load probability”.
• Untuk memperoleh nilai LOLP, dibutuhkan :
– Peluang daya total pembangkitan  daya beban
– Kurva lama beban
KURVA LAMA BEBAN
• Kurva lama beban diperoleh dari kurva beban harian selama satu tahun.

Berapa jam daya beban lebih dari 250 MW berlangsung ?


Jika kapasitas pembangkitan 250 MW, berapa jam pemadaman sebagian beban
berlangsung?
• LOLP = p x t
keterangan
p : probabilitas tersedianya daya pembangkitan sebesar c.
t : lamanya waktu (hari) dimana daya pembangkit an total kurang dari daya
beban
• Berapa jumlah hari terjadi pemadaman pada sebagian beban karena daya
pembangkitan total 1000 ?

KURVA LAMA BEBAN


2500

BEBAN (kW) 2000

1500

1000

500

0
0 100 200 300 400
HARI

• Daya beban lebih besar dari 1000 MW berlangsung selama 270 hari
• Peluang daya pembangkitan 1000 : 0.0010880
• Kemungkinan jumlah hari pemadaman akibat daya pembangkitan  1000 adalah
0.0010880 x 270 = 0.2938 hari
• Karena peluang memperoleh daya total
pembangkitan dipengaruhi oleh kemungkinan
pengoperasian unit-unit pembangkit, maka
kemungkinan jumlah hari pemadaman adalah
komulatif dari setiap daya total pembangkitan.
• LOLP yang dijadikan standar untuk menilai
keandalan sistem pembangkit adalah LOLP
komulatif.
• Jawa : 1 hari/tahun, luar jawa 5 hari/tahun
• Hitung keandalan sistem pembangkit pada soal sebelumnya

KURVA LAMA BEBAN


2500

2000 UNIT DAYA F.O.R.


1 500 0.01
BEBAN (kW)

1500
2 1000 0.03
1000
3 1000 0.02
500

0
0 100 200 300 400
HARI

PENGOPERASIAN
Daya Total Daya PROBABILITAS Daya Pembangkit < Beban LOLP
NO PROBABILITAS
Pembangkit UNIT 1 UNIT 2 UNIT 3 Pembangkit (KOMULATIF) (hari/tahun) (HARI/TAHUN)

1 2500 1 1 1 0.9410940  1.0000000 0 0.0000


2 2000 0 1 1 0.0095060 0 0.0589060 0 0.0000
3 1 0 1
1500 0.0483120  0.0494000 100 4.9400
4 1 1 0
5 0 0 1
1000 0.0004880  0.0010880 270 0.2938
6 0 1 0
7 500 1 0 0 0.0005940  0.0006000 365 0.2190
8 0 0 0 0 0.0000060  0.0000060 365 0.0022
LOLP komulatif : 5.4550

Probabilitas jumlah hari terjadinya pemadaman beban : 5,5 hari /tahun


DAYA
UNIT F.O.R.
(kW)
1 1500 0.15
2 1000 0.2
3 1000 0.2

3000

2500 2500
2250
2000

1500 1500 1400


1300

1000 1000
800

500

100
0
0 50 100 150 200 250 300 350 400

• Hitung LOLP sistem tersebut ?


• Hitung LOLP Jika ditambahkan sebuah unit pembangkit dengan daya 500 KW
dan nilai FOR 0.1,
TAMAT
ANALISIS (LAMPIRAN 1)
Frekuensi dipengaruhi oleh kecepatan rotor. Persamaan yang
mengatur gerakan rotor didasarkan pada mekanika gerak putar :

dwm Ta Tm  Te
 
dt J J

J : momen kelembaman rotor (Kg.m2)


wm : perubahan kecepatan mekanis
Ta : Momen putar percepatan (N.m)
Tm : Momen putar mekanis dari penggerak mula (N.m)
Te : Momen putar perlambatan (momen elektromagnetik) (N.m)

Untuk analisis, semua besaran mekanis perlu diubah berdasarkan


besaran listrik
• Sebelum gangguan, daya mekanik sama dengan daya elektrik
(kondisi sinkron). Daya mekanik pada kecepatan sinkron :
P  Twm( s )
• Persamaan ayunan menjadi :
dwm Pm  Pe

dt Jwms 
• Jwms : momentum sudut.
• Koofisien tersebut tentukan berdasarkan data konstanta
kelembaman generator (H), yaitu :
1 Jwm( s )
2

H pu
2 Sbase

2HSbase
Jwms  
wm( s )
dwm wms  Pm  Pe  Daya elektrik (beban) :

dt 2H Sbase
Pe  Pe0  Pe  Pe0  Dfs
dwm wm( s )
 Pm  Pe 
dt 2H Jadi :
(P dalam pu) dfs fs0 
 Pm  Pe  Dfs 
dt 2H
dws ws
 Pm  Pe 
dt 2H
dfs t  Dfs0  fs0 
 fs t   Pm  Pe 
dfs fs0  dt 2H 2H
 Pm  Pe 
dt 2H
persamaan diffrensial orde 1
dy
 ay  b
dx

b b ax dy
y  e  be ax
a a dx

dfs t  Dfs0  fs0 


 fs t   Pm  Pe 
dt 2H 2H

f t  
Pm  Pe  Pm  Pe 
 e

Dfs  0 
2H
t
s
D D
Kondisi mantap Kondisi peralihan

fs t   fs t   fs 0 

Anda mungkin juga menyukai