Anda di halaman 1dari 55

CAIRAN DAN

NUTRISI
PARENTERAL
(KEPERAWATAN KRITIS)

GROUP: ADLEI, ALEX,


CARLOS, JEREMY, KEVIN
PEMBAHASAN

Cairan Resusitasi (Kristaloid & Koloid) Nutrisi Parenteral

1 2
TERAPI CAIRAN

Terapi cairan adalah salah satu terapi yang sangat menentukan keberhasilan penanganan pasien kritis. Dalam langkah-
langkah resusitasi, langkah D (“drug and fluid treatment”) dalam bantuan hidup lanjut, merupakan langkah penting yang
dilakukan secara simultan dengan langkah-langkah lainnya. Tindakan ini seringkali merupakan langkah “life saving” pada
pasien yang menderita kehilangan cairan yang banyak seperti dehidrasi karena muntah mencret dan syok.
CAIRAN RESUSITASI
CAIRAN RESUSITASI

 Cairan resusitasi adalah cairan yang diberikan untuk meningkatkan curah jantung. Cairan terbagi menjadi dua jenis, yaitu
koloid dan kristaloid. Cairan resusitasi yang ideal adalah cairan yang diprediksi dapat meningkatkan volum intravascular,
memiliki komposisi kimia mendekati cairan ekstraseluler, dimetabolisme dan diekskresi secara lengkap tanpa akumulasi
dalam jaringan, tidak menyebabkan efek metabolic atau sistemik yang membahayakan, serta harga terjangkau
1. CAIRAN KRISTALOID
1. CAIRAN KRISTALOID

Kristaloid berisi elektrolit (contoh kalium, natrium, kalsium, klorida). Kristaloid tidak mengandung partikel onkotik dan
karena itu tidak terbatas dalam ruang intravascular dengan waktu paruh kristaloid di intravascular adalah 20-30 menit.
Beberapa peneliti merekomendasikan untuk setiap 1 liter darah, diberikan 3 liter kristaloid isotonik. Kristaloid murah, mudah
dibuat, dan tidak menimbulkan reaksi imun. Larutan kristaloid adalah larutan primer yang digunakan untuk terapi intravena
prehospital. Tonisitas kristaloid menggambarkan konsentrasi elektrolit yang dilarutkan dalam air, dibandingkan dengan yang
dari plasma tubuh.
3 JENIS CAIRAN KRISTALOID

 A. Cairan Isotonik

 B. Cairan Hipotonik

 C. Cairan Hipertonik
A. CAIRAN ISOTONIK

Sebagian besar cairan infus merupakan cairan isotonik, artinya, mereka memiliki konsentrasi zat terlarut yang sama dengan
plasma darah. Ketika diinfuskan, larutan isotonik memperluas ruang cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler secara
merata. Cairan seperti itu tidak mengubah osmolalitas kompartemen vaskular.
Secara teknis, larutan elektrolit dianggap isotonik jika kandungan elektrolit totalnya sekitar 310 mEq / L. Cairan isotonik
memiliki total osmolalitas mendekati ECF dan tidak menyebabkan sel darah merah menyusut atau membengkak.
YANG TERMASUK CAIRAN ISOTONIK ADALAH

 1. NaCl 0,9% (Solusi Normal Saline, NSS)

Larutan normal saline (0,9% NaCl) atau NSS, adalah cairan kristaloid isotonik yang mengandung air, natrium (154 mEq / L), dan klorida
(154 mEq / L).
 2. Dextrose 5% dalam Air (D5W)

D5W (dekstrosa 5% dalam air) adalah cairan isotonik kristaloid dengan osmolalitas serum 252 mOsm / L.
 3. Dextrose in Water (D5LRS) Dering Ringer Laktasi 5%

Larutan Ringer Laktat (juga dikenal sebagai Ringer Laktat atau larutan Hartmann) adalah cairan infus isotonik kristaloid yang dirancang
untuk menjadi solusi fisiologis yang hampir seimbang dengan elektrolit.
 4. Cairan Ringer

Cairan Ringer adalah cairan infus isotonik lainnya yang memiliki kandungan yang mirip dengan Cairan Ringer Laktat tetapi tidak
mengandung laktat. Indikasinya adalah sama untuk Ringer Laktat tetapi tanpa kontraindikasi terkait dengan laktat.
INTERVENSI DAN PERTIMBANGAN KEPERAWATAN UNTUK
CAIRAN ISOTONIK

 Dokumentasikan data dasar. Sebelum infus, kaji tanda vital pasien, status edema, bunyi paru-paru, dan bunyi jantung.
Lanjutkan pemantauan selama dan setelah infus.
 Amati tanda-tanda kelebihan cairan. Cari tanda-tanda hipervolemia seperti hipertensi, denyut nadi, radang paru,
dispnea, sesak napas, edema perifer, distensi vena jugularis, dan bunyi jantung ekstra.
 Pantau manifestasi hipovolemia lanjutan. Cari tanda-tanda yang menunjukkan hipovolemia lanjutan seperti,
penurunan produksi urin, turgor kulit yang buruk, takikardia, denyut nadi lemah, dan hipotensi.
 Cegah hipervolemia. Pasien yang dirawat karena hipovolemia dapat dengan cepat mengalami kelebihan cairan setelah
pemberian cairan infus isotonik yang cepat atau berlebih.
INTERVENSI DAN PERTIMBANGAN KEPERAWATAN UNTUK
CAIRAN ISOTONIK

 Tinggikan kepala tempat tidur pada 35 hingga 45 derajat. Kecuali jika dikontraindikasikan, posisikan klien dalam
posisi semi-Fowler.
 Tinggikan kaki pasien. Jika ada edema, angkat kaki pasien untuk meningkatkan aliran balik vena.

