Anda di halaman 1dari 65

ILMU PELAYARAN ASTRONOMI

I. PERBAIKAN TINGGI MATAHARI


II. WAKTU, PPW, & ALMANAK NAUTIKA
III. PENGANTAR ILMU BINTANG
IV. LINTANG TENGAH HARI
V. AZIMUTH
VI. PENENTUAN TEMPAT SECARA
ASTRONOMIS
ILMU PELAYARAN
ASTRONOMI
 PERBAIKAN TINGGI MATAHARI
1. DEFINISI-DEFINISI DASAR
2. MAKSUD DAN TUJUAN PERBAIKAN
TINGGI MATAHARI
3. PERBAIKAN-PERBAIKAN YANG HARUS
DIGUNAKAN
4. KOMBINASI DARI SEMUA PERBAIKAN
5. DAFTA V-MATAHARI
6. DAFTAR VI-BINTANG
 WAKTU, PPW, & ALAMANAK NAUTIKA
1. WAKTU
2. SUSUNAN ALAMANAK NAUTIKA

 PENGANTAR ILMU BINTANG


1. BULATAN ANGKASA
2. LINGKARAN TINGGI MATAHARI
3. DAERAH ANGKASA  TINGGI YANG TERBESAR
4. POROS ANGKASA DAN KUTUB-KUTUB ANGKASA
5. LINGKARAN ZAWAL DAN ZAWAL MATAHARI
6. PERJALANAN ZAWAL
7. GERAKAN HARIAN MAYA DARI BULATAN ANGKASA
8. EDARAN HARIAN
9. KEDUDUKAN ANGKASA
 LINTANG TENGAH HARI
1. MENENTUKAN SAAT MATAHARI
BEREMBANG
2. PELAKSANAAN MENGUKUR TINGGI
MATAHARI
3. HUBUNGAN ANTARA JARAK PUNCAK,
LINTANG DAN ZAWAL (HUBUNGAN ANTARA N,
L, DAN Z)
4. RUMUS SECARA ALJABAR (L = Z – N)
5. PERHITUNGAN LINTANG TENGAH HARI
 AZIMUTH
1. AZIMUTH MATAHARI
2. ATURAN UMUM
3. KEADAAN ISTIMEWA
4. TUJUAN MENGHITUNG AZIMUT
5. SEGITIGA PARALAK
6. PERHITUNGAN AZIMUTH DENGAN
DAFTAR A-B-C
7. MENENTUKAN KESALAHAN PEDOMAN
DENGAN BENDA ANGKASA
8. PENGGUNAAN KOREKSI TINGGI
 PENENTUAN TEMPAT SECARA
ASTRONOMIS
1. MAKSUD DAN TUJUAN
2. PROYEKSI BUMIAWI JAJAR TINGGI
3. LENGKUNG TINGGI DAN GARIS TINGGI
4. TITIK TINGGI DAN ARAH GARIS TINGGI
5. PENENTUAN TITIK TINGGI DAN AGT DENGAN
PERHITUNGAN
6. LETAK TITIK TINGGI TERHADAP TEMPAT DUGA
7. PERHITUNGAN TITIK TINGGI, KONTRUKSI TITIK
TINGGI DAN AGT
8. FAEDAH SATU GARIS TINGGI TUNGGAL
9. MENENTUKAN POSISI KAPAL DENGAN 2 BUAH
GARIS TINGGI
BAB 4.
PENENTUAN TEMPAT ASTRONOMI

