Anda di halaman 1dari 19

MORAL

1.AGAMA SEBAGAI SUMBER


MORAL
2.AKHLAK MULIA DALAM
KEHIDUPAN MANUSIA
Arti Moral dan Moralitas
• Secara etimologi, kata moral berasal dari kata Latin,
moralis merupakan padanan dari kata mos atau
moris dan kata mores.
• Mos atau moris berarti adat, istiadat, kebiasaan,
cara, tingkah laku dan kelakuan.
• Sedangkan mores berarti adat istiadat, kelakuan,
tabiat, watak, akhlak, cara hidup.
• Jadi, moral menyangkut cara seseorang bertingkah
laku dalam hubungannya dengan orang lain.
• Sedangkan moralitas yang sering disebut ethos
ialah sikap manusia berkenaan dengan hukum
moral yang didasarkan atas kebebasannya.
• Tindakan yang baik secara moral ialah tindakan
bebas manusia yang mengafirmasikan nilai etis
objektif dan yang mengafirmasikan hukum moral.
• Tindakan yang buruk secara moral adalah tindakan
yang bertentangan dengan nilai etis dan hukum
moral.
Etika dan Moralitas
• Banyak teolog Kristen yang membedakan etika
dengan moralitas. Richard C. Sparks mengatakan
bahwa di antara para teolog yang berbeda
pendapat itu, ada yang mengatakan bahwa etika
berhubungan erat dengan teori moral; sedangkan
moralitas berhubungan erat dengan praktek moral.
Seseorang bisa saja sangat fasih dalam tataran teori
moral, namun ia kurang mampu
mengaktualisasikannya dalam tindakannya maksud
teori moral yang ia pahami itu.
• Oleh karena itu, Richard mengatakan mengetahui
sesuatu tidak selamanya identik dengan melakukan
sesuatu: “knowing about something and actually doing
it are not always synonymous.” Walaupun demikian,
kata Richard, yang perlu digaris-bawahi adalah bahwa
etika dan moralitas saling berkaitan. Maka, Richard
berkesimpulan : “morality is the human values, choices,
and actions that are studied in a formal way in an
ethics class or by someone trained as an ethicist”.
Dari pengertian Richard di atas, moral sangat
berhubungan erat dengan pendidikan nilai yang selalu
berhadapan dengan aktualisasi, pilihan dan kebebasan
yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan
orang lain.
Kekhasan Moralitas Kristiani
• Perjanjian Lama
Sepuluh Perintah Allah merupakan hukum moral khas
Perjanjian Lama. Perintah Allah yang dimaksud, yakni: 1)
Aku Allah, Tuhanmu, jangan memuja berhala, berbaktilah
kepada-Ku saja dan cintailah Aku lebih daripada segala
sesuatu; 2) Jangan menyebut nama Allah, Tuhanmu dengan
tidak hormat; 3) Kuduskanlah hari Tuhan; 4) Hormatilah ibu-
bapamu; 5) Jangan membunuh; 6) Jangan berbuat cabul; 7)
Jangan mencuri; 8) Jangan bersaksi dusta terhadap
sesamamu manusia; 9) Jangan ingin berbuat cabul; 10)
Jangan ingin akan milik sesamamu manusia secara tidak
adil. Dekalog ini kemudian, dirangkum oleh Yesus menjadi
Hukum Cinta Kasih.
Hukum moral Perjanjian Lama ini memiliki ciri khas,
yakni:
• simbol kedekatan atau keeratan relasi antara Allah dan
manusia. Ungkapan kedekatan itu adalah ketaatan.
• mengungkapkan pilihan Yahweh atas Israel.
Pengalaman bangsa Israel bebas dari perbudakan di
tanah Mesir menjadi dasar relasi dan sikap bangsa
Israel terhadap sesamanya dan juga terhadap Allah:
peristiwa pembebasan itu merupakan tanggapan cinta
Allah kepada umat Israel sebagai “umat pilihan-Nya”.
• menuntut ketaatan manusia untuk mengaplikasikan
Sepuluh Perintah Allah itu terhadap diri, sesama dan
terlebih dalam menanggapi buah cinta dan anugerah
Allah secara bebas.
• Perjanjian Baru
Dalam Kitab Perjanjian Baru (PB), yang menjadi
paradigma moralitas Kristiani adalah Yesus sendiri.
Yesus adalah model dan teladan serta sumber
inspirasi bagi umat Kristiani untuk bertindak: “…the
Christian has, in the person of Jesus, a model and an
inspiration for moral endeavour”. Oleh karena itu,
yang menjadi paradigma dan tolok ukur pengajaran
gereja pun mesti bertitik tolak dari pengajaran yang
telah digulirkan oleh Yesus sendiri. Sebab, semua
tindakan Yesus selama Ia bersama para murid dan
umat Allah (orang banyak) di dunia ini, selalu
mencerminkan tindakan Bapa-Nya yang telah
mengutus-Nya.
Oleh karena moralitas Kristiani (dalam PB)
selalu menjadikan Yesus sebagai pradigma
utama, maka hukum moral Perjanjian Baru
umumnya langsung dikaitkan dengan perintah
cinta kasih dari Yesus Kristus (Mat 22:34-40;
Mrk 12:28-34; Luk 10:25-28; Yoh 13:34-35):
hukum yang pertama dan utama adalah
“kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwa dan akal
budimu”.
Sedangkan hukum yang kedua adalah “kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.

