Anda di halaman 1dari 57

HUKUM

PERKAWINAN
ISLAM
Universitas Merdeka Malang
MATERI HUKUM PERKAWINAN ISLAM
1. Memilih jodoh dan meminang
2. Makna, syarat, rukun perkawinan
3. Hukum dan tujuan perkawinan
4. Batalnya perkawinan
5. Perkawinan antar agama
6. Kawin siri dan akibat-akibatnya
7. Kawin hamil dan kawin mut’ah
8. Poligami dan akibat-akibatnya
9. Hak dan kewajiban suami istri
10. Putusnya perkawinan dan akibat-akibatnya
11. Talak dan macam-macamnya
12. Harta bersama dalam perkawinan
13. PP Nomor 10 tahun 1983 tentang izin perkawinan&perceraian PNS
14. PP Nomor 45 tahun 1990 tentang perubahan PP No.10 tahun 1988
tentang izin perkawinan&perceraian PNS
15. Hak asuh anak setelah perceraian
16. Status hukum anak yang dilahirkan dari kawin hamil
17. Aborsi dalam pandangan islam
18. Perkawinan dibawah umur
19. Akad nikah via Telf dan video call
20. RUU KUHP perzinaan
21. Undang-Undang No.16 tahun 2019 tentang perubahan atas UU no.1
tahun 1974 tentang perkawinan
22. Putusan MK No.46/PUU-VIII/2010 tentang pengujian pasal 43 (1)
UU Perkawinan
MEMILIH CALON PASANGAN…

Memilih
jodoh secara
islam

Lidiiniha Limaaliha
(karena (karena
Agamanya) hartanya)

Llijamaaliha
Lihasaabiha
(karena
(karena
kerupawanan
keturunanya)
ya)

3
MEMINANG…

Meminang Khitbah

“meminta wanita untuk dijadikan


istri (bagi diri sendiri atau orang
lain)
MEMINANG…

Khitbah  al-khathab = pembicaraan


 takhathaba = dua org yg berbincang

HUKUM ISLAM
pernyataan dari pihak laki-laki kepada pihak gadis
atau janda yang sudah habis masa iddahnya,
untuk dijadikan sebagai istri atau sebaliknya dari
pihak perempuan pada pihak laki-laki untuk
dijadikan suami.

KHI
 kegiatan upaya kearah terjadinya hubungan
perjodohan antara seorang pria dengan seorang
wanita.
LANDASAN MEMINANG

“Jika salah seorang dari kalian melamar seorang wanita, sedangkan ia diberi
kesempatan untuk melihat sebagian dari apa-apa yang menarik dirinya untuk
menikahinya, hendaknya ia lakukan itu.”(Diriwayatkan Ahmad dan Abu
Daud)

“Dan tidak berdosa bagi kamu meminang perempuan dengan kata


sindiran atau sembunyikan dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu
akan menyebutkannya kepada perempuan itu.”(QS. Al-Baqarah: 235)
SYARAT MEMINANG…

Kosong dari
perkawinan Ditentukan
atau iddah wanitanya
laki-laki lain

Wanitanya
Tidak ada
beragama
hubungan
Islam atau
mahram
kafir kitabi
antara calon
yang asli,
suami dengan
(bukan kafir
calon istrinya
watsani)
SYARAT MEMINANG DALAM PASAL 12 KHI

1. Peminangan dilakukan terhadap seorang wanita yang masih


perawan atau terhadap janda yang telah habis masa iddahnya.

2. Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah
raj’iyyah, haram dan dilarang untuk dipinang

3. dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dipinang


orang lain selama pinangan pria tersebut belum putus atau belum
ada penolakan dari pihak wanita

4. Putusnya pinangan untuk pria, karena adanya pernyataan tentang


putusnya hubungan pinangan atau secara diam-diam. Pria yang
telah meminang telah menjauhi dan meninggalkan wanita yang
dipinang
MAHRAM

Mahram
adalah semua orang yang haram untuk dinikahi
selamanya karena sebab keturunan, persusuan dan
pernikahan dalam syariat Islam
MACAM-MACAM MAHRAM

