Anda di halaman 1dari 9

MANAJEMEN KESEHATAN

Nama Kelompok :
Yuni Ardiana Savita
Siti Nur Chamidah
Nita Ernawati
Lailatul Muamanah
Nabi’ilatus Salaamah
Sendy Wahyuni
Nur Isnaini Wulan R.
Ninda Lestiana
PENGERTIAN MANAJEMEN
KESEHATAN

Manajemen berasal dari bahasa Inggris


“management” dengan kata kerja to
manage yang secara umum berarti
mengurusi. Dalam arti khusus manajemen
dipakai bagi pimpinan dan kepemimpinan,
yaitu orang-orang yang melakukan
kegiatan memimpin, disebut “manajer”
PRINSIP-PRINSIP
MANAJEMEN KESEHATAN

Menurut SKN 2004 penyelengaraan subsistem upaya kesehatan


mengacu pada prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. UKM terutama diselenggarakan oleh pemerintahan dengan
peran aktif masyarakat dan swasta.
2. UKP diselenggarakan oleh masyarakat swasta dan masyarakat.
3. Penyelenggaraan upaya kesehatan oleh swasta harus
memperhatikan fungsi sosial.
4. Penyelenggaraan upaya kesehatan harus bersifat menyeluruh,
terpadu, berkelanjutan, terjangkau, professional, dan bermutu.
5. Penyelenggaraan upaya kesehatan, termasuk pengobatan
tradisional dan alternative, harus tidak bertentangan dengan
kaidah ilmiah.
6. Penyelenggaraan upaya kesehatan harus sesuai dengan nilai
dan norma sosial budaya, moral, dan etika profesi.
INDIKATOR MANAJEMEN
KESEHATAN

Pengukuran merupakan konsep sentral dalam peningkatan


mutu. Dengan pengukuran akan tergambarkan apa yang
sebenarnya sedang dilakukan sarana pelayanan kesehatan
dan membandingkannya dengan target sesungguhnya atau
harapan tertentu dengan tujuan untuk mengidentifikasi
kesempatan untuk adanya peningkatan mutu (Shaw, 2003).
Mengukur mutu pelayanan kesehatan baik di tingkat
primer seperti Puskesmas dan tingkat lanjut seperti rumah
sakit memerlukan indikator mutu yang jelas. Namun
menyusun indikator yang tepat tidaklah mudah. Kita perlu
mempelajari pengalaman berbagai institusi yang telah
berhasil menyusun indikator mutu pelayanan kesehatan yang
kemudian dapat digunakan secara efektif mengukur mutu dan
meningkatkan mutu.
Kriteria untuk
indikator

1. Tingkat kepentingan dan relevansi: indikator harus


menggambarkan aspek-aspek yang bermanfaat bagi
penggunanya dan relevan dengan konteks kesehatan saat ini.
Kepentingan tersebut dapat diperjelas dengan adanya
kebijakan nasional ataupun internasional (seperti
WHO Health for All Framework). Indikator klinis harus
berfokus pada kejadian yang memiliki angka prevalensi tinggi
(high prevalence rate) dan memiliki beban berat (high
burden).
2. Berpotensi untuk dapat digunakan (dan disalahgunakan) dan
hasilnya dapat ditindaklanjuti: rumah sakit harus dapat
menindaklanjuti permasalahan yang muncul dari indikator
yang ada. Dengan demikian, rumah sakit harus memiliki
tanggung jawab, kontrol substansial, dan kemampuan untuk
mengimplementasikan strategi untuk peningkatan kinerja.
KRITERIA UNTUK ALAT
UKUR

1. Reliabilitas: Indikator diharapkan memiliki spesifikasi yang detail dan jelas


untuk numerator dan denominatornya. Pengumpulan data yang seragam
mudah dipahami dan mudah untuk diimplementasikan. Reliabilitas meningkat
ketika pengukuran yang dilakukan hanya sesedikit mungkin bergantung pada
penilaian subyektif. Ini juga termasuk konsep konsistensi internal, stabilitas
test/test ulang, dan kesepahaman antar pengukuran.
2. Face validity (juga dikenal sebagai akseptabilitas): terdapat kesepakatan di
antara pengguna dan pakar bahwa pengukuran ini berhubungan dengan
dimensi (atau subdimensi) yang akan dijangkau.
3. Content validity: model teoritis mendukung bahwa pengukuran ini
berhubungan dengan subdimensi kinerja yang akan dijangkau dan pengukuran
ini menjangkau seluruh domain dan tidak hanya sebagian aspek spesifik saja.
4. Contruct validity: bukti empiris menunjukkan bahwa pengukuran ini
berhubungan dengan pengukuran kinerja yang lainnya
5. Beban untuk pengumpulan data: ini termasuk juga pertimbangan ketersediaan
data, biaya, ketepatan waktu sehingga didapatkan data yang berkualitas, dan
derajat kemudahan untuk pengumpulan data. Indikator (misalnya kejadian
sentinel) tidak harus dieksklusi hanya karena data yang dibutuhkan tidak
akurat atau sering hilang. Justru adanya pengukuran ini dapat dipergunakan
sebagai kesempatan untuk mengidentifikasi dan menanggapi kebutuhan akan
KRITERIA UNTUK
KUMPULAN INDIKATOR

1. face validity: Apakah kumpulan indikator tersebut dapat


diterima oleh para penggunanya?
2. content validity: Apakah semua dimensi dijangkau
dengan tepat?
3. construct validity: Bagaimana indikator-indikator
tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya?
Apakah indikator dari dimensi yang berbeda saling
berhubungan (discrimination criteria)? Apakah indikator
dari dimensi yang sama saling berhubungan
(convergence criteria)?
Dengan demikian akan dapat dibatasi
banyaknya informasi dan indikator yang harus
dikelola oleh Sistem Informasi Kesehatan.
Pada gilirannya, hal ini akan berdampak
kepada meningkatnya mutu data yang
dikumpulkan.Langkah-langkah yang ditempuh
merupakan proses yang interaktif. Artinya, di
setiap langkah apa pun kita boleh saja kembali
ke langkah sebelumnya untuk memperbaiki
langkah sebelumanya itu. Jadi, daftar indikator
yang akhirnya didapatkan punmasih mungkin
untuk ditinjau kembali dan disempurnakan

Anda mungkin juga menyukai