Anda di halaman 1dari 23

Necrotizing soft tissue infection

following routine third molar


extraction: report of two cases
and review of the literature
B.L. Hechler, G.H.Blakey
Department of Oal and Maxillofacial Surgery University of North
Carolina Hospitals, Chapel Hill, North Carolina, USA
Abstrak.
Necrotizing cellulitis, necrotizing fasciitis, dan necrotizing myositis
adalah kumpulan infeksi jaringan lunak parah yang ditandai dengan
perkembangan yang cepat, perubahan jaringan lunak kehitaman,
edema dan indurasi meluas di luar tepi luka klinis. Kasus dua pasien
wanita dengan infeksi jaringan lunak necrotizing tipe II terjadi setelah
ekstraksi molar ketiga rutin dilaporkan pada jurnal ini. Para pasien
dirawat karena infeksi di Rumah Sakit University of North Carolina pada
2016. Keduanya sebelumnya sehat. Yang menarik, inokulasi grup A
Streptococcus baru-baru ini tampaknya telah berkontribusi terhadap
infeksi pada kedua kasus.
Necrotizing cellulitis, necrotizing fasciitis, dan necrotizing myositis adalah
kumpulan dari infeksi jaringan lunak parah yang dikarakteristikan dengan
pertumbuhan yang cepat, perubahan jaringan lunak yang kehitaman, edema,
dan pengerasan yang meluas melebihi batas luka secara klinis. Tindakan
bedah dikonsiderasikan sebagai satu-satunya cara untuk mendapatkan
diagnosis.

Terdapat dua tipe necrotizing soft tissue infection (NSTI). Tipe I


didefinisikan sebagai infeksi polimikrobial, sedangkan tipe II adalah infeksi
monomikrobial atau polimikrobial yang berhubungan dengan grup A
Streptococcus (GAS). Kasus 2 pasien dengan tipe II NSTI yang muncul setelah
pencabutan M3 pada pasien wanita yang sehat dipresentasikan di jurnal ini.
Pasien dirawat untuk infeksi di University of North Carolina Hospitals pada
tahun 2016. Kedua kasus berhubungan dengan paparan pada GAS.
Kasus 1
Seorang wanita berusia 18 tahun dengan riwayat anxiety dibawa ke IGD
1 hari setelah tindakan pencabutan gigi bungsu di fasilitas luar, Ia mengeluh
nyeri rahang yang parah dan tidak bisa hilang, serta edema di
submandibular kiri. Keadaannya cepat memburuk di IGD, menjadi hipotensi,
takikardik, demam hingga 39,3°C, hipotensi oksemik, sampai membutuhkan
4-l nasal cannul supplementation untuk menjaga saturasi oksigen >90%. Dia
menerima resusitasi cairan dan diberikan antibiotik spektrum luas
(vancomycin, clindamycin, dan ceftriaxone), diberikan dukungan
vasopressor (epinefrin dan norepinefrin), dan ditransfer ke unit perawatan
intensif anak (PICU). Evaluasi laboratorium menunjukkan WBC senilai
28,8x109/I, CRP senilai >45mg/dl, dan puncak laktat arteri senilai 5,5mmol/l.
Pemeriksaan menunjukkan: pembukaan inter-incisal maksimum 20
mm, nyeri leher bilateral, dan edema submandibular ringan kiri,
konsisten dengan status pascaoperasi. Gambaran Computed
tomography (CT) mengungkapkan adanya gambaran yang menutupi
platysma kiri dan gambaran postoperasi yang diharapkan dari area M3.
Setelah berdiskusi dengan keluarga pasien, diketahui bahwa pasien
telah mengalami sakit tenggorokan, eritema orofaringal, dan odinofagia
beberapa hari sebelum ekstraksi molar ketiga.
Pada hari ke-3 di rumah sakit, pasien mulai memburuk di daerah
buccal kiri dengan deskuamasi pipi kiri. Ini berkembang menjadi
indurasi dan eritema ke daerah bukal dan submandibula kiri, meskipun
telah diberikan anti-biotik spektrum luas. Pemeriksaan klinis dan CT
scan berulang konsisten menunjukkan adanya abses yang berkembang,
dan pasien dibawa ke ruang operasi untuk insisi dan drainase. Selama 2
minggu berikutnya pasien terus menunjukkan adanya eritema jaringan
lunak yang progresif, indurasi, dan nekrosis yang jelas pada pipi bagian
inferior, sehingga membutuhkan multipel debridemen yang terdiri dari
irigasi agresif dengan saline normal, clindamycin, dan quarter-strength
Dakin’s solution.
Case 1: Coronal contrast CT image of the

maxillofacial region taken on hospital day 3,

demonstrating the presence of developing

submandibular fluid collections in the setting

of clinical soft tissue necrosis.


