Anda di halaman 1dari 23

Central Pontine Myelinolysis

Henry William Burhan


Introduction
 Central pontine myelinolysis (CPM) adalah penyekit demyelinisasi
dari pons biasanya dikaitkan dengan demyelinisasi di area lainnya di
sistem saraf pusat.
 Diagnosis klinis dari CPM ditetapkan pertama kali pada tahun 1969.
 Insidens dari CPM tidak diketahui secara pasti. Tapi dari penelitian
yang melibatkan 3.548 kasus autopsi pada orang dewasa, didapatkan
lesi tipikal CPM pada 0,25% kasus.
Etiology and Pathogenesis
 Korelasi antara CPM dan hiponatremia ditemukan
pertama kali pada tahun 1962.

 Dari literatur, hubungan antara CPM dan hiponatremia


berkisar antara 30-61%.

 Dan pada tahun 1993, insidens dari CPM sebagai akibat


dari hiponatremia adalah sebesar 32%.

Dieterle L, Büchler G, Pfitzer F: Zentrale pontine Myelinolyse. Dtsch Med Wochenschr 1992;117:332–336.
Adams JH: Central pontine myelinolysis; in Jacob H (ed): 4th International Congress of Neuropathology, München 1961. Thieme,
Stuttgart, 1962, pp 303–308.
Burcar PJ, Norenberg MD, Yarnell PR: Hyponatriemia and central pontine myelinolysis. Neurology 1977;27:223–226.
Etiology and Pathogenesis (2)
 Perubahan pada kadar natrium berperan penting pada
perkembangan CPM daripada hiponatremia itu sendiri.
 Pada eksperimen yang dilakukan pada tikus, lesi
demyelinisasi dihasilkan hanya dari perubahan cepat pada
kadar natrium.

Norenberg MD, Leslie KO, Robertson AS: Association between rise in serum sodium and central pontine myelinolysis. Ann Neurol
1982;11:128–135.
Norenberg MD, Papendick RE: Chronicity of hyponatremia as a factor in experimental myelinolysis. Ann Neurol 1984;15:544–547.
Etiology and Pathogenesis (3)
 Secara fisiologis, organisme akan menormalkan
ketidakseimbangan cairan serebrospinal dengan mentranspor
kalium dan substansi organik lainnya dari sel-sel dan
meningkatkan aliran cairan serebrospinal, sehingga kedua
mekanisme tersebut mencegah terjadinya edema serebral.
Etiology and Pathogenesis (4)
 Pada pasien dengan akut hiponatremia, mekanisme untuk
menyeimbangkan cairan serebrospinal tersebut tidak bisa
berjalan secepat yang diharapkan sehingga akan berakhir
pada edema serebral.
 Koreksi cepat dari kadar natrium pada kronik
hiponatremia berujung pada dehidrasi yang signifikan
pada otak; mengingat kalium dan substransi organik
lainnya tidak bisa masuk ke dalam sel-sel secepat yang
diharapkan.
 Alhasil dari proses tersebut, terjadi robekan dari selubung
myelin dari axon dan kerusakan pada oligodendrosit.
Etiology and Pathogenesis (5)
Pons adalah bagian otak yang paling sering terkena
dampak dari demyelinisasi. Ini disebabkan karena
lokasi oligodendrosit yang berada sangat dekat
dengan gray matter yang memiliki vaskularisasi yang
banyak. Ini menyebabkan pons sangat rentan untuk
mengalami kerusakan akibat edema vasogenik dan
kebocoran substansi myelinotoxic dari pembuluh
darah.
Gambaran Klinis

 Gambaran klinis dari CPM sangat bervariasi karena keterlibatan


dari ascending dan descending tracts dari batang otak.
Diagnosis
 Sebelum penggunaan luas dari CT Scan, antemortem diagnosis dari CPM
sangat sulit.

 Pada hasil CT Scan bisa dilihat adanya area hipodens tipikan pada
pertengahan dari pons.

 Sekarang, diagnosis klinis tentatif dapat dikonfirmasi dengan MRI di


mana lebih superior daripada CT Scan terutama pada penegakkan
diagnosis dini.

 Pada MRI, lesi baru dapat dilihat dengan adanya lesi simetris dan
hipointens ada T1-weigthed images pada fase akut, sedangkan pada
subakut dikarakteristikan dengan lesi simteris yang hiperintense pada T2-
weighted images.
Diagnosis (2)
 Pada fase awal dari CPM, temuan dari CT dan MRI tidak
mencolok karena gambaran demyelinisasi tidak akan terlihat
sampai minggu 1 dan 2, sehingga penegakkan diagnosis
CPM sulit. Oleh karena itu, pencitraan neurologi yang
berulang setelah 10-14 hari diperlukan untuk
mengkonfirmasi kecurigaan klinis adanya CPM.