Mahram muaqqot
Mahram muabbad mahram tidak boleh
mahram yang tidak dinikahi pada kondisi
boleh dinikahi tertentu saja dan jika
selamanya kondisi ini hilang maka
menjadi halal
MAHRAM MUABBAD

Mahram
karena
nasab

Macam
mahram

Mahram Mahram
karena karena
persusuan perkawinan
MAHRAM KARENA NASAB
 ibu, nenek dan seterusnya ke atas baik dari jalur laki-laki maupun
wanita
 Anak perempuan (putri), cucu perempuan dan seterusnya ke
bawah baik dari jalur laki-laki maupun wanita
 Saudara perempuan sekandung, seayah atau seibu
 Saudara perempuan bapak (bibi), saudara perempuan kakek (bibi
orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau
seibu
 Saudara perempuan ibu (bibi), saudara perempuan nenek (bibi
orang tua) dan seterusnya ke atas baik sekandung, seayah atau
seibu
 Putri saudara perempuan (keponakan) sekandung, seayah atau
seibu, cucu perempuannya dan seterusnya ke bawah baik dari jalur
laki-laki maupun perempuan
 Putri saudara laki-laki sekandung, seayah atau seibu (keponakan),
cucu perempuannya dan terus ke bawah baik dari jalur laki-laki
maupun perempuan
MAHRAM KARENA PERKAWINAN

 Istri bapak (ibu tiri), istri kakek dan seterusnya ke atas


 Istri anak (menantu), istri cucu dan seterusnya ke bawah
 Ibu mertua, ibunya (nenek) dan seterusnya ke atas
 Anak perempuan istri dari suami lain (anak tiri)
 Cucu perempuan istri baik dari keturunan rabibah maupun
dari keturunan rabib (anak lelaki istri dari suami lain)
MAHRAM KARENA PERSUSUAN

 Wanita yang menyusui dan ibunya


 Anak perempuan dari wanita yang menyusui (saudara
persusuan)
 Saudara perempuan dari wanita yang menyusui (bibi
persusuan)
 Anak perempuan dari anak perempuaan dari wanita yang
menysusui (anak dari saudara persusuan)
 Ibu dari suami dari wanita yang menyusui
 Saudara perempuan dari suami dari wanita yang menyusui
 Anak perempuan dari anak laki-laki dari wanita yang
menyusui (anak dari saudara persusuan)
 Anak perempuan dari suami dari wanita yang menyusui
 Istri lain dari suami dari wanita yang menyusui
MAHRAM MUAQQOT

 Kakak atau adik ipar (saudara perempuan dari istri)


 Bibi (ayah atau ibu mertua) dari istri
 Istri yang telah bersuami dan istri orang kafir jika ia masuk
Islam
 Wanita yang telah ditalak tiga, maka ia tidak boleh dinikahi
oleh suaminya yang dulu sampai ia menjadi istri dari laki-
laki lain
 Wanita musyrik sampai ia masuk Islam
 Wanita muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki ahli
kitab atau laki-laki kafir
 Wanita pezina sampai ia bertaubat dan melakukan istibro’
(pembuktian kosongnya rahim)
 Wanita yang sedang ihrom sampai ia tahallul
 Wanita dijadikan istri kelima sedangkan masih memiliki istri
yang keempat
RUKUN-SYARAT PERKAWINAN

 Syarat = sesuatu yang harus dipenuhi


 Rukun = hal pokok yg tidak boleh ditinggalkan
 Perkawinan dapat dikatakan sah apabila telah
memenuhi rukun dan syarat perkawinan
 Rukun adalah unsur pokok (tiang) sedangkan syarat
merupakan unsur pelengkap dalam setiap perbuatan
hukum
 Rukun nikah merupakan bagian dari hakekat
perkawinan, artinya bila salah satu dari rukun nikah
tidak terpenuhi maka tidak terjadi suatu perkawinan
RUKUN PERNIKAHAN