Case 1: Appearance at the time of

initial debridement, with notable

edema, erythema, and frank tissue

necrosis of the inferior cheek and

superior neck soft tissues.


Pada proses selanjutnya, ditemukan hasil yang konsisten yaitu adanya
drainage cairan ‘dishwater’ yang tipis dan keabuan, beserta jaringan
subkutan dan kulit yang tipis serta rapuh yang mulai ‘fall apart’ dengan
manipulasi minimal. Spesimen yang dikirim ke patologi dilaporkan sebagai
jaringan lunak yang nekrotis seluruhnya dengan sedikit neutrophils.
Melihat adanya tampilan tipe II NSTI yang konsisten pada pasien, uji
pengerasan asam nukleat dilakukan pada aspirasi dari darah pasien dan
hasil spesimen operasinya, keduanya positif terhadap GAS.
Luka jaringan lunak pasien semakin membaik dengan debridemen dan
pembalutan luka. Pasien cukup sehat untuk bisa dipulangkan dari rumah
sakit pada hari ke-39 dengan keadaan yang baik. Luka di wajah kiri pasien
semakin sembuh dengan baik. Pasien terakhir dilihat kembali 8 bulan
setelah pertemuan pertama, dan menunjukkan adanya scar yang cukup
baik, tidak sakit, dan pembukan inter-incisal maksimum sebesar 47 mm.
Kasus 2
• Perempuan 15 tahun dengan riwayat obesitas datang ke Rumah Sakit
University of North Carolita 1 hari pasca ekstraksi gigi di klinik lain,
mengeluhkan bengkak wajah yang ekstrim, nyeri dan kesulitan
bernafas. Pasien mengalami hipotensi, takikardia dan masalah
pernapasan akut, membutuhkan intubasi darurat di instalasi gawat
darurat. Pasien menerima resusitasi cairan dan diberikan antibiotic
spektrum luas (vancomisin dan piperasilin—tazobactam), dengan
tambahan vasopressor (norepinefrin dan dopamine), dan ditransfer
ke PICU.
• Hasil lab: WBC 30,2 x 109/l, CRP 38,2 mg/dl, dan puncak laktasi
arterial 4,2 mmol/l. CT Scan menunjukan adanya edema ekstensif
melibatkan wajah kiri-lebih besar-dari-kanan, ruang parafaring,
retrofaring dan mediastinum (Fig 3)
• Pasien tidak stabil, membutuhkan epinefrin mendekati code-dose
sebagai vasopressor. Pemeriksaan fisik menunjukan edema wajah dan
leher bilateral yang parah, deskuamasi kulit wajah kiri, lakrimasi,
pembentukan eschar, dan ekimosis mukosa bukal kiri serta adanya
tampilan vesikobulosa.
• Tim ECMO (Oral and maxillofacial, thoracic surgery and extracorporeal
membrane oxygenation) segera membawa pasien ke ruang operasi
untuk sternotomi medial, kanulasi sentral untuk ECMO venoarterial,
dan insisi serta drainase ruang wajah dan leher bilateral dan
mediastinum. Riwayat keluarga pasien pernah sembuh dari faringitis
streptokokus.
• Pasien menunjukan peningkatan status kardiovaskular yang lambat,
dan dia dapat dilakukan dekanulisasi ECMO dengan closed sternotomy
di rumah sakit pada hari ke-4.
• pasien menunjukan eritema progresif jaringan lunak, indurasi dan
nekrosis yang membutuhkan debridement irigasi salin, klindamisin
dan quarter-strength larutan Dakin. Temuan selama semua prosedur
selalu konsisten: cairan drainase tipis/encer, ‘air cucian’ abu-abu
drainase dengan tipis, kulit rapuh dan jaringan subkutan yang mulai
terlepas dengan manipulasi minimum. Spesimen bedah didapatkan
melalui debridemen pasien dan dikirim ke patologi, dilaporkan
sebagain “jaringan lunak yang hampir seluruhnya nekrotik, rare viable
fascia, dan nekrosis lemak dengan temuan koloni bakteri kokus”
• Flora orofaring berkembang sebagaimana Streptococcus pyogenes
(GAS). Pasien diekstubasi dan dirawat lebih lanjut