 CPM harus dipertimbangkan pada pasien yang mengalami


alkoholisme kronik, gangguan elektrolit dan penyakit kronik
lainnya seperti pada pasien dengan transplantasi liver yang
menunjukkan perubahan status mental atau gejala batang
otak walaupun terdapat hasil yang negatif pada CT dan MRI.
Therapy
 Tidak ada therapy of choice pada penatalaksanaan CPM

 Pada literatur, terdapat 4 modalitas penatalaksanaan yang


pernah dilaporkan, yaitu :
1. pemberikan thyrotropin-releasing hormone (TRH),
2. plasmapheresis,
3. pemberikan kortikosteroid (monoterapi dan kombinasi
dengan plasmapheresis) dan
4. pemberian immunoglobulin intravena.
Therapy (2)
 Pemberian harian 0,6 mg TRH diberikan secara intravena
selama 6 minggu

 Pemberian harian Methylprednisolone 375 mg secara


intravena dibuktikan efektif dalam tatalaksana CPM

 Plasmapheresis merupakan tatalaksana yang efektif dari


CPM dengan durasi treatment bervariasi pada tiap pasien.
Efikasi dari pendekatan terapeutik ini bisa disebabkan
oleh penghilangan substansi myelinotoxic.
Therapy (3)
 Immunoglobulin intravena dengan dosis 0,4g/kgBB
selama 5 hari. Tatalaksana ini mengurangi substansi
myelinotoxic dan pembetukan dari antimyelin antibodies
dan mendukung terjadinya remyelinisasi.

 Ada kasus juga yang melaporkan penggunaan


Methylphenidate untuk talaksana gejala neuropsikiatri
pada pasien dengan CPM

 Program rehabilitasi termasuk latihan performa otak dan


logotherapy diperlukan pada tatalaksana pasien.
Prognosis

 Prognosis dari CPM bergantung pada beratnya gejala


neurologi selama fase akut dan kondisi dan underlying
disease serta hasil dari pencitraan neurologis.

 Kebanyakan pasien CPM menunjukkan kerusakan


permanen neurologis.
Prevention of CPM and
Therapy of Hyponatremia

 CPM biasanya muncul setelah beberapa hari dari koreksi


hiponatremia, oleh karena itu koreksi hiponatremia
memiliki peranan yang penting pada pencegahan CPM

 Membedakan kronik dan akut hiponatremia penting


dilakukan karena sangat menentukan tatalaksana
Prevention of CPM and
Therapy of Hyponatremia (2)
Prevention of CPM and
Therapy of Hyponatremia (3)

 Akut hiponatremia merupakan kondisi yang sangat berisiko


sehingga diperlukan penangan yang cepat. Rate minimum
dari koreksi natrium yaitu 1mmol/l/h, dengan target
tercapainya hiponatremia ringan (125-130 mmol/l)

 Hiponatremia ringan harus secara eksklusif diterapi dengan


restriksi cairan

 Dalam tatalaksana hiponatremia, penting untuk


mengidentifikasi penyebab dan menyingkitkan hypotonic
hyperhydration, untuk mencegah terjadinya peningkatan
natrium dan air pada pemberian cairan saline hipertonis.
Prevention of CPM and
Therapy of Hyponatremia (4)

 Pada pasien dengan kronik hiponatremia, rate koreksi


harus kurang dari 0,5mmil/l/jam

 Koreksi cepat dari hiponatremia dengan pemberian


furosemid dan diuretik lainnya jarang menyebabkan
komplikasi neurologis.
Prevention of CPM and
Therapy of Hyponatremia (5)

 Pada kasus di mana tidak dapat dibedakannya antara akut dan


kronik hiponatremia, terapi cepat dengan cairan hipotonik dan
furosemide harus dilakukan sampai tercapainya hiponatremia
ringan untuk mencegah edema cerebral.

 Pada hari pertama tatalaksana, rate koreksi tidak boleh


melebihi 10% baseline atau 6-8mmol/l/jam. Secara umum,
koreksi maksimum tidak boleh melebihi 12 mmol/l/jam

 Tatalaksana hiponatremia harus disesuaikan dengan


kebutuhan individu termasuk mempertimbangkan keparahan,
penyebab dan durasi dari hiponatremia.
Thank You

Anda mungkin juga menyukai