 Penkes pasien dan keluarga. Ajari pasien dan keluarga untuk mengenali tanda dan gejala kelebihan volume cairan.
Instruksikan pasien untuk memberi tahu perawat mereka jika mereka kesulitan bernapas atau melihat adanya
pembengkakan.
 Pantau ketat untuk pasien dengan gagal jantung. Karena cairan isotonik memperluas ruang intravaskular, pasien
dengan hipertensi dan gagal jantung harus dimonitor secara hati-hati untuk tanda-tanda kelebihan cairan.
B. CAIRAN HIPOTONIK

Cairan hipotonik memiliki osmolalitas yang lebih rendah dan mengandung lebih sedikit zat terlarut dari pada plasma,
sehingga menyebabkan pergeseran cairan dari ECF ke ICF untuk mencapai homeostasis. Oleh karena itu, cairan hipotonik
dapat menyebabkan pembengkakan sel.
Cairan infus dianggap hipotonik jika total kandungan elektrolitnya kurang dari 250 mEq / L. Cairan hipotonik biasanya
digunakan untuk membantu adekuat suplai cairan ketika ekskresi limbah tubuh, mengobati dehidrasi sel, dan mengganti
cairan sel.
YANG TERMASUK CAIRAN HIPOTONIK

 1. Sodium Klorida 0,45% (NaCl 0,45%)

Sodium klorida 0,45% (1/2 NS), juga dikenal sebagai 1/2 Normal Saline, adalah larutan hipotonik yang digunakan untuk
mengganti cairan pada pasien yang memiliki hipovolemia dengan hipernatremia. Penggunaan berlebihan dapat
menyebabkan hiponatremia karena pengenceran natrium, terutama pada pasien yang rentan terhadap retensi air. Cairan ini
memiliki osmolalitas 154 mOsm / L dan mengandung 77 mEq / L natrium dan klorida. Larutan hipotonik natrium digunakan
untuk mengobati hipernatremia dan kondisi hiperosmolar lainnya.
 2. Sodium Klorida 0,33% (NaCl 0,33%)

Sodium Klorida 0,33 digunakan untuk memungkinkan ginjal mempertahankan jumlah air yang dibutuhkan dan biasanya
diberikan dengan dekstrosa untuk meningkatkan tonisitas. Cairan ini harus digunakan dengan hati-hati untuk pasien dengan
gagal jantung dan insufisiensi ginjal.
YANG TERMASUK CAIRAN HIPOTONIK

 3. Sodium Klorida 0,225% (NaCl 0,225%)

Sodium Klorida 0,225% sering digunakan sebagai cairan perawatan untuk pasien anak karena merupakan cairan IV paling
hipotonik yang tersedia pada 77 mOsm / L. Digunakan bersama dengan dekstrosa.
 4. 2,5% Dextrose dalam Air (D2.5W)

Cairan infus hipotonik lain yang umum digunakan adalah 2,5% dekstrosa dalam air (D2.5W). Cairan ini digunakan untuk
mengobati dehidrasi dan menurunkan kadar natrium dan kalium. Cairan ini tidak boleh diberikan dengan produk darah
karena dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah.
INTERVENSI DAN PERTIMBANGAN KEPERAWATAN UNTUK
CAIRAN HIPOTONIK

 Dokumentasikan data dasar. Sebelum infus, kaji tanda vital pasien, status edema, bunyi paru-paru, dan bunyi jantung.
Lanjutkan pemantauan selama dan setelah infus.
 Jangan berikan dalam kondisi kontraindikasi. Cairan hipotonik dapat memperburuk hipovolemia dan hipotensi yang
ada yang menyebabkan kolaps kardiovaskular. Hindari penggunaan pada pasien dengan penyakit hati, trauma, atau luka
bakar.
 Risiko peningkatan tekanan intrakranial (IICP). Seharusnya tidak diberikan kepada pasien dengan risiko IICP karena
perubahan cairan dapat menyebabkan edema serebral (ingat: larutan hipotonik membuat sel membengkak).
INTERVENSI DAN PERTIMBANGAN KEPERAWATAN UNTUK
CAIRAN HIPOTONIK

 Pantau adanya manifestasi defisit volume cairan. Tanda dan gejala termasuk kebingungan pada orang dewasa yang
lebih tua. Instruksikan pasien untuk memberi tahu perawat jika mereka merasa pusing.
 Cegah kelebihan cairan. Infus cairan IV hipotonik yang berlebihan dapat menyebabkan penipisan cairan intravaskular,
menurunkan tekanan darah, edema seluler, dan kerusakan sel.
 Jangan diberikan bersamaan dengan produk darah. Sebagian besar larutan hipotonik dapat menyebabkan hemolisis
sel darah merah terutama selama infus cepat larutan.
C. CAIRAN HIPERTONIK

 Cairan hipertonik memiliki konsentrasi zat terlarut yang lebih besar (375 mEq / L dan lebih besar) daripada plasma dan
menyebabkan cairan bergerak keluar dari sel ke ECF untuk menormalkan konsentrasi partikel antara dua kompartemen.
Efek ini menyebabkan sel menyusut dan dapat mengganggu fungsinya. Cairan ini juga dikenal sebagai ekspander volume
karena dapat menarik air keluar dari ruang intraseluler dan meningkatkan volume cairan ekstraseluler.
 Cairan hipertonik natrium klorida mengandung konsentrasi natrium dan klorida yang lebih tinggi daripada yang biasanya
terkandung dalam plasma. Infus larutan natrium klorida hipertonik memindahkan cairan dari ruang intraseluler ke ruang
intravaskular dan interstitial. Solusi hipertonik natrium klorida IV tersedia dalam bentuk dan kekuatan berikut:
C. CAIRAN HIPERTONIK

 Natrium klorida 3% (3% NaCl) mengandung 513 mEq / L natrium dan klorida dengan osmolalitas 1030 mOsm / L.