• Penyembuhan jaringan lunak pasien terus berlanjut seiring dengan
debridemen dan penutupan luka . Pasien boleh pulang dari rumah
sakit pada hari ke-34, dalam kondisi yang baik. Luka wajah kirinya
terus membaik seiring dengan rehabilitasi. Pada control setelah 5
bulan dari kedatangan awal pasien, ditemukan scaring yang dapat
diterima, tidak sakit dan maksimum pembukaan interinsisal 45cm
DISCUSSION
• NSTI ditandai oleh perkembangan klinis yang cepat dari edema dan
indurasi meluas di luar tepi luka, pasien sering menggambarkan nyeri
awal yang tak tertahankan saat pemeriksaan. NSTI tipe II lebih mungkin
terjadi pada pasien tanpa faktor risiko untuk komplikasi infeksi.
• Dalam kedua kasus yang disajikan, pasien sehat NSTI berkembang
setelah pencabutan gigi yang tidak terinfeksi. Tidak ada bukti nyeri
odontogenik pra-operasi atau infeksi. Tinjauan kasus NSTI servikofasial
yang terdokumentasi secara khusus mengikuti rutin, pencabutan gigi
yang tidak terinfeksi, yang diterbitkan dalam literatur bahasa Inggris
selama 10 tahun terakhir, disajikan pada Tabel 11-10.
Meskipun tinjauan pada Tabel 1 hanya mencakup sejumlah kecil kasus,
beberapa pertimbangan dapat diperoleh:
• NSTI yang parah dapat terjadi dalam waktu 48 jam setelah prosedur yang
nampak tidak berbahaya pada pasien sehat tanpa tanda dan gejala
odontogenik. Ini juga merupakan kasus pada kedua pasien yang dilaporkan di
sini, yang datang dalam waktu 24 jam keIGD dengan syok septik.
• Membedakan antara NSTI tipe I dan tipe II seringkali tidak mungkin;
Pengobatan dalam kasus NSTI dimulai dengan anti biotik yang luas dan
debridemen bedah yang agresif. Meskipun kedua kasus pasien dilaporkan
disebabkan oleh infeksi streptokokus kelompok B-hemolitik, kasus 1
terkonfirmasi setelah tes amplifikasi asam nukleat (karena sulitnya
membedakan kasus tipe I dan tipe II)
• Selain dua kasus yang dilaporkan ini, hanya dua kasus lain yang
dilaporkan (keduanya oleh Gold- berg et al.7) pasien atau riwayat
keluarga yang terinfeksi streptokokus faringitis dalam minggu awal
NSTI, bahkan ketika organisme kausatif ditemukan sebagai
Streptokokus b-hemolitik kelompok A.
• Jurnal lain menunjukkan bahwa meskipun NSTI tampaknya lebih
umum setelah pencabutan gigi posterior, prosedur yang lebih kecil —
seperti ekstraksi gigi I mandibula — juga dapat menyebabkan NSTI.
• NSTI servikofasial tipe II juga telah terjadi pada pasien anak yang sehat dan tidak
terinfeksi (setelah trauma wajah ringan, termasuk kecelakaan olahraga atau
rekreasi.)
• Dalam laporan oleh Goldberg et al. 7., 5 pasien sehat antara usia 5 dan 14 tahun
dites apakah ada infeksi necrotizing group A beta-hemolitik streptococcal.
• 2/8 pasien ini datang setelah pemeriksaan rutin ekstraksi (tabel 1). Tiga pasien
sisanya mengalami trauma wajah atau gigi minor selama bermain, dengan 2/3 anak
memiliki riwayat faringitis streptokokus dalam waktu 1 minggu sebelum kecelakaan.
• Infeksi serviksofasial berkembang dengan cepat segera setelah prosedur apapun
yang terkait kepala dan leher atau trauma ringan kepala dan leher, para tenaga
kesehatan harus sadar akan kemungkinan NSTI, terutama dalam munculnya
faringitis streptokokus.
Pendanaan
• Tidak ada

Minat bersaing
• Tidak ada

Persetujuan etik
• Tidak dibutuhkan

Persetujuan pasien
• Persetujuan pasien tidak diperlukan untuk grafik foto yang disediakan.

Anda mungkin juga menyukai