A. Proyeksi Bumiawi dan Jajar Ringgi


061. Pendahuluan
a). Maksud dan Tujuan : ialah memperbaiki
tempat duga dengan pertolongan penilikan
tinggi benda angkasa sehingga memperoleh posisi
sejati.
b). Azas dasar
Setiap penilikan tinggi benda angkasa dengan GMT
yang bersangkutan memberikan satu tempat
kedudukan. Titik potong dari dua tempat kedududkan
memberikan posisi sejati.
062. Proyeksi Bumiawi Suatu Benda Angkasa
a). Definisi
Proyeksi bumiawi (p.b) suatu benda angkasa, ialah
menghubungkan titik-pusat benda angkasa dan
titik pusat bumi. (lihat gambar : 4:1).
b). Cara melukisnya (kontruksi)
Misalkan M = titik pusat persekutuan dari bola bumi
dan bola angkasa
S = letak benda-angkasa di angkasa
10 tariklah lingkaran zawal melalui S.
20 Hubungkan titik potong A (dari lingkaran zawal
dan katulistiwa-angkasa) dengan M.
30 Tariklah lingkaran bujur pa.
40 Maka itik potong s pada pa dengan MS adalah
proyeksi-bumiawinya. (Lihat gambar : 4.2)
c). Lintang p.b
Didalam gambar : busur as = busur AS, artinya pb
adalah sama dan senama dengan zawal benda-
angkasa
d). Bujur p.b
Misalkan b = suatu titik dikatulistiwa-bumi
dan pb = lingkaran bujur melalui Greenwich.
Perpanjangan Mb memotong katulistiwa angkasa di B.
Maka PB adalah derajat atas Greenwich. Di dalam
gambar ternyata :
Bujur s= busur ab = busur AR = sudut-jam terhadap
derajah Greenwich
Ini berarti :
Bujur p.b adalah sama dan senama dengan sudut-jam
terhadap derajah Grenwich (GHA). Apabila bujur itu
kita hitung ke arah Barat sampai 360o. Maka : BB p.b
= SJB Greenwich
063. Perhitungan p.b
Untuk mengetahui letak p.bsuatu benda-
angkada pada suatu saat tertentu, terlebih
dahulu kita harus kita mengetahui GMT
(guna menentukan zawal dan sudut-jam).
a). Untuk matahari
Lintang Utara p.b = zawal Utara
Lintang Selatan zawal Selatan
Bujur Barat = SJB terhadap Greenwich
b). Untuk bintang (*)
Lintang Utara p.b = zawal Utara
Lintang Selatan zawal Selatan

BB p.b = SJB* terhadap Grenwich = GHA y + SHA*


Apabila BB p.b > 180o, maka kita rubah ini menjadi BT,
dengan mengurangkannyadari 360o (BT = 360o – BB)
063. Jajar Tinggi
Misalkan : t = tempat si penilik di bumi dan
pt = lingkaran bujur melalui t.
pt memotong katulistiwa bumi di C.
Mc memotong katulistiwa angkasa di C dan
MT memotong angkasa di T
PTC = Derajah atas dari t.
TS = jarak puncak benda-angkasa
bagi si penilik t.
Maka :
Busur TS = busur ts = jarak dari si penilik ke p.b
(=90o-ts =n) Lihat gambar 4.3 dibawah ini :
Gambar : 4.3
Pada setiap saat, jarak sipenilik ke p.b
adalah sama dengan jarak puncak sejati
benda-angkasa pada ketika itu.
Jajar tinggi : tempat kedudukan semua
penilik di bumi, yang pada
saat yang sama, dari benda-
angkasa yang sama,
mendapatkan tinggi sejati
yang sama.
Ia merupakan pula :
Sebuah lingkaran di bumi, dengan p.b.
sebagai titik-pusatnya dan jarak puncak
sejati (n) sebagai jari-jarinya. Pada
umumnya jajar tinggi itu merupakan
lingkaran kecil.
063. Jajar Tinggi pada bola bumi (globe).
Apabila p.b telah dihitung, maka titik ini
dengan lintang/bujurnya dapat dilukis
pada globe, dan setelah tinggi sejati
benda-angkasa tersebut sitentukan, maka
kita dapat pula melukis lingkaran,
dengan 90o – ts sebagai jari-jarinya dan
p.b tersebut sebagai titik pusatnya pada
globe tersebut.

Beberapa titik-titik terpenting kita dapati


sebagai berikut : (Lihat gambar 4.4)
a). Titik paling Utara dari jajar tinggi (A) = z + n, titik paling
Selatan dari jajar tinggi (B) = z-n. Kedua titik tersebut
terletak pada serajah yang sama dengan p.b, jadi bujur-
bujurnya adalah sama dengan bujur p.b.
b). Titik paling Timur/Barat (C dan D) :
Di dalam segitiga bola PD p.b menurut Aturan Neper :
cos (90o – z) = cos (90o – ts). Cos (90o – 1)
sin z = sin ts.sin I.
sin I = sin z.cosec ts.