 Natrium klorida 5% (5% NaCl) mengandung 855 mEq / L natrium dan klorida dengan osmolalitas 1710 mOsm / L.

 Cairan hipertonik natrium klorida digunakan dalam pengobatan akut defisiensi natrium (hiponatremia berat) dan harus
digunakan hanya dalam situasi kritis untuk mengobati hiponatremia dan harus diberikan dengan dosis yang sangat rendah
untuk menghindari risiko kelebihan beban dan edema paru. Jika diberikan dalam jumlah besar dan cepat, cairan ini dapat
menyebabkan kelebihan volume ekstraseluler dan memicu kelebihan sirkulasi dan dehidrasi.
 Oleh karena itu, cairan ini harus diberikan secara hati-hati dan biasanya hanya diberikan ketika osmolalitas serum telah
menurun ke tingkat yang sangat rendah. Beberapa pasien mungkin memerlukan terapi diuretik untuk membantu ekskresi
cairan. Selain itu, cairan hipertonik natrium klorida ini juga dapat digunakan pada pasien-pasien dengan edema serebral.
C. CAIRAN HIPERTONIK

 1. Cairan Hipertonik Dextrosa

Cairan isotonik yang mengandung dekstrosa 5% (mis., D5NSS, D5LRS) sedikit hipertonik karena cairan ini melebihi total osmolalitas
ECF. Namun, dekstrosa cepat dimetabolisme dan hanya larutan isotonik yang tersisa. Karena itu, efek apa pun pada ICF bersifat
sementara.
Cairan hipertonic dekstrosa digunakan untuk memberikan kilokalori untuk pasien dalam jangka pendek. Konsentrasi dextrose yang
lebih tinggi (mis., D50W) adalah larutan hipertonik yang kuat dan harus diberikan ke dalam vena sentral sehingga dapat diencerkan
oleh aliran darah yang cepat.
 2. Dextrose 10% dalam Air (D10W)

Dextrose 10% dalam Air (D10W) adalah cairan hipertonik yang digunakan dalam pengobatan ketosis kelaparan dengan kandungan
kalori (380 kkal / L), air, dan tanpa elektrolit. Cairan ini harus diberikan menggunakan central line jika memungkinkan dan tidak boleh
diinfus menggunakan jalur infus yang sama dengan produk darah karena dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah.
C. CAIRAN HIPERTONIK

 3. Dextrose 20% dalam Air (D20W)

 Dextrose 20% dalam Air (D20W) adalah cairan hipertonik diuretik osmotik yang dapat menyebabkan perpindahan cairan
antara berbagai kompartemen untuk merangsang terjadinya diuresis.
 4. Dextrose 50% dalam Air (D50W)

 Cairan hipertonik lain yang biasa digunakan adalah Dextrose 50% dalam Air (D50W) yang digunakan untuk mengobati
hipoglikemia berat dan diberikan secara cepat melalui bolus IV.
PERTIMBANGAN KEPERAWATAN UNTUK CAIRAN
HIPERTONIK

 Dokumentasikan data dasar. Sebelum infus, kaji tanda vital pasien, status edema, bunyi paru-paru, dan bunyi jantung.
Lanjutkan pemantauan selama dan setelah infus.
 Perhatikan tanda-tanda hipervolemia. Karena solusi hipertonik memindahkan cairan dari ICF ke ECF, mereka
meningkatkan volume cairan ekstraseluler dan meningkatkan risiko hipervolemia. Cari tanda-tanda pembengkakan pada
lengan, kaki, wajah, sesak napas, tekanan darah tinggi, dan ketidaknyamanan dalam tubuh (mis., Sakit kepala, kram).
 Pantau dan amati pasien selama pemberian. Cairan hipertonik harus diberikan hanya di daerah ketajaman tinggi
dengan pengawasan keperawatan konstan untuk potensi komplikasi.
 Verifikasi resep. Resep untuk cairan hipertonik harus menyatakan cairan hipertonik spesifik untuk diinfuskan, volume
total yang akan diinfuskan, laju infus dan lamanya waktu untuk melanjutkan infus.
PERTIMBANGAN KEPERAWATAN UNTUK CAIRAN
HIPERTONIK

 Nilai riwayat kesehatan. Pasien dengan penyakit ginjal atau jantung dan mereka yang mengalami dehidrasi tidak boleh
menerima cairan hipertonik IV. Cairan ini dapat mempengaruhi mekanisme penyaringan ginjal dan dapat dengan mudah
menyebabkan hipervolemia pada pasien dengan masalah ginjal atau jantung.
 Cegah kelebihan cairan. Pastikan bahwa pemberian cairan hipertonik tidak memicu kelebihan atau kelebihan volume
cairan.
 Jangan mengelola periferal. Cairan hipertonik dapat menyebabkan iritasi dan kerusakan pada pembuluh darah dan
harus diberikan melalui alat akses vaskular sentral yang dimasukkan ke dalam vena sentral.
 Pantau glukosa darah dengan cermat. Infus cepat larutan hipertensi dekstrosa dapat menyebabkan hiperglikemia.
Gunakan dengan hati-hati untuk pasien dengan diabetes mellitus.
2. CAIRAN KOLOID
2. CAIRAN KOLOID