PARA
PIHAK

AKAD
Rukun WALI
Pernikahan

SAKSI
SYARAT PERKAWINAN MENURUT UU NO.1/1974

Syarat materiil Syarat formil

1. Pemberitahuan
Syarat materiil umum ; kehendak akan
1. Persetujuan mempelai melangsungkan
2. Usia mempelai perkawinan kepada
3. Tidak dalam ikatan pegawai pencatat
perkawinan perkawinan.
2. Pengumuman oleh
pegawai pencatat
perkawinan.
Syarat materiil khusus ; 3. Pelaksanaan
1. Tidak melanggar Ps.8- perkawinan menurut
10 uu no.1/1974 hukum agama dan
2. Izin orangtua bagi anak kepercayaan masing-
dibawah umur masing.
3. Izin wali 4. Pencatatan perkawinan
4. Izin Pengadilan oleh pegawai pencatat
perkawinan
SYARAT PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM

Perkawinan tidak bertentangan dg Q.S Al-Baqarah ayat


U (221) tentang larangan perkawinan karena perbedaan
m agama dengan pengecualiannya dalam Q.S Al-Maidah
U ayat (5) yaitu khusus laki-laki Islam boleh mengawini
m perempuan-perempuan, Al-Qur’an surat An-Nisa ayat
(22), (23) dan (24) 

Wali ;
Islam,Baligh,Berakal,
K Laki-laki, Adil,Tidak
1. Calon mempelai
h sedang ihrom
2. Wali
u
3. Saksi
S
4. ijab Saksi ;
u
s Islam, dewasa, laki-laki
adil
IJAB QOBUL

∞ Ijab ; peryataan kehendak mengikatkan diri dalam


bentuk perkawinan dan dilakukan oleh pihak
perempuan ditujukan kepada laki-laki calon suami
∞ Kabul ; pemyataan penerimaan mengikatkan diri
sebagai suami isteri yang dilakukan pihak laki-laki
∞ Ijab kabul dilakukan di dalam suatu majelis dan tidak
boleh ada jarak yang lama antara ijab dan kabul yang
merusak kesatuan aqad dan kelangsungan aqad, dan
masing-masing ijab dan kabul dapat didengar dengan
baik oleh kedua belah pihak dan dua orang saksi
SYARAT IJAB QOBUL

 Ada pernyataan mengawinkan dari wali (ijab).


 Ada pernyataan penerimaan dari calon mempelai
laki-laki (qabul).
 Menggunakan kata-kata nikah (tazwij).
 Antara ijab dan qabul diucapkan bersambungan.
 Antara ijab dan qabul harus jelas maksudnya.
 Tidak dalam ihram haji atau umrah
TUJUAN PERKAWINAN DALAM UU NO.1 TAHUN 1974

Untuk membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan


kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Membentuk keluarga artinya membentuk kesatuan masyarakat


kecil yang terdiri dari suami, isteri dan anak-anak.

Membentuk keluarga yang bahagia erat hubungannya dengan


keturunan yang merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan
dan pendidikan menjadi hak dan kewajiban kedua orang tua.
TUJUAN PERKAWINAN MENURUT HUKUM ISLAM

 Mendapatkan dan melangsungkan keturunan


 Memenuhi hajat manusia menyalurkan syahwatnya dan
menumpahkan kasih sayangnya.
 Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan.
 Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab
menerima hak serta kewajiban dan untuk memperoleh harta
kekayaan yang halal.
 Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat
yang tenteram atas dasar kasih sayang.
TUJUAN PERKAWINAN DALAM Q.S AR-RUM AYAT 21

Tujuan perkawinan menurut hukum Islam terdiri dari:

1. Berbakti kepada Allah;

2. Memenuhi atau mencukupkan kodrat hidup manusia yang


telah menjadi hukum bahwa antara pria dan wanita saling
membutuhkan;

3. Mempertahankan keturunan umat manusia

4. Melanjutkan perkembangan dan ketentraman hidup


rohaniah antara pria dan wanita;

5. Mendekatkan dan saling menimbulkan pengertian antar


golongan manusia untuk men jaga keselamatan hidup
Perkawinan yg berakibat
hukum thd hk adat yg
ADAT berlaku dalam masyarakat
p bersangkutan
e
R akad antara wali Pr&calon
AGAMA suami disertai 2org
saksi&mahar
k
A
W Ikatan lahir batin Lk2&Pr sbg
suami istri u/membentuk
I UU NO.1/1974 keluarga yg kekal&bahagia
N berdasrakan Tuhan YME (Ps 1)
A
n Akad yang sangat kuat
KHI u/mentaati perintah
alloh&melaksanakannya
merupakan ibadah (Ps 2)
25
HUKUM MENIKAH