Selanjutnya :
sin (90o – ts) = sin (90o – z). sin (90o – 1)
cos ts = cos z. sin Bu
sin Bu = cos ts.sec. Z

AB dam CB merupakan sumbu simetris dari lengkung tinggi.


c). Pada perpotongan sembarang
(diketahui jajar-lintangnya)
Di dalam segitiga bola Pt. p.b. :
cos (90o – ts) = cos (90o – I). Cos (90o – z) + sin
(90o – I). Sin (90o – z). Cos P.
sin ts = sin I. sinz + cos I. cos z. cos P.
cos I. cosz. Cos P = sin ts – sin I. sin z
cos P = sin ts – sin I. sin z
cos I. cos z
atau dijabarkan menjadi :
sinvers P = cos (I – z) – sin ts (Rumus Douwes untuk
cosI. Coz z sudut-jam)
Penjelasan :
Cos P digantikan dengan (1-sinvers P)
Jadi cos I, cos z. (1 –sinvers P) = sin ts – sin I, sin z.
Cos 1. cos z. –cos1. cos z. sinvers P = sin ts – sin I. sin z.
- Cos i. cos z. Sinvers P = sin ts – sin I. sin z – cos I. cos z.
cos i. cos z. Sinvers P = sin I. sin z + cos i. cos
Z. – sin ts
= cos (I – z) – sin ts
= cos (I – z) – sin ts
Sinvers P = cos I. cos Z.
063. Lengkung Tinggi
= gambaran jajar tinggi di dalam peta
bertumbuh (proyeksi Mercator). Dengan
pertolongan Rumus Douwes untuk sudut
jam, jika I digantikan untuk berbagai nilai,
maka akan kita peroleh per- bedaan
bujur antara p.b dan titik potong dari
jajar-jajar dengan jajar tinggi.

Setelah titik-titik ini dipindahkan ke


dalam peta bertumbuh dan dihubung- kan
satu sama lain, memeberikan bentuk
lengkung tinggi tersebut.
063. Bentuk umum lengkung tinggi
Kita bedakan tiga bentuk umum, ialah
sebagai berikut :

1o Kutub (yang senama) terletak diluar jajar


tinggi : (z + n<90o) ; mirip elips :

2O Kutub (yang senama) terletak pada jajar


tinggi : (z + n=90o) ; mirip parabola :