Cairan koloid mengandung zat-zat yang mempunyai berat molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan
cairan ini cenderung bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler. Koloid digunakan untuk resusitasi cairan pada pasien
dengan defisit cairan berat seperti pada syok hipovolemik/hermorhagik sebelum diberikan transfusi darah, pada penderita
dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein jumlah besar (misalnya pada luka bakar). Cairan koloid merupakan
turunan dari plasma protein dan sintetik yang dimana koloid memiliki sifat yaitu plasma expander yang merupakan suatu
sediaam larutan steril yang digunakan untuk menggantikan plasma darah yang hilang akibat perdarahan, luka baker, operasi,
Kerugian dari ‘plasma expander’ ini yaitu harganya yang mahal dan dapat menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang)
dan dapat menyebabkan gangguan pada cross match.2,3 Berdasarkan jenis pembuatannya, larutan koloid terdiri dari:
 Berdasarkan jenis pembuatannya, larutan koloid terdiri dari:
1. KOLOID ALAMI

Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5% dan 25%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma
60°C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin
(83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin. Selain albumin, aktivator Prekallikrein (Hageman’s factor
fragments) terdapat dalam fraksi protein plasma dan sering menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler
2. KOLOID SINTETIK

• Dextran
Koloid ini berasal dari molekul polimer glukosa dengan jumlah yang besar. Dextrans diproduksi untuk mengganti cairan
karena peningkatan berat molekulnya, sehingga memiliki durasi tindakan yang lebih lama di dalam ruang intravaskular.
Namun, obat ini jarang digunakan karena efek samping terkait yang meliputi gagal ginjal sekunder akibat pengendapan di
dalam tubulus ginjal, gangguan fungsi platelet, koagulopati dan gangguan pada cross-matching darah. Tersedia dalam bentuk
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-70.000.
2. KOLOID SINTETIK

• Hydroxylethyl Starch (Hetastarch)


Cairan koloid sintetik yang sering digunakan saat ini. Pemberian 500 ml larutan ini pada orang normal akan dikeluarkan
46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya, yaitu starch yang bermolekul besar, sebesar 64% dalam waktu 8 hari.
Hetastarch nonantigenik dan jarang dilaporkan adanya reaksi anafilaktoid. Low molecular weight Hydroxylethyl starch
(Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5 kali volume yang diberikan dan
berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah
dan tidak mengganggu koagulasi maka Pentastarch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan jumlah besar.
2. KOLOID SINTETIK

• Gelatin
Merupakan bagian dari koloid sintesis yang terbuat dari gelatin, biasanya berasal dari collagen bovine serta dapat
memberikan reaksi. Larutan gelatin adalah urea atau modifikasi succinylated cross-linked dari kolagen sapi. Berat molekul
gelatin relatif rendah, 30,35 kDa, jika dibandingkan dengan koloid lain. Pengangkut berisi NaCl 110 mmol/l. Efek ekspansi
plasma segera dari gelatin adalah 80-100% dari volume yang dimasukkan dibawah kondisi hemodilusi normovolemik. Efek
ekspansi plasma akan bertahan 1-2 jam. Tidak ada batasan dosis maksimum untuk gelatin. Gelatin dapat memicu reaksi
hipersensitivitas, lebih sering daripada larutan HES. Meskipun produk mentahnya bersumer dari sapi, gelatin dipercaya
bebas dari resiko penyebaran infeksi. Kebanyakan gelatin dieskskresi melalui ginjal, dan tidak ada akumulasi jaringan
JALUR PEMBERIAN TERAPI CAIRAN

Secara umum telah disepakati bahwa pemberian terapi cairan dilakukan melalui jalur vena, baik vena perifer maupun vena sentral
melalui kanulasi tertutup atau terbuka dengan seksi vena.
 1. Kanulasi Vena Perifer

Syarat dari pemilihan kanulasi ini adalah vena di daerah ekstremitas atas berikutnya dilanjutkan pada vena bagian ekstremitas
bawah. Hindari vena di daerah kepala karena sangat tidak fiksasinya, sehinggamudah terjadi hematom. Pada bayi baru lahir, vena
umbilikalis bisa digunakan untuk kanulasi terutama dalam keadaan darurat. Tujuan dilakukannya kanulasi vena perifer ini adalah
untuk:
a. Terapi cairan pemeliharaan dalam waktu singkat. Apabila lebihdari tiga hari, harus pindah lokasi vena dan set infus harus diganti
pula.
b. Terapi cairan pengganti dalam keadaan darurat, untuk mengantikehilangan cairan tubuh atau perdarahan akut.

c. Terapi obat lain secara intravena yang diberikan secara kontinyu atau berulang
JALUR PEMBERIAN TERAPI CAIRAN

 2. Kanulasi Vena Sentral

Kanulasi dengan penggunaan jangka panjang, misalnya untuk nutrisi parenteral total, kanulasi dikalukan melalui vena
subklavikula atau vena jugularis interna. Sedangkan untuk jangka pendek, dilakukan melalui vena di atas ekstremitas atas
secara tertutup atau terbuka dengan vena seksi. Tujuan dari kanulasi vena sentral ini tersendiri adalah:
a. Terapi cairan dan nutrisi pareterla jangka panjang. Terutama untuk cairan nutrisi parenteral dengan osmolaritas yang
tinggi untuk mencegah iritasi pada vena.
b. Jalur pintas terapi cairan pada keadaan darurat, misalnya cardiovascular, vena perifer sulit diidentifikasi.

c. Untuk pemasanganan alat pemacu jantung


TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF

Terapi cairan perioperatif mencakup penggantian kehilangan cairan atau defisiensi cairan yang ada sebelumnya, dan kehilangan
darah pada tindakan bedah seperti pada sebelum tindakan pembedahan, selama, dan pasca pembedahan. Menurut National
Confidential Enquiry into Patient Outcome and Death menyatakan bahwa pasien dengan hipovolemik yang mendapatkan terapi
cairan perioperative dengan jumlah tidak adekuat mengalami peningkatan angka mortalitas 20,5% dibandingkan dengan pasien yang
mendapatkan terapi cairan dengan jumlah yang adekuat.
 1. Terapi Cairan Prabedah

