Bahan Mata Kuliah Masalah Sosial Dalam Pembangunan Indonesia Sebab Muncul Konflik? (Ian Doecet) • Menurut Doecet, konflik muncul karena berbagai sebab yaitu : (1) sumber daya dan keinginan (seperti konfik atas simpanan minyak, batasan, hak atas tanah dan lain-lain), (2) kepemerintahan (seperti legitimasi politik, hak memilih, strategi pembangunan), (3) ideologi dan agama (seperti konflik atas kapitalisme dan komunisme atau Islam dan Kristen), dan (4) identitas (seperti konflik antar etnis) Konflik Sumber Daya Alam
• Hubungan antara sumber daya dan kekerasan
tidak selalu sederhana dan bersifat linear dimana ada sumber daya maka disana pasti ada kekerasan. Dari berbagai kasus menunjukkan bahwa ada tempat yang walaupun sumber daya jarang, akan tetapi kekerasan tidaklah terjadi. Sebaliknya ada tempat yang sumber dayanya berlimpah tetapi kekerasan tetap terjadi. Kondisi Perebutan sumber daya dapat diuraikan sebagai berikut : • Pola dan akumulasi modal yang bernuansa distribusi tidak seimbang secara spasial. • Bentuk-bentuk akses dan kontrol terhadap sumber daya yang juga tidak merata (termasuk hak kepemilikan dan hak penguasaan) • Para aktor yang muncul dari hubungan sosial produksi yang tidak seimbang (seperti perusahaan, pekerja, petani, alat negara dan sebagainya). Negara dan Kegagalan Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam • Dengan dalih pembangunan nasional dan juga di back-up oleh para intelektual serta dukungan keuangan dari lembaga-lembaga donor multilateral, pemerintah nasional melakukan penataan sumber daya alam yang didistribusikan kembali di antara para anggota kelompok elite. • Strategi ekonomi diimplementasikan tanpa mengindahkan tuntutan lokal, bahkan menyingkirkan para petani kecil dari tanah mereka. Karena pemerintah pusat seringkali tidak peka terhadap ketidakpuasan di pedesaan, maka protes-protes cenderung berubah menjadi perlawanan yang bersifat kekerasan dan menjadi konflik bersama alat-alat modernitasnya. • Pengelolaan sumber daya yang buruk disebabkan oleh kegagalan kebijakan pemerintah. Contoh Kasus Kekerasan Di Perkebunan Sawit • Sejak jaman kolonial sampai sekarang, kekerasan menjadi salah satu pernik sejarah perkebunan. Ketika masa kolonial, kekerasan cenderung dilakukan penjajah kepada pribumi dengan cara kerja paksa. Saat ini kekerasan justru dilakukan oleh negara untuk memenuhi kebutuhan para modal. • Tanah rakyat sering digadaikan untuk memenuhi keinginan pemerintah menarik devisa dari luar negeri. Contoh sektor perkebunan kelapa sawit, mimpi menjadi pesaing negara Malaysia sebagai eksportir minyak CPO nau ditandingi pemerintah Indonesia dengan memberikan kemudahan invetasi. Untuk meraih ambisi tersebut, tak hanya hutan yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit, tetapi juga ladang-ladang tempat sumber penghidupan rakyat juga ikut dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. • Proteksi investasi dengan melibatkan aparat negara juga menjadi jalan yang efektif untuk melindungi aset investasi dan modal. Alasan ilegetimate dan legitimate mewaranai kekerasan yang dilakukan oleh negara terhadap rakyat yang melakukan reclaiming lahan, tuntutan atas hak tanah di perkebunan. Dengan dalih pengamanan aset negara berupa aset perusahaan besar, negara memberikan jalan mulus bagi kekerasan baru yang dilakukan rakyat. Siapa Yang Diuntungkan Dalam Proses Kekerasan? • Ada beberapa pihak yang diuntungkan : 1. Aparat militer (ada kekerasan berarti ada proyek yang pasti akan menghasilkan uang). 2. Perusahaan, karena menerima jasa pengamanan. 3. Negara, proyek baru dengan melibatkan aparat pasti akan memberikan keuntungan baru bagi pemerintah paling tidak ada dana yang pasti juga akan mengalir ke kantong mereka. UU yang mengatur pengelolaan sumber daya alam • UU No. 05/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) • UU No. 11/1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan • UU No.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup • UU No. 41/1999 tentang kehutanan • UU No. 21/2001 tentang Minyak dan Gas • UU No. 07/2004 tentang sumber daya air • UU No. 18/2004 tentang perkebunan • UU No. 32/2004 tentang pemerintahan daerah • UU No. 26/2007 tentang penataan ruang • UU No. 27/2007 tentang Pengelolaan wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Keci. Akar kegagalan kebijakan sumber daya alam pemerintah (Willian Ascher) • Tidak adanya kesatuan di dalam kelompok pemerintah bahkan seringkali kita menemukan konflik antar lembaga pemerintah, misalnya dalam hal kejelasan jurisdiksi pemanfaatan lahan, kesepakatan dan kejelasan penilaian akademis dan teknis, transparansi antar lembaga pemerintahan, perbedaan objektif dan prioritas serta perspektif pengembangan. • Adanya mandat yang ambiguous dan kacau atau tumpang tindih di antara lembaga-lembaga yang berwenang termasuk dalam hal kebijakan mereka yang cenderung tidak konsisten dan lebih sektoral sehingga menyulitkan suatu assesment untuk accountability. • Ketegangan dalam pengaturan sejtir sumber daya antara pemerintah dengan perusahaan negara yang menyangkut masalah gaji, perekrutan, lingkup diversifikasi, hak investasi, transparansi, pengalokasian fasilitas, pinjaman luar negeri, pelaporan dan persetujuan, ketersediaan foreign exchange, dan perpajakan. • Kurangnya kemampuan untuk melakukan penegakan hukum • Kurangnya internalisasi tentang keuntungan atau kerugian dari sutau kebijakan. Alternatif Ke Depan? • Privatisasi • Kontrol oleh komunitas baik dalam hal teritori, akses maupun refuges atau perlindungan yang disebut lokalisasi. • Kontrol publik pada level yang paling umum seperti batasan-batasan legal untuk kuota, peraturan anti populasi dan sebagainya. • Manajemen konflik tradisional (cara-cara penyelesaian konflik yang bersifat lokal lebih penting dan lebih baik daripada sesuatu yang asing atau baru). • Ko-manajemen (ingerated natural resources management) Model ini berusaha untuk men-adress kompleksitas sistem ekologi sosial termasuk agroecosystems. Hasil akhirnya adalah pengembangan suatu institusi dan kebijakan baru yang memelihara integrasi antara konteks-konteks yang berbeda sejak dari tingkat desa sampai kepada tingkat pusat.