3o Kutub (yang senama) terletak di dalam jajar


tinggi : (z + n<90o) ; mirip cosinusoid.
(lihat gambar : 4.5 dan 4.6).
Penjelasan
Ini terjadi z + n < 90o ataupun z < ts.
Gambaran jajar tinggi merupakan suatu
lengkungan tertutup (mirip elips), simetris
terhadap lingkaran bujur yang melalui p.b.
Misalnya :* z = 10o U,
* ts = 50o dan
*GHA = 000o.
Jadi lintang p.b, = 10o U dari jari-jari jajar
tinggi (n) = (90o – 50o) = 40o.
Titik paling Utara : z + n = 10o + 40o = 50o
U. Titik paling Selatan
Penjelasan
Ini terjadi z + n < 90o ataupun z < ts.
Gambaran jajar tinggi merupakan suatu
lengkungan tertutup (mirip elips), simetris
terhadap lingkaran bujur yang melalui p.b.
Misalnya : * z = 10o U, * ts
= 50o dan *GHA
= 000o.
Jadi lintang p.b, = 10o U dari jari-jari jajar
tinggi (n) = (90o – 50o) = 40o.
Titik paling Utara : z + n = 10o + 40o = 50o U.
Titik paling selatan z-n = 10o – 40o = -30o 30o S
Titik Paling Timur/Barat : dapat dihitung, kira-kira 40o T
dan 40o B.
Disini lengkung tinggi mirip benar dengan sebuah elips.
Bentuk lengkung tidak lagi seperti lingkaran, karena peta
bertumbuh skalanya berubah (sesuai dengan secans
lintangnya). Lihat gambar 47.
p. b. = titik pusat jajaran tinggi
M = titik pusat lengkung tinggi.
Untuk ts > 850 dapat dikerjakan sebagai
berikut :
Hitunglah p.b.-nya dan taruhlah titik ini didalam
peta. Pada derajat yang melalui p.b. jangkalah
jarak puncak (n) kearah U dan S, diukur dengan
menit-menit tepi tegak; ini menghasilkan titik-
titik A dan B. (lihat gambar : 4.8)
Dengan AB sebagai garis menengah, dilukis
sekarang sebuah lingkaran yang dapat
menggantikan lengfkung tinggi. Titik pusat
lingkaran tersebut akan jatuh pada lintang yang
lebih tinggi dar pada p.b.
Maka disini jajar tinggi berbentuk sebagai lingkaran di
peta.
Diketahui : * Z = 500 U; * ts = 880 dan * GHA = 2600
Jadi lintang p.b. = 500 U; dan jari-jari jajar tinggi = 900 –
8800 = 20
Titik paling Utara : z + n = 500 + 20 = 520 U.
Titik paling Selatan : z – n = 500 – 20 = 480 U.
Penjelasan (2) :
Kutub terletak pada jajar tinggi.
Ini terjadi apabila z + n = 900 ataupun z = ts.
Lingkaran-lingkaran bujur yang berbeda 900 dengan
p.b. menyinggung jajar tinggi di kutub. Jadi hal ini
harus juga demikian di dalam peta bertumbuh (P maks
= 900).
Maka dari itu lengkungan tersebut harus
menyinggung di kutub pada dua lingkaran bujur yang
berbeda 900 dengan p.b, artinya dalam keadaan tak
terhingga.
Jadi lengkung tinggi merupakan lengkung terbuka,
simetris lingkaran bujur yang melalui p.b. mirip para
bola;
(lihat gambar ; 4.9);
Misalnya : *z = 400 U; *ts. = 400 an *GHA =
900
Jadi lintang p.b. = 400 dan jari-jari tinggi (n)
= 500
Titik paling Utara = z + n = 40 +500 + 900 U
dan jatuh berimpit dengan kutub Utara.
Pada titik inilah jajar tinggi menyinggung
pada kedua derajat 0000 dan 1800 titik
paling selatan = z – n = 400 - 500 = 100 S.
Di dalam peta bertumbuh lengkung tinggi
tersebut tidak dapat dilukiskan
seluruhnya, sebab kutub tidak dapat
dilkiskan di peta tersebut.
Maka lengkungan ini bkan suatu garis yang
tertutp ia tingal tetap terbuka pada sisi kutub
Utara dan lambat laun mendekati derajat-derajat
0000 dan 1800 tersebut diatas.
Penjelasan (3) : Kutub terletak di dalam
jajar tinggi
Ini terjadi apabila z + n > 900 ataupun z >
ts.
Jajar tinggi terletak di sekeliling kutub dan
memotong semua derajat di bumi.
Maka gambaran jajar tinggi merupakan
lengkungan terbuka, yang memotong
semua lingkaran bujur dan simetris
terhadap lingkaran bujur yang melalui p.b.
(mirip cosinusoid)
Misalnya : *z = 400; ts = 300 dan *GHA = 0000
Jadi lintang p.b. = 400 U dan jari-jari jajar tinggi
(n) = 600
Titik paling Utara = 1800 – (z + n) = 1800 – 1000 =
800 U; titik ini terletak pada lingkaran bujur 1800.
Titik paling Selatan = z – n = 400 – 600 = 200 S.

Karena semua derajat itu dipotong oleh


jajar tinggi, maka disini tidak terdapat
titik paling Timur dan paling Barat.(Lihat
Gambar : 4.10).
Apabila z = nol (p.b. pada katulistiwa) dan ts = nol maka n = 900, jadi
jajar tinggi merupakan lingkaran besar dan di gambarkan sebagai 2
lingkaran bujur, yang berbeda 900 dalam bujur dengan p.b.
Untuk z = 900, jajar tinggi merupakan jajar di bumi dan didalam peta
merupakan suatu garis lurus.
B. Garis Tinggi
069. Pengertian Garis Tinggi
Terkecuali untuk tinggi yang sangat
besar (ts > 850), sebagian dari
lengkung tinggi di dekat tempat duga,
dapat digantikan dengan garis
singgung. Untuk dapat menarik garis
singgung ini, kita perlukan :

a). Suatu titik pada lengkung tinggi di


dekat tempat duga (titik yang dihitung);
b). Arah lengkung tinggi di titik yang di hitung
tersebut.
Di bumi, di manapun kita berada, jajar tinggi itu
berjalan tegak-lurus pada arah azimut. Karena
peta bertumbuh itu konform, maka lengkung
tinggi inipun berjalan tegak-lurus pada arah
azimut tersebut, jadi juga garis singgungnya
berjalan tegak lurus pada arah tersebut di titik
singgung.
Garis singgung inilah disebut garis-tinggi
Garis tinggi = garis lurus di peta yang berjalan melalui
titik yang dihitung, arah azimut dan ang dapat
menggantikan sebagian lengkung tinggi.
Jadi garis tinggi itu merupakangaris singgungyang
bersifat loksodrom Di dalam praktik sudah cukup
seksama dengan anggapan bahwa tempat sejati
terletak pada garis tinggi, asalkan panjangnya garis
tinggi adalah demikian, sehinga penyimpangan
terhadap lengkung tinggi < 1 mil.
Panjang garis tinggi = sebagian garis tinggi, antara titik
yang dihitung dan proyeksi tempat sejati pada garis
tinggi tersebut. Untuk memakai garis tinggi sebagai
pengganti dari lengkung tinggi, maka tinggi benda
angkasa boleh terlampau besar ( > 850). Lihat Gambar :
4.11.
Guna melukis garis tinggi,pertama kali kita
perlukan suatu titik pada jajar tinggi, didekat
tempat duga. Kita mengenal 3 titik yang
dimaksudkan itu ialah titik tinggi, titik lintang
dan titik bujur. Lihat Gambar : 4.12
Titik tinggi (H) = titik potong (yang terdekat
dengan tempat duga) dari jajar tinggi dengan
lingkaran besar yang melalui tempat duga dan
p.b. benda angkasa.
Untuk memperolehtitik ini, terlebih dahulu kita
harus menghitung tinggi benda angkasa.
(Metode Marc Saint Hilaire / Villarceau atau
metode “Intercept”)
070. Titik tinggi, titik lintang dan titik bujur.

Guna melukis garis tinggi, pertama sekali kita


perlukan suatu titik pada jalur tinggi, di dekat
tempat duga. Kita mengenal 3 titik yang
dimaksudkan itu ialah titik tinggi, titik lintang
dan titik bujur. Lihat gambar : 4.12

Titik tinggi (H) = titik potong (yang terdekat


dengan tempat duga) dari jajar tinggi dengan
lingkaran besar yang melalui tempat duga dan
p.b benda-angkasa
Untuk memperoleh titik ini, terlebih dahulu kita harus
menghitung tinggi benda-angkasa. (Metode Marc Saint
Hilaire/Villarceau atau metode “Intercept).

Titik lintang (L) = titik potong (yang terdekat dengan


tempat duga) dari jajar tinggi dengan derajah tempat
duga. Dari titik ini telah diketahui bujurnya, ialah sama
dengan bujur duga. Jadi kita hanya tinggal menghitung
lintangnya (Metode De Hart).

Titik bujur (B) = titik potong (yang terdekat dengan


tempat duga) dari jajar tinggi dengan jajar tempat duga.
Dari titik ini telah diketahui lintangnya ialah sama dengan
lintang duga. Jadi kita hanya tinggal menghitungh
bujurnya (Metode Sumner).
Setelah kita menghitung salah satu titik tersebut,
dapatlah kita menaruhkannya di peta kemudian melalui
titik itulah kita lukisakan garis tingginya dalam arah yang
sebenarnya (tegak lurus pada arah azimut).
071. Pilihan atas titik yang akan dihitung
Titik nama antara ketiga titik-titik itu yang akan kita pakai
ternyata adalah titik tinggi, dengan alasan-alasan
sebagai berikut : (Lihat Gambar 4.13)

1o Panjang garis tinggi melalui titik tinggi selalu <


salah duga.
2o setiap penilikan dapat dihitung menurut titik tinggi
kecuali tinggi-tinggi > 85o
3o Tidak tergantung dari besar kecilnya sudut-jam
4o Tidak tergantung dari besar kecilnya azimut dan
dalah duga.
5o Tidak diperlukan penyelidikan lebih dulu apakah
titik lintang adalah lebih baik daripada titik buju, atau
sebaliknya.
HS = panjang
garis tinggi
GS = salah duga
selalu HS < GS
s = posisi sejati
072. Titik Tinggi; Rumus

Gambar 4.14

Untuk ldan z yang senama :


Cos Gs = cos PG. cos Ps + sin PG. sin Ps. Cos P.
Cos (900 – th) = cos (900 – l), cos (900 – z) + sin (900 – l).
Sin (900 – z). cos P
Sin th = sin l. sin z + cos l. cos z. (1- sinvers P)
Sin th = sin l. sin z + cos l. cos z – cos. L. cos z. Sinvers P.
Sin th = cos (l – z) – cos l. cos z. sinvers P.

Apabila l dan z tak senama, maka :


(90 – z) diganti dengan (900 + z ).
Jadi cos (900 – z) menjadi cos (900 + z)
= - sinz.
Dan sin 900 – z) menjadi sin (900 + z) = cos z.
Sehingga menjadilah :
Sin th = - sim l. sin z + cos l. cos z – cosl l.
cos z. sinvers P.

Sin th = cos (l + z) – cos l. cos z. sinvers P.


- = Jika I dan z adalah
senama
+ = Jika I dan z adalah tak
senama.
(Rumus Douwes untuk
tinggi)
073. Letak titik tinggi terhadap tempat duga.
Pada gambar I, II dan III dilukiskan 3
kemungkinan letak satu sama lain dari
tempat duga G dan titik tinggi H.
Di dalam semua gambar : GS = 90 0 – th
dan HS = 90 0 – th
I. Tempat duga terletak di luar jajar tinggi.
Arah GH adalah searah dengan azimuth di G.
Selanjutnya : GS > HS.
Jadi GS - HS > 0
Maka (900 – th) - (900 – ts) > 0
900 – th - 900 + ts > 0
Ts – th > 0 atau ts > th
Nilai ts – th disebut selisih tinggi (P)
Banyaknya menit dari (ts – th) adalah sama dengan jarak
G H dalam mil laut.

II. Tempat duga terletak di dalam jajar tinggi.


Arah GH adalah berlawanan dengan azimuth di G.
Selanjutnya : GS > HS.
Jadi GS - HS > 0
Maka (900 – th) - (900 – ts) > 0
900 – th - 900 + ts > 0
Ts – th > 0 atau ts > th
III. Tempat duga terletak pada jajar tinggi.
Di sini : GS = HS
Jadi GS - HS =0
maka (90o – th) - (90o – ts) =0
90o – th – 90o + ts =0
ts = t h = 0 atau ts = th

Perhatikan diagram (ts-th) di bawah ini Gambar : 4.17


Sebaliknya dapat pula langsung diambil kesimpulan
sebagi berikut :
I jika ts – th > 0 (atau ts > th), maka G terletak di
luar jajar tinggi dan GH adalah
searah dengan azimuth di G. Di sini p adalah
pos (+).
II. Jika ts – th < 0 (atau ts < th), maka G terletak di
dalam jajar tinggi, dan Gh mengarah
berlawanan dengan arah azimat di G.
Di sini p adalah neg (-)
III. Jika ts – th = 0 (atau ts = th), maka G terletak pada jajar
tinggi, dan H berimpit dengan G; di sini garis
tinggi berjalan melalui tempat duga (p=nol).