Prinsip pemberian cairan prabedah adalah untuk mengganti cairan dan kalori yang dialami pasien prabedah akibat puasa. Cairan
yang digunakan adalah:
a. Untuk mengganti puasa diberikan cairan pemeliharaan
b. Untuk koreksi defisist puasa atau dehidrasi diberikan cairan kristaloid

c. Perdarahan akut diberikan cairan kristaloid dan koloid atau transfusi


TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF

 2. Terapi Cairan selama Operasi

Tujuan dari pemberian cairan selama operasi adalah sebagai koreksi kehilangan cairan melalui luka operasi, mengganti peredarahan dan mengganti
cairan yang hilang melalui organ eksresi. Idealnya, perdarahan seharusnya diatasi dengan penggantian cairan dengan kristaloid atau koloid untuk
menjaga volum intravascular (normovolemia) sehingga resiko terjadinya anemia dapat diatasi. Namun jika terjadi anemia berat pada pasien dapat
diatasi dengan pemberian transfusi darah. Untuk menentukan jumlah transfuse yang akan diberikan dapat ditentukan dari hematokrit dan dengan
menghitung estimated blood volume. Hal yang terpenting juga berdasarkan dari kondisi klinis pasien dan prosedur operasi yang akan pasien jalani.
Jumlah kehilangan darah dapat dihitung dengan beberapa cara diantaranya:
a. Menghitung Estimated Blood Volume = 65ml/kg dikalikan dengan berat badan pasien.
b. Menghitung volume sel darah merah pada hematokrit preoperatif (RBCV preop)

c. Menghitung volume sel darah merah pada hematokrit 30% (RBCV30%)


d. Hitung jumlah kehilangan volume sel darah merah (RBCV lost);RBCV lost = RBCV preop – RBCV 30% .

e. Hitung Allowable Blood Loss = EBV x (Hct preop – Hct 30%).3,5,6 / Hct preop
TERAPI CAIRAN PERIOPERATIF

 3. Terapi Cairan Pasca Bedah

Pemberian cairan pasca bedah digunakan tergantung dengan masalah yangdijumpai, bisa mempergunakan cairan pemeliharaan, cairan pengganti ataucairan nutrisi.
Prinsip dari pemberian cairan pasca bedah adalah:
a. Dewasa:
• Pasien yang diperbolehkan makan/minum pasca bedah,diberikan cairan pemeliharaan
• Apabila pasien puasa dan diperkirakan < 3 hari diberikancairan nutrisi dasar yang mengandung air, eletrolit,karbohidrat, dan asam amino esensial. Sedangkan
apabila diperkirakan puasa > 3 hari bisa diberikan cairan nutrisi yangsama dan pada hari ke lima ditambahkan dengan emulsi lemak
• Pada keadaan tertentu, misalnya pada status nutrisi pra bedahyang buruk segera diberikan nutrisi parenteral total
b. Bayi dan anak, memiliki prinsip pemberian cairan yang sama,hanya komposisinya berbeda, misalnya dari kandunganelektrolitnya, jumlah karbohidrat dan lain
– lain.
c. Pada keadaan tertentu misalnya pada penderita syok atau anemia,penatalaksanaanya disesuaikan dengan etiologinya.
Satu atau lebih komplikasi yang terjadi pasca operasi memberikan dampak buruk dalam jangka waktu pendek atau panjang. Pencegahan angka morbiditas pada
pasca operasi adalah kunci untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas
NUTRISI PARENTERAL
NUTRISI PARENTERAL

Nutrisi Parenteral adalah suatu bentuk pemberian nutrisi yang diberikan langsung melalui pembuluh darah tanpa melalui
saluran pencernaan. Para peneliti sebelumnya menggunakan istilah hiperalimentasi sebagai pengganti pemberian makanan
melalui intravena, dan akhirnya diganti dengan istilah yang lebih tepat yaitu Nutrisi Parenteral Total, namun demikian secara
umum dipakai istilah Nutrisi Parenteral untuk menggambarkan suatu pemberian makanan melalui pembuluh darah.
 Berdasarkan cara pemberian Nutrisi Parenteral dibagi atas (ASPEN, 1995) :

> Nutrisi Parenteral Sentral.


> Nutrisi Parenteral Perifer
NUTRISI PARENTERAL

Pemberian nutrisi hanya efektif untuk pengobatan gangguan nutrisi bukan untuk penyebab penyakitnya.
Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit memegang peranan penting dalam menentukan kapan dimulainya pemberian nutrisi
parenteral. Sebagai contoh pada orang-orang dengan malnutrisi yang nyata lebih membutuhkan penanganan dini dibandingkan dengan
orang-orang yang menderita kelaparan tanpa komplikasi. Pasien-pasien dengan kehilangan zat nutrisi yang jelas seperti pada luka dan
fistula juga sangat rentan terhadap defisit zat nutrisi sehingga membutuhkan nutrisi parenteral lebih awal dibandingkan dengan pasien-
pasien yang kebutuhan nutrisinya normal.
Secara umum, pasien-pasien dewasa yang stabil harus mendapatkan dukungan nutrisi 7 sampai dengan 14 hari setelah tidak
mendapatkan nutrisi yang adekuat sedangkan pada pasien-pasien kritis, pemberian dukungan nutrisi harus dilakukan dalam kurun waktu
5 sampai dengan 10 hari (ASPEN, 2002).
Nutrisi Parenteral pada pasien anak-anak diberikan lebih awal dibandingkan dengan pasien-pasien dewasa, biasanya 1 hari setelah lahir
pada neonatus dan bayi dengan berat badan lahir yang rendah, dan antara 5 sampai 7 hari bagi anak-anak yang lebih dewasa yang tidak
dapat mencukupi kebutuhan nutrisinya hanya melalui oral maupun enteral (ASPEN, 2002; Ziegler et al, 2002).
PEMBERIAN NUTRISI PARENTERAL SECARA RUTIN TIDAK
DIREKOMENDASIKAN PADA KONDISI-KONDISI KLINIS SEBAGAI
BERIKUT :

