Anda di halaman 1dari 17

PENGANTAR

SASTRA KOREA

Puisi Sinchesi ( 신체시 ) &


Hyeondaesi ( 현대시 )
Sinchesi ( 신체시 )
 Memasuki masa akhir Joseon, tepatnya pada awal abad
ke-19, terjadi banyak perubahan dalam berbagai
kehidupan di Korea.
 Perubahan itu membawa rakyat Korea bergerak dari
budaya tradisional ke budaya modern, salah satunya di
bidang sastra.
 Dalam berpuisi, sastrawan mencoba gaya baru yang
menghasilkan jenis puisi bernama sinchesi ( 신체시 ).
 Puisi jenis ini populer sekitar tahun 1908 sampai tahun
1918.
 Sinchesi menunjukkan usaha untuk lepas dari gaya
tradisional di masa lalu. Dari segi bentuk, secara signifikan
tidak ada aturan tertentu tentang bentuk yang baku.
 Ini menunjukkan karakteristik puisi modern yang bebas.
Walau begitu, masih terlihat puisi tradisional pada setiap
karya sinchesi, yaitu kecenderungan pembentukan pola.
 Misalnya, setiap baris terdiri dari tujuh baris, dengan baris
pertama dan kedua di setiap bait memiliki rima dan
dibentuk dari persamaan jumlah suku kata ( 음수율 ).
 Sementara itu, dari segi isi, semangat kebebasan juga
ditunjukkan dengan idealisme tentang era baru.
 Dualisme antara usaha untuk lepas dari tradisi dan
pengaruh puisi tradisional yang masih terasa itu
membuat sinchesi dinilai sebagai bentuk transisi dari
puisi terikat ( 정형시 ) ke puisi bebas ( 자유시 ).
 Karya yang dianggap sebagai sinchesi pertama
sekaligus representasi jenis ini adalah puisi berjudul
“Hae-egeseo Soenyeonege” ( 해에게서 소년에게 )
karya Choi Nam-seon( 최남선 ).
 Puisi ini pertama kali dimuat dalam edisi pertama
majalah sastra “Sonyeon’ ( 소년 ) pada bulan November
tahun 1908.
 Dari judul dapat terlihat bahwa laut dan anak
laki-laki adalah materi yang diangkat oleh puisi
ini.
 Secara keseluruhan puisi ini terdiri dari enam
bait dengan tujuh baris di setiap baitnya.
 Bait pertama sampai kelima melukiskan
‘keagungan laut’, sementara bait keenam
menyanyikan cinta dan kepercayaan kepada
anak-anak yang menanggung masa depan
bangsa.
 Melalui tema tentang tentang tekad dan kebangkitan
anak laki-laki terhadap zamannya, Choi Nam-seon
menampilkan keinginan dan harapan terhadap era baru
yang akan dihadapi Korea.
 Semua itu ditulis dengan gaya penulisan yang
dipengaruhi oleh budaya modern dan dunia Barat.