Apabila kita telah menghitung ts – th (=p), maka akan kita dapati


suatu bilangan aljabar, tanda dari bilangan ini (+ p dan -)
mnentukan arah GH; sedangkan nilai mutlaknya menunjukan
berapa mil jarak dari G ke H itu. (lihat gambar : 4,16)
074. Garis tinggi melalui titik tinggi.
GH adalah sebagian busur lingkaran besar yang pendek
sekali. Maka di dalam praktek boleh dianggap sebagai
loksodrom. Jadi di dalam peta laut bagian GH tersebut dapat
dilukiskan sebagai garis lurus searah ataupun berlawanan
dengan arah azimuth di titik G (Ditentukan dengan Daftar ABC).
Jumlah mil yang diperlukan diukur pada sisi tegak dari peta,
pada lintang di mana titik G berada.
Letak H dapat juga ditentukan dengan perhitungan haluan
dan jauh. Di sini G = tempat tolak: azimat atau arah yang
berlawanan = haluan, dan nilai mutlak ts – th = jauh.
Setelah mendapatkan H maka garis tinggi harus ditarik melalui
titik ini, seperti terlihat pada gambar : 4.16 tersebut.
Didalam praktek, azimuth di G dan H dianggap sama,
berhubungan letak G dan H sangat berdekatan. Jadi untuk
melukis garis tinggi di H kita pakai azimuth di G, dan ini pun
dianggap cukup saksama.
075. Skema perhitungan titik tinggi.
Dari rumus untuk sin th, dapat mudah disalurkan bagaimana
titik tinggi itu harus dihitung.
Skema untuk pengamatan * :
C. Penggunaan Garis-garis tinggi.
076. Perpotongan dua garis tinggi.
Titik potong dari dua garis tinggi memberikan
posisi yang diperbaiki (posisi sejati).
Titik ini dapat di peroleh secara :
10 konstruksi di peta laut:
20 konstruksi di kertas biasa (sheet);
30 perhitungan
Apabila tinggi-tingginya diambil pada waktu yang
tidak bersamaan, maka garis tinggi yang pertama harus
digeserkan//.
Dengan cara yang sama seperti halnya baringan
pertama pada “baringan dengan geseran” ataupun
“baringan silang dengan geseran”.
077. Konstruksi di peta laut
Sebaiknya konstruksi tersebut di
lakukan di dalam peta dengan
skala yang cukup besar.
Penilikan-penilikan yang
dilakukan bersamaan atau
hampir bersamaan, biasanya
dihitung dengan tempat duga
yang sama (perpindahan kapal
dapat diabaikan).
078. Konstruksi di kertas biasa (sheet).
Ambilah kertas bergaris dengan garis-garisnya
dalam arah tegak di hadapan kita. Maka jarak antara
dua garis yang berurutan merupakan 1 menit bujur.
Lukisan sekarang < ABC = lintang duga
(missal: 50 0). Kaki AC memotong garis-garis tegak
yang berurutan, di titik-titik yang jaraknya 1 x sec 50
0
; jadi jarak-jarak tersebut dapat dianggap sebagai
menit-menit pada sisi tegak peta bertumbuh pada
lintang 50 0 utara.
Dengan pertolongan skala pengganti tersebut,
maka akhirnya kita dapat menentukan lintang/bujur
dari posisi kapal (S).
079. Perhitungan Titik Potong
Pada penilikan-penilikan yang bersamaan, titik
hitung yang pertama diperoleh, dipakai sebagai
tempat duga untuk perhitungan yang kedua (lihat
Gambar : 4.20). Juga apabila penilikan tersebut
dilakukan tidak bersamaan maka titik hitung dair
garis tinggi yang pertama harus dilayarkan
(digeserkan) : kemudian ini dipakai sebagai tempat
duga untuk perhitungan penilikan yang kedua (lihat
gambar4.21).
Misalkan : H 1 =
titik yang dihitung ataupun titik hitung
penilikan pertama yang telah
digeserkan.
P2 = selisih tinggi pada penilikan kedua
T1/T2 = selisih azimuth yang bernilai lancip
S = titik potong dari garis-garis tinggi
Maka

H1S = P2 x cosec T1/T2

H1S dapat dicari dengan Daftar I ialah sebagai berikut :

H1S = P2 x cosec T1/T2

Jauh = simp x cosec H (Dft. 1)

Anda mungkin juga menyukai