 1. Pasien-pasien kanker yang sedang menjalankan terapi radiasi dan kemoterapi.

 2. Pasien-pasien preoperatif yang bukan malnutrisi berat.

 3. Pankreatitis akuta ringan.

 4. Kolitis akuta.

 5. AIDS.

 6. Penyakit paru yang mengalami eksaserbasi.

 7. Luka bakar.

 8. Penyakit-penyakit berat stadium akhir (end-stage illness).


JENIS – JENIS NUTRISI PARENTERAL

 a) Lemak
Lipid diberikan sebagai larutan isotonis yang dapat diberikan melalui vena perifer . Lipid diberikan untuk mencegah dan mengoreksi defisiensi
asam lemak. Sebagian besar berasal dari minyak kacang kedelai, yang komponen utamanya adalah linoleic, oleic, palmitic, linolenic,dan stearic
acids.Ketika menggunakan sediaan nutrisi jenis ini Jangan menambah sesuatu ke dalam larutan emulsi lemak. Lalu periksa botol terhadap emulsi
yang terpisah menjadi lapisan lapisan atau berbuih, jika ditemukan, jangan digunakan, dan kembalikan ke farmasi, jangan menggunakan IV filter
karena partikel di emulsi lemak terlalu besar untuk mampu melewati filter. Tetapi filter 1.2 μm atau lebih besar digunakan untuk memungkinkan
emulsi lemak lewat melalui filter.Gunakan lubang angin karena larutan ini tersedia dalam kemasan botol kaca. Berikan TPN ini pada awalnya 1
ml/menit,monitor vital sign setiap 10 menit dan observasi efek samping pada 30 menit pertama pemberian. Jika ada reaksi yang tidak diharapkan ,
segera hentikan pemberian dan beritahu dokter. Tetapi jika tidak ada reaksi yang tidak diharapkan, lanjutkan kecepatan pemberian sesuai resep.
Monitor serum lipid 4 jam setelah penghentian pemberian, serta monitor terhadap tes fungsi hati, untuk mengetahui kegagalan fungsi hati dan
ketidakmampuan hati melakukan metabolism lemak.Pemberian lemak intravena selain sebagai sumber asam lemak esensial (terutama asam linoleat)
juga sebagai subtrat sumber energi pendamping karbohidrat terutama pada kasus stress yang meningkat. Bila lemak tidak diberikan dalam program
nutrisi parenteral total bersama subtrat lainnya maka defisiensi asam lemak rantai panjang akan terjadi kira-kira pada hari ketujuh dengan gejala
klinik bertahan sekitar empat minggu. Untuk mencegah keadaan ini diberikan 500 ml emulsi lemak 10 ml paling sedikit 2 kali seminggu.
JENIS – JENIS NUTRISI PARENTERAL

 b) Karbohidrat
Beberapa jenis karbohidrat yang lazim menjadi sumber energi dengan perbedaan jalur metabolismenya adalah : glukosa, fruktosa,
sorbitokl, maltose, xylitol. Tidak seperti glukosa maka, bahwa maltosa ,fruktosa ,sarbitol dan xylitol untuk menembus dinding sel
tidak memerlukan insulin. Maltosa meskipun tidak memerlukan insulin untuk masuk sel , tetapi proses intraselluler mutlak masih
memerlukannya sehingga maltose masih memerlukan insulin untuk proses intrasel. Demikian pula pemberian fruktosa yang
berlebihan akan berakibat kurang baik.Oleh karena itu perlu diketahui dosis aman dari masing-masing karbohidrat :
1) Glikosa ( Dektrose ) : 6 gram / KgBB /Hari.

2) Fruktosa / Sarbitol : 3 gram / Kg BB/hari.


3) Xylitol / maltose : 1,5 gram /KgBB /hari.
Campuran GFX ( Glukosa ,Gfruktosa, Xylitol ) yang ideal secara metabolik adalah dengan perbandingan GEX = 4:2:1
JENIS – JENIS NUTRISI PARENTERAL

 c) Protein/ Asam Amino


Selain kalori yang dipenuhi dengan karbohidrat dan lemak , tubuh masih memerlukanasam amino untuk regenerasi sel ,
enzym dan visceral protein. Pemberian protein / asam amino tidak untuk menjadi sumber energi Karena itu pemberian
protein / asam amino harus dilindungi kalori yang cukup, agar asam amino yang diberikan ini tidak dibakar menjadi energi
( glukoneogenesis). Jangan memberikan asam amino jika kebutuhan kalori belum dipenuhi.Diperlukan perlindungan 150
kcal ( karbohidrat ) untuk setiap gram nitrogen atau 25 kcal untuk tiap gram asam amino . Kalori dari asam amino itu sendiri
tidak ikut dalam perhitungan kebutuhan kalori. Satu gram N ( nitrogen ) setara 6,25 gram asam amino atau protein jika
diberikan protein 1 gram/ kg = 50 gram / hari maka diperlukan karbohidrat ( 50:6,25 ) x 150 kcal = 1200 kcal atau 300
gram.
JENIS – JENIS NUTRISI PARENTERAL

 d) Mikronutrien dan Immunonutrien


Pemberian calsium, magnesium & fosfat didasarkan kebutuhan setiap hari, masing-masing:
1) Calcium : 0,2 – 0,3 meq/ kg BB/ hari

2) Magnesium : 0,35 – 0,45 meq/ kg BB/ hari

3) Fosfat : 30 – 40 mmol/ hari

4) Zink : 3 – 10 mg/ hari

Tiga grup nutrient utama yang termasuk dalam immunonutrient adalah:


5) Amino acids (arginine, glutamin, glycin )

6) Fatty acid.

7) Nucleotide.

Nutrient – nutrient tersebut diatas adalah ingredients yang memegang peran penting dalam proses “wound healing” peningkatan sistem immune dan mencegah proses
inflamasi kesemuanya essenstial untuk proses penyembuhan yang pada pasien-pasien critical ill sangat menurun. Kombinasi dari nutrient-nutrient tersebut diatas, saat ini
ditambahkan dalam support nutrisi dengan nama Immune Monulating Nutrition (IMN ) atau immunonutrition.
KEBUTUHAN ENERGI

Keseimbangan nitrogen dapat digunakan untuk menegakkan keefektifan terapi nutrisi. Nitrogen secara kontinyu
terakumulasi dan hilang melalui pertukaran yang bersifat homeostatik pada jaringan protein tubuh. Keseimbangan
nitrogen dapat dihitung dengan menggunakan formula yang mempertimbangkan nitrogen urin 24 jam, dalam bentuk
nitrogen urea urin (urine urea nitrogen/UUN), dan nitrogen dari protein dalam makanan:

Keseimbangan Nitrogen = ((dietary protein/6,25)(UUN/0,8) + 4)


Karena umumnya protein mengandung 16% nitrogen, maka jumlah nitrogen dalam makanan bisa dihitung dengan
membagi jumlah protein terukur dengan 6,25. Faktor koreksi 4 ditambahkan untuk mengkompensasi kehilangan nitrogen
pada feses, air liur dan kulit. Keseimbangan nitrogen positif adalah kondisi dimana asupan nitrogen melebihi ekskresi
nitrogen, dan menggambarkan bahwa asupan nutrisi cukup untuk terjadinya anabolisme dan dapat mempertahankan lean
body mass. Sebaliknya keseimbangan nitrogen negatif ditandai dengan ekskresi nitrogen yang melebihi asupan.
Kebutuhan energi dapat juga diperkirakan dengan formula persamaan Harris-Bennedict atau kalorimetri indirek.
KEBUTUHAN ENERGI

Persamaan Harris-Bennedict pada pasien hipermetabolik harus ditambahkan faktor stres. Penelitian menunjukkan
bahwa rumus perkiraan kebutuhan energi dengan menggunakan prosedur ini cenderung berlebih dalam perhitungan
energi expenditure pada pasien dengan sakit kritis hingga 15%.Sejumlah ahli menggunakan perumusan yang
sederhana “Rule of Thumb” dalam menghitung kebutuhan kalori, yaitu 25-30 kkal/kgbb/hari.
Selain itu penetapan Resting Energy Expenditue (REE) harus dilakukan sebelum memberikan nutrisi. REE adalah
pengukuran jumlah energi yang dikeluarkan untuk mempertahankan kehidupan pada kondisi istirahat dan 12 - 18 jam
setelah makan. REE sering juga disebut BMR (Basal Metabolic Rate), BER (Basal Energy Requirement), atau BEE
(Basal Energy Expenditure). Perkiraan REE yang akurat dapat membantu mengurangi komplikasi akibat kelebihan
pemberian nutrisi (overfeeding) seperti infiltrasi lemak ke hati dan pulmonary compromise.
PEMBERIAN

Tujuan pemberian nutrisi adalah menjamin kecukupan energi dan nitrogen, tapi menghindari masalah-masalah yang
disebabkan overfeeding atau refeeding syndrome seperti uremia, dehidrasi hipertonik, steatosis hati, gagal napas
hiperkarbia, hiperglisemia, koma non-ketotik hiperosmolar dan hiperlipidemia. 15 Level yang terbaik untuk memulai
pemberian nutrisi pada pasien sakit kritis adalah 25 kkal/kgbb dari berat badan ideal per hari. 19 Harus diperhatikan
bahwa pemberian nutrisi yang kurang atau lebih dari kebutuhan, akan merugikan buat pasien. REE dapat bervariasi
antara meningkat sampai 40% dan menurun sampai 30%, tergantung dari kondisi pasien
Rumus untuk memperkirakan kebutuhan energy
 Perhitungan Basal Energy Expenditure (BEE)

 Persamaan Harris-Benedict:
 Faktor Stres

Koreksi terhadap perhitungan kebutuhan energi derajat hipermetabolisme :


 Postoperasi (tanpa komplikasi) 1,00 – 1,30

 Kanker 1,10 – 1,30

 Peritonitis / sepsis 1,20 – 1,40

 Sindroma kegagalan organ multiple 1,20 – 1,40

 Luka bakar 1,20 – 2,00 (perkiraan BEE + % luas permukaan tubuh yang terbakar)

 Koreksi kebutuhan energy (kkal/hari) = BEE x faktor stres


RUTE PARENTERAL

Nutrisi Parenteral Tunjangan nutrisi parenteral diindikasikan bila asupan enteral tidak dapat dipenuhi dengan baik. Terdapat kecenderungan untuk tetap
memberikan nutrisi enteral walaupun parsial dan tidak adekuat dengan suplemen nutrisi parenteral. Pemberian nutrisi parenteral pada setiap pasien
dilakukan dengan tujuan untuk dapat beralih ke nutrisi enteral secepat mungkin. Pada pasien ICU, kebutuhan dalam sehari diberikan lewat infus secara
kontinu dalam 24 jam. Monitoring terhadap faktor biokimia dan klinis harus dilakukan secara ketat. Halyang paling ditakutkan pada pemberian nutrisi
parenteral total (TPN/Total Parenteral Nutrition) melalui vena sentral adalah infeksi. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
 1. Insersi subklavia: infeksi lebih jarang dibanding jugular interna dan femoral.