Pernikahan hukumnya Wajib


Bagi orang yang sudah mampu untuk melangsungkan
perkawinan, namun nafsunya sudah mendesak dan takut
terjerumus dalam perzinaan

Perkawinan hukumnya Sunnah


Bagi orang-orang yang nafsunya telah mendesak lagi
mampu kawin, tetapi masih dapat menahan dirinya dari
berbuat zina.
HUKUM MENIKAH

Perkawinan hukumnya Haram


Bagi seseorang yang tidak mampu memenuhi nafkah lahir dan batin
kepada istrinya serta nafsunyapun tidak mendesak

Perkawinan hukumnya Makruh


Bagi seorang yang lemah syahwat dan tidak mampu memberi belanja
istrinya, walaupun tidak merugikan istri, karena ia kaya dan tidak
mempunyai keinginan syahwat yang kuat&lemah syahwat dapat
berhenti dg melakukan ibadah atau menuntut

Perkawinan hukumnya Mubah


Bagi laki-laki yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang mewajibkan
segera kawin atau karena alasan-alasan yang mengharamkan untuk
kawin, maka hukumnya mubah
PEMBATALAN PERKAWINAN

Pembatalan perkawinan

”perkawinan dapat dibatalkan apabila para pihak tidak


memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan”
(Pasal 22 UU No.1/1974)

Alasan pengajuan pembatalan perkawinan


1. Perkawinan yang dilangsungkan di hadapan pegawai pencatat
perkawinan yang tidak berwenang;
2. Wali nikah yang melakukan perkawinan itu tidak sah;
3. Perkawinan dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang
saksi;
4. Perkawinan dilangsungkan di bawah ancaman yang melanggar
hukum;
5. Ketika perkawinan berlangsung terjadi salah sangka mengenai
diri suami atau istri;
ALASAN PEMBATALAN PERKAWINAN

 Seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan


Agama
 Perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui
masih menjadi isteri pria lain yang mafqud (hilang);
 Perempuan yang dikawini ternyata masih dalam masa iddah
dari suami lain;
 Perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan
 Perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan
oleh wali yang tidak berhak;
 Perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan;
PROSES PEMBATALAN PERKAWINAN

Pasal 20 sampai Pasal 36 PP 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974

1. Pengajuan gugatan

2. Pemanggilan

3. Persidangan

4. Perdamaian

5. Putusan
PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PEMBATALAN PERKAWINAN
(UU NO.1/1974)

1. Para keluarga dalam garis lurus ke atas dari suami atau


dari istri;

2. Suami atau istri itu;

3. Pejabat yang berwenang;

4. Pejabat yang ditunjuk;

5. Jaksa;

6. Suami atau istri yang melangsungkan perkawinan;

7. Setiap orang yang mempunyai kepentingan hukum secara


langsung terhadap perkawinan tersebut, tetapi hanya
setelah perkawinan itu putus
PIHAK YANG DAPAT MENGAJUKAN PEMBATALAN PERKAWINAN
( PASAL 73 KHI )

1. Para keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dan ke


bawah dari suami atau isteri;

2. Suami atau isteri;

3. Pejabat yang berwenang mengawasi pelaksanaan per


kawinan menurut undang-undang;

4. Para pihak yang berkepentingan yang mengetahui adanya


cacat dalam rukun dan syarat perkawinan menurut hokum
Islam dan peraturan perundangundangan sebagaimana
tersebut dalam Pasal 67 KHI
AKIBAT PEMBATALAN PERKAWINAN

Hubungan Kedudukan Harta


suami isteri anak bersama
PERKAWINAN DALAM UU NO.1/1974

Perkawinan
Adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita
yang karena berbeda agama, menyebabkan
tersangkutnya dua peraturan yang berbeda tentang
syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan perkawinan
sesuai dengan hukum agamanya masing-masing,
untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal
berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa.
AKIBAT HUKUM PERKAWINAN PERKAWINAN SIRRI

