Anda di halaman 1dari 10

Administrasi dan Kebijakan Kesehatan

( AKK )

Kelompok – 5
KEBIJAKAN DESENTRALISASI BIDANG
KESEHATAN
1. Laeina Aenun Nurmas ( 205059021 )
2. Rizqa Hasanah Hasibuan ( 205059034 )
3. Sri Wahyuni Riyani ( 185050073 )
4. Ni Putri Ariyati Rahadi ( 205059041 )
KONSEP DESENTRALISASI DI BIDANG
KESEHATAN 

Desentralisasi merupakan fenomena yang kompleks dan


sulit didefinisikan secara tegas. Indonesia merupakan salah
satu negara yang sangat terdesentralisasi. Pemerintah
daerah bertanggung jawab atas sepertiga belanja negara
dan setengah dari anggaran pembangunan. Pengeluaran
dalam bidang pendidikan, kesehatan dan penyediaan
infrastruktur juga merupakan tanggung jawab pemerintah
daerah
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menjelaskan
bahwa Desentralisasi adalah penyerahan wewenang/transfer
wewengang dari pemerintah pusat baik kepada pejabat-
pejabat pemerintah pusat di Daerah yang disebut
Dekonsentrasi maupun kepada badan-badan otonom daerah
yang sering disebut Devolusi.

Selanjutnya PBB menjelaskan bahwa dua prinsip dari


penyerahan wewenang dan fungsi pemerintah adalah
pertama; Deconsentrasi area offices of administration
(perangkat wilayah yang berada di daerah) dan kedua,
Devolusi dimana sebagian kekuasaan pemerintah diserahkan
kepada badan-badan politik di daerah yang diikuti dengan
penyerahan kekuasaa/kewenangan sepenuhnya untuk
mengambil keputusan baik secara politis maupun
adminstratif.
SISTIM DESENTRALISASI KESEHATAN
Desentralisasi kesehatan di Indonesia secara lebih
jelas dilaksanakan setelah dikeluarkannya UU No 22
Tahun 1999, PP No 25 tahun 2000, serta SE Menkes
No 1107/Menkes/E/VII/2000. UU No 22 tahun 1999

pasal 1 ayat h menyebutkan “otonom untuk mengatur


dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
(termasuk bidang kesehatan), menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Menurut peraturan perundang-undangan dan dalam prakteknya,
desentralisasi bidang kesehatan yang ada di Indonesia menganut
semua jenis desentralisasi (dekonsentrasi, devolusi, delegasi dan
privatisasi). Hal ini terlihat dari masih adanya kewenangan
pemerintah pusat yang didekontrasikan di daerah provinsi
melalui Dinas Kesehatan Provinsi.

Selain itu, berdasarkan SE Menkes/E/VII/2000 disebukan


beberapa tugas yang mungkin tidak dapat dilaksanakan oleh
pemerintah kabupaten/kota dapat diserahkan ke tingkat yang
lebih tinggi. Upaya privatisasi pelayanan kesehatan dan
perusahaan pendukung pelayanan kesehatan juga sedang giat
dilakukan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
pelaksanaan program densentralisasi di
negara berkembang (Rondinelli et al, 1987)
antara lain sebagai berikut:

1. Faktor Politik
Penelitian menunjukan bahwa keberhasilan pelaksanaan
desentralisasi kebijakan sangat tergantung pada faktor-
faktor politik.

2. Faktor Organisasi
Organisasi yang kondusif untuk desentralisasi meliputi
alokasi sesuai perencanaan dan fungsi administratif
antara tingkat pemerintah dan organisasi lokal dengan
setiap fungsi sesuai dengan kemampuan pengambilan
keputusan dari masing-masing tingkat organisasi.
Desentralisasi memerlukan hukum, peraturan, instruksi
yang jelas.
Lanjutan
3. Faktor Perilaku Stake Holder
Kondisi perilaku dan psikologis mendukung desentralisasi termasuk
sikap yang tepat dan perilaku pejabat pemerintah pusat dan
pemerintah daerah dan tingkat lebih rendah terhadap desentralisasi
penyediaan jasa dan pemeliharaan, dan kemauan pada bagian
merekan untuk berbagi kewenangan dengan warga dan menerima
mereka partisipasi dalam pengambilan keputusan publik

4. Faktor SDA dan Finansial


Faktor sumber daya keuangan dan manusia yang dibutuhkan untuk
desentralisasi termasuk pemberian kewenangan yang cukup untuk
unit lokal organisasi administrasi atau pemerintah, koperasi dan swata
untuk mendapatkan sumber keuangan yang memadai untuk
memperoleh peralatan, perlengkapan, personil dan fasilitas yang
diperlukan dalam rangka memenuhi terdesentralisasi tanggung jawab
DAMPAK SISTEM DESENTRALISASI
KESEHATAN

Dampak positif desentralisasi pembangunan kesehatan,


antara lain adalah sebagai berikut:

1. Terwujudnya pembangunan kesehatan yang demokratis


yang berdasarkan atas aspirasi masyarakat.

2. Pemerataan pembangunan dan pelayanan masyarakat.

3. Optimalisasi potensi pembangunan kesehatan di daerah


yang selama ini belum tergarap.

4. Memacu sikap inisiatif dan kreatif aparatur


pemerintahan daerah yang selama ini hanya mengacu pada
petunjuk atasan.

5. Menumbuh kembangkan pola kemandirian pelayanan


kesehatan (termasuk pembiayaan kesehatan) tanpa
mengabaikan peran serta sektor lain.
Dampak Negatif

Dampak negatif muncul pada dinas


kesehatan yang selama ini terbiasa
dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh
pemerintah pusat diharuskan membuat
program dan kebijakan sendiri. Jika
pemerintah daerah tidak memiliki
sumber daya yang handal dalam
menganalisi kebutuhan, mengevaluasi
program, dan membuat program, maka
program yang dibuat tidak akan
bermanfaat. Selain itu, pengawasan dana
menjadi hal yang harus diperhatikan
untuk menghindari penyelewengan
anggaran.

Anda mungkin juga menyukai