 2. Keahlian operator dan staf perawat di ICU mempengaruhi tingkat infeksi.

 3. Disenfektan kulit klorheksidin 2% dalam alkohol adalah sangat efektif.

 4. Teknik yang steril akan mengurangi resiko infeksi.

 5. Penutup tempat insersi kateter dengan bahan transparan lebih baik.

 6. Kateter sekitar tempat insersi sering-sering diolesi dengan salep antimikroba.

 7. Penjadwalan penggantian kateter tidak terbukti menurunkan sepsis.


KELEBIHAN NUTRISI PARENTERAL

 Tersedia apabila rute enteral menjadi kontra indikasi-

 Dapat meningkatkan asupan bila oral inadekuat penuh kurang dari 24 jam-

 Sedikit kontraindikasi
KEKURANGAN NUTRISI PARENTERAL

 Berhubungan dengan atropi jaringan limfoid system digestif

 Morbiditas septic yang meningkat memberikan dukungan tumbuhnya bakteri

 Translokasi mikroorganisme pada sirkulasi portal


HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN SELAMA PEMBERIAN

 Pemberian nutrisi parenteral umumnya dimulai pada hari ke III pasca-bedah/trauma. Jika keadaan membutuhkan koreksi nutrisi cepat, maka pemberian paling cepat
24 jam pasca-trauma/bedah. Jika keadaan ragu-ragu dapat dilakukan pemeriksaan kadar gula. Jika kadar gula darah < 200 mg/dl. pada penderita non diabetik,
nutrisi parenteral dapat dimulai. Nutrisi parenteral tidak diberikan pada keadaan sebagai berikut:
1. 24 jam pasca-bedah/trauma

2. gagal napas

3. shock

4. demam tinggi

5. brain death (alasan cost-benefit)

Vena perifer yang dipilih sebaiknya pada lengan, oleh karena pemberian melalui vena tungkai bawah resiko flebitis dan trombosis vena dalam lebih besar. Seperti telah
dijelaskan diatas bahwa karbohidrat diperlukan sebagai sumber kalori. Dalam pemenuhan kalori adalah suatu keharusan dan multak ada dekstrose, sehingga
mengurangi proses glukoneogenesis. Sebagai sumber kalori lain adalah emulsi lemak. Jika akan diberikan emulsi lemak sebaiknya terbagi sama banyak dalam hal
jumlah kalori. Misalnya dibutuhkan jumlah kalori 1200 maka perhitungannya sebagai berikut: 600 kcal = glukosa 150 gram 600 kcal = fat
70 gram Kombinasi ini menghindari keadaan hiperosmolar dan hiperglikemia. Pemberian emulsi lemak harus hati-hati dan sebaiknya diberikan seminggu sekali. Lebih
baik jika dilakukan pemeriksaan fungsi hepar secara teratur.
KONSEP YANG PERLU DISAMAKAN PADA PARENTERAL NUTRISI

1. Menggunakan vena perifer untuk cairan pekat. Osmolritas plasma 300 mOsmol . Vena perifer dapat menerima sampai maksimal 900 mOsmol . Makin
tinggi osmolaritas (makin hipertonis) maka makin mudah terjadi tromphlebitis, bahkan tromboembli. Untuk cairan > 900 - 1000 mOsm, seharusnya
digunakan vena setrral (vena cava, subclavia, jugularis) dimana aliran darah besar dan cepat dapat mengencerkan tetesan cairan NPE yang pekat hingga
tidak dapat sempat merusak dinding vena. Jika tidak tersedia kanula vena sentral maka sebaiknya dipilih dosis rendah (larutan encer) lewat vena perifer,
dengan demikian sebaiknya sebelum memberikan cairan NPE harus memeriksa tekanan osmolaritas cairan tersebut ( tercatat disetiap botol cairan ) Vena
kaki tidak boleh dipakai karena sangat mudah deep vein trombosis dengan resiko teromboemboli yang tinggi.
2. Memberikan protein tanpa kalori karbohidrat yang cukup. Sumber kalori yang utama dan harus selalu ada adalah dektrose. Otak dan eritrosit mutlak
memerlukan glukosa setiap saat. Jika tidak tersedia terjadi gluneogenesis dari subtrat lain. Kalori mutlak dicukupi lebih dulu. Diperlukan deksrose 6
gram /kg.hari (300 gr) untuk kebutuhan energi basal 25 kcal/kg. Asam amino dibutuhkan untuk regenerasi sel, sintesis ensim dan viseral protein. Tetapi
pemberian asam amino harus dilindungi kalori, agar asam amino tersebut tidak dibakar menjadi energi (glukoneogenesis) Tiap gram Nitrogen harus
dilindungi 150 kcal berupa karbohidrat. Satu gram Nitrogen setara 6,25 gram protetin. Protein 50 gr memerlukan ( 50 : 6,25 ) x 150 k cal = 1200 kcal atau
300 gram karbohidrat. Kalori dari asam amino itu sendiri tidak ikut dalam perhitungan kebutuhan kalori . Jangan memberikan asam amino jika kebutuhan
kalori belum dipenuhi
3. Tidak melakukan perawatan aseptik. Penyulit trombplebitis karena iritasi vena sering diikuti radang/ infeksi. Prevalensi infeksi berkisar antara 2-30 %
Kuman sering ditemukan adalah flora kulit yang terbawa masuk pada penyulit atau ganti penutup luka infus

Anda mungkin juga menyukai