 Tidak adanya ikatan hukum yang sah dan kuat antara suami dan
istri sehingga bila terjadi penipuan dan kezaliman bisa
mengakibatkan kerugian baik secara materi maupun non-materiil
 Istri sirri tidak dapat menggugat cerai suaminya karena hak untuk
melakukan talak ada pada suami. Tanpa pencatatan dalam hukum
istri tidak dapat menuntut cerai terlebih jika suami durhaka
terhadap istri.
 Anak dari nikah sirri tidak bisa memiliki kejelasan terkait tanggung
jawab ayah jika meninggal dunia atau menjatuhkan talak kepada
istri maka anak tidak berhak mendapat hak waris secara hukum
 Pernikahan sirri juga akan menyulitkan pengurusan administrasi
negara yang menyangkut keluarga misalnya KTP, Kartu Keluarga,
SIM maupun akte kelahiran.
PERKAWINAN ANTAR AGAMA

√ Tidak diperbolehkannya perkawinan antara wanita Muslim


dengan pria yang bukan Islam adalah karena wanita yang
lemah hati dan mudah tersinggung perasaannya juga karena
wanita di bawah otoritas pihak laki-laki, maka
dikhawatirkan wanita Islam itu harus murtad meninggalkan
Islam.
√ Bagi pria Islam, Al-Quran surat Al-Maidah ayat 5
menyetujui bahwa boleh diterima pria-pria muslim
menerima dengan wanita bukan Islam dengan syarat wanita
itu ahli kitab.
KAWIN HAMIL

Pasal 53 KHI itu adalah sebagai berikut:


 Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan
dengan pria yang menghamilinya
 Perkawinan dengan wanita hamil yang dapat dilangsungkan
tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
 Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita
hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang
dikandung lahir
 perkawinan dengan seorang wanita yang hamil di luar
nikah, baik dikawini oleh laki-laki yang menghamilinya
maupun oleh laki-laki bukan yang menghamilinya
KAWIN MUT’AH

Undang-Undang No.1/1974
Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa

Pasal 2 bab II KHI


Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan yaitu
akad yang sangat kuat atau mîtsâqan ghalîzhan untuk
mentaati perintah Allah Swt. dan melaksanakannya
merupakan ibadah
LANJUTAN

Kawin mut’ah adalah perkawinan yang memenuhi kriteria ;

1. Sîghah (ucapan) ijab dan kabulnya harus memakai lafaz


zawwajtuka, unkihuka atau matta’tuka (saya kawinkan
kamu sementara)
2. Tanpa wali
3. Tanpa saksi
4. Dalam akad disebutkan batas waktu. Batas waktu ini
ditetapkan berdasarkan kesepakatan keduanya (suami dan
isteri)
5. Apabila batas waktu yang disepakati ini berakhir maka
perkawinan ini dengan sendirinya berakhir. Didalam akad
harus disebutkan mahar. Mahar ini harus disepakati oleh
kedua belah pihak
6. Anak yang dilahirkan dari perkawinan ini kedudukannya
sama dengan anak yang dilahirkan dalam kawin permanen
LANJUTAN

7. Tidak ada hak waris-mewarisi antara suami isteri

8. Perkawinan akan berakhir sesuai dengan waktu yang telah


disepakati di awal tanpa ada talak atau khuluk.

9. ‘Iddahnya dua kali haid bagi yang masih haid dan 45 hari bagi yang
telah putus haid

10. Tidak ada nafkah ‘iddah

11. Perkawinan akan berakhir sesuai dengan waktu yang telah


disepakati di awal tanpa ada talak atau khuluk

12. ‘Iddahnya dua kali haid bagi yang masih haid dan 45 hari bagi yang
telah putus haid

13. Tidak ada nafkah ‘iddah.


POLIGAMI

QS. An-Nisa’ ayat 3


”Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya),
maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua,
tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak
yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat
kepada tidak berbuat aniaya.”
LANJUTAN

QS An-Nisa ayat 129


Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara
isteri-isterimu, walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian,
karena itu janganlah kamu cenderung (kepada yang kamu
cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung”,
LANJUTAN

Pasal 3 ayat (2) UU perkawinan;


 suami diperbolehkan beristeri lebih dari seorang apabila
dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan dan mendapat
izin dari pengadilan
 Adapun alasan-alasan yang dijadikan pedoman oleh pengadilan
untuk memberi izin poligami.