터……ㄹ썩 , 터……ㄹ썩 , 텩 , ㅆ와……아


나의 짝될 이는 한아 잇도다 ,
코고 길고 , 널으게 뒤덥흔 바뎌 푸른하늘 .
뎌것은 우리와 틀님이 없어 ,
뎍은 시비 ( 匙非 ) 뎍은 쌈 온갖 모든 더러운 것 업더다 .
됴 따위 세상 ( 世上 ) 에 됴 사람텨럼 ,
터……ㄹ썩 , 텨……ㄹ썩 , 텩 , 튜르릉 , 콱 .
Terjemahan:
Byu…ur, byu…ur, bya…ar
Hanya ada satu yang akan menjadi pasanganku
Langit biru, yang memayungi dengan besar, panjang
dan luas
Tidak ada bedanya dengan kita,
Tiada bertengkaran kecil, pertarungan kecil, dan semua hal
kotor lainnya
Seperti orang-orang di dunia itu
Byu…ur, tuk, byur, byar.
 Teks di atas adalah bait kelima dari enam bait yang
menyusun puisi “Hae-egeseo Sonyeon-ege”.
 Pada larik pertama terdapat penggunaan tiruan bunyi
(onomatope) dari ombak yang menghempas di laut.
 Tiruan bunyi bukanlah hal yang baru dalam puisi Korea,
namun cara penulisan seperti puisi di atas adalah hal yang
tidak biasa, bahkan dalam puisi zaman sekarang.
 Tiruan bunyi ombak tersebut tidak hanya menciptakan citra
pendengaran, tetapi juga menyimbolkan watak laki-laki
yang gagah dan gelombang peradaban, serta
menggambarkan kedinamisan yang penuh semangat.
 Kemudian pada larik selanjutnya, penyair melukiskan
langit sebagai satu-satunya hal yang sebanding dengan
laut.
 Pada langit yang biru itu tidak ada noda setitik pun,
berbeda dari dunia nyata yang berisi pertengkaran dan
pertarungan.
 Ini menunjukkan semangat serta jiwa murni dari seorang
anak laki-laki dalam menghadapi dunia.
Hyeondaesi ( 현대시 )
 Setelah mengalami transisi yang ditunjukkan oleh kemunculan jenis-
jenis puisi baru seperti changga dan sinchesi, puisi Korea memasuki
masa modern pada era 1920-an.
 Modernisasi tidak hanya terlihat dalam bentuk puisi yang bebas aturan,
tetapi juga dalam isi yang disampaikan.
 Peristiwa penting yang memengaruhi puisi modern Korea saat itu
adalah Gerakan 1 Maret (3.1 운동 ) yang terjadi pada tahun 1919.
Gerakan yang merupakan luapan kemarahan rakyat Korea kepada
pemerintah kolonial Jepang yang telah meninggalkan kepedihan dalam
diri rakyat Korea.
 Suasana inilah yang kemudian banyak muncul dalam puisi Korea di era
selanjutnya pada tahun 1920-an.
 Kebanyakan puisi pada awal era 1920-an menyuarakan
kondisi suram saat itu.
 Dengan menunjukkan usaha untuk lari dari kenyataan
dan merespons dengan perlawanan.
 Respons ini didukung oleh ideologi yang mulai populer
saat itu, yaitu sosialisme.
 Sekelompok sastrawan yang meyakini ideologi ini
kemudian mendirikan KAPF (Korean Artist Proletarian
Federation) pada tahun 1925.
 Dalam bidang puisi, mereka melakukan gerakan yang
disebut Gerakan Puisi Proletaria.
 Puisi proletaria adalah puisi yang mengritik penguasa yang tidak
berpihak pada rakyat atau membangkitkan semangat revolusi
kelas proletar.
 Beberapa penyair terkenal melalui puisi proletar adalah Im Hwa,
Park Se-yeong, Lee Chan dan Ahn Ham-gwang.
 Dalam gerakan ini, Im Hwa memiliki peran penting sebagai
penggerak melaui karya puisinya dan menulis kritik dan teori
sastra tentang Marxisme.
 Salah satu karya pentingnya adalah puisi yang berjudul “Uri
Oppawa Hwaro”, yang ditulis dengan gaya monolog seorang
gadis tentang kakak laki-lakinya yang terlibat demonstrasi buruh
sehingga dipenjara.
 Selain penyair yang menulis puisi sosialis, teradapat pula penyair
yang menciptakan puisi bertemakan nasionalisme.
 Tema nasionalisme ini terbagai lagi menjadi beberapa kelompok,
yaitu kelompok puisi liris nasionalis, kelompok puisi kebangkitan
sijo, dan kelompok puisi bergaya lagu rakyat.
 Salah satu penyair terkenal kelompok pertama adalah Han Young-
un. Penyair ini terkenal dengan nuansa Buddha dalam puisinya.
Penyair kelompok kedua adalah Choi Nam-seon, Lee Gwang-soo,
Lee Bueng-gi dan Lee Eun-sang
 Penyair kelompok ketiga yang terkenal adalah Kim So-wol, dengan
kemampuannya menggabungkan emosi khas Korea, yang dikenal
dengan sebutan han ( 한 , 恨 ).
 Salah satu puisi Kim So-wol yang terkenal adalah yang berjudul
“Jindallaekkot” ( 진다래꽃 ) yang berarti bunga Azalea.
나 보기가 역겨워
가실 떼에는
말없이 고이 보내 드리오리다

영변 ( 寧邊 ) 에 약산 ( 藥山 )
진달래꽃 ,
아름 따다 가실 길에 뿌리오리다

가시는 걸음 걸음
놓인 그꽃을
사뿐히 즈려 밟고 가시옵소서

나 보기가 역겨워
가실 떼에는
주어도 아니 눈 물 흐리오리다 .
Terjemahan:

Muak melihatku
Kau pun pergi
Saat itu, akan kulepas kau tanpa kata

Bunga Azalea di Gunung Yaksan


Bunga Azalea itu
Kupetik dan kutabur di jalan yang akan kau lalui

Di setiap langkah kepergianmu


Teriring bunga Azalea
Melangkah lembut di atasnya

Muak melihatku
Kau pun pergi
Saat itu, tak akan kuteteskan air mata
 Jika diperhatikan dari fisiknya, puisi di atas menunjukkan
sebuah keteraraturan atau bentuk khusus.
 Tidak hanya jumlah larik yang sama di setiap baik, tetapi
juga jumlah suku kata di setiap lariknya.
 Pola ini menunjukkan karakter lagu rakyat tradisional,
yaitu tiga eumbo dan lima sampai tujuh huruf dalam satu
baris
 Karakter lagu rakyat juga terlihat dalam perasaan yang
disampaikan oleh puisi ini, yaitu perasaan cinta dan
kerinduan terhadap kekasih.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai