OLEH:
Dedyka Najib Bimantoro (1915091059)
Muhammad Afif Rahmattullah (1916011017)
Laurensius A.L Labamaking (1914101114)
I Putu Indra Yupri Yanto (1917051196)
Agus Loho (1916011046)
WORLD HAPPINESS
Tahun lalu, Finlandia berada di peringkat ke-5. Kini mereka menggeser Norwegia yang ta
dinya juara, ke peringkat ke-2, diikuti Denmark dan Islandia. Bertepatan dengan 100 tah
un kemerdekaannya pada 2017, Finlandia dinobatkan beragam penghargaan internasio
nal. Negara ini termasuk paling stabil, aman, dan memiliki sistem pemerintahan terbaik.
Finlandia juga menjadi salah satu negara terkaya, bebas korupsi, dan progresif secara so
sial. Sistem peradilannya paling independen di dunia, aparat kepolisiannya paling teperc
aya. Bank-bank berkinerja sangat baik, perusahaan-perusahaan di sana pun paling etis.
Apalagi penduduknya. Mereka menikmati kebebasan pribadi, kebebasan memilih dan ke
sejahteraan tertinggi. Kesemuanya merupakan bukti sekaligus alasan mengapa pendudu
k Finlandia sangat bahagia. Namun, sebelum sampai pada tahap itu ada pelajaran sekali
gus perjalanan panjang.
WORLD HAPPINESS
Finlandia yang kala itu miskin dan terbelakang harus menghadapi paceklik di
musim dingin. Merenggut nyawa lebih dari seperempat juta orang atau hampi
r 10 persen populasinya akibat kelaparan. Bahkan, enam abad sebelumnya, F
inlandia hanyalah populasi miskin di bawah pemerintahan Swedia. Meski tak
ada perbudakan, di sana tiada pula bangsawan kaya raya, dan tak pernah ada
hierarki. Agar terbebas dari penderitaan, sekian lama mereka terbiasa dengan
dua prinsip yang berasal dari dua kata Finlandia, Sisu dan Talkoo. Sisu adalah
semacam ketekunan yang gigih dan gagah berani, terlepas dari konsekuensin
ya. Sementara Talkoo menyoal kesetaraan, di mana orang bekerja sama secar
a kolektif untuk kebaikan tertentu seperti memanen dan Finlandia punya seja
rah kelam yang berakhir 150 tahun lalu. Di bawah kepemimpinan kekaisaran
Rusia, masyarakat menambal kayu. Dua prinsip ini berkali-kali mereka jadikan
tameng di medan perang, tatkala menantang pasukan Soviet yang jumlahnya
berkali lipat pasukan Finlandia pada 1939-1940. Walau kalah dan merugi, m
ereka yakin kemenangan pasti datang lewat kebersamaan. Dan itulah kunciny
a.
WORLD HAPPINESS
Secara ilmiah, fenomena kekayaan tidak mampu membeli kebahagiaan secara utuh dike
nal dengan istilah "Easterlin Paradox". Meski memang, uang bisa saja membeli kesejahter
aan dalam batas tertentu. Penjelasannya begini, jika kita tadinya bukan orang mampu, lal
u punya uang, maka kebahagiaan dan kesejahteraan akan meningkat. Sebab dengan uan
g kita dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup. Kebutuhan seperti itu adalah fondasi, ter
masuk kenyamanan dan keamanan. Namun, ketika kita kaya raya, menumpuk kekayaan t
ak lagi berdampak pada kebahagiaan. Pada titik itu, pandangan kita berubah. Kebahagia
an lebih berarti merasa dihargai dan dicintai. Pada sistem negara yang tak berjalan baik,
ketidaksetaraan dan kurang dukungan bisa menoreh luka. Seseorang bisa jadi semakin k
aya, tapi malah depresi. Sebaliknya di Finlandia. Mereka memungkinkan warganya mend
apat kebahagiaan utuh dengan berbuat baik. Sehingga, lebih mudah bagi mereka mene
mukan makna hidup dan kepuasan lewat kesetaraan dan dukungan sosial yang lebih ting
gi. Bisa dibilang, masyarakat Finlandia tidak mencari kebahagiaan dengan berusaha mati
-matian untuk menjadi sangat bahagia. Hasilnya, mereka menemukan kebahagiaan, bahk
an lebih bahagia, lewat usaha minimal.
WORLD HAPPINESS