Pasal 4 ayat (1) UU perkawinan ;


1. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;

2. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat


disembuhkan;

3. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.


SYARAT POLIGAMI

Pasal 5 UU perkawinan

Menetapkan syarat-syarat poligami sebagai berikut ;

1. Adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;

2. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin

3. keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak


mereka;

4. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap


isteri-isteri dan anak-anak mereka.
HAK DAN KEWAJIBAN ISTRI DALAM MENURUT KHI

 Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah


tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat

 Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat.

 Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.

 Suami adalah kepala keluarga dan isteri ibu rumah tangga

 Suami isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap

 Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat-menghormati setia dan


memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.

 Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan


hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.

 Isteri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.

 Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat


mengajukan gugatan kepada Pengadilan.
HAK&KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
UU NO.1 TAHUN 1974

Pasal 30
Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah
tangga yang menjadi sendi dasar susunan masyarakat(pasal 30)
Pasal 31
Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga. Hak
dan kedudukan keduanya adalah sama, baik didalam bermasyarakat
maupun berumah tangga
Pasal 32
Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap, ini
ditentukan oleh suami istri tersebut
Pasal 33
Suami istri wajib saling mencintai, hormat menghormati, setia dan
saling memberi bantuan lahir dan batin
Pasal 34
Seorang suami harus melindungi istrinya dan memberikan segala
keperluan berumah tangga sesuai kemampuannya, kemudian seorang
istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya.
HAK BERSAMA SUAMI ISTRI

1. Halalnya pergaulan sebagai suami istri dan peluang saling


menikmati atas dasar kerja sama dan saling menerima
2. Sucinya hubungan perbesanan.
Dalam hal ini, istri haram untuk laki-laki dari pihak
keluarga suami, suami haram untuk perempuan pihak
keluarga
3. Berlaku hak saling mempusakai / mewarisi. Jika salah
seorang di antara suami- istri diterima, maka salah satu
yang berhak mewarisi
4. Perlakuan dan pergaulan yang baik.
Menjadi layaknya suami untuk saling berhubungan dan
bergaul dengan baik, sehingga menjadi tentram, rukun dan
penuh dengan kedamaian.
KEWAJIBAN ISTRI

Kewajiban istri
1. Hormat dan patuh pada suami dalam batas-batas yang
ditentukan oleh norma dan susila
2. Mengurus dan mengurus rumah tangga
3. Memelihara dan mendidik anak sebagai amanah Allah SWT.
4. Memelihara dan mempertahankan kehormatan serta
melindungi harta benda keluarga.
5. Menerima dan menghargai pemberian suami juga
mencukupkan nafkah yang diberikannya dengan baik,
hemat, cermat dan bijaksana.
KEWAJIBAN SUAMI

Kewajiban suami
1. Memelihara, memimpin dan membimbing keluarga lahir
dan batin, serta bertanggung jawab atas keselamatan dan
kesejahteraannya.
2. Memberi nafkah sesuai dengan kebutuhan sulit
Mengusahakan kebutuhan khusus sandang, makanan dan
papan.
3. Membantu tugas-tugas utama dalam mendanai dan
mendidik anak-anak dengan rasa tanggung jawab penuh.
4. Memberi kebebasn berfikir dan bertindak kepda istri sesuai
dengan agama, tidak mempersulit meminta istri melahirkan
lahir - batin yang dapat mendorong istri mengerjakan salah.
5. Dapat mengatasi kedaan, mencari solusi yang sulit dan
tidak bertindak sewenang-wenang.
KEWAJIBAN BERSAMA SUAMI ISTRI

Kewajiban bersama suami-istri


1. Saling menghormati orang tua dan keluarga kedua belah
pihak.
2. Memupuk rasa cinta dan kasih sayang. Masing-masing
harus menyesuaikan diri, seia sekata, percaya mempercayai
juga selalu bermusyawarah untuk kepentingan bersama.
3. Hormat, hormat, santun, penuh pengertian dan bergaul
dengan baik.
4. Matang dalam diskusi dan berfikir serta tidak emosional
dalam diskusi yang dilakukan.
5. Memelihara kepercayaan dan tidak saling dibuka aib dan
rahasia pribadi
6. Sabar dan rela atas kekurangan-kekurangan dan kelemahan-
kelemahan masing-masing.
PUTUSNYA PERKAWINAN

Ps 38 UU No.1/1974

Putusan
Kematian Perceraian
pengadilan

- Talak ; ikrar
berakhirnya suami Berakhirnya
dihadapan
perkawinan PA yg perkawinan
yang menjadi salah yang
disebabkan satu sebab didasarkan
putusnya
salah satu atas putusan
perkawinan
pihak yaitu - Gugatan pengadilan
suami dan cerai ; yang telah
istri permohonan memperoleh
istri ke PA
meninggal untuk kekuatan
dunia mengakhiri hukum tetap
perkawinan
ALASAN PERCERAIAN
 Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat
(pemarah), penjudi dan lain sebagainya yang sulit disembuhkan.
 Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-
berturut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau
karena hal lain di luar kemampuannya.
 Salah satu pihak mendapatkan hukuman penjara 5 (lima) tahun
atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
 Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat
yang membahayakan pihak lain.
 Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan
akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami istri.
 Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
 Suami melanggar Ta’lik talak (janji calon suami setelah akad yang
dicantumkan dalam akta nikah untuk keadaan tertentu dikemudian
hari).
 Peralihan Agama atau murtad yang menyebabkan ketidakrukunan
dalam rumah tangga.
AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN - TALAK

 Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas istrinya baik


berupa uang maupun benda
 Memberi nafkah, mas kawin, dan kiswah terhadap bekas
istri selama dalam masa iddah kecuali bekas istri telah
dijatuhi talak ba’in dan dalam keadaan tidak hamil.
 Melunasi mahar yang telah terhutang seluruhnya dan
separoh apabila qabla al dukhul (perceraian setelah akad
nikah&istri ditalak sebelum suami berhubungan badan)
 Memberikan biaya hadanah (perawatan) untuk anak-
anaknya yang belum mencapai umur 21 tahun
AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN - KEMATIAN

 Perkawinan putus karena kematian, walaupun qobla al dukhul waktu


tunggu ditetapkan 130 hari
 Perkawinan putus karena perceraian waktu tunggu baik yang masih
haid ditetapkan tiga kali suci (90 hari)&yg tidak haid juga 90 hari
 Perkawinan putus karena perceraian sedangkan janda tersebut dalam
keadaan hamil waktu tunggu ditetapkan sampai dia melahirkan.
 Perkawinan putus karena kematian sedang janda tersebut dalam
keadaan hamil waktu tunggu ditetapkan sampai dia melahirkan (pasal
153 ayat 2 inpres Nomor 1 Tahun 1951).
 Tidak ada waktu tunggu bagi yang putus perkawinan karena perceraian
sedang antara janda tersebut dengan bekas suaminya qobla al dukhul.
 Bagi perkawinan yang putus karena perceraian tenggang waktu
dihitung sejak jatuhnya putusan pengadilan agama yang mempunyai
kekuatan hukum tetap.
AKIBAT PUTUSNYA PERKAWINAN TERHADAP ANAK

 Anak yang belum mumayyiz berhak mendapatkan hadanah dari


ibunya kecuali ibunya telah meninggal dunia maka kedudukannya
diganti oleh Wanita-wanita dalam garis lurus keatas dari ibu, Ayah,
Wanita dalam garis lurus keatas dari ayah, Saudara perempuan dari
anak yang bersangkutan
 Anak yang sudah memayyiz berhak memilih hadanah dari ayah
dan ibunya
 Apabila pemegang hadanah tidak dapat menjamin keselamatan
jasmani dan rohani anak, maka atas permintaan kerabat yang
bersangkutan pengadilan agama dapat memindahkan hak hadanah
kepada kerabat lain yang mempunya hak hadanah pula.
 Pengadilan menetapkan biaya yang dibebankan kepada ayah untuk
hadanah.
AKIBAT HUKUM PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT
UU NO.1/1974

 Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan


mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan
kepentingan si anak.
 Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya
pemeliharaan dan pendidikan anak itu.
 Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suamiuntuk
membiayai penghidupan dan menentukan sesuatu
kewajiban bagi bekas istrinya
Wassalam……
Sekian,
terimakasih atas perhatiannya…

57

Anda mungkin juga menyukai