Pada kedua hukum ini tergantung seluruh Hukum


Taurat dan Kitab para nabi (Mat 22: 40). Dalam
pernyataan Yesus ini, semakin jelas bagi kita bahwa
Yesus meneruskan ajaran religius (Israel)
sebagaimana yang terdapat di dalam dekalog. Yesus
membentuk dan membaharui perintah ini sesuai
dengan visi-Nya dan dengan demikian Dia
memberikan perhatian khusus pada hidup moral.
AGAMA SEBAGAI SUMBER MORAL
• Hati nurani merupakan kesadaran moral yang
timbul dan bertumbuh dalam hati manusia.
Dalam hati manusia, sebelum ia bertindak
atau berbuat sesuatu, ia sudah mempunyai
suatu kesadaran atau pengetahuan umum
bahwa ada yang baik dan ada yang buruk.
Setiap orang memiliki kesadaran moral ini
walaupun berbeda-beda kadar kesadarannya.
• Secara sempit hati nurani merupakan
penerapan kesadaran moral itu dalam suatu
situasi konkret, yang menilai suatu tindakan
manusia atas buruk baiknya.
• Pada saat-saat menjelang suatu tindakan etis,
pada saat itu kata hati akan mengatakan
perbuatan itu baik atau buruk. Kalau
perbuatan itu baik, kata hati muncul sebagai
suara yang menyuruh, tetapi kalau perbuatan
itu buruk ia muncul sebagai suara yang
melarang.
• Sementara suatu tindakan dijalankan kata hati
masih tetap berbicara, menyuruh atau
melarang.
• Sesudah suatu tindakan atau perbuatan maka
kata hati muncul sebagai “hakim” yang
memberi vonis. Untuk perbuatan yang baik ia
akan memuji sehingga orang merasa bangga
dan bahagia.
Akan tetapi, untuk perbuatan yang buruk, ia
akan mencela sehingga orang merasa gelisah,
malu, menyesal, putus asa.
• Agama menjadi sumber pembinaan moral manusia
beriman Katolik, agama mempunyai peran besar
dalam pembentukan moralitas masyarakat.
• Agama menjadi penentu arah pembangunan
kepada jalan yang benar.
• Berbicara fungsi agama berarti masuk ke dalam
suatu sumber hukum dasar agama itu, yaitu Kitab
Suci.
• Dalam Kitab Suci, orang beriman Katolik dapat
belajar dan mengenal lebih jauh bagaimana suatu
perbuatan dapat berjalan semestinya.
• Hati nurani perlu dilatih agar peka, hati nurani
perlu diuji agar menjadi tajam dalam melihat
situasi,
• hati nurani perlu proses agar pembinaannya
dapat konsisten terus dijalankan.
• Meski demikian pada tahap-tahap pembinaan
awal, hati nurani patut ditaati walaupun ia
dapat salah. Oleh karena hati nurani dapat
salah maka ia perlu dibina.
• St. Paulus sudah mengatakan kepada
kita bahwa dalam diri kita ada dua
hukum, yaitu hukum Allah dan
hukum dosa. Kedua hukum itu saling
bertentangan; hukum Allah menuju
kepada kebaikan, sedangkan hukum
dosa menuju kepada kejahatan,
(Baca Rom 7:13-26).
AKHLAK MULIA DALAM KEHIDUPAN
MANUSIA
• Hak asasi manusia merupakan tolok ukur dan
pedoman yang tidak dapat diganggu gugat
dan harus ditempatkan di atas segala aturan
hukum. Penghargaan terhadap hak asasi ini
merupakan prinsip dalam pengembangan
akhlak mulia di dalam masyarakat majemuk.
Tanpa penghargaan terhadap hak asasi
tersebut sulit dicapai mutu kehidupanyang
lebih baik.
• Menjunjung tinggi akhlak mulia
berarti harus merupakan
perwujudan terhadap penghargaan
akan hak asasi manusia.
Ini berarti akhlak mulia dibangun di
atas dasar hak asasi manusia. Tanpa
hal ini, pengembangan akhlak mulia
menjadi tidak berarti.
• Gereja senantiasa mendesak supaya
hak-hak asasi ditegakkan dan segala
bentuk diskriminasi dihapuskan.
Dalam perjuangan ini, Gereja
hendaknya mulai dengan dirinya
sendiri, lalu mengajak segala orang
yang berkehendak baik untuk
membela martabat manusia dengan
segala hak yang melekat padanya.

Anda mungkin juga menyukai